Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 latar Belakang

Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh
seseorang atas inisiatifnya sendiri. Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan Menteri
Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993. Secara sederhana, dapat dijelaskan bahwa
swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh seseorang dalam
mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya tanpa terlebih dahulu
melakukan konsultasi kepada dokter. Namun penting untuk dipahami bahwa swamedikasi
yang tepat, aman,dan rasional tidak dengan cara mengobati tanpa terlebih dahulu mencari
informasi umum yang bisa diperoleh tanpa harus melakukan konsultasi dengan pihak dokter.
Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi
tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam
swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Depkes RI, 2006;
Zeenot, 2013).
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan
salah satu penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, antara lain batuk (Depkes,
2006).
Batuk sesungguhnya adalah anugerah bagi kita karena batuk adalah mekanisme tubuh
dalam mengeluarkan adanya benda asing yang masuk ke dalam saluran napas bagian atas.
Adanya debu, virus, bakteri, allergen ( serbuk sari, bulu binatang, debu), bahkan makanan
yang salah masuk ke tenggorokan juga dapat memicu timbulnya batuk. Selagi batuk tidak
mengganggu dan sesaat saja tentunya tidak perlu diwaspadai. Namun kalau batuk sudah
mengganggu aktivitas, bahkan mulai disertai panas dan dahak yang kental, patutlah
diwaspadai. Yang akan dibicarkan dalam penulisan ini, khusus batuk nonspesifik, yaitu batuk
yang bukan disebabkan adanya infeksi bakteri atau virus pathogen ( Lukman, 2010).
Masyarakat hari ini saat batuk tidak meminum obat batuk tetapi melakukan swamedikasi
non farmakologi seperti minum air hangat, minum perasan jeruk dan adapula yang meminum
obat yang berdasarkan iklan yang berasal dari media social. Obat-obat yang dipilih
mengandung lebih dari satu zat aktif y ang kurang sesuai untuk pengobatan batuk. Menurut
Kartajaya (2011) alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau peresepan
sendiri karena penyakit dianggap ringan (46%), harga obat yang lebih murah (16%) dan obat
mudah diperoleh (9%), walaupun jumlah dokter dan rumah sakit bertambah, hal ini tidak
mempengaruhi masyarakat untuk melakukan tindakan swamedikasi (Kartajaya et al., 2011).
Oleh karena itu makalah ini dilakukan untuk menjadi bahan dalam pemilihan obat pada
swamedikasi batuk, sehingga dimaksudkan akan berdampak positif kepada apoteker untuk
lebih dapat menjelaskan dengan benar fungsi dari masing-masing obat batuk yang akan
dipilih oleh pasien (Kartajaya et al., 2011).

I.2 Perumusan Masalah

1. Apa definisi dari batuk?


2. Macam-macam klasifikasi dari batuk?
3. Apa penyebab terjadinya batuk?
4. Bagaimana mekanisme terjadinya batuk?
5. Bagaimana penatalaksanaan terapi dalam menangani batuk?

I.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari batuk


2. Untuk mengetahui macam-macam klasifikasi batuk
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya batuk
4. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya batuk
5. Untuk mengetahui tatalaksana terapi dalam menangani batuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Batuk

Batuk yang dalam bahasa latin disebut tussis adalah reflek yang dapat terjadi tiba-tiba
dan sering berulang-ulang. Reflek ini bertujuan untuk membantu membersihkan saluran
pernafasan dari lendir, iritasi, partikel asing, dan mikroba.Batuk adalah reaksi perlindungan
alami yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari zat-
zat yang mengganggu di tenggorokan, dimana hal ini dapat disebabkan oleh dahak, debu,
partikel-partikel asing yang terhirup dan unsur-unsur infeksi serta merupakan suatu pertanda
adanya alergi pada paru-paru (Behrmanet al.,2000).
Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting untuk menjaga jalan nafas
tetap terbuka dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir, gumpalan darah atau benda
asing yang ada pada jalan nafas. Namun, ada pula batuk yang tidak bertujuan untuk
mengeluarkan lendir maupun benda asing, seperti batuk yang disebabkan oleh iritasi jalan
nafas. Hal ini disebabkan karena jalan nafas yang hiperreaktif sehingga iritasi yang minimal
sekalipun sudah dapat menimbulkan munculnya refleks batuk (Djojodibroto, 2009).
Batuk juga merupakan reflek fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma
mekanik, kimia, dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah
untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan mencegah masuknya
benda asing ke saluran nafas dan mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari
dalam saluran nafas. Batuk merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernafasan.
Batuk bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang
menyerang saluran pernafasan (Kumaret al,2007).

II.2 klasifikasi batuk

A. Berdasarkan tanda klinis

Dapat dibedakan 2 jenis batuk, yaitu batuk produktif ( dengan dahak ) dan batuk non-produktif (
kering).
1. Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan
zat-zat asing ( debu,kuman, dan sebagainya) dan dahak dari batang tenggorokan. Batuk
ini pada hakekatnya tidak boleh ditekan oleh pereda batuk. Tetapi dalam praktik sering
kali batuk yang hebat mengganggu tidur dan meletihkan pasien ataupun berbahaya.
2. Batuk non-produktif bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan atau
juga karena pengeluarannya memang tidak mungkin seperti tumor, ataupun disebabkan
efek samping obat golongan ACE inhibitor. Batuk ini tidak ada manfaatnya dan
seringkali mengganggu tidur. Bila tidak diobati, batuk demikian akan berulang terus
karena pengeluaran udara yang cepat pada waktu batuk akan kembali merangsang
mukosa tenggorok dan faring ( tjay, 2015).
B. Berdasarkan durasi
Jenis-Jenis batuk berdasarkan waktu
1. Akut
Akut merupakan fase awal dan masih mudah buat sembuh. Jangka waktunya kurang
dari tiga minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus, penyempitan saluran nafas
atas.
2. Sub akut
Subakut adalah fase peralihan dari akut akan menjadi kronis.Dikategorikan subakut
bila batuk sudah 3-8 minggu. Terjadi karena gangguan pada epitel.
3. Kronis
Kronis adalah batuk yang sulit disembuhkan dikarenakan penyempitan saluran nafas
atas dan terjadi lebih dari delapan minggu. Batuk kronis biasanya adalah tanda atau
gejala adanyapenyakit lain yang lebih berat.Banyak penyakit berat yang ditandai
dengan batuk kronis,misalnya asma,TBC, gangguan refluks lambung, penyakit paru
obstruksi kronis,sampai kanker paru-paru. Untuk itu, batuk kronis harus diperiksakan
ke dokter untuk memastikan penyebabnya dan diatasi sesuai dengan penyebabnya itu.
(Nadesui,Hendrawan.2008)

II.3 Penyebab batuk

Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit, proses yang merangsang reseptor batuk. selain itu,
batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu. Tentunya diperlukan
pemeriksaan yang seksama untuk mendeteksi keadaan-keadaan tersebut. Dalam hal ini perlu
dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan mungkin juga pemeriksaan lain seperti
laboratorium darah dan sputum, rontgen toraks, tes fungsi paru dan lain-lain.

Beberapa penyebab batuk diantaranya yaitu

 Iritan: rokok, asap, SO2, gas ditempat kerja


 Mekanik: retensi sekret bronkopulmoner, benda asing dalam saluran nafas, postnasal
drip, aspirasi
 Penyakit paru obstruktif: bronkitis kronik, asma, emfisema, fibrosis kistik, bronkiektasis
 Penyakit paru restriktif: pnemokoniosis, penyakit kolagen, penyakit granulomatosa
 Infeksi: laringitis akut, bronkitis akut, pneumonia, pleuritis, perikarditis
 Tumor: tumor laring, tumor paru.

II.4 mekanisme terjadinya batuk

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase inspirasi, fase
kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara kemudian
glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan
pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada
saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi
jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian
lain menyebutkan sejumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai
50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama
volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi
yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua volume yang besar akan memperkecil rongga
udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.

setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup
selama 0,2 detik. Pada masa ini tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50-100
mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver
ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan
bila glotis tertutup adalah 10-100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak
lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

kemudian secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan
keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan
suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30-
50 detik setelah glotis terbuka yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap, kecepatan
udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 – 24.000 cm per menit dan pada fase ini dapat
dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%

II.5 penatalaksanaan terapi

II.5.1 Terapi nonfarmakologi

Terapi Non-farmakologi Pada umumnya batuk berdahak maupun tidak berdahak dapat dikurangi
dengan cara sebagai berikut :

 Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi


iritasi dan rasa gatal
 Menghindari paparan debu, minuman atau makan yang merangsang tenggorokan seperti
makanan yang berminyak dan minuman dingin
 Menghindari paparan udara dingin
 Menghindari merokok dan asap rokok karena dapat mengiritasi tenggorokan sehingga
dapat memperparah batuk
 Menggunakan zat-zat emoliensia seperti kembang gula, madu atau permen hisap pelega
tenggorokan. Ini berfungsi untuk melunakkan rangsangan batuk dan mengurangi iritasi
pada tenggorokan dan selaput lendir (Ikawati, 2011).

II.2.2 Terapi Farmakologi

Tujuan terapi batuk adalah untuk meminimalkan gejala dan menghilangkan atau mengatasi
penyebab batuk. Obat batuk dapat digolongkan menjadi antitusif, ekspektoran, dan mukolitik.

 Golongan antitusif
Obat-obat golongan antitusif memiliki mekanisme kerja dengan menekan refleks batuk,
diantaranya yaitu Dekstrometorfan, Kodein, Noskapin
1. Dekstrometorfan
 Indikasi: batuk kering tidak produktif.
 Peringatan: kehamilan dan menyusui, data keamanan pada anak kurang lengkap.
 Kontraindikasi: asma, batuk produktif, gangguan fungsi hati, sensitif terhadap
dekstrometorfan.
 Efek Samping: psikosis (hiperaktif dan halusinasi) pada dosis besar, depresi
pernapasan pada dosis besar.
 Dosis: Dewasa 10-20 mg tiap 4 jam atau 30 mg tiap 6-8 jam maksimal 120
mg/hari Anak 1 mg/kg bb/hari dalam 3-4 dosis terbagi.
 Contoh paten: sanadril dmp termasuk obat bebas terbatas, isinya dmp,
diphenhidramin Hcl, ammonium cl, na citrat, menthol

2. Kodein fosfat
 Indikasi: batuk kering atau batuk dengan nyeri.
 Peringatan: asma, gangguan fungsi hati dan ginjal, riwayat penyalahgunaan obat.
 Interaksi: bahaya khusus pada interaksi dengan petidin dan mungkin juga opioid
yang lain, dan dengan MAOI
 Kontraindikasi: batuk berdahak, penyakit hepar, gangguan ventilasi.
 Efek Samping: konstipasi, depresi pernafasan pada pasien yang sensitif atau pada
dosis besar.
 Dosis: Dewasa: 10-20 mg tiap 4-6 jam maksimal 120 mg/hari; jarang diberikan
sebagai obat batuk pada anak-anak. Anak: 6-12 tahun 5-10 mg atau 0,5-1,5 mg/kg
bb tiap 4-6 jam maksimal 60 mg/hari; 2-6 tahun 0,5-1 mg/kg bb/hari dalam dosis
terbagi tiap 4-6 jam maksimal 30 mg/hari.

 Golongan mukolitik
Mukolitik digunakan untuk membantu ekspektorasi dengan mengurangi viskositas
sputum. Mukolitik mengurangi eksaserbasi pada beberapa pasien penyakit paru obstruktif
kronis dan batuk produktif kronis. Pengobatan harus dihentikan jika tidak ada manfaat
setelah 4 minggu pemberian.
1. AMBROKSOL
 Indikasi: Sebagai sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis khususnya
pada eksaserbasi bronkitis kronis dan bronkitis asmatik dan asma bronkial.
Peringatan: ambroksol hanya dapat digunakan selama kehamilan (terutama trimester
awal) dan menyusui jika memang benar-benar diperlukan; pemakaian selama kehamilan
dan menyusui masih memerlukan penelitian lebih lanjut; ambroksol tidak boleh
digunakan dalam jangka waktu yang lama tanpa konsultasi dokter; dalam beberapa kasus
insufisiensi ginjal, akumulasi dari metabolit ambroksol terbentuk di hati.
Interaksi: Pemberian bersamaan dengan antibiotik (amoksisilin sefuroksim, eritromisin,
doksisiklin) menyebabkan peningkatan penerimaan antibiotik kedalam jaringan paru-
paru.
 Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap ambroksol.
 Efek Samping: Reaksi intoleran setelah pemberian ambroksol pernah dilaporkan tetapi
jarang; efek samping yang ringan pada saluran saluran cerna pernah dilaporkan pada
beberapa pasien; reaksi alergi (jarang); reaksi alergi yang ditemukan: reaksi pada kulit,
pembengkakan wajah, dispnea, demam; tidak diketahui efeknya terhadap kemampuan
mengendarai atau menjalankan mesin.
 Dosis: Dewasa: kapsul lepas lambat 1 kali sehari 75 mg, sesudah makan. Dewasa dan
anak di atas 12 tahun:1 tablet (30 mg) 2-3 kali sehari; Anak 6-12 tahun: 1/2 tablet 2-3 kali
sehari. Sirup tetes (drops): 15 mg/ml drops (1 mL= 20 tetes): Anak s/d 2 tahun: 0,5 mL
(10 tetes) 2 kali sehari; Ambroksol drops dapat dicampur bersama dengan sari buah, susu
atau air.Sirup 15 mg/5 mL (1 sendok takar = 5 mL): Anak usia 6-12 tahun: 2-3 kali sehari
1 sendok takar; 2-6 tahun: 3 kali sehari 1/2 sendok takar; di bawah 2 tahun: 2 kali sehari
1/2 sendok takar.
2. Asetilsistein
 Indikasi: terapi hipersekresi mukus kental dan tebal pada saluran pernapasan.
 Peringatan: pasien yang sulit mengeluarkan sekret, penderita asma bronkial, berbahaya
untuk pasien asma bronkial akut.
 Kontraindikasi: hipersensitif terhadap N-asetilsistein.
 Efek Samping: pada penggunaan sistemik: menimbulkan reaksi hipersensitif seperti
urtikaria dan bronkospasme (jarang terjadi). Pada penggunaan aerosol, iritasi
nasofaringeal dan saluran cerna seperti pilek (rinore), stomatitis, mual, muntah.
 Dosis: Nebulasi 1 ampul 1-2 kali sehari selama 5-10 hari
3. Bromheksin
 Indikasi:
Oral: mukolitik untuk meredakan batuk berdahak. Injeksi: sekretolitik pada
bronkopulmonari akut dan kronik terkait sekresi mukus abnormal dan gangguan
saluran mukus.
 Peringatan: Tukak lambung, kehamilan, menyusui, penghentian pengobatan jika
terjadi lesi kulit atau mukosa.
 Kontraindikasi: Hipersensitivitas.
 Efek Samping: Hipersensitivitas, syok dan reaksi anafilaktik, bronkospasme, mual,
muntah, diare, nyeri perut bagian atas, ruam, angioedema, urtikaria, pruritus.
 Dosis: Oral: diminum saat perut kosong (1 jam sebelum – 2 jam sesudah makan).
Tablet 8 mg atau sirup 4 mg/5mL: Dewasa dan anak-anak >10 tahun: 1 tablet atau 10
mL sirup 3 kali sehari, anak 5-10 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 3 kali sehari, anak
2-5 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 2 kali sehari.Cairan injeksi 4 mg/2 mL: 1 ampul
(waktu pemberian 2-3 menit) sebanyak 2-3 kali sehari, dapat diberikan sebagai cairan
infus intravena bersama glukosa, fruktosa, garam fisiologis, dan larutan ringer.
4. Endostein
 Indikasi: mukolitik, pembasah pada afeksi saluran nafas akut dan kronis.
 Peringatan: hamil, menyusui, diabetes mellitus (untuk granul).
 Kontraindikasi: hipersensitif terhadap produk, pasien sirosis hati dan kekurangan
enzim crystathionine sintetase, fenilketonuria (hanya pada granul), pasien gagal
ginjal (dengan klirens keratin < 25mL/min).
 Efek Samping: tidak ditemukan efek terhadap saluran pencernaan dan efek
sistemik.
 Dosis: Dewasa: 150-350 mg 2-3 kali sehari. Anak: Berat badan 15-19 kg: 175 mg
2 kali sehari; 20-30 kg: 175 mg 3 kali sehari; > 30 kg: 350 mg 2 kali sehari.
 Golongan ekspektoran
Ekspektoran digunakan untuk mengencerkan dahak dan meningkatkan pergerakan silia
sehingga memudahkan pengeluaran dahak
1. Guaifenesin/ glyseril gualcolate (GG)
 Indikasi: pengencer dahak
 Peringatan: hindari konsumsi gg jika memiliki alergi
 Kontraindikasi : Belum diketahui interaksi gg dengan obat lain
 Efek samping : Pusing,sakit kelapa,muntah,sakit perut,ruam
 Dosis : Dewasa 200-400mg, tiap 4jam atau dosis maksimal adalah 1200mg per hari.

2. Amonium klorida
 Indikasi : Mengencerkan dahak
 Peringatan : Hindari mengonsumi amonium klorida jika sedang mengonsumsi obat batuk
lainnya.
 Efek samping : mual, muntah, nyeri lambung,hipokalemia
 Contoh: OBH

II.6 Kasus

Seorang ibu datang ke apotik dengan keluhan batuk

.
Daftar Pustaka

Hakim, lukman. 2010. Jadi Dokter untuk Diri Sendiri. Benteng pustaka: Yogjkarta

Ikawati,Z. 2011.Penyakit Sistem Pernapasan dan Tatalaksana Terapinya. Bursa Ilmu:


yogjakarta

Zeenot, S. (2013). Pengelolaan dan Penggunaan Obat Wajib Apotek. D-Medika : Yogjakarta

DepKes. 2006. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Pedoman
penggunaan obat bebas dan bebas terbatas. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: jakarta

Kartajaya, H., Taufik., Mussry, J., Setiawan, I., Asmara, B., Winasis, N.T., 2011. Self-
Medication. Who Benefit and Who Is At Loss. Mark Plus Insight, Indonesia

Tjay,H,T. 2015. Obat-obat penting edisi ke tujuh. PT Elex media komputindo: jakarta

Nadesui, Hendrawan. 2008.Batuk dan Penyebabnya.


http://www.kimiafarmaapotek.com/index.php/Tanya-Jawab/Batuk-dan-Penyebabnya.html(27
Desember 2009)

Yoga, aditama T.1993 Patofisiologi Batuk. jakarta Bagian Pulmonologi KF UI, Unit Paru RS
Pershabatan: jakarta

Anda mungkin juga menyukai