Portofolio Tetanus Che2
Portofolio Tetanus Che2
4. Riwayat Keluarga :
. keluhan yang sama pada keluarga (-)
5. Riwayat pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai seorang wiraswasta
6. Lain-lain :
-
Daftar Pustaka:
1. Behrman E Richard. Tetanus Chapter 193 ed. 15th Nelson. W.B Saunders company.
1996, 815-817.
2. Harrison. Tetanus in Principles of Internal Medicine volume 2 ed. 13 th. New York:
McGrawHill Inc. 1994, 577-579.
3. Ismanoe G. Tetanus. In: Sudoyo AW,eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.p.1777-85
Hasil pembelajaran:
1. Mengetahui Definisi Tetanus
2. Etiologi tetanus
3. Manifetasi Klinis dari tetanus
4. Penatalaksanaan tetanus
5. Prognostik tetanus
1. Subyektif:
: Seorang laki-laki, 60 tahun MRS dengan keluhan sulit membuka mulut sejak ± 4 hari
SMRS. Semula ringan namun lamam kelamaan semakin memberat, sulit mengunyah
makanan, nyeri juga dirasakan pada leher dan sulit untuk digerakkan. Rasa kaku juga
dialami pada bagian perut dan punggung. Kejang (-), riwayat kejang (-). BAK lancar,
tidak BAB sejak 2 hari. riwayat luka pada telapak tangan atau kaki (-). Riwayat sering-
sering sakit gigi (+)
2. Obyektif :
PEMERIKSAAN FISIK
Portofolio IV : Tetanus (Kasus UGD) 3
A. Status Internus
Keadaan Umum : sakit sedang
Gizi : kurang
Vital Sign
* Nadi : 80 x/menit
* Suhu : 36,6 C
Leher : deviasi trakhea (-), struma (-), spasme otot leher (+)
Dada
B. Status Neurologik
GCS : E4M6V5
Nervus Cranial :
Leher
Portofolio IV : Tetanus (Kasus UGD) 4
Abdomen
Ekstremitas
Superior Inferior
Motorik D S D S
- Pergerakan N N N N
- Kekuatan 5 5 5 5
- Tonus otot
- Bentuk otot N N N N
Refleks Fisiologis
- Reflek Patella
- Reflek Bisep
- Reflek Trisep - - - -
- Reflek Brakhioradialis - - - -
Refleks Patologis
- Hoffmenn-Tromner - - - -
- Babinski - - - -
Sensibilitas N N N N
3. Assesment:
A. DEFINISI
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani.
B. EPIDEMIOLOGI
Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat kejadian tetanus yang dilaporkan
telah menurun secara substantial sejak pertengahan 1940 karena meluasnya penggunaan
imunisasi terhadap tetanus, namun di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan
angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat
Portofolio IV : Tetanus (Kasus UGD) 5
kebersihan masih sangat kurang, masih terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang
diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan
kekebalan terhadap tetanus
C. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani, termasuk dalam bakeri Gram positif,
anaerob obligat. Dapat membentuk spora dan berbentuk drumstick. Spora yang terbetuk
oleh C tetani sangan resisten terhadappanas dan antiseptik bakteri C tetani ini banyak
ditemukan di tanah, kotoran manusia, hewan peliharaan dan didaerah pertanian. Ketiak
bakteri berada di dalam tubuh,ia akan menghasilkan neurotoksin berupa 2 buah
eksotoksin yaitu tetanolysin dan tetanspasmin.fungsi tetanolysin tidak diketahui secara
pasti, namun juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah. Tetanospasmin
merupakan toksinlarut dalam air, labil pada cahaya dan panas, rusak dengan enzom
proteolitik.
D. PATOGENESIS TETANUS
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi
dengan debu, tanah, tinja binatang atau pupuk. Spora kuman tetanus yang ada di
lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila ada dalam lingkungan anaerob,
dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah, basil tetanus mensekresi 2 macam toksin
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin secara lokal mampu merusak jaringan yang
masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang
memungkinkan multiplikasi bakteri. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada
sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta saraf otonom. Pada masa
pertumbuhan eksotoksin diproduksi, yang diserap oleh liran darah sistemik dan serabut
saraf perifer. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk
lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke
kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP.
E. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 5-14 hari, makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya.
Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraaf
pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit. Dimana semakin jauh tempat
Portofolio IV : Tetanus (Kasus UGD) 6
Disfagi berat
Kekakuan umum dan gangguan pernafasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan
takikardi.
H. PENATALAKSANAAN
UMUM
1. Isolasi pada ruang yang tenang dengan mengurangi sebanyak mungkin rangsang
cahaya, suara dan tindakan.
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk menghindarkan aspirasi.
3. Bila penderita kejang-kejang terus, tempatkan karet atau tounge spatel yang
dibungkus kain kasa di antara kedua rahang untuk mencegah tergigitnya lidah, bila
perlu diberi oksigen, pernapasan buatan atau trakeotomi.
4. Pemberian makanan disesuaikan dengan hebatnya trismus. Bila perlu pemberian
personde atau per infus. Hati-hati pada pemberian personde karena dapat merupakan
rangsangan timbulnya kejang.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
KHUSUS
A. Manajemen luka
Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan luka, irigasi
luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka
serta kompres dengan H202. Pasien tetanus yang diduga menjadi port de entry
masuknya kuman C. tetani harus mendapatkan perawatan luka.
B. Antikonvulsan
Diazepam atau vankuronium 6-8 mg/hari diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan
respon klinis. Obat yang lazim digunakan adalah diazepam.
Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis
0,5mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulang
setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam per oral (sonde lambung)
dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali.
Portofolio IV : Tetanus (Kasus UGD) 8
Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat
berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat
ditingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau
tanpa kurarisasi. Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila ada
gangguan saraf otonom.
C. Anti Tetanus Serum (ATS).
Selama infeksi toksin tetanus beredar dalam dua bentuk :
Toksin bebas dalam darah (dapat dinetralisir)
Toksin bergabung dengan jaringan saraf ( tidak dapat dinetralisir)
Sebelum bemberian antitoksin harus ditanyakan riwayat alergi, dilakukan tes kulit dan
mata serta harus tersedia adrenalin 1:1000. Karena antitoksin tersebut berasal dari
serum kuda yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik.
Dosis biasa 50.000-100.000 iu, diberikan setengah IM diikuti dengan 50.000 unit
dengan infus IV lambat (1-2 jam). Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan,
sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka.
Antitoksin lainnya yaitu Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG) dengan dosis 3000-
6000 IU/IM satu kali pemberian. Tidak boleh diberikan secara IV karena mengandung
“anti complementary aggregates of globulin” yang bisa mencetuskan reaksi alergi yang
serius. Efek hipersensitif sistemik dan lokal lebih ringan dibanding ATS serta angka
kematian sama atau lebih rendah dibanding ATS sehingga menjadi pilihan utama.
D. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mengeliminasi bentuk vegetatif kuman
clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penisilin adalah drug of choice,
dapat diberikan dengan dosis 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari.
Untuk pasien yang alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin, 500 mg PO atau IV
setiap 6 jam selama 10 hari. Pemberian antibiotik di atas dapat mengeradikasi
Clostridium tetani tetapi tidak dapat mempengaruhi proses neurologisnya.
Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika spektrum luas dapat
dilakukan. Tetrasiklin, eritromisin dan metronidazol dapat diberikan, terutama bila
penderita alergi penisilin. Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis. Eritromisin:
Portofolio IV : Tetanus (Kasus UGD) 9
I. PROGNOSIS
Tergantung dari oleh masa inkubasi, umur, periode of onset, panas, pengobatan, ada
tidaknya komplikasi, frekuensi kejang.
Prognosis berdasarkan sistem skoring bleck
Sistem skoring 1 0
Spasme + -
Takikardi + -
Tetanus umum + -
Adiksi narkotika + -
4. Plan:
Portofolio IV : Tetanus (Kasus UGD) 10
Diagnosis Kerja
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosa pasien tersebut adalah tetanus.
Penatalaksanaan:
Psikofarmakoterapi:
IVFD RL 28 tpm
Metronidazole 0,5 gr / 8j / drips
Diazepam 10 amp/ IV
Cefriaxone 1 gr / 12j/ IV (skin test)
5. Pendidikan:
Menjelaskan prognosis penyakit kepada keluarga pasien dan komplikasi yang dapat terjadi.
memberi tahu keluarga pasien agar memisahkan peralatan makan dan minum pasien untuk
mencegah penyebaran infeksi
6. Konsultasi
konsultasi dengan spesialis Saraf untuk perawatan dan penanganan lebih lanjut.
7. Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan sarana
dan prasarana yang lebih memadai.
Peserta Pendamping