Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN HIPERTENSI

A. Konsep Pengertian Hipertensi


1. Pengertian
Hipertensi atau yang dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu
120/80 mmHg. Menurut WHO (Word Health Organization), batas tekanan darah
yang dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah
lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batas tersebut untuk orang dewasa di
atas 18 tahun) (Adib, 2009).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan
darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan
memompa keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh secara terus-menerus lebih dari
suatu periode (Irianto, 2014). Hipertensi sering juga diartikan sebagai suatu keadaan
dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari
80 mmHg (Muttaqin, 2009).

2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Hipertensi tekanan darah sistolik dan diastolik dibagi menjadi
empat menurut American Heart Assosiation (2014), yaitu:

Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)


Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prahipertensi 120-239 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi Stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi Stage 2 > 160 mmHg >100 mmHg
Hipertensi Stage 3 > 180 mmHg >110 mmHg
( Keadaan Gawat)
Sumber: American Heart Assosiation (2014)
3. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golonganmenurut
Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan Wilson (2006), Syamsudin
(2011), Udjianti (2010):
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer.Merupakan 90% dari seluruh kasus
hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor
diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:
1. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat
dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah
tinggi.
2. Jenis kelamin dan usia: laki –laki berusia 35-50 tahun dan wanita menopause
beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka
tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis
kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.
3. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita
dengan mengurangi konsumsinya karena dengan mengkonsumsi banyak
garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang,
khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia yang
tua karena jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk
mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang
seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan
peningkatan pada volume darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh
darah membawa lebih banyak cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh
pembuluhdarah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra
yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah.
Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan
dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan
dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
4. Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola
hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi yaitu
merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam
waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok
berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering,
atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien
sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk
menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabildan pelihara
gaya hidup sehatpenting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakana kenaikan tekanan darah dengan penyebab
tertentu seperti penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, berbagai obat,
disfungsi organ, tumor dan kehamilan (Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan
menurut Wijaya & Putri (2013), penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa
kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelianan
endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme dan pemakaian
obat-obatan seperti kontasepsi oral dan kartikosteroid.

4. Faktor Resiko Hipertensi


Faktor-faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah
oleh penderita hipertensi menurut Black & Hawks (2014) adalah sebagai berikut :
a. Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Riwayat keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada seseorang
dengan riwayat keluarga, beberapa gen berinteraksi dengan yang lainnya dan
juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke
waktu. Klien dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada pada risiko
hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.
2) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa
hipertensi meningkat dengan usia 50-60 % klien yang berumur lebih dari 60
tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Diantara orang
dewasa, pembacaan tekanan darah sistolik lebih dari pada tekanan darah
diastolic karena merupakan predictor yang lebih baik untuk kemungkinan
kejadian dimasa depan seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung,
dan penyakit ginjal.
3) Jenis Kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita sampai kira-
kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita hampir sama antara usia 55
sampai 74 tahun, wanita beresiko lebih besar.
4) Etnis
Peningkatan pravelensi hipertensi diantara orang berkulit hitam tidaklah jelas,
akan tetapi penigkatannya dikaitkan dengan kadar rennin yang lebih rendah,
sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopressin, tinginya asupan garam, dan
tinggi stress lingkungan.
b. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
1) Diabetes Melitus
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dua kali lipat pada klien diabetes
mellitus karena diabetes mempercepat aterosklerosis dan menyebabkan
hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar.
2) Stress
Stress meningkat resistensi vaskuler perifer dan curah jantung serta
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress adalah permasalahan persepsi,
interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan banyak stressor dan
respon stress.
3) Obesitas
Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya jumlah
lemak disekitar diafragma, pinggang dan perut, dihubungkan dengan
pengembangan hipertensi. Kombinasi obesitas dengan faktorfaktor lain dapat
ditandai dengan sindrom metabolis, yang juga meningkatkan resiko hipertensi.

4) Nutrisi
Kelebihan mengosumsi garam bias menjadi pencetus hipertensi pada individu.
Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan hormone natriuretik yang
berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung menigkatkan tekanan darah.
Muatan natrium juga menstimulasi mekanisme vaseoresor didalam system
saraf pusat. Penelitan juga menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsim,
kalium, dan magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan hipertensi.
5) Penyalahgunaan Obat
Merokok sigaret, mengosumsi banyak alcohol, dan beberapa penggunaan obat
terlarang merupakan faktor-faktor resiko hipertensi. pada dosis tertentu
nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat menyebabkan
naiknya tekanan darah secara langsung.

5. Patofisiologis
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output(curah jantung)
dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian
antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol
yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor
arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular (Udjianti, 2010).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013).
Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga memegang
peranan dalam genesis hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis,
sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin,
angiotensin,sodium, dan air (Syamsudin, 2011).
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila, 2013).
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).

6. Manisfestasi Klinis Hipertensi


Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler,
dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh
pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala
yang paling menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons
peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekana sistemik
yang menigkat.Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja,
maka dapat terjadi gagal jantung kiri (Brunner & Suddart, 2015).
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat edema pupil (edema pada diskus optikus ) (Brunner & Suddart, 2015).
Crowin (2000) dalam Wijaya & Putri (2013), menyebutkan bahwa sebagian
besar gejala klinis timbul :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekana intracranial.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edama dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit: mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigeliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler)
g. Pemeriksaan tiroid: hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan
hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin dan serum: untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa: darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
j. VMA urin (metabolit katekolamin): kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk pengkajian
feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
k. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya
hipertensi.
l. Steroid urin: kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma
atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat.
m. IVP: dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal dan ureter.
n. Foto dada: dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit pada
dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
o. CT scan: mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
p. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi. (Anonim, 2013)
8. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan menyebabkan
kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri
tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ tubuh menurut Wijaya
& Putri (2013), sebagai berikut:
a. Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung
koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot
jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut
dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa sehingga
banyaknya cairang yang tetahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat
menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak
diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat menyebabkan
kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat lambat laun ginjal tidak
mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui
aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
d. Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan.

9. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh
derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup sehubungan
dengan terapi (Brunner & Suddart, 2015).
a. Terapi nonfamakologis
Wijaya & Putri (2013), menjelaskan bahwa penatalaksanaan non farmakologis
terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup sangat penting dalam
mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan hipertensi dengan non
farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah yaitu:
1) Mempertahankan berat badan ideal
Radmarsarry, (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), mengatasi obesitas juga
dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun kaya dengan
serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5 – 5 kg maka
tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.
2) Kurangi asupan natrium
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), penguramgan konsumsi
garam menjadi ½ sendok the/hari dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak
5 mmHg dan tekanan diastolic sebanyak 2,5 mmHg.
3) Batasi konsumsi alkohol
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), konsumsi alkohol harus
dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan
darah. Para peminum berat mempunyai resiko mengalami hipertensi empat
kali lebih besar dari pada mereka yang tidak meminum berakohol.
4) Diet yang mengandung kalium dan kalsium
Kaplan, (2006) dalam Wijaya & Putri (2013), Pertahankan asupan diet
potassium ( >90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi diet tinggi buah
dan sayur seperti: pisang, alpukat, papaya, jeruk, apel kacang-kangan, kentang
dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemat
total. Sedangkan menurut Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),
kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah
natrium yang terbuang bersama urin.Dengan mengonsumsi buah-buahan
sebanyak 3- 5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium
yamg cukup.
5) Menghindari merokok
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), merokok memang tidak
berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok
dapat menimbulkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit
jantung dan stroke, maka perlu dihindari rokok karena dapat memperberat
hipertensi.
6) Penurunan Stress
Sheps (2005) dalam Wijaya & Putri ( 2013), stress memang tidak
menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress sering
terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi.
7) Terapi pijat
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), pada prinsipnya pijat yang
dikukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar aliran energy
dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat
diminalisir, ketika semua jalur energi tidak terhalang oleh ketegangan otot dan
hambatan lain maka risiko hipertensi dapat ditekan.
b. Terapi farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis menurut Saferi & Mariza (2013)
merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain:
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara megeluarkan cairan berlebih dalam tubuh
sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk menghambat
aktifitas saraf simpatis.
3) Betabloker (Metoprolol, propanolol dan atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya pompa
jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami gangguan
pernafasan seperti asma bronkhial.
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralisin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos pembuluh darah.
5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II
dengan efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk kering,
pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Penghambat angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika jenis obat-obat penghambat
reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada resptor.
7) Angiotensin kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.
B. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pemangkatan dan mereka hidup dalam suati rumah
tangga dan berinteraksi satu sama lain dan didalam peranannya masing-masing dan
menciptakan serta memperhatikan suatu kebudayaan. (Salvician G.Bailon dan
Maglaya 2008).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Zaidin Ali, 2010).

2. Tipe Keluarga
Menurut Mubarak (2011), tipe keluarga dibagi menjadi:
a. Secara Tradisional
Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu
dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman,
bibi).
b. Secara Modern
Berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme
maka pengelompokkan tipe keluarga selain di atas adalah:
1) Traditional Nuclear
Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh
sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat
bekerja di luar rumah.
2) Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri,
tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak- anaknya, baik itu bawaan
dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu/keduanya dapat
bekerja di luar rumah.
3) Niddle Age/Aging Couple
Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-duanya bekerja di rumah,
anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/ meniti
karier.
4) Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya
atau salah satu bekerja di luar rumah.
5) Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah
6) Dual Carrier
Yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.
7) Commuter Married
Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu.
Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
8) Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan
untuk kawin.
9) Three Generation
Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
10) Institusional
Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti- panti.
11) Comunal
Yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami dengan
anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
12) Group Marriage
Yaitu satu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua
adalah orang tua dari anak-anak.
13) Unmaried Parent and Child
Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.
14) Cohibing Couple
Yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.
15) Gay and Lesbian Family
Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.
3. Ciri-ciri Keluarga
Ciri-ciri keluarga menurut Setiadi (2008) yaitu:
a. Keluarga merupakan suatu hubungan perkawinan.
b. Keluarga bentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan
yang senganja dibentuk atau dipelihara.
c. Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur) termasuk
perhitungan garis keturunan.
d. Keluarga mempunyai fumgsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan
anak.
e. Keluarga merupakan tempat tingggal bersama, rumah atau rumah tangga.
4. Struktur Keluarga
Struktur keluarga terdiri dari: pola dan proses komunikasi, struktur peran,
struktur kekuatan dan struktur nilai dan norma. Mubarak (2011) menggambarkan
struktur keluarga sebagai berikut:
a. Struktur Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila: jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai da nada hirarki kekuatan.
b. Struktur Peran
Yang dimaksud strukrur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan
sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa bersifat formal
atau informal.
c. Struktur Kekuatan
Yang dimaksud adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol atau
mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain: legitimate power (hak), referent
power (ditiru), expert power (keahlian), reward power (hadiah), coercive power
(paksa), dan affective power.
d. Struktur Nilai dan Norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga
dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada
lingkungan sosil tertentu berarti disini adalah lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat sekitar keluarga.

5. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2010) terdapat lima fungsi keluarga, yaitu:
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun untuk
berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah
satu fungsi keluarga yang paling penting. Peran utama orang dewasa dalam
keluarga adalah fungsi afektif, fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga
dan kepedulian terhadap kebutuhan sosioemosional semua anggota keluarganya.
b. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam
keluarga yang ditunjuk untuk mendidik anak-anak tentang cara menjalankan
fungsi dan memikul peran sosial orang dewasa seperti peran yang di pikul suami-
ayah dan istri-ibu. Status sosial atau pemberian status adalah aspek lain dari
fungsi sosialisasi. Pemberian status kepada anak berarti mewariskan tradisi, nilai
dan hak keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Untuk menjamin kontiniutas antar generasi kleuarga dan masyarakat yaitu
menyediakan angagota baru untuk masyarakat.
d. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,
pakaian, tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan perlindungan terhadap
bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling
relevan bagi perawat keluarga.
e. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup
finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan.

6. Tahap Perkembangan Keluarga


Tahap perkembangan dalam keluarga dibagi menjadi (Friedman, 2010):
a. Tahap I: Keluarga Pasangan Baru (beginning family)
Pembentukan pasangan menandakan pemulaan suatu keluarga baru dengan
pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan intim yang baru.
Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan. Tugas perkembangan keluarga
tahap I adalah membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain,
berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan dan perencanaan
keluarga.
b. Tahap II: Keluarga Kelahiran Anak Pertama (childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan.
Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci dalam siklus
kehidupan keluarga. Tugas perkembangan keluarga disini adalah setelah hadirnya
anak pertama, keluarga memiliki beberapa tugas perkembangan penting. Suami,
istri, dan anak harus memepelajari peran barunya, sementara unit keluarga inti
mengalami pengembangan fungsi dan tanggung jawab.
c. Tahap III: Keluarga dengan Anak Prasekolah (families with preschool)
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2½
tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini dapat terdiri dari
tiga sampai lima orang, dengan posisi pasangan suami- ayah, istri-ibu, putra-
saudara laki-laki, dan putri-saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga
saat ini berkembang baik secara jumlah maupun kompleksitas. Kebutuhan anak
prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengekplorasi dunia di sekitar mereka,
dan kebutuhan orang tua akan privasi diri, membuat rumah dan jarak yang
adekuat menjadi masalah utama. Peralatan dan fasilitas juga harus aman untuk
anak-anak.
d. Tahap IV: Keluarga dengan Anak Sekolah (families with schoolchildren)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu penuh,
biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai pubertas, sekitar 13
tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota keluarga yang maksimal dan
hubungan akhir tahap ini juga maksimal. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah keluarga dapat mensosialisasikan anak-anak, dapat meningkatkan
prestasi sekolah dan mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
e. Tahap V: Keluarga dengan Anak Remaja (families with teenagers)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau perjalanan
kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau
tujuh tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih
awal atau lebih lama, jika anak tetap tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 atau
20 tahun. Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja adalah
melonggarkan ikatan keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan kebebasan
remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa
mudah.
Tugas perkembangan keluarga yang pertama pada tahap ini adalah
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab seiring dengan kematangan
remaja dan semakin meningkatnya otonomi. Tugas perkembangan keluarga yang
kedua adalah bagi orang tua untuk memfokuskan kembali hubungan pernikahan
mereka. Sedangkan tugas perkembangan keluarga yang ketiga adalah untuk
anggota keluarga, terutama orang tua dan anak remaja, untuk berkomunikasi
secara terbukasatu sama lain.
f. Tahap VI: Keluarga Melepaskan Anak Dewasa Muda (launching centerfamilies)
Permulaan fase kehidupan keluarga ini ditandai dengan perginya anak pertama
dari rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika anak
terakhir juga telah meninggalkan rumah. Tahap ini dapat cukup singkat atau
cukup lama, bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang
belum menikah tetap tinggal di rumah setelah mereka menyelesaikan SMU atau
kuliahnya. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah keluarga
membantu anak tertua untuk terjun ke dunia luar, orang tua juga terlibat dengan
anak terkecilnya, yaitu membantu mereka menjadi mandiri.
g. Tahap VII: Orang Tua Paruh Baya (middle age families)
Tahap ini merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak
terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau kematian salah
satu pasangan. Tahap ini dimulai ketika orang tua berusia sekitar 45 tahun sampai
55 tahun dan berakhir dengan persiunannya pasangan, biasanya 16 sampai 18
tahun kemudian. Tugas keperawatan keluarga pada tahap ini adalah wanita
memprogramkan kembali energi mereka dan bersiap-siap untuk hidup dalam
kesepian dan sebagai pendorong anak mereka yang sedang berkembang untuk
lebih mandiri serta menciptakan lingkungan yang sehat.
h. Tahap VIII: Keluarga Lansia dan Pensiunan
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini adalah dimulai pada saat pensiunan
salah satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai kehilangan salah satu pasangan,
dan berakhir dengan kematian pasangan yang lain. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap terakhir ini adalah mempertahankan penataan kehidupan yang
memuaskan dan kembali kerumah setelah individu pensiun/berhenti bekerja dapat
menjadi problematik.

7. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan


Terdapat lima pokok tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut
Friedman (1998) dalam buku Dion & Betan (2013), yaitu sebagai berikut:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang
dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota
keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga dan orang tua. Sejauh
mana keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang
meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab yang mempengaruhinya,
serta persepsi keluarga terhadap masalah.
b. Membuat keputusan tindakan yang tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah
kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga
tersebut agar dapat menfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga
harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis
danperawatannya).
2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
3) Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan.
4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yangbertanggung
jawab, sumber keuangan dan financial, fasilitas fisik,psikososial).
5) Sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat
Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat,
keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1) Sumber-sumber yang dimilki oleh keluarga.
2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.
3) Pentingnya hygine sanitasi.
4) Upaya pencegahan penyakit.
5) Sikap atau pandangan keluarga terhadap hygine sanitasi.
6) Kekompakan antar anggota kelompok.
e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat
Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus
mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1) Keberadaan fasilitas keluarga.
2) Keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh fasilitas kesehatan.
3) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.
4) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.
8. Peran Perawat Keluarga
Sudiharto (2012) mengatakan ada tujuh peran perawat keluarga, diantaranya yaitu:
a. Sebagai pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga,
terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
memiliki masalah kesehatan.
b. Sebagai koordinator pelaksanaan pelayanan kesehatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pelayanan keperawatan yang bersinambungan diberikan untuk
menghindari kesenjangan antara keluarga dan unit pelayanan kesehatan.
c. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan
Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak pertama
dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan. Dengan
demikian, anggota keluarga yang sakit dapat menjadi “entry point” bagi
perawatan untuk memberikan asuhan keperawatan keluarga secara komprehensif.
d. Sebagai supervisor pelayanan kesehatan
Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap keluarga melalui
kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun
yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau
secara mendadak, sehingga perawat mengetahui apakah keluarga menerapkan
asuhan yang diberikan oleh perawat.
e. Sebagai pembela (advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hak-hak keluarga
klien. Perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta memodifikasi system
pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan kebutuhan keluarga.
Pemahaman yang baik oleh keluarga terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai
klien mempermudah tugas perawat untuk memandirikan keluarga.
f. Sebagai fasilitator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan masyarakat untuk
memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari
serta dapat membantu jalan keluar dalam mengatasi masalah.
g. Sebagai peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah-masalah
kesehatan yang dialami oleh angota keluarga. Masalah kesehatan yang muncul
didalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang dipraktikkan
keluarga.

9. Prinsip Perawatan Kesehatan Keluarga


Setiadi (2008) menyatakan bahwa ada beberapa prinsip penting yang perlu
diperhatikan dalam memberikan Asuhan Keperawatan Keluarga, yaitu:
a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.
b. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan keluarga sehat sebagai
tujuan utama.
c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan
kesehatan keluarga.
d. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan keluarga, perawat melibatkan peran
aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan ebutuhan keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatannya.
e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat proinotif dan preventif
dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
f. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga, keluarga
memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan
kesehatan keluarga.
g. Sasaran Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara
keseluruhan.
h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan Asuhan Keperawatan
kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan menggunakan
proses keperawatan.
i. Kegiatan utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga
adalah penyuluhan kesehatan dan Asuhan Keperawatan kesehatan dasar atau
perawatan dirumah.
j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi.
Keluarga-keluarga yang tergolong resiko tinggi dalam bidang kesehatan antara
lain adalah:
1) Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah:
a) Tingkat sosial ekonomi yang rendah.
b) Keluarga kurang tahu atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan
sendiri.
c) Keluarga dengan keturunan yang kurang baik atau keluarga dengan
penyakit keturunan.
2) Keluarga dengan Ibu dengan resiko tinggi kebidanan yaitu:
a) Umur Ibu (16 tahun/lebih dari 35 tahun).
b) Menderita kekurangan gizi (anemia).
c) Menderita hipertensi.
d) Primipara dan Multipara.
e) Riwayat persalinan atau komplikasi.
3) Keluarga dalam anak menjadi resiko tinggi karena:
a) Lahir prematur (BBLR).
b) Berat badan sukar naik.
c) Lahir dengan cacat bawaan.
d) ASI Ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.
e) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi dan anaknya.
4) Keluarga mempunyai masalah hubungan antara anggota keluarga:
a) Anak yang tidak pernah dikehendaki pernah mencoba untuk digugurkan.
b) Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering timbul
cekcok dan ketegangan.
c) Ada anggota keluarga yang sering sakit.
d) Salah satu anggota (suami atau istri) meninggal, cerai, lari meninggalkan
rumah.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian
Menurut Muwarni (2007), pengkajian adalah suatu tahapan dimana seseorang
perawat mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang
dibinanya. Sumber informasi dan tahapan pengkajian dapat menggunakan metode :
a. Wawancara keluarga.
b. .Observasi fasilitas rumah.
c. Pemeriksaan fisik dari anggota keluarga dari ujung rambut ke ujung kaki,
pemeriksaan tekanan darah. Pada proses pengkajian ada hal-hal yang perlu dikaji
dalam keluarga diantaranya adalah Data umum Dalam proses pengkajian
keperawatan keluarga terhadap data umum keluarga meliputi :
1) Nama kepala keluarga (KK).
2) Alamat dan telepon
3) Pekerjaan kepala keluarga
4) Pendidikan kepala keluarga.
5) Komposisi keluarga (Genogram)
6) Tipe keluarga Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau
masalah-masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
7) Tipe bangsa Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta
mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.
8) Agama Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan.
9) Status sosial ekonomi keluarga Status sosial ekonomi keluarga ditentukan
oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya.
Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-
kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki
oleh keluarga.
10) Aktivitas rekreasi keluarga Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja
keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu
namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan
aktivitas rekreasi.
d. Pengkajian lingkungan
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat tipe rumah,jumlah ruangan,
jenis ruang, jumlah jendela, jarak septic tankdengan sumber air, sumber air
minum yang digunakan, tanda catyang sudah mengelupas, serta dilengkapi
dengan denah rumah (Friedman, 2010).
e. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji seberapa jauh keluarga saling asuh dan saling
mendukung, hubungan baik dengan orang lain, menunjukkan rasa empati,
perhatian terhadap perasaan (Friedman, 2010).
2) Fungsi sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, penghargaan, hukuman, serta memberi dan
menerima cinta (Friedman, 2010).
3) Fungsi keperawatan
a) Keyakinan, nilai, dan prilaku kesehatan: menjelaskan nilai yang dianut
keluarga, pencegahan, promosi kesehatan yang dilakukan dan tujuan
kesehatan keluarga (Friedman, 2010).
b) Status kesehatan keluarga dan keretanan terhadap sakit yang dirasa:
keluarga mengkaji status kesehatan, masalah kesehatan yang membuat
kelurga rentan terkena sakit dan jumlah kontrol kesehatan (Friedman,
2010).
c) Praktik diet keluarga: keluarga mengetahui sumber makanan yang
dikonsumsi, cara menyiapkan makanan, banyak makanan yang
dikonsumsi perhari dan kebiasaan mengkonsumsi makanan kudapan
(Friedman, 2010).
d) Peran keluarga dalam praktik keperawatan diri: tindakan yang dilakukan
dalam memperbaiki status kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan
keluarga dirumah dan keyakinan keluarga dalam perawatan dirumah
(Friedman, 2010).
e) Tindakan pencegahan secara medis: status imunisasi anak, kebersihan gigi
setelah makan, dan pola keluarga dalam mengkonsumsi makanan
(Friedman, 2010).
4) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah: berapa
jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota keluarga,
metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota
keluarga (Padila, 2012).
5) Fungsi ekonomi
Data ini menjelaskan mengenai kemampuan keluarga dalam memenuhi
sandang, pangan, papan, menabung, kemampuan peningkatan status
kesehatan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan keluarga
Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke
system keluarga dan subsitemnya serta merupakan hasil pengkajian keperawatan.
Diagnosis keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual dan potensial
dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi
untuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan pengalaman ( Friedman, 2010).
Tipologi dari diagnosa keperawatan adalah:
1) Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan).
2) Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan apabila sudah
ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
3) Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan suatu kedaan
dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat
ditingkatkan.
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada keluarga dengan
masalah hipertensi adalah (NANDA NIC-NOC 2013):
1) Penurunan curah jantung
2) Intoleransi aktivitas
3) Nyeri (sakit kepala)
4) Kelebihan volume cairan
5) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
6) Ketidakefektifan koping
7) Defisiensi pengetahuan
8) Ansietas
9) Resiko cidera

b. Skala Prioritas Masalah


Table 2.3 Skala Prioritas Masalah Keluarga
Kriteria Skor Bobot
1) Sifat Masalah
a) Aktual (tidak/kurang sehat) 3
b) Ancaman kesehatan 2 1
c) Keadaan sejahtera 1
2) Kemungkinan masalah dapat
diubah
a) Mudah 2
b) Sebagian 1 2
c) Tidak dapat 0
3) Potensi masalah untuk dicegah
a) Tinggi 3
b) Cukup 2 1
c) Rendah 1
4) Menonjolnya masalah
a) Masalah dirasakan dan perlu 2
segera ditangani
b) Masalah dirasakan tapi tidak 1 1
perlu segera ditangani
c) Masalah tidak dirasakan 0
Total Skor
Sumber: Baylon & Maglaya (1978) dalam Padila (2012)
Keterangan:
Total Skor didapatkan dengan: Skor (total nilai kriteria) x Bobot = Nilai
Angka tertinggi dalam skor
Cara melakukan Skoring adalah:
1) Tentukan skor untuk setiap kriteria
2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot
3) Jumlah skor untuk semua kriteria
4) Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnosa
keperawatan keluarga.

c. Intervensi Keperawatan Keluarga


Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber,
serta menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar,
tetapi dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang
bekerja (Friedman, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi, Jantung, Dan Stroke.
Yogyakarta: Dianloka.
Ali, Zaidin. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
Black & Hawk. 2014. Medikal Surgical Nursing Clinical Management for Positive outcomes
(Ed. 7). St. Louis: Missouri Elsevier Saunders.
Friedman, Marilyn M dkk. 2010. Buku Ajar: Keperawatan Keluarga Riset, Teori &Praktik.
Jakarta: EGC
Masriadi . 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: TIM
Mubarrak, dkk. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas 2; Konsep Dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Medika
Muttaqin. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Murwani.2007.Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan AplikasiKasus. Jogjakarta : Mitra
Cendikia Press
Salvician G.Bailon dan Maglaya. 2008. Buku Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
Setiadi. 2008. Konsep dan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Smeltzer, S. C. And Bare, B. G. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sudart Edisi 8. Jakarta: EGC
Sudiharto. 2012. Asuhan Keperawata Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transtruktual.
Jakarta: EGC
Udjiati, W. J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN HIPERTENSI
Dosen Pembimbing: Muttarobin ....

Disusun Oleh

Tri Wulan Sari P17120016038

Program D-III Keperawatan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 1

Jakarta
2019

Anda mungkin juga menyukai