Identifikasi Problem Produksi Migas
Identifikasi Problem Produksi Migas
Gambar 3.1.
Lengkungan Kestabilan Pasir Pasir di sekitar Lubang Perforasi 1)
1. Tingginya kapasitas produksi fluida gaya seret fluida yang bekerja pada
lengkungan kestabilan pasir juga tinggi. Jika penurunan tekanan telah
melewati batas kestabilan lengkungan pasir, maka lengkungan kestabilan
menjadi runtuh. Lengkungan kestabilan yang lebih kecil umumnya lebih
kuat
2. Pertambahan saturasi air menyebabkan gaya kapileritas yang menahan
butiran pasir pada lengkungan kestabilan menjadi berkurang atau hilang
sama sekali, sehingga lengkungan kestabilan pasir mudah runtuh.
Faktor –faktor yang mempengaruhi rusaknya kestabilan formasi pasir tercakup
dalam sifat batuan itu sendiri disamping pengaruh fluida, faktor – faktor tersebut
adalah:
1. Kecepatan aliran; adalah fungsi penurunan tekanan aliran formasi. Semakin
besar aliran fluda, semakin besar pula gaya seret fluida yang bekerja pada
busur kestabilan. Dengan membesarnya kecepatan fluida, kestabilan formasi
semakin berkurang dan dapat menyebabkan runtuhnya formasi
2. Sementasi batuan; faktor sementasi tergantung pada tingkat konsolidasi
batuan. Formasi dengan faktor sementasi lebih kecil dari 1,8 merupakan
formasi yang tidak stabil dan sering terjadi problem kepasiran pada formasi
ini.
3. Kandungan lempung formasi; Pada umumnya formasi pasir mengandung
lempung sebagai matrik atau semen batuan dan kadar clay lining akan
bertambah besar jika diameter pori – pori mengecil. Biasanya lempung
mempunyai sifat yang basah air atau water wet, sehingga apabila air bebas
melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat;
lempung menjadi lembek dan gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap
material yang dilaluinya akan naik. Akibatnya , butiran pasir cenderung
bergerak ke lubang sumur, apabila air formasi mulai terproduksi.
Pembengkakan (swelling) lempung menyebabkan ruang pori semakin
mengecil, sehingga porositas batuan berkurang. Dengan begitu, permeabilitas
akan mengalami penurunan pula.
4. Migrasi butir – butir halus; butir – butir halus formasi didefinisikan oleh
Muecke adalah butir – butir halus yang dapat melewati saringan mesh
terkecil, yaitu 400 mesh atau 37 m, diendapkan sewaktu terbentuknya
batuan dan masuk ke dalam formasi pada waktu operasi pemboran dan
komplesi sumur. Material padat yang sangat halus ini terdapat di dalam ruang
pori – pori sebagai indiidu partikel yang bebas bermigrasi bersama aliran
fluida. Dengan ikut terproduksinya partikel ke lubang sumur kemudian ke
permukaan dan dianggap sebagai pasir, sedangkan sisanya akan menyumbat
pori – pori disekitar lubang sumur. Karena tertutupnya pori – pori akan
menyebabkan penurunan permeabilitas dan naiknya gradien tekanan pada
busur kestabilan, sehingga gaya akibat aliran semakin tinggi. Penambahan
gaya ini menjadi penyebab runtuhnya kestabilan formasi..
Kepasiran dapat menghambat kelangsungan operasi produksi, baik pada
sumur atau di permukaan. Kepasiran menimbulkan problem sebagai berikut :
1. Kapasitas produksi turun dratis akibat naiknya butiran pasir tersuspensi dalam
fluida produksi. Faktor lainnya antara lain : tersumbatnya lubang perforasi
dan pipa salur di permukaan.
2. Pembengkokan selubung atau liner akibat terbentuknya rongga-rongga di
sekitar lubang perforasi karena pasir terproduksi terus-menerus ke
permukaan.
3. Pengikisan atau erosi pada peralatan produksi di bawah permukaan dan di
permukaan pada choke atau di persimpangan pipa salur.
3.2.2 Coning
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan
produksi minyak, tetapi juga dapat mengakibatkan sumur ditutup atau
ditinggalkan sebelum waktunya. Selain itu terproduksinya air atau gas yang
berlebihan akan menyebabkan proses pengolahan selanjutnya menjadi lebih sulit.
Terproduksinya air atau gas berlebihan dapat disebabkan karena:
1. Pergerakan air atau posisi batas air – minyak telah mencapai lubang
perforasi.
2. Pergerakan gas atau batas gas – minyak telah mencapai lubang
perforasi.
3. Terjadinya water fingering atau gas fingering
1. Water Coning
Water coning didefinisikan sebagi gerakan vertikal dari air yang memotong
bidang perlapisan formasi produktif seperti terlihat dalam Gambar 3.2. Water
coning tidak akan memotong penghalang permeabilitas vertikal kecuali pada
rekahan alami atau buatan.
Gambar 3.2.
Terjadinya Problem Produksi Water Coning 1)
Water coning yang tinggi sering terjadi pada reservoir terumbu karang atau
reservoir lain yang memiliki permeabilitas relatif air yang tinggi. Water coning
terjadi karena produksi sumur melebihi kondisi aliran kritis sehingga air yang
berada di aquifer terikut aliran fluida produksi dan menghambat aliran
hidrokarbon ke permukaan.
2. Gas Coning
Gas coning atau terproduksinya gas secara berlebihan yang berasal dari gas
terlarut dalam minyak, tudung gas primer atau sekunder dan aliran gas dari zona
gas di atas atau di bawah zona minyak.
Gambar 3.3. memperlihatkan kelakuan rasio gas/minyak (GOR) dari reservoir
minyak berhubungan dengan jenis mekanisme pendorong. Pada reservoir
bertenaga dorong gas terlarut terjadi kenaikkan saturasi gas (S g) akibat penurunan
tekanan selama pengambilan minyak. Jika gas terlarut dalam minyak terbebaskan,
maka gas mengalir menuju sumur dan menjadi fluida yang paling mobil karena
tekanan yang terus-menerus.
Gambar 3.3.
Karakteristik Kelakuan Rasio Gas/Minyak Pada Reservoir Minyak 1)
Jika tidak ada penghalang permeabilitas vertikal, maka gas mengembang ke
dalam interval produktif. Adanya beda tekanan yang tinggi di sumur, maka gas
coning terjadi pada sumur yang memiliki perubahan permeabilitas vertikal secara
kontinyu. Dalam reservoir berlapis-lapis, aliran gas di atas atau di bawah zona
minyak terjadi karena adanya selubung yang pecah, pecahnya semen dan rekahan-
rekahan yang berhubungan dengan zona gas.
3.2.3. Emulsi
Emulsi adalah campuran dua jenis cairan yang tidak dapat campur. Dalam
emulsi salah satu cairan dihamburkan dalam cairan lain berupa butiran-butiran
yang sangat kecil. Kondisi-kondisi yang menyebabkan terbentuknya emulsi
adalah sebagai berikut :
1. Adanya dua macam zat cair yang tidak saling campur pada kondisi tertentu.
2. Adanya zat koloid yang membantu terbentuknya emulsi (emulsifying agent).
3. Adanya agitasi (pengadukan) yang mampu menghamburkan salah satu cairan
menjadi tetes-tetes (droplet) dalam cairan yang lainnya.
Emulsi kental memiliki jumlah oksigen droplet yang dihamburkan dalam
cairan lebih banyak dan emulsi encer adalah sebaliknya. Emulsi semacam itu
ditinjau dari viskositasnya. Sedang berdasarkan fasanya maka emulsi dibagi
menjadi dua yaitu :
1. Air dalam emulsi minyak (water in oil emulsion) jika minyak sebagai fasa
eksternal dan air menjadi fasa internal.
2. Minyak dalam emulsi air (oil in water emulsion) jika sebaliknya.
Gambar 3.4.
Emulsi air dalam minyak dan emulsi minyak dalam air 3)
Kestabilan emulsi merupakan ketahanan emulsi terhadap tenaga yang
memecahkan emulsi. Kestabilan emulsi tergantung pada faktor-faktor berikut ini :
1. Emulsifying agent yang merupakan faktor penentu kestabilan emulsi. Tanpa
emulsifying agent tidak akan terjadi emulsi yang stabil karena tenaga
emulsifying agent berpengaruh pada kestabilan emulsi.
2. Viskositas yang merupakan sifat keengganan fluida untuk mengalir. Minyak
bervikositas tinggi cenderung menahan butiran air dalam jumlah besar.
Minyak bervikositas tinggi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
melepaskan droplet air.
3. Specific gravity (SG) yang merupakan berat zat dalam cairan per satuan
volume tertentu. Perbedaan SG yang besar menyebabkan waktu pemisahan
emulsi lebih cepat sehingga minyak berat (SG besar, 0API kecil) cenderung
menyimpan droplet air lebih lama.
4. Prosentase air yang besar cenderung membentuk emulsi tidak stabil karena
droplet per satuan volumenya lebih besar sehingga bisa bergabung menjadi
droplet yang lebih besar dan mudah terpisah dari minyak dengan gaya berat
sendiri.
Umur emulsi sejalan dengan waktu dimana masih terdapat prosentase air dalam
minyak maka emulsi lebih stabil dan sukar diperlakukan.
2. Perhitungan melalui jepitan untuk temperatur alir dan gas gravity tidak
diketahui :
CP
Qg ............................................................................(3-4)
18
dimana :
Qg = laju produksi gas, MSCF/d.
C = Koefisien jepitan.
P = Tekanan masuk, psi.
g = Specific gravity gas.
T = Temperatur alir, 0R (T0R = 460 + T0F).
Harga C1 dapat diperoleh dari hasil kali beberapa faktor yang dinyatakan
sebagai berikut :
C 1 Fb Fr YFpb Ftb Ftf Fg F pv Fm ....................................
....(3-6)
dimana :
Fb = Faktor dasar aliran orific.
Fr = Faktor bilangan Reynolds.
b
1 ............................................................................(3-7)
hw Pf
Y = Faktor ekspansi.
Fpb = Faktor tekanan dasar sumur.
Ftb = Faktor temperatur dasar sumur.
Tb
....................................................................................
520
....(3-8)
Tb = Temperatur dasar sumur absolut.
Fg = Faktor specific gravity gas.
Ftf = Faktor temperatur alir gas yang diukur bukan pada 600F.
520
....................................................................................
Tf
....(3-9)
Tf = Temperatur alir absolut sebenarnya.
Fm = Faktor meteran (hanya alat ukur jenis merkuri).
Fpv = Faktor superkompressibilitas.
C. Gas Oil Ratio, Water Oil Ratio dan Gas Liquid Ratio
Selama berlangsungnya produksi terjadi penurunan tekanan reservoir
terus-menerus. Setelah melewati tekanan titik gelembung maka gas yang semula
terlarut dalam minyak terbebaskan. Gas yang terbebaskan ini ikut terproduksi
bersama minyak. Rasio gas/minyak (GOR) adalah perbandingan gas bebas atau
gas terlarut dalam minyak dan gas tanpoa adanya air yang ikut terproduksi, maka
minyak dan gas ikutan mengalir bersama-sama ke permukaan. Secara matematis,
GOR dinyatakan sebagai perbandingan antara laju produksi gas (Q g) dan laju
produksi minyak (Qo) dalam kondisi reservoir sebagai berikut :
Qg kg o
GOR ..........................................................................(3-10)
Qc ko g
dimana :
GOR = Rs = Rasio gas/minyak pada kondisi reservoir, SCF/STB.
Qg = Laju produksi gas, cuft/d.
Qo = Laju produksi minyak, bbl/d.
kg = Permeabilitas efektif gas, md.
ko = Permeabilitas efektif minyak, md.
g = Viskositas gas, cp.
o = Viskositas minyak, cp.
(GOR)PERMUKAAN = RP = GOR Produksi, SCF/STB.
Bo = Faktor volume formasi minyak, bbl/STB.
Bg = Faktor volume formasi gas, cuft/SCF.
Untuk Ps di atas Pb, maka produksi fluida belum menghasilkan gas bebas
sehingga harga GOR sama dengan keluaran gas dalam minyak mula-mula (R si).
Dengan naiknya produksi kumulatif, maka Ps sampai di bawah Pb dan gas
bergerak ke permukaan sehingga Sg sumur naik dan ko turun, yang selanjutnya
menaikkan GOR produksi.
Rasio air/minyak (WOR) adalah perbandingan antara laju produksi air
(Qw) terhadap laju produksi minyak (Qo). Jika reservoir berproduksi minyak dan
air tanpa adanya gas yang ikut terproduksi, maka minyak dan air mengalir
bersama-sama ke permukaan. Pada kondisi reservoir besarnya WOR dapat
ditulis sebagai berikut :
Qw k w o
WOR ..........................................................................(3-12)
Qo k o w
dimana w = viskositas air (cp) dan kw = permeabilitas efektif air (md) dan Bw
= 1.0 bbl/STB.
D. Basic Sediment and Water
Penentuan kadar air dan sedimern (BS & W) dari minyak mentah
dilakukan memakai centrifuge yang terdiri dari centrifuge, centrifuge tube 100 ml
dan transformer. Sampel BS & W diambil di kepala sumur, choke manifold atau
keluaran separator jika dimungkinkan.
Caranya adalah sebagai berikut :
1. Mengambil 100 ml sampel minyak dari kepala sumur sebanyak 4 kali.
2. Memasukkan sampel ke dalam centrifuge tube dalam posisi berpasangan.
3. Centrifuge tube dimasukkan ke dalam centrifuge.
4. Menghubungkan centrifuge dengan trnasformer.
5. Mengatur timer dalam 10 menit.
6. Mengatur regulator pada posisi 0 dan membaca putaran tiap menit (rpm).
7. Setelah berhenti, mengambil centrifuge tube dan melaporkan BS & W dalam
prosen.
8. Jika minyak berelmusi tinggi, maka sampel ditambahkan emulsion breaker 3
tetes.
Informasi yang bisa didapatkan dari analisa BS & W adalah identifikasi
kandungan sedimen/padatan dalam minyak mentah, emulsi, korosi & scale.
E. Identifikasi Water Cut
Identifikasi water cut pertama kali dengan mengamati kelakuan kurva log
resistivitas, baik kurva resistivitas induksi dalam (Rd) dan mikrosferikal (RMSFL)
ditunjang dengan log porositas densitas-netron dan kurva gamma ray. Kurva
resistivitas mendefinisikan keberadaan air yang memiliki konduktivitas tinggi
(beresistivitas rendah) dari pembacaan kurva Rd < RMSFL. Kurva densitas dan
netron menunjukkan harga yang tinggi, karena air berdensitas tinggi dan banyak
mengandung atom hidrogen minyak. Kurva gamma ray mendefinisikan lapisan
porus dan permeabel berkandungan air dan minyak.
Identifikasi selanjutnya dilakukan dengan uji produksi melalui pengukuran
laju produksi air dan laju cairan total. Water Cut (WC) didefinisikan sebagai
perbandingan antara laju produksi air (Qw) dan laju propduksi cairan total (Qo +
Qw) dan dinyatakan sebagai berikut :
Qw k B o
WC w o w ..................................................(3-15)
Qo Q w w ko kw
F m ..………………………………………………………(3-16)
F Ro Rw ..………………………………………………………(3-17)
dimana ;
F = faktor formasi
= porositas batuan
m = faktor sementasi
Ro = resistivitas batuan dengan saturasi 100% air
Rw = resistivitas air formasi
Tabel III – 1
Faktor Sementasi untuk Berbagai Jenis Batuan
Litologi Harga m
Batupasir
Loose uncemented sand 1,3
Slightly cemented sand 1,3 – 1,7
Moderatly cemented sand 1,7 – 1,9
Well – cemented sand 1,9 – 2,2
Batugamping
Moderatly porous limestone 2
Some oolitic limestone 2,8
3.3.2. Identifikasi Coning
Produksi air atau gas yang berlebihan sebelum waktunya merupakan
indikasi terjadinya water / gas coning dan water / gas fingering. Oleh karena itu
sejak awal produksi, sumur sudah harus diperhatikan kemungkinan –
kemungkinan penanggulangannya.
Penyebab water / gas coning adalah adanya zone air / gas yang cukup
besar dibawah maupun diatas zone minyak. Untuk mengidentifikasi suatu sumur
akan mengalami water / gas coning perlu diketahui antara lain:
a. Jenis Reservoir
Misalnya reservoir water drive untuk kasus water coning dan reservor gas
cap drive untuk kasus gas coning. Sedangkan data untuk mengetahui jenis
reservoir tersebut diperoleh dari data eksplorasi.
b. Karakteristik Reservoir
Data karakteristik reservoir meliputi:
- Ketebalan zone minyak, yang diperoleh dari logging
- Permeabilitas efektif minyak dari arah vertikal dan horisontal,
diperoleh dari analisa inti batuan.
- Massa jenis minyak, air dan gas, diperoleh dari analisa fluida
reservoir.
- Faktor volume formasi dan viskositas fluida, yang diperoleh dari
FVT.
Dari data diatas maka dapat dihitung kapasitas produksi kritis. Dengan
perhitungan tersebut dapat diperkirakan kapan sumur tersebut akan memproduksi
air atau gas.
Penyebab dari water atau gas fingering karena adanya perbedaan
permeabilitas pada reservoir berlapis. Data yang perlu diketahui untuk
mengidentifikasi problem ini adalah:
a. Karateristik Reservoir meliputi :
- Densitas air, gas, dan minyak , yang diperoleh dari analisa fluida reservoir.
- Tebal reservoir dan jari – jari lubang bor, diperoleh dari logging.
- Jari – jari pengurasan, diperoleh dari test sumur
- Permeabilitas efektif minyak, diperoleh dari analisa inti batuan.
- Viscositas, yang diperoleh dari FVT
b. Jenis Reservoir
c. Kondisi Reservoir
- Tekanan, diperoleh dari well test.
Dengan menempatkan perforasi dan menggunakan laju aliran yang sesuai,
tentunya diharapkan problem ini dapat dihindari semaksimal mungkin.
3.3.3. Identifikasi Emulsi
Jenis water in oil emultion jika dibandingkan dengan oil in water emultion
lebih sering terjadi dan ditemui di lapangan. Karena sering ditemukan, maka
untuk mengidentifikasikan ada tidaknya emulsi tersebut dapat digunakan salah
satu cara yaitu berupa analisa fluida hidrokarbon yang dilakukan di laboratorium.
Adapun metode yang digunakan adalah “ Dean and Stark Methode “, ini
merupakan pengidentifikasian problem emulsi secara tidak langsung
Sedangkan identifikasi secara langsung dapat dilihat dari hasil production
test yang berupa yang berupa water oil ratio (WOR). Dari WOR tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar harga WOR maka makin besar pula kandungan air
dalam minyak, maka tendensi untuk timbulnya emulsi menjadi makin besar.
Disamping itu dari tipe tenaga pendorong air (water drive mechanism) juga dapat
menimbulkan emulsi karena semakin banyak air yang ikut terproduksi sejalan
dengan produksi jika dibandingkan dengan minyak yang ada.
Pada analisa fluida formasi tadi harga standar yang diijinkan untuk
perbandingan antara air dengan minyak berkisar antara 2 – 3%. Diatas ataupun
dibawah harga standart tersebut dapat menyebabkan kemungkinan timbulnya
emulsi, baik itu water in oil emultion maupun oil in water emultion
3.3.4. Identifikasi Endapan Scale
Identifikasi problem dapat dilakukan dari air formasi yang diambil dari
production test. Identifikasi ini dilakukan dengan mengadakan perhitungan
kelarutan.
Perhitungan kelarutan dapat digunakan untuk meramalkan pembentukan
beberapa scale. Perhitungan tersebut mengindikasikan derajat dan scaling tendensi
(kecenderungan pembentukan scale). Harga yang didapat dari prosedur
perhitungan sebaiknya diambil hanya sebagai petunjuk karena anggapan yang
mempermudah telah dibuat pada penurunan setiap persamaan. Sedangkan
kelarutan pada air alamiah adalah gejala yang komplek. Apabila ditemukan
sumber air yang menunjukkan gejala scaling maka harus dihindari atau
melakukan treatment. Begitu pula harus dihindari tercampurnya air yang analisa
komposisinya menunjukkan kecenderungan pengendapan scale. Berikut akan
diuraikan perhitungan kelarutan calsium carbonat, calsium sulfat, dan barium
sulfat.
a. Perhitungan calcium carbonat
Metode yang dipakai adalah metode Stiff dan Davis sebagai perluasan metode
Langelier. Indeks kelarutan dari Langelier dikembangkan untuk
memperkirakan pembentukan scale CaCO3 dari fresh water oleh Stiff dan
Davis untuk digunakan dalam analisa air formasi.
Persamaan empirisnya adalah sebagai berikut:
SI = pH – pHs ……………………………………….(3-18)
pHs = K – p Ca – p Alk ……………………………………….(3-19)
SI = pH – K – p Ca – p Alk ……………………………….(3-20)
Dimana :
SI = Scaling indeks. Jika SI berharga (-), air dibawah kejenuhan dan
scale tidak terbentuk.
pH = pH air sebenarnya
K = konstanta yang merupakan fungsi komposisi, salinitas dan
temperatur air. Harga K didapat dari hubungan grafik dengan ionic
strength dan temperatur air.
Ionic Strength adalah :
= ½ (c1z12 + c2z22 + c3z32 + ……….. cnzn2)
c = Konsentrasi ion dalam mole/1000 gr air
z = Valensi ion
1
p Ca log
mol Ca / liter
1
p Alk log
equivalenttotalalkalinity / liter
Gambar 3.5.
Daya larut Ca CO3 dalam air murni pada tekanan 1 bar 18)
b. Perhitungan kelarutan Calcium Sulfate (Gypsum)
Metode yang digunakan adalah Metode Skillman, McDonald dan Stiff.
Metode ini banyak digunakan untuk memperkirakan kelarutan Gypsum di
lapangan minyak pada temperatur diatas 80oC.
Metode ini didasarkan pada penguykuran kelarutan thermodinamika dan
mempunyai dasar teoritis sebagai berikut :
S 1000 x 2 4k x ..………………………………………(3-21)
Dimana :
S = Kelarutan gypsum hasil perhitungan (meq/l)
K = Konstanta yang merupakan fungsi komposisi air dan temperatur yang
disebut Solubility Product Constant (konstanta hasil kelarutan). Harga K
didapat dari grafik korelasi dengan ionic strength seperti halnya pada
CaCO3. k sebagai fungsi ionic strength diberikan pada lampiran.
X = Kelebihan konsentrasi ion dalam grol/liter. Ini adalah perbedaan
konsentrasi ion Calcium dan Sulfate.
Data yang sama diperlukan dalam perhitungan ini seperti halnya pada
perhitungan SI. Perhitungan kelarutan gypsum (ml/l) dibanding dengan
konsentrasi aktual Ca== dan SO42- yang terdapat di dalam air.
Jika S lebih kecil dari yang terkecil dari kedua konsentrasi (Ca ++ dan SO42-)
maka scale gypsum akan terbentuk. Jika S lebih besar maka air tidak dijenuhi
oleh gypsum dan scaling tidak mungkin terbentuk.
Gambar 3.6.
Daya larut Cacium Sulfate dalam air murni 18)