2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Hipertensi tekanan darah sistolik dan diastolik dibagi menjadi
empat menurut American Heart Assosiation (2014), yaitu:
4) Nutrisi
Kelebihan mengosumsi garam bias menjadi pencetus hipertensi pada individu.
Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan hormone natriuretik yang
berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung menigkatkan tekanan darah.
Muatan natrium juga menstimulasi mekanisme vaseoresor didalam system
saraf pusat. Penelitan juga menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsim,
kalium, dan magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan hipertensi.
5) Penyalahgunaan Obat
Merokok sigaret, mengosumsi banyak alcohol, dan beberapa penggunaan obat
terlarang merupakan faktor-faktor resiko hipertensi. pada dosis tertentu
nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat menyebabkan
naiknya tekanan darah secara langsung.
5. Patofisiologis
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output(curah jantung)
dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian
antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol
yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor
arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular (Udjianti, 2010).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013).
Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga memegang
peranan dalam genesis hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis,
sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin,
angiotensin,sodium, dan air (Syamsudin, 2011).
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila, 2013).
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit: mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigeliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler)
g. Pemeriksaan tiroid: hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan
hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin dan serum: untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa: darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
j. VMA urin (metabolit katekolamin): kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk pengkajian
feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
k. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya
hipertensi.
l. Steroid urin: kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma
atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat.
m. IVP: dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal dan ureter.
n. Foto dada: dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit pada
dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
o. CT scan: mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
p. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi. (Anonim, 2013)
8. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan menyebabkan
kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri
tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ tubuh menurut Wijaya
& Putri (2013), sebagai berikut:
a. Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung
koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot
jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut
dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa sehingga
banyaknya cairang yang tetahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat
menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak
diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat menyebabkan
kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat lambat laun ginjal tidak
mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui
aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
d. Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan.
9. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh
derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup sehubungan
dengan terapi (Brunner & Suddart, 2015).
a. Terapi nonfamakologis
Wijaya & Putri (2013), menjelaskan bahwa penatalaksanaan non farmakologis
terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup sangat penting dalam
mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan hipertensi dengan non
farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah yaitu:
1) Mempertahankan berat badan ideal
Radmarsarry, (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), mengatasi obesitas juga
dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun kaya dengan
serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5 – 5 kg maka
tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.
2) Kurangi asupan natrium
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), penguramgan konsumsi
garam menjadi ½ sendok the/hari dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak
5 mmHg dan tekanan diastolic sebanyak 2,5 mmHg.
3) Batasi konsumsi alkohol
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), konsumsi alkohol harus
dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan
darah. Para peminum berat mempunyai resiko mengalami hipertensi empat
kali lebih besar dari pada mereka yang tidak meminum berakohol.
4) Diet yang mengandung kalium dan kalsium
Kaplan, (2006) dalam Wijaya & Putri (2013), Pertahankan asupan diet
potassium ( >90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi diet tinggi buah
dan sayur seperti: pisang, alpukat, papaya, jeruk, apel kacang-kangan, kentang
dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemat
total. Sedangkan menurut Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),
kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah
natrium yang terbuang bersama urin.Dengan mengonsumsi buah-buahan
sebanyak 3- 5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium
yamg cukup.
5) Menghindari merokok
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), merokok memang tidak
berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok
dapat menimbulkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit
jantung dan stroke, maka perlu dihindari rokok karena dapat memperberat
hipertensi.
6) Penurunan Stress
Sheps (2005) dalam Wijaya & Putri ( 2013), stress memang tidak
menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress sering
terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi.
7) Terapi pijat
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), pada prinsipnya pijat yang
dikukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar aliran energy
dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat
diminalisir, ketika semua jalur energi tidak terhalang oleh ketegangan otot dan
hambatan lain maka risiko hipertensi dapat ditekan.
b. Terapi farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis menurut Saferi & Mariza (2013)
merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain:
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara megeluarkan cairan berlebih dalam tubuh
sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk menghambat
aktifitas saraf simpatis.
3) Betabloker (Metoprolol, propanolol dan atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya pompa
jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami gangguan
pernafasan seperti asma bronkhial.
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralisin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos pembuluh darah.
5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II
dengan efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk kering,
pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Penghambat angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika jenis obat-obat penghambat
reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada resptor.
7) Angiotensin kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.
B. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pemangkatan dan mereka hidup dalam suati rumah
tangga dan berinteraksi satu sama lain dan didalam peranannya masing-masing dan
menciptakan serta memperhatikan suatu kebudayaan. (Salvician G.Bailon dan
Maglaya 2008).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Zaidin Ali, 2010).
2. Tipe Keluarga
Menurut Mubarak (2011), tipe keluarga dibagi menjadi:
a. Secara Tradisional
Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu
dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman,
bibi).
b. Secara Modern
Berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme
maka pengelompokkan tipe keluarga selain di atas adalah:
1) Traditional Nuclear
Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh
sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat
bekerja di luar rumah.
2) Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri,
tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak- anaknya, baik itu bawaan
dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu/keduanya dapat
bekerja di luar rumah.
3) Niddle Age/Aging Couple
Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-duanya bekerja di rumah,
anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/ meniti
karier.
4) Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya
atau salah satu bekerja di luar rumah.
5) Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah
6) Dual Carrier
Yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.
7) Commuter Married
Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu.
Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
8) Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan
untuk kawin.
9) Three Generation
Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
10) Institusional
Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti- panti.
11) Comunal
Yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami dengan
anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
12) Group Marriage
Yaitu satu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua
adalah orang tua dari anak-anak.
13) Unmaried Parent and Child
Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.
14) Cohibing Couple
Yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.
15) Gay and Lesbian Family
Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.
3. Ciri-ciri Keluarga
Ciri-ciri keluarga menurut Setiadi (2008) yaitu:
a. Keluarga merupakan suatu hubungan perkawinan.
b. Keluarga bentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan
yang senganja dibentuk atau dipelihara.
c. Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur) termasuk
perhitungan garis keturunan.
d. Keluarga mempunyai fumgsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan
anak.
e. Keluarga merupakan tempat tingggal bersama, rumah atau rumah tangga.
4. Struktur Keluarga
Struktur keluarga terdiri dari: pola dan proses komunikasi, struktur peran,
struktur kekuatan dan struktur nilai dan norma. Mubarak (2011) menggambarkan
struktur keluarga sebagai berikut:
a. Struktur Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila: jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai da nada hirarki kekuatan.
b. Struktur Peran
Yang dimaksud strukrur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan
sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa bersifat formal
atau informal.
c. Struktur Kekuatan
Yang dimaksud adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol atau
mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain: legitimate power (hak), referent
power (ditiru), expert power (keahlian), reward power (hadiah), coercive power
(paksa), dan affective power.
d. Struktur Nilai dan Norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga
dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada
lingkungan sosil tertentu berarti disini adalah lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat sekitar keluarga.
5. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2010) terdapat lima fungsi keluarga, yaitu:
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun untuk
berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah
satu fungsi keluarga yang paling penting. Peran utama orang dewasa dalam
keluarga adalah fungsi afektif, fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga
dan kepedulian terhadap kebutuhan sosioemosional semua anggota keluarganya.
b. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam
keluarga yang ditunjuk untuk mendidik anak-anak tentang cara menjalankan
fungsi dan memikul peran sosial orang dewasa seperti peran yang di pikul suami-
ayah dan istri-ibu. Status sosial atau pemberian status adalah aspek lain dari
fungsi sosialisasi. Pemberian status kepada anak berarti mewariskan tradisi, nilai
dan hak keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Untuk menjamin kontiniutas antar generasi kleuarga dan masyarakat yaitu
menyediakan angagota baru untuk masyarakat.
d. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,
pakaian, tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan perlindungan terhadap
bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling
relevan bagi perawat keluarga.
e. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup
finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan keluarga
Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke
system keluarga dan subsitemnya serta merupakan hasil pengkajian keperawatan.
Diagnosis keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual dan potensial
dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi
untuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan pengalaman ( Friedman, 2010).
Tipologi dari diagnosa keperawatan adalah:
1) Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan).
2) Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan apabila sudah
ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
3) Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan suatu kedaan
dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat
ditingkatkan.
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada keluarga dengan
masalah hipertensi adalah (NANDA NIC-NOC 2013):
1) Penurunan curah jantung
2) Intoleransi aktivitas
3) Nyeri (sakit kepala)
4) Kelebihan volume cairan
5) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
6) Ketidakefektifan koping
7) Defisiensi pengetahuan
8) Ansietas
9) Resiko cidera
Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi, Jantung, Dan Stroke.
Yogyakarta: Dianloka.
Ali, Zaidin. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
Black & Hawk. 2014. Medikal Surgical Nursing Clinical Management for Positive outcomes
(Ed. 7). St. Louis: Missouri Elsevier Saunders.
Friedman, Marilyn M dkk. 2010. Buku Ajar: Keperawatan Keluarga Riset, Teori &Praktik.
Jakarta: EGC
Masriadi . 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: TIM
Mubarrak, dkk. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas 2; Konsep Dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Medika
Muttaqin. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Murwani.2007.Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan AplikasiKasus. Jogjakarta : Mitra
Cendikia Press
Salvician G.Bailon dan Maglaya. 2008. Buku Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
Setiadi. 2008. Konsep dan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Smeltzer, S. C. And Bare, B. G. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sudart Edisi 8. Jakarta: EGC
Sudiharto. 2012. Asuhan Keperawata Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transtruktual.
Jakarta: EGC
Udjiati, W. J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN HIPERTENSI
Dosen Pembimbing: Muttarobin ....
Disusun Oleh
Jakarta
2019