Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT


“ISPA pada Anak”

Oleh :

1. Alfiana Rahmawati 160070500111003


2. Indah Dwi Wijayanti 160070500111
3. Amelia Rizky Utami 160070500111032
4. Dessi Aeny 160070500111

Program Studi Profesi S1 Kebidanan


Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya
April 2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
Topik : ISPA
Sub – topik : ISPA pada Anak
Sasaran : Ibu dan Keluarga
Tempat : Lobby Puskesmas Lawang
Hari/tanggal : Sabtu, 29 April 2017
Waktu : 08.00 - Selesai
Pemateri : 1. Alfiana Rahmawati
2. Indah Dwi W
3. Amelia Rizky Utami
4. Dessi Aeny

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu
penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang.
ISPA menyebabkan empat dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah
lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut
adalah bayi (WHO, 2003). ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal
akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
bawah. Tingkat mortalitas akibat ISPA pada bayi, anak dan orang lanjut usia
tergolong tinggi terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita
rendah dan menengah. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama
konsultasi atau rawat inap di sarana pelayanan kesehatan terutama pada bagian
perawatan anak (WHO, 2007). ISPA merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien di sarana pelayanan kesehatan yaitu sebanyak 40-60%
kunjungan berobat di Puskesmas dan 15- 30% kunjungan berobat di rawat
jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes RI, 2009). Penggunaan strategi
MTBS dalam penatalaksanaan juga diperlukan. Kegiatan MTBS memiliki tiga
komponen khas yang menguntungkan, yaitu meningkatkan ketrampilan
petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit, memperbaiki sistem
kesehatan, dan memperbaiki praktik dalam rumah tangga dan masyarakat
dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pengobatan pada kasus balita
sakit (WHO, 2012). Berdasarkan latar belakang diatas, sangat perlu suatu
upaya terpadu dan saling memahami pada kegiatan pengobatan atau
pencegahan oleh seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam pengendalian
penyakit ini. Bidan diharapkan dapat berperan dalam melakukan pelayanan
deteksi dini melalui penilaian, klasifikasi dan tindakan atau pengobatan pada
balita yang sakit secara komprehensif, terpadu dan berkualitas melalui
panduan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sehingga masalah atau
keluhan sakit maupun tanda bahaya yang dapat terjadi pada balita sakit dapat
dideteksi dan ditangani secara dini serta dapat melakukan kolaborasi dengan
dokter terkait pemberian terapi obat maupun penanganan lanjutan yang sesuai
bagi balita sakit.

B. Sub Pokok Bahasan


 Pengertian ISPA pada anak
 Penyebab ISPA pada anak
 Patofisiologi ISPA pada anak
 Tanda Gejala ISPA pada anak
 Komplikasi ISPA pada anak

C. Tujuan
 Tujuan Instruksional Umum
Pada akhir proses penyuluhan diharapkan sasaran mampu mengerti,
memahami tentang pengertian, penyebab, tanda gejala, komplikasi ISPA
pada anak
 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan mengenai ISPA pada anak diharapkan ibu
yang memiliki bayi atau saudara atau keponakan dapat memahami dan
mendiskripsikan:
1. Pengertian ISPA pada anak
2. Tanda Gejala ISPA pada anak
3. Komplikasi ISPA pada anak

D. Strategi
 Media (Alat bantu)
1. Leaflet
 Metode
1. Persentasi/Ceramah

E. Persiapan
1. Menyiapkan pokok bahasan
2. Menyiapkan tempat, waktu, dan sasaran

F. Rencana Kegiatan Penyuluhan

TAHAPAN KEGIATAN
WAKTU KEGIATAN PENYAJI METODE MEDIA
KEGIATAN PESERTA
Pembukaan 08.00—  Penyampaian salam  Menjawab salam Ceramah -
08.02  Perkenalan  Memperhatikan
 Menjelaskan topik penyampaian penyaji
penyuluhan
 Menjelaskan tujuan
penyuluhan
Kegiatan 08.02— Penyampaian materi oleh Mendengarkan dan Ceramah Leaflet
08.10 pemateri : memberikan umpan Poster
 Pengertian ISPA balik tehadap materi
pada anak yang disampaikan.
 Penyebab ISPA pada
anak
 Tanda Gejala ISPA
pada anak bayi
 Komplikasi ISPA
pada anak
Penutup 08.10— Penutup Ceramah
08.15  Menanyakan  Menjawab
pertanyaan tentang pertanyaan dari
materi yang penyaji
disampaikan  Mendengarkan
 Menjelaskan dengan seksama dan
kesimpulan dari materi menjawab salam
penyuluhan
 Ucapan terima kasih
 Salam penutup

G. Evaluasi
1. Evaluasi Struktural
 SAP sudah dipersiapkan
 Media sudah dipersiapkan
 Waktu, tempat, dan sasaran sudah sesuai
2. Evaluasi Proses
 Peserta aktif
 Pemaparan materi sesuai dengan konsep dan waktu yang sudah
ditentukan
 Media yang digunakan sesuai kebutuhan
3. Evaluasi Hasil
 Penyaji melakukan kegiatan sesuai peran
 Diakhir kegiatan dilakukan evaluasi hasil kegiatan dengan cara peserta
bisa menjawab pertanyaan yang diberikan penyaji dan dapat mengulang
kembali materi yang telah disampaikan

MATERI
A. Definisi
Infeksi Pernafasan Akut (ISPA) ISPA adalah penyakit akut yang menyerang
salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli saluran bawah, termasuk jaringan adreksya seperti sinus-sinus
rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2009). Sedangkan ISPA menurut
Nelson (1999) adalah sebagai infeksi yang terutama mengenai struktur saluran
diatas Laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan
bawah secara stimulant berurutan. Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA
adalah Infeksi Saluran Pernafasan yang berlangsung dalam jangka waktu sampai
dengan 14 hari. Yang dimaksud saluran pernapasan adalah organ dari hidung
sampai alveoli beserta organ-organ adreksanya, misalnya sinus, ruang telinga
tengah, pleura (Ismail Djauhar, 2011).
B. Tanda Gejala ISPA
Menurut Depkes RI (2002), tanda dan gejala klasifikasi penyakit ISPA dibagi
berdasarkan jenis dan derajat keparahanya yang digolongkan dalam 2 kelompok
umur yaitu : bayi umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai dengan
umur 5 tahun.
1. Bayi umur kurang 2 bulan Untuk bayi umur kurang dari 2 bulan, tanda dan
gejala penyakit ISPA digolongkan menjadi dua klasifikasi penyakit yaitu
a. Pneumonia berat : batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, nafas
sesak/penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam (severe care
indrowing), dahak berwarna kehijauan atau seperti karet.
b. Batuk bukan Pneumonia (batuk pilek) : tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai
umur umur 1 tahun sampai 5 tahun kurang 40 kali permenit, kadang
disertai demam.
2. Anak umur 2 bulan sampai umur 5 tahun Tanda dan gejala ISPA untuk
anak yang berumur 2 bulan sampai 5 tahun digolongkan menjadi 3
klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia berat : batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, nafas
sesak/penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam (severe care
indrowing), dahak berwarna kehijauan atau seperti karet.
b. Pneumonia : berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam saat bernafas, bersama dengan peningkatan frekwensi nafas) perkusi
pekak, fremitur melemah, suara nafas melemah dan ronki.
c. Bukan Pneumonia (batuk pilek) : tidak ada tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai umur 1 tahun
sampai 5 tahun 8 kurang 40 kali, kadang disertai demam.
Sedangkan klasifikasi Klasifikasi ISPA Menurut Depkes RI (2000) dibagi
menjadi 3 yaitu:
1. ISPA Ringan Tanda dan gejala : Batuk pilek, demam, tidak ada nafas cepat 40
kali permenit, tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
2. ISPA Sedang Tanda dan gejala : Sesak nafas, suhu lebih dari 39°C, bila
bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA Berat Tanda dan gejala : Kesadaran menurun, nadi cepat/tidak teraba,
nafsu makan menurun, bibir dan ujung jari membiru (sianosis).
C. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi ISPA
Beberapa faktor yang dapat mepengaruhi terjadinya ISPA terutama pada
keluarga yaitu meliputi kuman penyebab, keadaan lingkungan, kondisi keadaan
sosial ekonomi, gizi (nutrisi), imunisasi dan perilaku keluarga.
1. Kuman Penyebab Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
riketsia. Bakteri penyebab ISPA adalah antara lain : dari genus sterptokokus
stalikokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella dan korenobakterium. Virus
penyebab ISPA antara lain adalah golongan mikrovirus, adenovirus, koronarius,
pikornavirus, mikoplasma herpes virus dan lain-lain (Depkes 9 RI, 2002).
2. Keadaan lingkungan Pemukiman dapat menjadi reservoir penyakit bagi
keseluruhan lingkungan, pemeliharaan rumahpun dapat mempengaruhi
penghuninya. Segala fasilitas yang disediakan, apabila tidak dipelihara dengan
baik akan menyebabkan terjadinya penyakit. Contoh : lantai yang sering kali tidak
dibersihkan, banyak mengandung debu dan tanah yang berasal dari berbagai
tempat yang mengandung bakteri atau pun zat-zat yang menimbulkan alergi.
Selain itu dari segi kesehatan kepadatan penghuni juga sangat bermakna
pengaruhnya, karena sebetulnya kepadatan sangat menentukan insidensi penyakit
maupun kematian dimana penyakit menular masih banyak sekali terdapat
penyakit pernafasan dan semua penyakit yang menyebar lewat udara menjadi
mudah sekali menular. Kemudian asap dari dapur maupun dari udara kotor diluar
rumah juga menentukan terjadinya penyakit saluran pernafasan (Slamet,2008).
Berkaitan dengan bagian-bagian rumah, ventilasi rumah mempunyai
banyak fungsi. Fungsi pertama adalah agar aliran udara dalam rumah tersebut
tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan penghuni
rumah tersebut terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya
oksigen didalam rumah, yang berarti kadar karbondioksida yang bersifat rawan
bagi penghuninya menjadi meningkat. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik. Kelembaban ini
akan menjadi baik bagi 10 patogen-patogen (bakteri penyebab penyakit).
Fungsi kedua dari pada ventilasi udara adalah masuknya cahaya matahari
pada ruangan dan bakteri-bakteri terutama bakteri patogen mati karena disitu
selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara
akan selalu mengalir. Rumah yang sehat juga memerlukan cahaya yang cukup,
tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya udara yang masuk ke dalam
ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga
merupakan media/tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit
penyakit. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri
pathogen di dalam rumah. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup, untuk
penghuni di dalamnya artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus
disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding
dengan penghuninya akan menyebabkan penjubelan (over croweded ). Hal ini
tidak sehat sebab di samping menyebabkan kurangnya oksigen juga bila salah satu
keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain (Notoatmojo, 2010).
3. Kondisi keadaan sosial ekonomi Dengan adanya alasan keadaan ekonomi yang
kurang akan menyebabkan menurunya kemampuan menyediakan lingkungan
pemukiman yang sehat, serta kurangnya untuk memenuhi hidup sehat
mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap berbagai 11
serangan penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong
meningkatnya penyakit ISPA pada balita (Depkes RI, 2002).
4. Gizi (nutrisi) Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi
tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi, tetapi sebaliknya berkurangnya gizi
berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit – penyakit infeksi
(Notoatmojo, 2004).
5. Imunisasi Upaya pencegahan merupakan komponen strategi dalam
pemberantasan pneumonia pada anak terdiri atas pencegahan melalui upaya
imunisasi dan pencegahan non imunisasi. Progam pengembangan imunisasi
(PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan
pemerintah selama dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat
pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis difteria bisa juga
menyebabkan pneumonia, merupakan penyakit penyerta terjadi pneumonia
balita (Ngastiyah, 2011).
6. Perilaku keluarga Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama
dalam pencegahan penyakit ISPA. Perilaku yang sehat dan bersih sangat
dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan pendidikan keluarga. Dengan makin
meningkatnya tingkat pendidikan pada keluarga akan berpengaruh positif
terhadap meningkatnya pemahaman masyarakat dan keluarga dalam menjaga
kesehatan bayi dan balita agar tidak terkena penyakit ISPA 12 yaitu melalui
upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat (Depkes RI, 2002).
D. Patofisiologi Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia bakteri
penyebab ISPA antara lain dari genus streptokokus, stafilikokus, pnemokokus,
hemorilus, bordetelle, adenovirus, korinobakterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan miksovirus, adenovirus, koronavirus,
pikornavirus, mikoplasma, herpes virus dan lain – lain. Virus merupakan
penyebab tersering infeksi saluran pernafasan, mereka menginfeksi mukosa
hidung trachea dan bronkus. Infeksi virus primer pertama kali ini akan
menyebabkan mukosa membengkak dan menghasilkan banyak mucus lendir
dan terjadilah akumulasi sputum di jalan nafas. Pembengkakan mukosa dan
produksi lendir yang meningkat ini akan menghambat aliran udara melalui
pipa-pipa dalam saluran nafas.
Batuk merupakan tanda bahwa paru-paru sedang berusaha mengeluarkan
lendir dan membersihkan pipa pernafasan karena batuk merupakan suatu
refleks produktif yang timbul akibat iritasi percabangan trakheobronkial.
Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk
membersihkan saluran nafas bagian bawah. Bila seseorang mengalami infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA). Batuk akan menyebabkan sedikit sputum
dalam bentuk percikan ke udara. Orang – orang yang berada sangat dekat
dengan pasien ini akan menghirup udara yang sudah tidak bersih ini. Inilah
caranya bagaimana infeksi saluran nafas menyebar ke orang lain. Karena
penularan dapat melalui percikan ludah (droplet), dan tebaran di udara
(aerosol) (Ganong, 2000).
Bakteri dapat berkembang dengan mudah dalam mukosa yang sudah
terserang virus, infeksi bakteri sekunder ini menyebabkan terbentuknya nanah
dan memperburuk penyakit. Kadang – kadang infeksi ini menyebar ke bawah
laring dan menyebabkan radang paru-paru (pneumonia). Bila menyerang
laring dan saluran nafas bagian bawah sangat berbahaya karena pipa-pipa ini
menjadi lebih sempit dan lebih mudah tersumbat. Tetapi jika laring, bronkus
dan bronkiolus tersumbat udara tidak dapat masuk ke dalam alveoli dan
keadaan ini akan membuat sakit lebih parah terjadinya akumulasi secret di
bronkus dan alveolus dapat menimbulkan sesak nafas dengan tanda-tanda
wheezing, terdapat tarikan dinding dada ke dalam, pernafasan cepat dan
cuping hidung kembang kempis. Hal tersebut merupakan mekanisme untuk
memperoleh oksigen yang cukup untuk tubuh. Kadangkadang infeksi
menyebar ke telinga tengah dan menyebabkan peradangan telingga bagian
tenggah (otitis media) (Biddulph, 2001).
Selain itu infeksi dapat menyebabkan demam, batuk pilek dan sakit
tenggorokan serta mungkin tidak mau makan. Pathogenesis demam berasal
dari toksin bakteri. Misalnya : Endotoxin yang bekerja pada monosit,
makrofag dan sel-sel kupffer untuk menghasilkan beberapa macam sitoksin
yang bekerja sebagai pirogen endogen kemudian mengaktifkan daerah preptik
hipotalamus, sitokin juga dihasilkan dari sel-sel SSP (system syaraf pusat)
apabila terjadi rangsangan oleh infeksi dan sitoksin tersebut mungkin bekerja
secara langsung pada pusat-pusat pengatur suhu. Demam yang ditimbulkan
oleh sitoksin mungkin disebabkan oleh pelepasan prostaglandin ke dalam 17
hipotalamus yang menyebabkan demam. Infeksi bakteri dalam pembuluh
darah juga dapat menyebabkan komplikasi misalnya, meningitis purulenta
(Suzanne, 2011).
E. Komplikasi ISPA
Kondisi yang memberat dan tujuan penanganan pada ISPA menurut
Ngastiyah (2010), adalah ISPA merupakan self limited disiese yang sembuh
sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachi, dan penyebaran
infeksi. Sinusitis paranasal : komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar
karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum
tampak lebih berat, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan
biasanya di daerah sinus frontalis dan maksilaris.
Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transluminasi
(pada anak besar). Kadangkadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala
hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat
unilateral maupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap
dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu dipikirkan
terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan
diberikan antibiotic. Penutupan tuba Eustachi : Tuba Eustachi yang buntu
memberi gejala tuli, dan infeksi dapat menembus langsung ke daerah telinga
tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).
Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang 18
tinggi (Hiperpireksia), kadang menyebabkan kejang demam, anak sangat
gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya
yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan cara menekan telinganya
dan bayi biasanya akan menangis dengan keras). Kadang-kadang hanya
ditemui gejala demam, gelisah juga disertai muntah atau diare. Karena bayi
yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah
sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan juga dapat menyebabkan kejang
demam, maka bayi perlu dikonsulkan di bagian THT. Biasanya bayi dilakukan
parasintesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika jika keadaan tidak
membaik. Parasintesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan untuk
mencegah membrana tympani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata
(OMP). Penyebaran infeksi : penjalaran infeksi skunder dari nasofaring kearah
bawah dapat menyebabkan radang saluran nafas bagian bawah seperti
laryngitis, trakeitis, bronchitis dan bronkopnemonia. Selain itu dapat pula
terjadi komplikasi jauh misalnya terjadi meningitis purulenta.
F. Penatalaksanaan atau Terapi
Terapi pada ISPA dibagi menjadi dua yaitu :
1. Nonfarmakologi Penatalaksanaan ISPA menurut (MTBS, 2005) menurut
jenis dan derajat keparahanya yaitu:
a. Bukan pneumonia
1.) Ibu diminta memperhatikan timbulnya tanda-tanda yang 19 mengarah pada
pneumonia selain 3 gejala pokok yaitu : nafas cepat, sukar bernafas, tidak bisa
minum atau menetek, bertambah parah, timbul demam. Jelaskan dengan kata-
kata yang dimengerti ibu jika ibu tidak mengerti mungkin ibu tidak akan
kembali pada waktu anak menderita pneumonia dan anak mungkin akan
meninggal.
2.) Kunjungan anak sehat berikutnya Nasehati ibu kapan harus kembali ke
klinik untuk pemberian imunisasi dan suplemen vitamin A kecuali jika telah
terlalu banyak hal yang harus diingat ibu dan ibu memang harus kembali.
3.) Menasehati ibu tentang kesehatannya sendiri Pada kunjungan sewaktu anak
sakit, tanyakan apakah ibu sendiri mempunyai masalah. Ibu mungkin
membutuhkan pengobatan atau rujukan untuk masalah kesehatannya sendiri
yaitu : jika ibu sakit beri perawatan untuk ibu atau dirujuk, jika ibu mempunyai
permasalahan dengan payudaranya (pembengkakan, nyeri pada putting susu,
infeksi payudara) beri perawatan atau dirujuk untuk pertolongan lebih lanjut,
nasehati pada ibu untuk makan makanan yang bergizi untuk memjaga kekuatan
dan kesehatan dirinya.
b. Pneumonia
1.) Kunjungan ulang untuk pneumonia 20 Setiap anak dengan pneumonia harus
kembali ke petugas kesehatan setelah 2 hari untuk kunjungan ulang yaitu :
periksa adanya tanda bahaya umum, periksa untuk batuk atau adanya sukar
bernafas. Tanyakan pada ibu : apakah anak bernafas lebih lambat? Apakah
nafsu makan anak membaik?
Tindakan:
a.) Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam, beri 1
dosis antibiotic pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol. Selanjutnya rujuk
segera.
b.) Jika frekwensi atau nafsu makan anak tidak menunjukkan perbaikan
gantilah dengan menggunakan antibiotik pilihan kedua dan anjurkan pada ibu
untuk kembali dalam 2 hari bila anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti
dengan amoxillin.
c.) Jika nafas melambat atau nafsu makannya membaik lanjutkan pemberian
antibiotic hingga seluruhnya 5 hari dan pastikan ibu mengerti pentingnya
menghabiskan obat itu walaupun keadaan anak sudah membaik (WHO,2002).

Anda mungkin juga menyukai