Anda di halaman 1dari 29

BAB III

INDENTIFIKASI PROBLEM PRODUKSI

3.1. Problem Produksi


Di dalam memproduksikan fluida reservoir, selalu diusahakan agar sumur
tetap berproduksi secara optimum. Menurunnya kapasitas produksi dan laju
produksi minyak secara drastis dari suatu sumur minyak merupakan problem
produksi. Problem produksi ini harus diidentifikasi secara dini untuk dapat
ditangani sebelum problem terjadi maupun setelah terjadi. Penanganan problem
produksi yang tepat akan mengembalikan sumur berproduksi dengan kapasitas
yang optimum.
Pada prinsipnya problem produksi yang mengakibatkan tidak optimumnya
produksi minyak di suatu sumur dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok :
A.Menurunnya produktivitas formasi
- Problem kepasiran
- Problem coning baik gas maupun air
B.Menurunnya laju produksi
- Problem emulsi
- Problem scale
- Problem korosi
- Problem parafin

3.2. Sebab – sebab Problem Produksi


Problem produksi yang terjadi sangat bergantung pada karakteristik batuan
reservoir, karakteristik fluida reservoir, dan kondisi reservoir itu sendiri. Oleh
karena itu faktor-faktor diatas manjadi acuan untuk mengetahui sebab-sebab
terjadinya problem produksi.
3.2.1. Kepasiran
Sebab – sebab dari terproduksinya pasir berhubungan dengan :
- Tenaga pengerukan (drag force), yaitu tenaga yang terjadi oleh aliran
fluida dimana laju aliran dan visositasnya meningkat menjadi lebih
tinggi.
- Pengurangan kekuatan formasinya, hal ini sering dihubungkan dengan
produksi air, karena melarutkan material penyemen atau pengurangan
gaya kapiler dengan meningkatnya saturasi air.
- Penurunan tekanan reservoir, dengan penurunan ini akan mengganggu
sifat penyemenan antar batuan.
Ikut terproduksinya pasir pada operasi produksi menimbulkan problem
produksi. Problem produksi ini biasanya berhubungan dengan formasi dangkal
berumur tersier yang umumnya batupasir berjenis lepas-lepas (unconsolidated
sand) dengan sementasi antar butiran kurang kuat. Hal ini berarti pekerjaan
komplesi sumur menjadi perhatian kritis dalam zona-zona kepasiran. Berdasarkan
kemudahan pasir ikut terproduksi maka formasi batupasir dibedakan ke dalam tiga
jenis sebagai berikut :
1. Quicksand
Pada formasi jenis ini ikatan antar butiran pasir lemah sehingga mudah
bergerak bersama-sama fluida produksi (tersuspensi oleh fluida). Pasir ini ikut
terproduksi secara kontinyu dengan kapasitas kepasiran tetap selama kapasitas
produksi fluida juga tetap. Ikut terproduksinya pasir jenis ini tidak
menyebabkan terjadinya pembesaran lubang di sekitar sumur karena rongga-
rongga yang semula ditempati pasir yang ikut terproduksi selalu diisi oleh
pasir yang tersuspensi fluida produksi.
2. Packed Sand
Formasi pasir jenis ini mempunyai bahan penyemen yang sangat sedikit
sehingga kekuatan sementasinya sangat lemah dan pasir mudah terproduksi
bersama-sama fluida pada kapasitas produksi yang tertentu. Ikut
terproduksinya pasir ini menyebabkan rongga-rongga di sekitar lubang
perforasi yang semula ditempati oleh pasir yang ikut terproduksi.
Pembentukan rongga-rongga ini tidak berlangsung terus karena pada suatu
saat terbentuknya lengkungan ketsatbilan pasir (sand arch) di sekitar lubang
perforasi yang mampu menahan terproduksinya butiran pasir (Gambar 3.1.).
Problem lengkungan kestabilan pasir ini dapat runtuh dalam jumlah yang
besar akibat adanya lempung atau lanau yang hampir tidak punya kekuatan
rekat sama sekali terhadap butiran pasir.
3. Friable Sand
Pada formasi pasir jenis ini ikatan antar butirnya nampak cukup kuat tetapi
pada kenyataannya butiran pasair dapat tererosi oleh fluida yang terproduksi.
Sama halnya packed sand, jenis friable sand bisa menyebabkan terbentuknya
rongga-rongga di sekeliling lubang perforasi. Kepasiran berkurang dengan
terbentuknya lengkungan pasir dengan kestabilan lemah. Runtuhnya
lengkungan pasir menyebabkan kepasiran dalam jumlah besar. Selain
kekuatan formasi (kemampuan formasi untuk menahan butiran pasir untuk
tetap pada tempatnya) maka faktor lain yang menyebabkan kepasiran adalah
sebagai berikut :

Gambar 3.1.
Lengkungan Kestabilan Pasir Pasir di sekitar Lubang Perforasi 1)
1. Tingginya kapasitas produksi fluida gaya seret fluida yang bekerja pada
lengkungan kestabilan pasir juga tinggi. Jika penurunan tekanan telah
melewati batas kestabilan lengkungan pasir, maka lengkungan kestabilan
menjadi runtuh. Lengkungan kestabilan yang lebih kecil umumnya lebih
kuat
2. Pertambahan saturasi air menyebabkan gaya kapileritas yang menahan
butiran pasir pada lengkungan kestabilan menjadi berkurang atau hilang
sama sekali, sehingga lengkungan kestabilan pasir mudah runtuh.
Faktor –faktor yang mempengaruhi rusaknya kestabilan formasi pasir tercakup
dalam sifat batuan itu sendiri disamping pengaruh fluida, faktor – faktor tersebut
adalah:
1. Kecepatan aliran; adalah fungsi penurunan tekanan aliran formasi. Semakin
besar aliran fluda, semakin besar pula gaya seret fluida yang bekerja pada
busur kestabilan. Dengan membesarnya kecepatan fluida, kestabilan formasi
semakin berkurang dan dapat menyebabkan runtuhnya formasi
2. Sementasi batuan; faktor sementasi tergantung pada tingkat konsolidasi
batuan. Formasi dengan faktor sementasi lebih kecil dari 1,8 merupakan
formasi yang tidak stabil dan sering terjadi problem kepasiran pada formasi
ini.
3. Kandungan lempung formasi; Pada umumnya formasi pasir mengandung
lempung sebagai matrik atau semen batuan dan kadar clay lining akan
bertambah besar jika diameter pori – pori mengecil. Biasanya lempung
mempunyai sifat yang basah air atau water wet, sehingga apabila air bebas
melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat;
lempung menjadi lembek dan gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap
material yang dilaluinya akan naik. Akibatnya , butiran pasir cenderung
bergerak ke lubang sumur, apabila air formasi mulai terproduksi.
Pembengkakan (swelling) lempung menyebabkan ruang pori semakin
mengecil, sehingga porositas batuan berkurang. Dengan begitu, permeabilitas
akan mengalami penurunan pula.
4. Migrasi butir – butir halus; butir – butir halus formasi didefinisikan oleh
Muecke adalah butir – butir halus yang dapat melewati saringan mesh
terkecil, yaitu 400 mesh atau 37 m, diendapkan sewaktu terbentuknya
batuan dan masuk ke dalam formasi pada waktu operasi pemboran dan
komplesi sumur. Material padat yang sangat halus ini terdapat di dalam ruang
pori – pori sebagai indiidu partikel yang bebas bermigrasi bersama aliran
fluida. Dengan ikut terproduksinya partikel ke lubang sumur kemudian ke
permukaan dan dianggap sebagai pasir, sedangkan sisanya akan menyumbat
pori – pori disekitar lubang sumur. Karena tertutupnya pori – pori akan
menyebabkan penurunan permeabilitas dan naiknya gradien tekanan pada
busur kestabilan, sehingga gaya akibat aliran semakin tinggi. Penambahan
gaya ini menjadi penyebab runtuhnya kestabilan formasi..
Kepasiran dapat menghambat kelangsungan operasi produksi, baik pada
sumur atau di permukaan. Kepasiran menimbulkan problem sebagai berikut :
1. Kapasitas produksi turun dratis akibat naiknya butiran pasir tersuspensi dalam
fluida produksi. Faktor lainnya antara lain : tersumbatnya lubang perforasi
dan pipa salur di permukaan.
2. Pembengkokan selubung atau liner akibat terbentuknya rongga-rongga di
sekitar lubang perforasi karena pasir terproduksi terus-menerus ke
permukaan.
3. Pengikisan atau erosi pada peralatan produksi di bawah permukaan dan di
permukaan pada choke atau di persimpangan pipa salur.

3.2.2 Coning
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan
produksi minyak, tetapi juga dapat mengakibatkan sumur ditutup atau
ditinggalkan sebelum waktunya. Selain itu terproduksinya air atau gas yang
berlebihan akan menyebabkan proses pengolahan selanjutnya menjadi lebih sulit.
Terproduksinya air atau gas berlebihan dapat disebabkan karena:
1. Pergerakan air atau posisi batas air – minyak telah mencapai lubang
perforasi.
2. Pergerakan gas atau batas gas – minyak telah mencapai lubang
perforasi.
3. Terjadinya water fingering atau gas fingering
1. Water Coning
Water coning didefinisikan sebagi gerakan vertikal dari air yang memotong
bidang perlapisan formasi produktif seperti terlihat dalam Gambar 3.2. Water
coning tidak akan memotong penghalang permeabilitas vertikal kecuali pada
rekahan alami atau buatan.

Gambar 3.2.
Terjadinya Problem Produksi Water Coning 1)
Water coning yang tinggi sering terjadi pada reservoir terumbu karang atau
reservoir lain yang memiliki permeabilitas relatif air yang tinggi. Water coning
terjadi karena produksi sumur melebihi kondisi aliran kritis sehingga air yang
berada di aquifer terikut aliran fluida produksi dan menghambat aliran
hidrokarbon ke permukaan.
2. Gas Coning
Gas coning atau terproduksinya gas secara berlebihan yang berasal dari gas
terlarut dalam minyak, tudung gas primer atau sekunder dan aliran gas dari zona
gas di atas atau di bawah zona minyak.
Gambar 3.3. memperlihatkan kelakuan rasio gas/minyak (GOR) dari reservoir
minyak berhubungan dengan jenis mekanisme pendorong. Pada reservoir
bertenaga dorong gas terlarut terjadi kenaikkan saturasi gas (S g) akibat penurunan
tekanan selama pengambilan minyak. Jika gas terlarut dalam minyak terbebaskan,
maka gas mengalir menuju sumur dan menjadi fluida yang paling mobil karena
tekanan yang terus-menerus.

Gambar 3.3.
Karakteristik Kelakuan Rasio Gas/Minyak Pada Reservoir Minyak 1)
Jika tidak ada penghalang permeabilitas vertikal, maka gas mengembang ke
dalam interval produktif. Adanya beda tekanan yang tinggi di sumur, maka gas
coning terjadi pada sumur yang memiliki perubahan permeabilitas vertikal secara
kontinyu. Dalam reservoir berlapis-lapis, aliran gas di atas atau di bawah zona
minyak terjadi karena adanya selubung yang pecah, pecahnya semen dan rekahan-
rekahan yang berhubungan dengan zona gas.

3.2.3. Emulsi
Emulsi adalah campuran dua jenis cairan yang tidak dapat campur. Dalam
emulsi salah satu cairan dihamburkan dalam cairan lain berupa butiran-butiran
yang sangat kecil. Kondisi-kondisi yang menyebabkan terbentuknya emulsi
adalah sebagai berikut :
1. Adanya dua macam zat cair yang tidak saling campur pada kondisi tertentu.
2. Adanya zat koloid yang membantu terbentuknya emulsi (emulsifying agent).
3. Adanya agitasi (pengadukan) yang mampu menghamburkan salah satu cairan
menjadi tetes-tetes (droplet) dalam cairan yang lainnya.
Emulsi kental memiliki jumlah oksigen droplet yang dihamburkan dalam
cairan lebih banyak dan emulsi encer adalah sebaliknya. Emulsi semacam itu
ditinjau dari viskositasnya. Sedang berdasarkan fasanya maka emulsi dibagi
menjadi dua yaitu :
1. Air dalam emulsi minyak (water in oil emulsion) jika minyak sebagai fasa
eksternal dan air menjadi fasa internal.
2. Minyak dalam emulsi air (oil in water emulsion) jika sebaliknya.

Gambar 3.4.
Emulsi air dalam minyak dan emulsi minyak dalam air 3)
Kestabilan emulsi merupakan ketahanan emulsi terhadap tenaga yang
memecahkan emulsi. Kestabilan emulsi tergantung pada faktor-faktor berikut ini :
1. Emulsifying agent yang merupakan faktor penentu kestabilan emulsi. Tanpa
emulsifying agent tidak akan terjadi emulsi yang stabil karena tenaga
emulsifying agent berpengaruh pada kestabilan emulsi.
2. Viskositas yang merupakan sifat keengganan fluida untuk mengalir. Minyak
bervikositas tinggi cenderung menahan butiran air dalam jumlah besar.
Minyak bervikositas tinggi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
melepaskan droplet air.
3. Specific gravity (SG) yang merupakan berat zat dalam cairan per satuan
volume tertentu. Perbedaan SG yang besar menyebabkan waktu pemisahan
emulsi lebih cepat sehingga minyak berat (SG besar, 0API kecil) cenderung
menyimpan droplet air lebih lama.
4. Prosentase air yang besar cenderung membentuk emulsi tidak stabil karena
droplet per satuan volumenya lebih besar sehingga bisa bergabung menjadi
droplet yang lebih besar dan mudah terpisah dari minyak dengan gaya berat
sendiri.
Umur emulsi sejalan dengan waktu dimana masih terdapat prosentase air dalam
minyak maka emulsi lebih stabil dan sukar diperlakukan.

3.2.4. Pengendapan Scale


Endapan scale adalah endapan mineral yang terbentuk pada bidang
permukaan yang bersentuhan dengan air formasi sewaktu minyak diproduksikan
ke permukaan. Timbulnya endapan scale tergantung dari komposisi air yang
diproduksikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat reaksi pembentukan scale di
bawah ini :
1. BaCl2 + Na2SO4 BaSO 4 + 2 NaCl scale barium sulfat dengan air tak
kompatibel.
2. SrCl2 + MgSO4 SrSO4 + MgCl2 scale strontium sulfat dengan air tak
kompatibel.
3. CaCl2 + Na2SO4 CaCO 4 + 2 NaCl scale gipsum dengan air tak kompatibel
dan supersaturasi.
4. 2 NaHCO3 + CaCl2 CaCO 3 + 2 NaCl + CO2 + H2O scale kalsium karbonat
dengan air tak kompatibel.
5. Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O scale kalsium karbonat dengan
supersaturasi sampai terjadi penurunan tekanan, panas dan adanya agitasi.
Air mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mempertahankan
komponennya yang terdiri dari ion-ion agar tetap dalam larutan air. Jika kelarutan
ion terlampaui maka komponen menjadiu terpisah dari larutan sebagai padatan,
dan membentuk endapan scale.
Sebab-sebab terjadinya endapan scale antara lain :
1. Air tak kompatibel
Air tak kompatibel adalah bercampurnya dua jenis air yang tak dapat campur
akibat adanya kandungan dan sifat kimia ion-ion air formasi yang berbeda.
Jika dua macam air ini bercampur maka terjadi ion-ion yang berlainan sifat
tersebut sehingga menyebabkan terbentuknya zat baru tersusun atas kristal-
kristal atau endapan scale.
2. Penurunan tekanan
Selama produksi terjadi penurunan tekanan reservoir akibat fluida
diproduksikan ke permukaan. Penurunan tekanan ini terjadi pada formasi ke
dasar sumur, ke permukaan dan dari kepala sumur ke tangki penimbun.
Adanya penurunan tekanan ini, maka gas CO2 jadi terlepas dari ion-ion
bikarbonat. Pelepasan CO2 menyebabkan berubahnya kelarutan ion yang
terkandung dalam air formasi sehingga mempercepat terjadinya endapan scale.
3. Perubahan temperatur
Sejalan dengan berubahnya temperatur (ada kenaikkan temperatur ) terjadi
penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan ion yang menyebabkan
terbentuknya endapan scale. Perubahan temperatur ini disebabkan oleh
penurunan tekanan .
4. Faktor-faktor lainnya
Agitasi menyebabkan terjadinya turbulensi aliran, sehingga endapan scale
lebih cepat terbentuk. Semakin lama waktu kontak semakin besar pula
endapan scale yang terbentuk. Semakin besar pH larutan mempercepat
terbentuknya endapan scale.
3.2.5. Pengendapan Parafin dan Aspal
Terbentuknya endapan parafin dan aspal disebabkan oleh perubahan
kesetimbangan fluida reservoir akibat menurunnya kelarutan lilin dalam minyak
mentah. Pengendapan yang terjadi pada sumur produksi dipengaruhi oleh
kelarutan minyak mentah dan kandungan lilin dalam minyak. Kristal-kristal lilin
yang menjarum berhamburan dalam minyak mentah saat berbentuk kristal-kristal
tunggal. Bahan penginti (nucleating agent) yang terdapat bersama-sama dengan
kristal lilin dapat memisahkan diri dari larutan minyak mentah dan membentuk
endapan dalam sumur produksi.
Penyebab utama terbentuknya endapan parafin dan aspal adalah penurunan
tekanan karena kelarutan lilin dalam minyak mentah menurun saat menurunnya
temperatur. Adanya gerakan ekspansi gas pada lubang perforasi dan di dasar
sumur dapat menyebabkan terjadinya pendinginan atau penurunan temperatur
sampai di bawah titik cair parafin, sehingga timbul parafin dan aspal. Terlepasnya
gas dan hidrokarbon ringan dari minyak mentah bisa menyebabkan penurunnan
kelarutan lilin, sehingga terbentuk endapan parafin dan aspal. GOR yang tinggi
dapat mempercepat terbentuknya endapan parafin dan aspal.
3.2.6. Korosi
Problem korosi timbul akibat adanya air yang berasosiasi dengan minyak
dan gas pada saat diproduksikan ke permukaan. Air bersifat asam atau garam, atau
keduanya dan kecenderungan mengkorosi logam yang disentuhnya. Besi
umumnya mudah bersenyawa dengan sulfida dan oksigen, sehingga korosi yang
dihasilkan berupa feri oksida. Untuk itu adanya anggapan bahwa korosi
merupakan reaksi antara besi dengan oksigen atau hidrogen sulfida sebagai
berikut :
4 Fe+++ + 3 O2 2 Fe2O3 (karat)
Fe++ + H2S FeS + H2 (karat)
Besi tidak bisa bereaksi dengan oksigen kering atau hidrogen sulfida kering pada
temperatur biasa karena korosi hanya dapat terjadi jika ada air.
Korosi sebenarnya merupakan proses elektrokimia yaitu proses listrik
yang terjadi setelah reaksi kimia dan disebabkan oleh kandungan garam dan asam
dalam air. Jika ada dua permukaan logam berbeda muatan listrik maka terjadi
aliran listrik melalui air.
Korosi pada logam dapat dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Pengaruh komposisi logam, dimana setiap logam yang berbeda
mempunyai kecenderungan yang berbeda terhadap korosi.
2. Pengaruh komposisi air, dimana pengkaratan oleh air akan meningkat
dengan naiknya konduktivitas. Disamping itu pengkaratan oleh air juga
akan meningkat dengan menurunnya pH air.
3. Kelarutan gas, dimana oksigen, karbon dioksida atau hidrogen sulfida
yang terlarut didalam air akan menaikkan korosivitas secara drastis. Gas
yang terlarut adalah sebab utama problem korosi.
3.3. Identifikasi Problem Produksi
Untuk mengetahui problem produksi, perlu dilakukan identifikasi problem
produksi tersebut, dalam usaha pencegahan dan penanggulangannya. Sehingga
bila terjadi penurunan kapasitas produksi dari sumur minyak, maka segera dapat
dilakukan penanggulangan. Usaha penanggulangan problem produksi secara tepat
akan mengembalikan produksi sumur menjadi berproduksi dengan kapasitas
optimum.
Problem produksi yang mengakibatkan tidak optimumnya minyak yang
diproduksikan di suatu sumur, yaitu pertama menurunnya produktifitas formasi.
Pengidentifikasian problem produksi ini bertumpu pada reservoar dan
masalahnya. Macam problem yang menyebabkan menurunya produktifitas
formasi, antara lain; problem kepasiran, problem produksi air dan gas berlebihan,
invasi cairan dan invasi padatan. Kedua, menurunnya laju produksi.
Pengidentifikasian problem produksi yang kedua ini dititikberatkan pada material
produksi. Akibat yang ditimbulkan lebih luas, tidak hanya di formasi tetapi juga
dapat berlanjut sampai ke permukaan, bahkan sampai ke refinery (pengilangan).
Problem ini meliputi: problem emulsi, problem scale, problem korosi, problem
parafin.
Identifikasi problem produksi secara visual dilakukan di permukaan
dengan cara mengamati laju produksi yang tercatat pada meter aliran. Penurunan
laju produksi secara drastis memberikan informasi adanya problem produksi pada
sumur. Analisa BS&W (Basic Sediment & Water) yang diambil di kepala sumur,
choke manifold dan keluaran separator juga dapat mengidentifikasikan adanya
problem produksi. Telah diketahui bahwa hasil analisa BS&W (dalam persen) bisa
memberikan informasi tentang jumlah sedimen/padatan dalam minyak mentah
berhubungan kepasiran atau air formasi yang mengandung bahan-bahan
pembentuk endapan scale, gas-gas korosif dan bahan emulsi. Analisa lanjutan
adalah analisa fluida reservoir (uji PVT) di laboratorium untuk mendapatkan sifat
fisik fluida.
Uji produksi menghasilkan data laju produksi untuk masing-masing fasa
yaitu laju produksi minyak (Qo), air (Qw) dan gas (Qg), sehingga identifikasi
problem produksi seperti water atas gas coning dapat dilakukan dengan
mengamati rasio gas/minyak (GOR), kadar air (WC) dan rasio air/minyak (WOR).
Uji produksi adalah kegiatan produksi sumur yang dilakukan secara rutin.
Choke manifold atau orifice digunakan dalam uji produksi untuk mendapatkan
data laju produksi gas. Laju produksi minyak diperoleh dari separator atau tangki
pengumpul. Sedangkan basic sediment and water (BS dan W) didapatkan melalui
centrifuge.
A. Peralatan Produksi
Peralatan uji produksi di permukaaan antara lain : choke manifold,
separator, tangki pengumpul dan centrifuge yang dipakai untuk mengukur
besaran-besaran produksi.
1. Choke Manifold
Choke manifold mempunyai dua fungsi yaitu :
a). Mengatur aliran dari wellhead. Untuk keperluan ini choke manifold
memiliki tiga cabang yaitu :
- Manifold baypass (tengah) digunakan untuk mengalirkan fluida pada saat
clean up period.
- Choke manifold (kiri dan kanan) digunakan untuk mengatur kapasitas
aliran fluida yang masuk separator pada saat flowing period dengan
mengganti-ganti ukuran-ukuran choke yang telah dipersiapkan.
Penggantian ukuran choke menyebabkan perubahan tekanan dan
temperatur kepala sumur (FWHP dan FWHT).
b). Menutup aliran fluida dari wellhead bila diperlukan. Misalnya untuk
memperoleh data tekanan dan temperatur di kepala sumur pada waktu
tutup sumur (SWHP dan SWHT).
2. Separator
Fungsi utama separator adalah untuk memisahkan gas, minyak dan air yang
datang dari sumur minyak atau gas, sehingga dapat dilakukan pengukuran data
laju produksi gas, minyak dan air. Laju produksi dapat berubah jika ukuran
choke yang dipasang di manifold dirubah. Bentuk separator ada tiga macam
yaitu : vertikal, horisontal dan sferikal.
3. Tangki Pengumpul
Tangki pengumpul digunakan untuk menampung minyak dan air yang keluar
dari separator-separator dengan maksud untuk mengambil tambahan sampel
fluida, jika oil meter atau water meter tidak berfungsi dengan baik untuk
mengukur laju produksi minyak atau air dan untuk kepentingan kalibrasi
kapasitas minyak atau air dan untuk kepentingan kalibrasi kapasitas minyak
atau air dapat ditentukan pada tangki pengumpul. Caranya dengan mengukur
waktu yang dibutuhkan untuk pengisian satu satuan tangki pengumpul yang
sudah diberi tanda (misalnya 1 bbl) kemudian dilakukan perhitungan kapasitas
produksinya.
B. Laju Produksi Minyak, Gas dan Air
Laju produksi dari sumur bisa terdiri dari tiga macam yaitu laju produksi
minyak, gas dan air. Besarnya ketiga laju produksi sangat penting dalam uji
produksi. Laju produksi minyak (Qo) ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
24 Fm K 1  S hr 1  BSW  R
Qo  ....................................................(3-1)
T
dimana :
Qo = Laju Produksi minyak pada keadaan standart, STBO/d.
Fm = Koefisien oil meter. Ditentukan dari kalibrasi oil meter dan
umumnya diambil Fm = 1.
K = Koreksi volume ke temperatur standart (600F).
Shr = Faktor penyusutan minyak. Ditentukan dari shrinkage meter.
BSW = Basic sediment and water. Ditentukan dengan centrifuge.
R = Selisih pembacaan oil meter, bbl untuk interval T.
T = Interval waktu alir, jam.

Untuk mengukur minyak bersih memakai meteran aliran, maka faktor


meteran harus ditetapkan dulu melalui kalibrasi. Jika meteran dengan kompresator
temperatur dan gravity otomatis, maka pembacaan sudah dikonversikan untuk
volume minyak pada 600F.
Laju produksi air (Qw) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
24R
Qw  ........................................................................................(3-2)
R
Laju produksi gas (Qg) dihitung berdasarkan pembacaan tekanan, temperatur, gas
gravity dan ukuran jepitan atau orifice yang digunakan :
1. Perhitungan melalui jepitan (di kepala sumur) untuk temperatur alir dan gas
gravity diketahui :
CP
Qg  ............................................................................(3-3)
 gT

2. Perhitungan melalui jepitan untuk temperatur alir dan gas gravity tidak
diketahui :
CP
Qg  ............................................................................(3-4)
18
dimana :
Qg = laju produksi gas, MSCF/d.
C = Koefisien jepitan.
P = Tekanan masuk, psi.
g = Specific gravity gas.
T = Temperatur alir, 0R (T0R = 460 + T0F).

3. Perhitungan melalui orifice meter (di separator )


Q g  C 1 hw Pf ................................................................(3-5)
dimana :
Qg = Laju produksi gas pada kondisi reservoir, cuft/d
C1 = Konstanta aliran orific. Yaitu kapasitas aliran dalam cuft/jam
pada kondisi reservoir jika pressure extension, hw Pf  1.0 .

hw = Beda tekanan, in. Udara.


Pf = Tekanan statik, psi.

Harga C1 dapat diperoleh dari hasil kali beberapa faktor yang dinyatakan
sebagai berikut :
C 1  Fb Fr YFpb Ftb Ftf Fg F pv Fm ....................................
....(3-6)
dimana :
Fb = Faktor dasar aliran orific.
Fr = Faktor bilangan Reynolds.
b
 1 ............................................................................(3-7)
hw Pf

Y = Faktor ekspansi.
Fpb = Faktor tekanan dasar sumur.
Ftb = Faktor temperatur dasar sumur.
Tb
 ....................................................................................
520
....(3-8)
Tb = Temperatur dasar sumur absolut.
Fg = Faktor specific gravity gas.
Ftf = Faktor temperatur alir gas yang diukur bukan pada 600F.
520
 ....................................................................................
Tf

....(3-9)
Tf = Temperatur alir absolut sebenarnya.
Fm = Faktor meteran (hanya alat ukur jenis merkuri).
Fpv = Faktor superkompressibilitas.

C. Gas Oil Ratio, Water Oil Ratio dan Gas Liquid Ratio
Selama berlangsungnya produksi terjadi penurunan tekanan reservoir
terus-menerus. Setelah melewati tekanan titik gelembung maka gas yang semula
terlarut dalam minyak terbebaskan. Gas yang terbebaskan ini ikut terproduksi
bersama minyak. Rasio gas/minyak (GOR) adalah perbandingan gas bebas atau
gas terlarut dalam minyak dan gas tanpoa adanya air yang ikut terproduksi, maka
minyak dan gas ikutan mengalir bersama-sama ke permukaan. Secara matematis,
GOR dinyatakan sebagai perbandingan antara laju produksi gas (Q g) dan laju
produksi minyak (Qo) dalam kondisi reservoir sebagai berikut :
Qg kg o
GOR   ..........................................................................(3-10)
Qc ko  g

Untuk menyatakan kondisi permukaan, maka Persamaan 3-26 berubah menjadi :


k o  o Bo
 GOR  PERMUKAAN  Rs  ..................................................(3-11)
k g  g Bg

dimana :
GOR = Rs = Rasio gas/minyak pada kondisi reservoir, SCF/STB.
Qg = Laju produksi gas, cuft/d.
Qo = Laju produksi minyak, bbl/d.
kg = Permeabilitas efektif gas, md.
ko = Permeabilitas efektif minyak, md.
g = Viskositas gas, cp.
o = Viskositas minyak, cp.
(GOR)PERMUKAAN = RP = GOR Produksi, SCF/STB.
Bo = Faktor volume formasi minyak, bbl/STB.
Bg = Faktor volume formasi gas, cuft/SCF.
Untuk Ps di atas Pb, maka produksi fluida belum menghasilkan gas bebas
sehingga harga GOR sama dengan keluaran gas dalam minyak mula-mula (R si).
Dengan naiknya produksi kumulatif, maka Ps sampai di bawah Pb dan gas
bergerak ke permukaan sehingga Sg sumur naik dan ko turun, yang selanjutnya
menaikkan GOR produksi.
Rasio air/minyak (WOR) adalah perbandingan antara laju produksi air
(Qw) terhadap laju produksi minyak (Qo). Jika reservoir berproduksi minyak dan
air tanpa adanya gas yang ikut terproduksi, maka minyak dan air mengalir
bersama-sama ke permukaan. Pada kondisi reservoir besarnya WOR dapat
ditulis sebagai berikut :
Qw k w  o
WOR   ..........................................................................(3-12)
Qo k o  w

Untuk kondisi permukaan WOR dinyatakan sebagai berikut :


kwo
WOR  Bo ..........................................................................(3-13)
ko  w

dimana harga faktor volume formasi air (Bw) = 1.0 bbl/STB.


Jika aliran minyak yang bercampur dengan air dan gas, maka diturunkan
persamaan rasio gas/cairan (GLR). GLR didefinisikan sebagai perbandingan
antara laju produksi gas (Qg) dan laju produksi cairan total (Q o + Qw). Persamaan
GLR dinyatakan sebagai berikut :
Qg k g Bo  o w
GLR   Rs   ......................................(3-14)
Qo  Q w  g Bg k o kw

dimana w = viskositas air (cp) dan kw = permeabilitas efektif air (md) dan Bw
= 1.0 bbl/STB.
D. Basic Sediment and Water
Penentuan kadar air dan sedimern (BS & W) dari minyak mentah
dilakukan memakai centrifuge yang terdiri dari centrifuge, centrifuge tube 100 ml
dan transformer. Sampel BS & W diambil di kepala sumur, choke manifold atau
keluaran separator jika dimungkinkan.
Caranya adalah sebagai berikut :
1. Mengambil 100 ml sampel minyak dari kepala sumur sebanyak 4 kali.
2. Memasukkan sampel ke dalam centrifuge tube dalam posisi berpasangan.
3. Centrifuge tube dimasukkan ke dalam centrifuge.
4. Menghubungkan centrifuge dengan trnasformer.
5. Mengatur timer dalam 10 menit.
6. Mengatur regulator pada posisi 0 dan membaca putaran tiap menit (rpm).
7. Setelah berhenti, mengambil centrifuge tube dan melaporkan BS & W dalam
prosen.
8. Jika minyak berelmusi tinggi, maka sampel ditambahkan emulsion breaker 3
tetes.
Informasi yang bisa didapatkan dari analisa BS & W adalah identifikasi
kandungan sedimen/padatan dalam minyak mentah, emulsi, korosi & scale.
E. Identifikasi Water Cut
Identifikasi water cut pertama kali dengan mengamati kelakuan kurva log
resistivitas, baik kurva resistivitas induksi dalam (Rd) dan mikrosferikal (RMSFL)
ditunjang dengan log porositas densitas-netron dan kurva gamma ray. Kurva
resistivitas mendefinisikan keberadaan air yang memiliki konduktivitas tinggi
(beresistivitas rendah) dari pembacaan kurva Rd < RMSFL. Kurva densitas dan
netron menunjukkan harga yang tinggi, karena air berdensitas tinggi dan banyak
mengandung atom hidrogen minyak. Kurva gamma ray mendefinisikan lapisan
porus dan permeabel berkandungan air dan minyak.
Identifikasi selanjutnya dilakukan dengan uji produksi melalui pengukuran
laju produksi air dan laju cairan total. Water Cut (WC) didefinisikan sebagai
perbandingan antara laju produksi air (Qw) dan laju propduksi cairan total (Qo +
Qw) dan dinyatakan sebagai berikut :
Qw k B o 
WC   w o  w ..................................................(3-15)
Qo  Q w  w ko kw

dimana : Bw = 1.0 bbl/STB.

3.3.1. Identifikasi Kepasiran


Problem kepasiran terjadi akibat rusaknya kestabilan dari ikatan butir-butir
pasir yang disebabkan oleh adanya gaya gesekan serta tumbukan yang
ditimbulkan oleh suatu aliran dari fluida dimana laju aliran yang terjadi
melampaui batas maksimum dari laju aliran kritis yang diperbolehkan, sehingga
butiran-butiran pasir akan ikut terproduksi bersama-sama minyak ke permukaan.
Butiran - butiran pasir yang terkumpul di dalam suatu sistem akan
membentuk suatu ikatan antar butiran itu sendiri dalam suatu ikatan sementasi
yang mana ikatan sementasi tersebut membuat butiran-butiran itu pasir bersatu
dan kuat. Semakin besar harga faktor sementasi yang didapat, maka akan semakin
kuat ikatan antar butiran – butiran pasir yang ada dan semakin terkonsolidasi,
demikian juga sebaliknya semakin rendah harga faktor sementasi, semakin rendah
tingkat konsolidasinya, dan akhirnya butiran - butiran pasir tersebut akan mudah
lepas.
Harga faktor sementasi ini dapat diketahui dari analisa yang dilakukan
pada core yang didapatkan dan analisa tersebut merupakan analisa core spesial
yang merupakan rangkaian dari suatu penilaian formasi. Dimana merupakan harga
faktor sementasi yang diperoleh dapat digunakan untuk mengidentifikasikan
adanya kemungkinan problem kepasiran, semakin kecil faktor sementasi yang
diperoleh maka semakin besar kemungkinan problem kepasiran terbentuk.
Archie mengemukakan suatu persamaan yang meupakan hubungan antara
porositas, faktor sementasi dan faktor formasi, yang dapat digunakan untuk
menentukan sementasi batuan, ini ditunjukkan dalam persamaan :

F   m ..………………………………………………………(3-16)
F  Ro Rw ..………………………………………………………(3-17)

dimana ;
F = faktor formasi
 = porositas batuan
m = faktor sementasi
Ro = resistivitas batuan dengan saturasi 100% air
Rw = resistivitas air formasi

Tabel III – 1
Faktor Sementasi untuk Berbagai Jenis Batuan
Litologi Harga m
Batupasir
Loose uncemented sand 1,3
Slightly cemented sand 1,3 – 1,7
Moderatly cemented sand 1,7 – 1,9
Well – cemented sand 1,9 – 2,2

Batugamping
Moderatly porous limestone 2
Some oolitic limestone 2,8
3.3.2. Identifikasi Coning
Produksi air atau gas yang berlebihan sebelum waktunya merupakan
indikasi terjadinya water / gas coning dan water / gas fingering. Oleh karena itu
sejak awal produksi, sumur sudah harus diperhatikan kemungkinan –
kemungkinan penanggulangannya.
Penyebab water / gas coning adalah adanya zone air / gas yang cukup
besar dibawah maupun diatas zone minyak. Untuk mengidentifikasi suatu sumur
akan mengalami water / gas coning perlu diketahui antara lain:
a. Jenis Reservoir
Misalnya reservoir water drive untuk kasus water coning dan reservor gas
cap drive untuk kasus gas coning. Sedangkan data untuk mengetahui jenis
reservoir tersebut diperoleh dari data eksplorasi.
b. Karakteristik Reservoir
Data karakteristik reservoir meliputi:
- Ketebalan zone minyak, yang diperoleh dari logging
- Permeabilitas efektif minyak dari arah vertikal dan horisontal,
diperoleh dari analisa inti batuan.
- Massa jenis minyak, air dan gas, diperoleh dari analisa fluida
reservoir.
- Faktor volume formasi dan viskositas fluida, yang diperoleh dari
FVT.
Dari data diatas maka dapat dihitung kapasitas produksi kritis. Dengan
perhitungan tersebut dapat diperkirakan kapan sumur tersebut akan memproduksi
air atau gas.
Penyebab dari water atau gas fingering karena adanya perbedaan
permeabilitas pada reservoir berlapis. Data yang perlu diketahui untuk
mengidentifikasi problem ini adalah:
a. Karateristik Reservoir meliputi :
- Densitas air, gas, dan minyak , yang diperoleh dari analisa fluida reservoir.
- Tebal reservoir dan jari – jari lubang bor, diperoleh dari logging.
- Jari – jari pengurasan, diperoleh dari test sumur
- Permeabilitas efektif minyak, diperoleh dari analisa inti batuan.
- Viscositas, yang diperoleh dari FVT
b. Jenis Reservoir
c. Kondisi Reservoir
- Tekanan, diperoleh dari well test.
Dengan menempatkan perforasi dan menggunakan laju aliran yang sesuai,
tentunya diharapkan problem ini dapat dihindari semaksimal mungkin.
3.3.3. Identifikasi Emulsi
Jenis water in oil emultion jika dibandingkan dengan oil in water emultion
lebih sering terjadi dan ditemui di lapangan. Karena sering ditemukan, maka
untuk mengidentifikasikan ada tidaknya emulsi tersebut dapat digunakan salah
satu cara yaitu berupa analisa fluida hidrokarbon yang dilakukan di laboratorium.
Adapun metode yang digunakan adalah “ Dean and Stark Methode “, ini
merupakan pengidentifikasian problem emulsi secara tidak langsung
Sedangkan identifikasi secara langsung dapat dilihat dari hasil production
test yang berupa yang berupa water oil ratio (WOR). Dari WOR tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar harga WOR maka makin besar pula kandungan air
dalam minyak, maka tendensi untuk timbulnya emulsi menjadi makin besar.
Disamping itu dari tipe tenaga pendorong air (water drive mechanism) juga dapat
menimbulkan emulsi karena semakin banyak air yang ikut terproduksi sejalan
dengan produksi jika dibandingkan dengan minyak yang ada.
Pada analisa fluida formasi tadi harga standar yang diijinkan untuk
perbandingan antara air dengan minyak berkisar antara 2 – 3%. Diatas ataupun
dibawah harga standart tersebut dapat menyebabkan kemungkinan timbulnya
emulsi, baik itu water in oil emultion maupun oil in water emultion
3.3.4. Identifikasi Endapan Scale
Identifikasi problem dapat dilakukan dari air formasi yang diambil dari
production test. Identifikasi ini dilakukan dengan mengadakan perhitungan
kelarutan.
Perhitungan kelarutan dapat digunakan untuk meramalkan pembentukan
beberapa scale. Perhitungan tersebut mengindikasikan derajat dan scaling tendensi
(kecenderungan pembentukan scale). Harga yang didapat dari prosedur
perhitungan sebaiknya diambil hanya sebagai petunjuk karena anggapan yang
mempermudah telah dibuat pada penurunan setiap persamaan. Sedangkan
kelarutan pada air alamiah adalah gejala yang komplek. Apabila ditemukan
sumber air yang menunjukkan gejala scaling maka harus dihindari atau
melakukan treatment. Begitu pula harus dihindari tercampurnya air yang analisa
komposisinya menunjukkan kecenderungan pengendapan scale. Berikut akan
diuraikan perhitungan kelarutan calsium carbonat, calsium sulfat, dan barium
sulfat.
a. Perhitungan calcium carbonat
Metode yang dipakai adalah metode Stiff dan Davis sebagai perluasan metode
Langelier. Indeks kelarutan dari Langelier dikembangkan untuk
memperkirakan pembentukan scale CaCO3 dari fresh water oleh Stiff dan
Davis untuk digunakan dalam analisa air formasi.
Persamaan empirisnya adalah sebagai berikut:
SI = pH – pHs ……………………………………….(3-18)
pHs = K – p Ca – p Alk ……………………………………….(3-19)
SI = pH – K – p Ca – p Alk ……………………………….(3-20)
Dimana :
SI = Scaling indeks. Jika SI berharga (-), air dibawah kejenuhan dan
scale tidak terbentuk.
pH = pH air sebenarnya
K = konstanta yang merupakan fungsi komposisi, salinitas dan
temperatur air. Harga K didapat dari hubungan grafik dengan ionic
strength dan temperatur air.
Ionic Strength adalah :
 = ½ (c1z12 + c2z22 + c3z32 + ……….. cnzn2)
c = Konsentrasi ion dalam mole/1000 gr air
z = Valensi ion
1
p Ca  log
mol Ca   / liter
1
p Alk  log
equivalenttotalalkalinity / liter

Dimana total alkalinity = CO32- + HCO3-


Dalam menghitung kelarutan Kalsium Carbonat dengan cara ini, kita harus
mengetahui pH, temperatur air dan konsentrasi ion-ion : Na+, Ca++, Mg++, Cl-,
CO32-, HCO3-, dan SO.
Sangat penting bahwa pH CO32- dan HCO3- diukur di lapangan segera
setelah contoh diambil, karena parameter ini berubah sangat cepat setelah
sampling. Perhitungan yang akurat tidak bila diperoleh di laboratorium.
Harga K adalah fungsi dari ionis strength dan chart untuk menentukan p Ca
dan p Alk yang didapat dari grafik (Lampiran).
Hasil dari perhitungan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil SI negatif, maka air tidak jenuh dengan CaCO 3 dan scale tidak
terbentuk.
2. Hasil SI positif, maka air diatas kejenuhan CaCO 3 dan terdapat indikasi
terbentuknya scale.
3. Hasil SI nol, maka air pada titik kejenuhan.

Gambar 3.5.
Daya larut Ca CO3 dalam air murni pada tekanan 1 bar 18)
b. Perhitungan kelarutan Calcium Sulfate (Gypsum)
Metode yang digunakan adalah Metode Skillman, McDonald dan Stiff.
Metode ini banyak digunakan untuk memperkirakan kelarutan Gypsum di
lapangan minyak pada temperatur diatas 80oC.
Metode ini didasarkan pada penguykuran kelarutan thermodinamika dan
mempunyai dasar teoritis sebagai berikut :
  
S  1000 x 2  4k  x ..………………………………………(3-21)
Dimana :
S = Kelarutan gypsum hasil perhitungan (meq/l)
K = Konstanta yang merupakan fungsi komposisi air dan temperatur yang
disebut Solubility Product Constant (konstanta hasil kelarutan). Harga K
didapat dari grafik korelasi dengan ionic strength seperti halnya pada
CaCO3. k sebagai fungsi ionic strength diberikan pada lampiran.
X = Kelebihan konsentrasi ion dalam grol/liter. Ini adalah perbedaan
konsentrasi ion Calcium dan Sulfate.
Data yang sama diperlukan dalam perhitungan ini seperti halnya pada
perhitungan SI. Perhitungan kelarutan gypsum (ml/l) dibanding dengan
konsentrasi aktual Ca== dan SO42- yang terdapat di dalam air.
Jika S lebih kecil dari yang terkecil dari kedua konsentrasi (Ca ++ dan SO42-)
maka scale gypsum akan terbentuk. Jika S lebih besar maka air tidak dijenuhi
oleh gypsum dan scaling tidak mungkin terbentuk.

Gambar 3.6.
Daya larut Cacium Sulfate dalam air murni 18)

c. Perhitungan kelarutan Barium Sulfate


Kita dapat mempekirakan kelarutan BaSO4 dalam air yang mengandung ion
sodium dan chlorida yang agak dominan dan ion calcium yang sangat kecil,
tetapi hal tersebut tidak begitu penting karena kelarutan BaSO 4 sangat
terbatas sehingga adanya ion Ba++ dan SO4= menujukkan kemungkinan
terbentuknya scale.
Pembentukan scale dan plugging di sumur injeksi sering diakibatkan oleh
bercampurnya dua atau lebih air yang sesungguhnya tidak boleh digabungkan
(incompatible). Bila air tersebut dialirkan sendiri-sendiri maka tidak akan
menyebabkan problem scale, tetapi bila digabungkan akan terjadi reaksi
antara ion-ion yang terlarut dari masing-masing air dan membentuk endapan.
Sebagai contoh : adalah salah bila mencampur air yang mengandung banyak
ion Ba++ dan air yang mengandung banyak ion SO4=, karena endapan BaSO4
akan terbentuk.
Situasi akan menjadi rumit bila lebih dari dua air yang bercampur.
Mencampurkan dua atau lebih air yang incompatible dipermukaan tidak
dianjurkan digunakan untuk sumur injeksi.
Problem lain akan timbul jika air injeksi tidak compatible dengan air formasi.
Tetapi hanya sedikit plugging yang disebabkan oleh hal tersebut pada sumur
injeksi, karena hanya sedikit daerah kontak air injeksi dan formasi. Problem
yang serius timbul sesudah air injeksi menerobos (breaktrough) ke sumur
produksi dimana kesempatan air untuk kontak semakin besar, sehingga
semakin banyak air injeksi yang terproduksi dan akan semakin banyak
pembentukan scale (di daerah produksi).
Kompabilitas dari air yang bercampur dapat diperkirakan dengan
perhitungan atau dengan percobaan. Penentuan dengan percobaan lebih dapat
dipercaya apabila contoh air yang akan bercampur ada.
Perhiyungan kelarutan yang dilakukan adalah:
1. Analisa air yang akan dicampur
2. Hitung komposisi anion dan kation untuk beberapa perbandingan
percampuran yang mungkin terjadi
3. Hitung kecenderungan pengendapan scale
Sedangkan pengetesan kompabilitas air adalah sebagai berikut: Air contoh yang
akan dicampur di saring untuk menghilangkan padatan yang tersuspensi dan
kemudian dicampur pada berbagai macam perbandingan, kemudian diamati
apakah menimbulkan endapan atau tidak.
3.3.5. Identifikasi Endapan Parafin dan Aspal
Masalah endapan parafin pada prinsipnya terjadi karena sifat yang dimiliki
oleh minyak yang diproduksikan, yaitu berkaitan dengan komposisi minyak,
dimana komposisi minyak tersbut dapat mempengaruhi harga titik kabut (cloud
point) dan titik tuang (pour point) dari minyak yang bersangkutan
Pada umumnya endapan parafin terjadi bila minyak yang diproduksikan
banyak mengandung komponen berat (C18 - C38) atau biasa disebut minyak berat,
dengan demikian dapat dikatakan bahwa minyak berat sering menimbulkan
endapan parafin. Selain itu parafin dapat juga terbentuk jika temperatur minyak
lebih rendah dari pour dan cloud pointnya.
Kemungkinan terbentuknya endapan parafin dapat diidentifikasikan dari
analisa drilling log pada contoh cutting yang didapatkan dari analisa tersebut
dapat diperkirakan jenis hidrokarbon yang ada apakah termasuk minyak berat atau
minyak ringan.
Selain dari analisa drilling log endapan parafin dapat juga
diidentifikasikan dari analisa air formasi yang dilakukan di laboratorium yang
berupa uji harga pour point dan cloud point dari minyak yang ada, dimana
endapan parafin akan terbentuk pada temperatur yang lebih rendah dari pour point
serta cloud point-nya.
Dengan demikian identifikasi problem endapan parafin dapat dilakukan
dari data yang didapat dari penilaian formasi seperti drilling log dan analisa air
formasi.
3.3.6. Identifikasi Korosi
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya
problem korosi, yaitu :
1. Pemeriksaan secara langsung
Pada metode ini peralatan yang digunakan diperiksa secara langsung
kerusakan yang terjadi akibat adanya korosi. Metode ini memang mudah dan
sederhana, tetapi tentu saja pemeriksaannya hanya terbatas pada peralatan yang
terlihat oleh mata, sedang bagian dalam peralatan digunakan peralatan tersendiri.
a. Caliper Survey
Caliper survey dilakukan untuk memeriksan bagian dalam tubing atau casing.
Cara ini sangat berguna untuk mengetahui area kerusakan akibat korosi.
b. Casing Thickness Log
Disini digunakan suatu alat untuk mengukur ketebalan casing. Jika logam yang
hilang dari bagian dalam casing diukur dengan caliper log, maka kehilangan
logam pada bagian luar casing dapat diperkirakan dari data thickness log.
c. Mengukur Kehilangan Logam dengan Coupons
Disini sepotong logam (coupon) disisipkan ke dalam sistem untuk suatu waktu
tertentu. Sebelumnya logam tersebut ditimbang dahulu. Dengan demikian
dapat ditentukan jumlah logam yang hilang, masa jenis logam dan waktu yang
diperlukan. Laju korosi biasa dinyatakan dalam mils per year (MPY).
Berat _ yang _ hilang  kons tan ta
Besar _ laju _ korosi 
luas _ coupon  waktu

berat _ yang _ hilang  kons tan ta


Laju _ penetrasi 
luas _ coupon  waktu  massa _ jenis _ log am
Adapun satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan derajat korosi adalah:
Laju korosi < 5 MPY ; korosi ringan
Laju korosi 5 MPY ; korosi sedang
Laju korosi 15 MPY ; korosi berat

2. Pemeriksaan secara tidak langsung


Mengetahui korosi secara tidak langsung yaitu dengan mengadakan
analisa air formasi, hal ini dimaksudkan untuk:
a. Memperkirakan adanya korosi dengan menentukan kadar O2, H2S,
CO2 dalam air yang diproduksikan.
b. Mengetahui efektifitas inhibitor dengan jalan menentukan kadar
besi dalam fluida yang diproduksikan sebelum dan sesudah
pemakaian inhibitor.
3. Pengukuran ketebalan metal dari satu sisi
Dengan menggunakan audio gauge dan penetron dapat mengukur
ketebalan pipa dan dinding tangki hanya dari satu sisi sisi saja. Audio gauge
mengukur kecepatan suara dalam metal sedangkan penetron mengintensitaskan
sinar gamma yang dihamburkan oleh metal.

Anda mungkin juga menyukai