Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem endokrin merupakan suatu sistem yang bekerja dengan perantaraan zat- zat
kimia (hormon) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan
kelenjar buntu (sekresi interna) yang mengirim hasil sekresinya langsung masuk ke
dalam darah dan cairan limfe, beredar ke dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus
(saluran). Permukaan sel kelenjar menempel pada dinding stenoid/kapiler darah. Hasil
sekresinya disebut hormon. Hormon merupakan bahan yang dihasilkan tubuh oleh organ
yang memiliki efek regulatorik spesifik terhadap aktivitas organ tertentu, yang disekresi
oleh kelenjar endokrin, diangkut oleh darah ke jaringan sasaran untuk mempengaruhi
atau mengubah kegiatan alat atau jaringan sasaran.
Sistem endokrin sendiri terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin dan bekerja sama
dengan sistem saraf, memiliki peranan penting dalam pengendalian kegiatan organ-organ
tubuh. Kelenjar endokrin mengeluarkan suatu zat yang disebut dengan hormon. Kelenjar
endokrin terdiri dari kelenjar hipofisis (pituitari), tiroid, paratiroid, adrenal, pulau-pulau
Langerhans pankreas, ovarium dan testis. Dari masing-masing kelenjar tersebut,
menghasilkan masing-masing hormon yang memiliki fungsi masing-masing pula.
Dalam makalah ini akan dibahas terkait dengan kelenjar paratiroid, yaitu kelenjar
yang menghasilkan hormon paratiroksin yang diperlukan untuk menaikkan kadar
kalsium. Produksi hormon paratiroid akan meningkat apabila kadar kalsium di dalam
plasma menurun dalam keadaan fisiologi normal. Salah satu fungsi kelenjar paratiroid
adalah menjaga konsentrasi ion kalsium plasma dalam batas sempit meskipun terdapat
variasi-variasi yang luas, mengontrol eksresi kalsium dan fosfor oleh ginjal,
mempercepat absorbsi kalsium di intestinum dan menstimulasi transpor kalsium dan
fosfat melalui membran dari mitokondria.
Jika salah satu fungsi kelenjar paratiroid terganggu, terdapat gangguan pada kelenjar
paratiroid yang salah satunya disebut dengan hiperparatiroid. Hiperparatiroid merupakan
produksi berlebihan hormon paratiroid yang ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Pada pasien dengan hiperparatiroid,
satu dari ke empat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon
paratiroid menjadi tinggi tanpa memperdulikan kadar kalsium. Dengan kata lain akan

56
terjadi sekresi hormon yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau
meningkat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit hiperparatiroid
1.2.2 Tujuan Khusus
o Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
faktor resiko, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan medis serta penatalaksanaan keperawatan dari
hiperparatoroid.
o Untuk mengetahui mekanisme penyakit sesuai dengan kasus yang diberikan
dan mengetahui penatalaksanaan yang tepat bagi psien dengan
hiperparatiroid

1.3 Manfaat

dengan makalah ini mahasiswa lebih paham dengan materi hiperparatiroid dan bisa
menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan hiperparatiroid. Dan juga bisa membuat
perencanaan terkait hal tersebut

BAB II

56
STUDI LITERATUR

2.1 Definisi
Hiperparatiroid adalah produksi berlebihan hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid,
ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan pembentukan batu ginjal, yang mengandung
kalsium. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hiperparatiroid merupakan produksi berlebihan dari kelenjar paratiroid yang
mengakibatkan level kalsium di dalam darah meningkat. Biasanya peningkatan kadar
hormon paratiroid disebabkan oleh tumor kelenjar paratiroid atau kelenjar lain. Akibat
hormon paratiroid yang berlebihan, reasorpsi tulang distimulasi sehingga kadar kalsium
dalam serum tinggi. Kadar fosfat serum yang rendah menyertai kadar hormon paratiroid
yang tinggi. Tulang menjadi rapuh dan lemah. Banyak terjadi pada usia lebih dari 50
tahun dan lebih dari 50% pasien dengan hiperparatiroid ditandai dengan adanya batu
ginjal. (Better Health Channel, 2013)
Dari penjelasan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hiperparatiroid merupakan
produksi berlebihan dari hormon paratiroid (PTH) yang dapat mengakibatkan kadar
kalsium meningkat. Sehingga dapat menimbulkan gejala seperti nyeri pada tulang dan
pembentukan batu di ginjal.
Hiperparatiroid juga dibagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu :
a. Hiperparatiroid Primer
Adalah penyakit endokrin yang ditandai dengan hipersekresi hormon
paratiroid. Hiperparatiroid primer adalah yang paling tersering.
b. Hiperparatiroid Sekunder
Merupakan kondisi yang terjadi akibat dari stimulasi faktor eksternal terhadap
kelenjar paratiroid untuk meningkatkan sekresi PTH. Pada hiperparatiroid
sekunder tidak pernah ditemukan peningkatan serum kalsium. Hal ini merupakan
konsekuensi dari kondisi hipoparatiroid kronis. Pada kondisi ini hormon paratiroid
bekerja pada tulang dan dapat menyebabkan penyakit tulang yang parah. Biasanya
terjadi pada pasien gagal ginjal dan pasien dengan diet rendah vitamin D
(riketsia). Merupakan komplikasi yang sering dan serius pada pasien hemodialisis.
c. Hiperparatiroid Tersier
Adalah sekresi berkelanjutan dari jumlah hormon paratiroid yang banyak
setelah terjadi hiperparatiroid sekunder yang berkepanjangan. Pada hiperparatiroid
tersier biasanya terdapat hiperplasia asimetris pada kelenjar paratiroid. Dapat juga
terjadi setelah transplantasi ginjal.
Dari klasifikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa hiperparatiroid primer merupakan
kejadian yang paling sering dan kerusakan diakibatkan karena adanya kerusakan pada
kelenjar paratiroid sendiri. Sedangkan pada hiperparatiroid sekunder, diakibatkan karena

56
kerusakan pada organ lain yang menyebabkan kerusakan kelenjar paratiroid. Dan
hiperparatiroid tersier, diakibatkan kerusakan pada kelenjar paratiroid sendiri dan
kerusakan akibat dari organ lain, sehingga hiperparatiroid tersier merupakan gabungan
antara hiperparatiroid primer dan sekunder.

2.2 Etiologi
A. Hiperparatiroid Primer
Disebabkan oleh sekresi PTH yang tidak normal sehingga meimbulkan
hiperkasemia (Taniegra, 2004). Penyebabnya antara lain :
 Adenoma pada salah satu kelenjar paratiroid, penyebab tersering sekitar 85%
 Hipertrofi pada keempat kelenjar paratiroid (hiperplasia paratiroid) dan
adenoma multipel sekitar 15%
 Karsinoma pada kelenjar palatiroid sekitar <1%
 Radiasi ionisasi secara eksternal pada leher, dengan presentasi yang minimal
 Mendapatkan terapi garam lithium (untuk psikosis), dapat menyebabkan
overaktif kelenjar paratiroid, dengan aktivitas yang berlebihan tetap muncul
meskipun setelah pemutusan pengobatan (terapi)
 Sebagian kecil disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar paratiroid yang dapat
diwariskan sekitar 20% :

B. Hiperparatiroid Sekunder

56
Pada hiperparatiroid sekunder, merupakan hasil dari respon paratiroid secara
patofisiologik atau fisiologis pada hipokalsemia yang berusaha mempertahankan
homeostasi kalsium. Berapa penyebabnya antara lain :
 Gagal ginjal kronis, merangsang produksi hormone paratiroid berlebih, salah
satunya hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena hiperpospatemia
berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya
berkembang menjadi hiperparatiroid sekunder
 Kurang efektifnya PTH pada beberapa penyakit (defisiensi vitamin D, kelainan
gastrointestinal).
 Malabsorbsi, pada kelainan hepato bilier
 Kegagalan satu atau lebih komponen dari mekanisme homeostatik kalsium
 Metastase kanker prostat
 Hungry Bone Syndrome
 Genetik (pseudohypoparathyroidsm)

C. Hiperparatiroid Tersier (Idiopatik)


 Perubahan fungsi otonom jaringan paratiroid yaitu hiperparatiroidisme
hypercalcemic
 Hiperparatiroid sekunder yang berlansung lama
 Penyakit ginjal kronis yang berlangsung lama
 Gejala hipokalsemia yang lama (biasanya akibat gagal ginjal kronis),
menyebabkan kelenjar paratiroid menjadi hiperplasia, sekresi yang berlebihan
dari PTH dari kelenjar paratiroid menghasilkan hiperkalsemia. (Taniegra, 2004)

Menurut (Pallan et al, 2012) berikut beberapa diagnosa yang berbeda dari hiperkalemia:

Mediasi Hormon Paratiroid Independen PTH


a. Hiperparatiroid primer a. Kanker : sekresi PTH b/d peptide,
b. Familial Hypocalciouric
peningkatan kalsitriol, metastase
Hypercalcemia
tulang
c. Hiperparatiroid tersier
b. Penyakit granulomatous
d. Produksi PTH ektopik oleh tumor
c. Intoksinasi vitamin D
d. Obat-obatan : thiazid, lithium,
vitamin A
e. Sindrome Milk alkali
f. Insufisiensi adrenal
g. Hipertiroid
h. Imobilisasi
i. Toksinitas vitamin A
j. Gagal ginjal kronis
Sedangkan menurut (Taniegra et al, 2004).

56
2.3 Klasifikasi

Hiperparatiroidisme primer (Primary hyperparathyroidism)


Kebanyakan pesakit yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai
konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kira-kira 85% dari keseluruhan
hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan
berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau hiperplasia). Sedikit hiperparatiroidisme
utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.

Hiperparatiroidisme sekunder (Secondary hyperparathyroidisme)


Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan
kerana rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkaitan dengan
kegagalan ginjal akut. Penyebab umum lainnya adalah disebabkan oleh kekurangan vitamin
D.
Hiperparatiroidisme tersier (Tertiary hyperparathyroidisme)
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder
yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan
perkembangan hipersekresi hormon paratiroid dan ini akan menyebabkan peningkatan
kalsium di dalam darah yaitu hiperkalsemia(hypercalcemia).

2.4 Faktor Resiko


Faktor yang dapat menyebabkan hiperparatiroid meliputi:

o Usia lebih dari 50 tahun


o Wanita yang mengalami menopouse, mengalami penurunan estrogen yang dapat
memicu penurunan vitamin D, sehingga menyebabkan reabsorbsi kalsium meningkat
o Riwayat kelaurga yang diturunkan seperti multiple neoplasma endokrin tipe, Familial
Hypocalciuric Hypercalcemia
o Seseorang dengan hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.
o Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun
dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
o Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), dan nefrolitiasis
o Pada pasien dengan gagal ginjal dimana ada banyak factor yang merangsang produksi
hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan
produksi vitamin D, karena penyakit ginjal.

56
o Riwayat kelaurga yang diturunkan seperti multiple neoplasma, Familial hypocalciuric
hypercalcemia

Patofisiologi Hiperparatiroid

Kekurangan Vitamin D Adenoma paratiroid Kadar kalsium darah yang rendah Peningkatan cepat dari konsentrasi
serum hormon paratiroid

Karsinoma sel
2.5 Patofisiologi HIPERPARATIROID
skuamosa

Reabsorbsi kalsium
PTH di sirkulasi Vitamin D3 aktif dalam ginjal
meningkat

Ekskresi kalsium dalam urin Mudah terjadi absopsi kalsium makanan di usus

Tulang Efek reseptor Hiperkalsemia Hipofosfatemia

Kadar 11,2 – 12 Potensial eksitasi


Reabsorbsi kalsium meningkat Ginjal Traktus digestinal
jaringan saraf dan
otot
Lemah, letih,
Hiperkalsiuria Absorbsi usus lesu
meningkat
Kelemahan otot
Nefrolithiasis Kadar 12 <
Kontipasi

Penurunan Ekskresi kalsium Kadar peningkatan Otak dan sistem Jantung Lambung
kerja ginjal dan dan dan fosfor kalsium saraf
gagal ginjal ekstraseluler dan
mengendap di
Konsentrasi Aritmia Sekresi asam
jaringan
menurun, lambung
depresi , gangguan
Deminerali
kesadaran,
sasi tulang Rasa sakit
Psikosis, Iritabilitas
atau nyeri

Pertumbuhan Faktor resiko


osteoclast fraktur Jaringan Kartilago Tendon
meningkat subkutis ( khondroka ( tendonitis
lsinosis ) )

Terdapat sel-sel
raksasa benigna

56
Tumor tulang
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH)
yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur
kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, hormon
tidak akan di sintesis bila kadar kalsium tinggi dan akan dirangsang bila kadar kalsium
rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan
absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya mengurangkan reabsorbsi fosfat dan
melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama
dalam mengendalikan homeostasis kalsium iaitu di ginjal, tulang dan usus.
Hiperparatiroid primer terjadi akibat meningkatnya sekresi PTH, biasanya adanya
suatu edema paratiroid. Normalnya, kadar kalsium yang rendah menstimulasi sekresi PTH,
sedangkan kadar kalsium yang tinggi menghambat sekresi PTH. Pada hiperparatiroid primer,
PTH tidak tertekan dengan meningkatnya kadar kalsium, hal ini menimbulkan keadaan
hiperkalsemia. Dalam beberapa hal, peningkatan kalsium serum merupakan satu – satunya
tanda disfungsi paratiroid dan terdeteksi dengan pemeriksaan rutin. Akibat peningkatan
kalsium pada otot menimbulkan hipotonusitas otot – otot kerangka, reflek tendon dan otot –
otot gastrointestinal. Melemahnya otot dan timbulnya kelemahan sering dijumpai. Jika kadar
kalsium serum meningkat antara 16 sampai 18 mg/dl, krisis hiperkalsemia akut terjadi.
Muntah –muntah dengan hebat menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperparatiroid sekunder timbul karena suatu keadaan hipokalsemi kronik, seperti
pada gagal ginjal. Hiperplasi kelenjar paratiroid terjadi dengan meningkatnya PTH. Pada
beberapa pasien dengan keadaan ini, kelenjar paratiroid memiliki sifat otonom dan
kehilangan sifat responsivitasnya terhadap kadar kalsium serum (hiperparatiroid tersier)
Hiperparatiroid menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Terdapat
peningkatan ekresi baik kalsium maupun fosfat urin dengan efek sebagai berikut :
1. Ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin.

56
2. Poliuria
3. Peningkatan risiko terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya berupa
obstruksi saluran kencing maupun infeksi.
4. Kalsifikasi tubuli renalis.
Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali demineralisasi tulang, fraktur
patologis, atau penyakit kista tulang yang menyebabkan nyeri tulang.

2.6 Manifestasi Klinis


Menurut (Diamond, 2000) hiperparatiroid ditemukan sejak tahun 1925. Gejala klasik
yang sering dikenal adalah :
 Moans (efek psikologis dan neurologis)
 Groans (nyeri abodominal ulser)
 Stones (ginjal), dan
 Bones (fraktur)

Jika serum kalsium lebih dari 2.65 mmol/L, gejala yang dapat muncul yaitu :

Kehilangan nafsu makan Haus Sering berkemih


Letargi Kelemahan Kelemahan otot
Nyeri pada jari Konstipasi
Jika serum kalsium menjadi lebih tinggi (biasanya > 3 mmol/L), gejala yang lebih parah yang
dapat terlihat antara lain :

Nausea Muntah Nyeri abdominal


Kehilngan memori Depresi
Beberapa penjelasan manifestasi lain, yaitu muncul gejala seperti :

a. Nyeri di tulang dan jari


b. Peningkatan kelemahan untuk fraktur tulang, diakibatkan reabsorbsi kalsium tulang
yang meningkat.
c. Nyeri otot, otot menjadi lemah
d. Hiperkalsemia, diakibatkan reabsorbsi kalsium dari tulang meningkat. Hiperkalsemia
dapat menyebabkan gangguan klinis sekunder : [1] Poliuria dan polidipsi, [2]
Neprolithiasis ginjal dan [3] Pankreatitis bahkan menjadi ulkus peptikum.
e. Haus
f. Sering BAK
g. Nyeri abdomen
h. Cepat kelelahan
i. Nausea
j. Konstipasi

56
k. Kehilangan nafsu makan
l. Manifestasi psikologis beragam dari peka rasang, emosional, Depresi dan perubahan
personal, dan neurosis sampai psikosis karena efek kalsium pada otak dan system
saraf
Kebanyakan klien hiperparatiroid untuk pertama kali gejalanya bersifat asimptomatik
(75-80% kasus), biasanya dapat diketahui setelah dilakukan pemeriksaan darah.
Pemeriksaan dengan wawncara, klien mengatakan gampang kelelahan dan mengalami
kelemahan. Sedangkan pasien dengan hiperkalsemia yang parah dapat muncul gejala
seperti terdapat batu ginjal, poliuria dan konstipasi. Selain itu menurut (Taniegra, 2004),
pasien yang tidak menunjukkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan
hiperparatiroid primer, seperti hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, kalsifikasi miokardial,
penyatik peptic ulcer, pankreatitis, gout, anemia normokromik mormocytic, kelemahan,
lesu, gelisah, perubahan kognitif, keluhan somatik dan depresi secara klinis.
2.7 Komplikasi
Menurut Better Health Channel, komplikasi yang diakibatakn hiperparatiroid yang
tidak segera ditangani yaitu batu ginjal, infeksi saluran kemih, pankreatitis (inflamasi di
pankreas), dan kerusakan pada tulang. Selain itu menurut (Manuaba, 2007)
hiperparatiroid dapat mempengaruhi kehamilan pada wanita yaitu :
a. Hiperkalsemia, dapat menimbulkan gangguan pengiriman nutrisi dan O2 menuju
janin sehingga menyebabkan abortus, persalinan prematur, kematian janin intrauteri
yang didahului dengan tetani janin, termasuk vital jantung dan paru. Penyebab
hiperkalsemia antara lain (Taniegra et al. 2004) :

Keganasan, penyebab Toksisitas vitamin D/A, Toksisitas alumunium,


terbanyak pada pasien 50.000 IU/hari atau lebih jarang; biasanya terjadi
hospitalisasi (kelebihan intake nutrisi) pada pasien dialisis ginjal
kronis
Idiopatik, ketidaktepatan Sarcoidosis, level tinggi Hiperparatiroid >>,
teknik saat mengambil dari 1,25- Hipertiroid,
darah (stasis vena dapat dihydroxyvitamin D3 Hipokalsiuria, Familial
meningkatkan level seum dapat meningkatkan Hypocalciuric
kalsium) dan peningkatan absorbsi kalsim intestinal Hypercalcemia
level serum kalsium pada
wanita postmenopouse
Penyakit Addison, Sindrom alkali (milk- Penyakit Pagets,
hiperkalsemia yerdapat alkali), penggunaan atau hiperkalsemia di konjugsi

56
pada 10-20% pada pasien pemakaian baik alkali dengan imobilisasi
dengan penyakit addison (NaHCO3) dan susu (atau
garam kalsium)
Diuretik thiazide, biasanya, peningkata level seum Imobilisasi
kalsium

b. Peningkatan hormon maternal dapat menekan pengeluaran hormon paratiroid


janin sehingga janin mengalami hipokalsemia. Gangguan ini menimbulkan
gangguan keseimbangan elektrolit darah janin dan menimbulkan tetani otot yang
diakhiri dengan kematian akibat gangguan kontraktilitas jantung janin.

Kemudian hiperparatiroid juga dapat menimbulkan “krisi paratiroid” yang terjadi


apabila peningkatan konsentrasi kalsium darah melampaui 12 mg/dl. Gejalanya antara
lain : [1] nyeri tulang dan punggu akibat reabsorbsi terlalu tinggi, [2] pembentukan batu
ginjal dan [3] gangguan janin intrauteri.

Menurut (Diamond, 2000), potensi yang mengancam bila hiperparatiroid primer tidak
segera ditangani akan terjadi :

a. Osteoporosis dan osteopenia, pasien dengan serum PTH yang terus-menerus


meningkat dan secara persisten dapat meningkatkan resiko abnormalitas di
skeletal dan renal. Dan banyak menjadi masalah pada psien yang sudah tua dan
akhirnya terjadi penurunan densitas tulang secara progresif.
b. Fraktur tulang
c. Batu ginjal
d. Peptic Ulcers
e. Pankreatitis
f. Keluhan sistem nervous
g. Stupor
h. Koma

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pada pasien dengan hiperparatiroid, dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik antara
lain (Better Health Channel, 2013) dan (Diamond,2000) :

56
a. Pemeriksaan darah, untuk memeriksa kadar kalsium, kreatinin, fosfor, magnesium
dan level PTH (paratiroid hormon). Selain itu juga untuk mengkaji fungsi hati.
b. Pemeriksaan urin, 24 jam kalsium urin (untuk exclude kondisi yang jarang dari
ekskresi kalsium yang rendah atau familial hypocalciuric hypercalcaemia) dan
memeriksa fungsi ginjal (creatinin clearance).
c. Abdominal Ultrasound, pada beberapa kasus memeriksan gambaran dari ginjal
(melihat adanya pembentukan batu) dan pankreas (melihat adanya pankreatitis)
jika dibutuhkan.
d. X-Ray tulang dan tes densitas tulang, bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis. Pada hipertiroid, tulang
menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang. Selain itu tes
ini menentukan efek yang merusak skeleton akibat peningkatan PTH yang terus-
menerus.
e. Sestamibi, merupakan imaging study yang paling banyak digunakan untuk
gambaran paratiroid. Sensitivitas dalam pemeriksaan diagnostik sekitar 90%
f. Pemeriksaan ECG, bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran EKG
akibat perubahan kadar kalsium terhadap otot jantung. Pada hipertiroid, akan
dijumpai gelombang Q-T yang memanjang.
g. Pemeriksaan EMG (Elektromiogram), bertujuan utuk mengidentifikasi perubahan
kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium.
h. Pemeriksaan ginjal
i. Biopsi
j. Percobaan Sulkowich, bertujuan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium
dalam urin, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan
dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowich. Bila pada percobaan tidak
terdpat endapan maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan
sedikit (fine white cloud) menunjukkan kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila
endapan banyak, maka kadar kalsiumnya tinggi.
k. Percobaan Ellwort-Howard, dengan cara klien disuntik dengan parathormon
melalui intravena kemudian urin ditampung dan diukur kadar pospornya. Pada
hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah.
l. Percobaan kalsium intravena, didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya
kadar serum kalsium akan menekan pembentukan parathormon. Pada
hiperparatiroid, serum pospor dan diuresis pospor tidak banyak berubah.
m. Pemeriksaan radioimmunoassay, untuk parathormon sangat sensitif dan dapat
membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya
pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.

56
n. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid, digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia.

2.9 Penatalaksaan Medis


a. Terapi yang diberikan bergantung pada penyebab dan keparahan penyakit.
b. Pengangkatan dengan cara bedah jaringan paratiroid abnormal untuk
hiperparatiroidisme primer. Pada periode preoperative anjurkan pasien untuk minum
cairan 2000 ml atau lebih untuk mencegah pembentukan kalkulus.
c. Hindari diuretic tiazid karena dapat menurunkan ekskresi kalsium ginjal.
d. Mobilitas yang cukup agar tulang yang mengalami stress normal melepaskan sedikit
kalsium.
e. Berikan fosfat oral
f. Pemberian hidrasi yang cukup
g. Berikan obat-obat spesifik untuk mengatasi hiperkalsemia, termasuk steroid dan
diuretic yang dapat mengeluarkan kalsium
Jika pasien tidak dilakukan pembedahan maka, dapat dilakukan :
- Monitoring, pasien harus dimonitor secara regular dengan serum kalsium setiap 6
bulan dan 24 jam eksresi urin kalsium dan dilakukan pemeriksaan densitas tulang
setiap 12 bulan.
- Terapi estrogen dan bisphosphonate, terapi ini dapat menurunkan beberapa efek
PTH, tapi tidak dapat secara langsung mengontrol kelenjar. Estrogen dan
alendronate (fosamax) merupakan terapi penting bagi wanita dengan osteoporosis
dan hiperparatiroid primer. Pengobatan ini dapat meningkatkan densitas tulang 4-
6% selama 2 tahun (penelitian kohort). Berikut algoritma dala diagnosis dan
pengobatan hiperparatiroid :

56
Dari tabel di atas, dijelaskan terkait dengan diagnosis dan treatment
hiperparatiroidisme primer (Taniegra et al, 2004). Setelah pasien diketahui terdapat
peningkatan level serum kalsium (dilakukan pemeriksaan seperti riwayat pasien,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan rutin serum elektrolit yang mencakup peningkatan
level serum kalsium (dapat dialkukan dengan teknik blood-draw dan hindari stasis vena
yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam menilai level serum kalsium)). Jika hasil
yang didapatkan :
a. Normal, maka lakukan pemeriksaan level serum kalsium jika dibituhkan saja.
b. Peningkatan level kalsium, dapat dilakukan :

56
- Pengukuran serum kalsium kembali, dianjurkan bagi pasien untuk puasa
- Pemeriksaan level albumin dan menghitung level serum kalsium, jika tidak
ada maka dapat dilakukan tes kalsium ionisasi

jika dari hasil tersebut menunjukkan peningkatan level serum kalsium yang terus-
menerus, maka dapat dikonfirmasi bahwa pasien mengalami hiperkalsemia, yang
kemudian harus diperiksa kembali tanda dan gejala dari hiperkalsemia sendiri dan
lakukan treatment jika terjadi krisis. Kemudian cek kembali apakah pasien
mengkonsumsi obat-obatan seperti thiazid diuretik (membutuhkan sekitar 2 minggu level
serum kalsium menurun). Jika pasien tidak mengkonsumsi atau pasien sudah
menghentikan pengobatan tersebut, maka lakukan pemeriksaan level PTH (utamakan
saat pasien berpuasa dan pemeriksaan kembali level serum kalsium). Jika hasil
menunjukkan :

a. Level PTH rendah, maka lakukan evaluasi klinis terkait dengan adanya
keganasan, periksa kembali level PTH berhubungan dengan sindrom protein,
terkait pengobatan (lithium, theophylline, tamoxifen), dan beberapa penyakit
lainnya. Jika terdapat dalah satu tanda atau gejala tersebut, maka harus segera
evaluasi dan lakukan treatment yang sesuai.
b. Level PTH normal, cek kembali riwayat keluarga pasien seperti Familial
Hypocalciouric Hypercalcemia. Kemudian lakukan pemeriksaan konsentrasi urin
kalsium 24 jam atau pemeriksaan kreatinin. Jika rasio <0.01 maka normal dan
tidak membutuhkan treatment, jika rasio >0.02 maka dapat diindikasikan
mengalami hiperparatiroid primer.
c. Level PTH tinggi, dipastikan mengalami hiperparatiroid primer dan jika
pemeriksaan urin kalsium 24 jam atau pemeriksaan kreatinin menunjukkan rasio
>0.02 maka dapat diindikasikan terdapat sindrome multipel neoplasia endokrin
tipe I dan II. Kemudian lakukan pemeriksaan level fosfor (biasanya rendah) dan
lakukan tes densitas mineral tulang, lokalisasi letak paratiroid dan pemeriksaan
sesambi (akurat). Jika sudah ditentukan terjangkit hiperparatiroid, maka dapat
dilakukan operasi (asimptomatik) yang dilakukan sesuai indikasi.
Menurut (Manuaba, 2007) terapi farmakologi yang dapat diberikan yaitu :
a. Infus larutan garam fisiologi
b. Pemberian kalsium dan fosfor untuk mencegah destruksi kalsium dan fosfor
c. Pemberian furosemid yang berfungsi untuk mengurangi reabsorbsi kalsium dan
gastrointestinal

56
Menurut Better Health Channel, pada kasus yang parah dapat dilakukan operasi
paratiroidektomi, untuk mengambil kelenjar paratiroid. Paratiroidektomi parsial yaitu
meninggalkan satu kelenjar paratiroid untuk membantu tubuh meregulasi kalsium.
Sedangkan paratiroidektomi lengkap yaitu mengambil seluruh kelenjar paratiroid dan hal
tersebut dapat beresiko pada kelenjar tiroid (injury). Karena tujuan utama dari operasi
adalah menormalkan PTH dan level kalsium dengan minimal morbiditas. Untuk strategi
pelaksanaan operasi, secara umum operasi harus teliti/cermat, pembedahan yang
bloodless dalam kombinasi pengetahuan terkait perkembangan embrionologik dan
migrasi kelenjar paratiroid dan hasil dari lokasi anatominya. Selain itu, keterampilan dari
ahli bedah juga haus dipertimbangkan untuk meningkatkan keberhasilan operasi.
(Kukora et al, 2005)

Pada kasus dengan adenoma, kelenjar dapat diangkat setidaknya dengan


menggunakan operasi invasif, pada empat kelenjar hiperplasia, semua kelenjar
mengalami pembesaran dan aktif, sehingga kasus yang ditemukan kebanyakan pada
jaringan paratiroidnya diangkat, sehingga meninggalkan bekas tidak sebesar
dibandingkan ukuran normal kelenjar paratiroid. (Carton et al, 2007)

Pasien yang dilakukan penatalaksanaan kuratif seperti pembedahan, memiliki indikasi


(Taniegra, 2004) seperti :

a. Umur < 50 tahun (asimptomatik)


b. Diketahui tanda & gejala dari hiperparatiroid, seperti level kalsium diatas 3>1.0
mg per dL (asimptomatik). Selain itu ditemukan manifestasi yang jelas
(simptomatik) seperti, nefrolitiasis, osteitis fibrosa cystica, penyakit
neuromuskular klasik
c. Ditemukan peningkatan hiperkalsiuria (>400 mg/hari) per 24 jam (asimptomatik)
d. Creatinin clearence menurun lebih dari 30% (asimptomatik)
e. Ditemukan osteopenik atau osteoporosis pada pemeriksaan densitometri tulang
(lumbar spine, pinggul, atau lengan bawah) atau ditemukan penuruan densitas
kotikal tulang (radius z score <-2)
f. Permintaan pasien untuk dilakukan operasi
Selain itu terdapat intervensi tanpa operasi, terutama bagi pasien dengan tanda dan
gejala yang asimptomatik karena dapat dilakukan monitoring pengawanlong term
daripada dilakukan operasi. Menurut (Taniegra, 2004), monitorng yang sesuai yaitu
pengukuran biannual dari level serum kalsium, pengukuran annual atau tahunan dari
level serum kreatinin dan test densitas tulang (setiap 1-2 tahun). Selain itu

56
direkomendasikan untuk intake kalsium (1000-1200 mg perhari) dan vitamin D (400-600
IU perhari). Karena secara teori, intake kalsium yang rendah dapat menstimulasi
produksi PTH.
Saat ini masih belum ditemukan pengobatan yang efektif bagi hierparatiroid
primer, khusunya bagi wanita post-menopouse, dimana estrogen dapat menurunkan PTH
dan menstimulasi reabsorbsi tulang. Penelitian terbaru masih meneliti terkait pengobatan
pada bisphosphonates (tidak untuk pasien dengan gagal ginjal), calcimimetics, dan
raloxifene (obat oral). Sedangkan pada pasien dengan gagal ginjal kronis-end stage dapat
diberikan phosphates binders untuk menurunkan hiperpospatemia. Operasi paradektomi
juga diubutuhkan bagi pasien dengan hiperparatiroid tersier dan dengan penyakit tulang
metabolik.

2.10 Penatalaksanaan Keperawatan


 Pemberian hidrasi (minum air putih) sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk
mencegah terbentuknya batu ginjal.
 Anjuran pada klien untuk latihan olahraga teratur, karena merupakan salah satu cara
terbaik untuk membentuk tulang kuat dan memperlambat pengerapuhan tulang.
 Penuhi kebutuhan vitamin D sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal
vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU).
Setelah berusisa lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar
400-800 IU perhari.
 Hindari merokok. Merokok dapat menyebabkan peningkatan pengerapuhan tulang
seiring meningkatnya masalah kesehatan termasuk kanker.
 Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu
seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah
meningkat.
 Mamantau kondisi pasien dengan ketat untuk mendeteksi gejala tetanus yang
mungkin merupakan komplikasi dini pascaoperatif
 Kepada pasien dan keluarga pasien harus di ingatkan tentang pentingnya tindak
lanjut untuk memastikan kembalinya kadar kalsium serum pada keadaan normal
 Keseimbangancairan harus diperhatikan untuk menigkatkan pemulihan
keseimbangan cairan serta elektrolit pada keadaan normal
2.11 Prognosis

Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan pasien berhasil. Pasien yang


menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid mempunyai kira-kira 10% resiko kumatnya
penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan fungsi yang berlebihan atau hilangya kelenjar
dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien yang telah menjalani operasi tetap mengalami

56
hiperparatiroidisme, jika jaringan telah dicangkkok, adakalanya pencagkokan dapat
membalikkan hipoparatiroidisme.

56
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

A. ANAMNESA
1. Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting. Beberapa gangguan
endokrin baru jelas dirasakan pada usia tertentu merupakan proses patologis
sudah berlangsung sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu dibandingkan
dengan usia dan gender , misalnya berat badan dan tinggi badan. Tempat tinggal juga
merupakan data yang perlu di kaji, khususnya tempat tinggal pada masa bayi dan
kanak-kanak dan juga tempat tinggal klien sekarang.

2. Riwayat Kesehatan Keluarga


Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti
yang di alami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara langsumg
dengan gangguan hormonal seperti:
a. Obesitas
b. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
c. Kelainan pada kelenjar tiroid.
d. Diabetes meilitus.
e. Infertilitas
f. Diabetes insipidus
g. Penyakit autoimun
h. Hipertensi atau hipotensi
i. Dwarfisme
j. Gangguan tiroid
k. Pubertas terlambat atau perkembangan terlalu cepat
Dalam mengidentifikasi informasi ini tentunya perawat harus dapat menerjemahkan
informasi yang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana dan dimengerti oleh
klien atau keluarga.

56
3. Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien
Perawat mengkaji kondisi yang pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama
biladi hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena
tidak mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak di keluhkan. Tanda-tanda seks
sekunder yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak tumbuh,
buah dada tidak berkembang dan lain-lain. Berat badan yang tidak sesuai dengan
usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan dan lain-lain. Gangguan
psikologia sepertimudah marah, sensiif, sulit bergaul dan tidak mampu
berkonsentrasi, dan lain-lain. Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan
kapan kejadiannya. Bila klien dirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan waktu
kejadiannya. Juga perlu memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di
saat sekarang dan masalalu. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang di
peroleh dari dokter atau petugas kesehatan maupun obat-obatan yang di peroleh
secara bebas.jenis obat-obatan yang mengandung hormon atau yang dapat
merangsang aktivitas hormonalseperti hidrokortison; levothyroxine; kontrasepsi oral;
dan obat-obatan anti hipertensif.

4. Riwayat Diit
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat
sajamencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang
salahdapat menjadi faktor penyebab, pleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji :
a. Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen
b. Penurunan atau penambahan berat badan yang drastisc.
c. Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihand.
d. Pola makan dan minum sehari-hari.
e. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi
endokrinseperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid.

5. Status Sosial Ekonomi


Karena status sosial ekonomi merupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang
maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-
sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlahatau nilai
pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatunilai
tertentu. Mendiskusikan bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh
makanan yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan
keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap

56
optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan
bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran.

6. Masalah Kesehatan Sekarang


Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien
meminta bantuan pelayanan seperti :
a. Apa yang di rasakan klien
b. Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau poerlahan
dan sejak kapan dirasakan
c. Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
d. Bagaimana pola eliminasi baik fekal maupun urine
e. Bagaimana fungsi seksual dan reproduksi
f. Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sanat menggangu klien

Hal-hal lain yg perlu dikaji karena berhubungan dengan fungsi hormonal secara
umum.
1) Tingkat Energi
Perubahan kekuatan fisik dihubangkan dengan sejumlah gangguan hormonal
khusunya disfungsi kelenjar tiroid & adrenal. Kaji kemampuan Klien dalam
melakukan aktifitas sehari-hari
2) Pola Eliminasi dan keseimbangan cairan
Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokrin secara langsung
oleh ADH, aldosteron, dan kortisol. Kaji pola berkemih ak dan jmlvol urine.
3) Pertumbuhan dan Perkembangan
Secara langsung tumbang dibawah pengaruhi GH, Kelenjar tiroid dan
kelenjar gonad. Gangguan tumbang dapat terjadi semenjak dalam kandungan, itu
terjadi pada ibu hamil hipertiroid :
a) Kaji gangguan tumbang yang dialami semenjak lahir atau terjadi
selama proses pertumbuhan
b) Kaji secara lengkap dari penambahan ukuran tubuh dan fungsinya :
Tk intelegensi, kemampuan berkomunikasi dan rasa tgg jwb. Kaji
juga perubahan fisik dampaknya terhadap kejiwaan.
4) Seks dan reproduksi
Pada wanita kaji siklus menstruasi (lamanya), volume, frek dan perubahanfisik
terutama sensasi nyeri atau kram abdomen. Jika bersuami kaji :
a) Apakah pernah hamil
b) Abortus
c) Melahirkan

56
5) Pada Pria kaji apakah K mampu ereksi dan orgasme. Dan kaji juga apakah terjadi
perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.

7. Keluhan utama
1) Perubahan kepribadian dan status mental
2) Kekeringan pada kulit dan rambut
3) Perubahan distribusi rambut
4) Perubahan berat badan dan nafsu makan
5) Mual dan muntah
6) Polidipsia
7) Polifagia
8) Peningkatan atau penurunan keluaran urin
9) Diare
10) Konstipasi
11) Mentruasi tidak teratur
12) Tidak toleransi terhadap panas atau dingin
13) Disfungsi seksual
14) Gangguan tidur
15) Anak-anak:Pertumbuhan abnormal

8. Riwayat Medik
a. Riwayat sebelum mengalami penyakl itendokrin,operasi atau perawatan di rumah
sakit
b. Diabetes mellitus
c. Diabetes insipidus
d. Gointer
e. Penurunan dan peningkatan berat badan yang tak jelas
f. Stres fisik atau emosional

9. Riwayat Lingkungan Atau Pekerjaan


a. Stresor yang berhubungan dengan pekerjaan
b. Lingkungan lokal: Kekurangan yodium dalam air atau makanan
c. Iridiasi

B. PEMERIKSAAN FISIK
Ada 2 aspek utama yang dapat digambarkan, yaitu :
1. Kondisi kelenjar endokrin : tiroid
2. Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari gangguan endokrin

Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi.


1. Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya
terhadap tumbang, keseimbangan cairan & elektrolit, seks & reproduksi,
metabolisme dan energy. Hal-hal yg harus diamati :

56
a. Penampilan umum : Apakah K tampak kelemahan berat, sedang dan ringan
b. Amati bentuk dan proporsi tubuh : Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
c. Pemeriksaan Wajah : Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi
wajah seperti dahi, rahang dan bibir
d. Pada Mata : Amati adanya edema periorbital dan exopthalamus serta ekspresi
wajah tampak datar atau tupule.
e. Pada Daerah Leher : Amati bentuk leher apakah tampak membesar, asimetris,
terdapat peningkatan JVP, warna kulit sekitar, apakah terjadi
hiper/hipopigmentasi dan amati apakah itu merata.
f. Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut : Biasanya dijumpai pada
orang yg mengalami gangguan kelenjar adrenal.
g. Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit : Biasanya tampak pada
orang yg mengalami hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi
melanosit dikulit oleh proses auto imun.
h. Amati adanya penumpukan massa otot berlebihan pada leher bag. Belakangatau
disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau.
i. Terjadi pada K hiperfungsi adrenokortikal
j. Amati keadaan rambut axilla dan dada :Pertumbuhan rambut yang berlebihan
pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme dan amati juga adanya striae pada
buah dada atau abdomen biasanya dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal
k. Inspeksi warna kulit : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien Addison desease
atau cushingsyndrom. Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme.

2. Palpasi
Hanya kelenjar tiroid dan testis yang dapat diperiksa secara palpasi. Palpasi (tekstur,
kelembaban dan adanya lesi). Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan
hipotiroidisme. Dimana kelembutan dan bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien
dengan hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan DM. Palpasi
kelenjar tyroid terhadap ukuran dan konsistensinya. Tidak membesar pada klien
dengan penyakit graves atau goiter. Minta klien untuk miringkankepala ke kanan
Minta klien untuk menelan. Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah kiri.
selama palpasi pada dada kiri bawah metabolik. sepertiyang ditunjukkan hanya pada
nodul yang bisa diindikasi bisul, tumor malignan dan benigna.

3. Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi " bruit ".
Bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada P. darah tiroidea. N tidak ada
bunyi.

56
Pengkajian Psikososial
Mengkaji kemampuan koping K, dukungan Keluarga serta keyakinan K tentang sehat
dansakit. Perubahan-perubahan fisik, fungsi seksual dan reproduksi serta perubahan2 lainnya
ygdisebabkan oleh gangguan sistem endokrin Akan berpengaruh terhadap konsep diri K.

Pengkajian Hasil Normal Orang Dewasa Keterangan / Variasi pada


Usia Lanjut
Inspeksi
Nilai penampilan Bagian-bagian tubuh secara Perhatikan perubahan yang
keseluruhan umum harus dibandingkan tidak jelas pada tinggi atau
Tinggi dengan lainnya dalam hal berat badan, disproporsional
ukuran; tinggi dan berat badan tangan dan kaki
yang seharusnya proporsional (akromegali), pertumbuhan
berlebihan yang yang cepat
(gigantisme), pertumbuhan
terlambat atau kerdil
(hipotiroidisme).
Perhatikan lemak yang
Pria memperlihatkan didistribusikan di atas muka,
Distribusi lemak distribusi lemak yang simetris leher, batang tubuh atau
di seluruh tubuh; wanita daerah lingkar perut (sindrom
mempunyai distribusi lemak Cushing’s)
di atas payudara, bokong,
paha bagian dalam, dan
simpisis pubis. Pigmentasi yang tak biasanya
Warna kulit harus konsisten dapat berupa kemerahan
dengan kulit sekitarnya wajah (hipertiroidisme) atau
Inspeksi kulit hiperpigmentasi local atau
Warna umum.
Distribusi rambut Distribusi rambut harus tepat Perhatikan perubahan dalam
sesuai jenis kelamin pertumbuhan atau distribusi
rambut; perhatikan adanya
hirsutisme pada wanita;
sesuai usia kulit menjadi

56
kering dan tipis, dan rambut
hilang pada batang tubuh dan
ekstremitas.
Perhatikan kelainan warna
pada kuku.
Pemeriksaan kuku-kuku Kuku pada orang berkulit
Warna terang biasanya bermacam-
macam corak dari merah
muda dengan ujung putih,;
kuku orang berkulit gelap
mempunyai warna coklat atau Hasil bermakna adalah
Bentuk hitam. lengkungan cekung (kuku
Perkiraan sudut 160 derajat sendok) kuku tabuh (sudut
pada dasar kuku’; bentuk lebih dari 180 derajat), dan
kuku meliputi datar, tekanan pada dasar kuku.
melengkung, atau cembung Berdasarkan usia kuku
dengan permukaan licin menjadi tebal, keras, dan
Kualitas rapuh.
Piringan kuku mungkin keras Teliti adanya periorbita, mata
dengan ketebalan yang sama. cekung, eksoftalmus (mata
Perhatikan posisi eksternal Pupil tidak ditutupi oleh menonjol) dan hilangnya alis
kelopak mata; warna kelopak mata.
mata sama dengan klit
sekitarnya.
Inspeksi
Evaluasi muka mengenai Muka harus simetris, dengan Perhatikan terhadap edema
bentuk dan simetri selama bentuk konsisten terhadap ras, wajah, moon face, tonjolan
istirahat dan bergerak jenis kelamin dan tinggi lidah, gambaran kasar, dan
kurang eksprsi wajah
Inspeksi leher:
Simetri Otot sternokleidomastoideus Selidiki edema, asimetri, dan
dan trapezius secara bilateral tiroid yang dapat terlihat
simetri
Posisi trakea Trakea berada pada garis
tengah
Kemudahan bergerak Gerakan lembut dan tidak ada

56
nyeri
Palpasi
Palpasi kulit:
Suhu Kulit hangat dan kering Hipotiroidisme berhubungan
dengan kulit kasar, kering
Kelembaban
Turgor Turgor kulit cepat kembali ke Turgor kulit dapat berubah
semula pada dehidrasi atau edema;
pada usia lanjut kulit
kehilangan elastisitasnya;
turgor kulit buruk dan tidak
dapat menjadi indicator
dehidrasi
Tekstur Tekstur halus dan lembut, Kulit kasar, bersisik terlihat
dengan area kasar pada yang pada hipotirodisme
terpajan
Palpasi leher:
Ukuran Trakea di garis tengah; tiroid Nyeri dan pembengkakan
Bentuk
lunak dan tidak nyeri tekan, leher terlihat pada
tanpa ada nodul yang teraba hipertiroidisme
Konfigurasi Palpasi kelenjar tiroid dan
perhatikan pembesaran atau
nodul
Konsistensi
Nyeri atau nyeri tekan Tidak nyeri tekan pada palpasi Juga perhatikan getaran yang
teraba di atas tiroid
Perkusi
Evaluasi reflex dalam Respon untuk reflex tendon Miksedema berhubungan
dalam 2+ (normal) dengan penurunan reflex
tendon dalam; kritis
hipertiroid akan bervariasi
dari normal sampai reflex
hiperaktif
Auskultasi
Auskultasi tiroid Tidak ada bunyi desiran Desiran vaskuler di atas
kelenjar tiroid dapat terjadi
dengan peningkatan
vaskularitas

56
Pemeriksaan laboratorium: dilakukan untuk mengetahui kadar kalsium dalam plasma
yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menentukan pemeriksaan terpenting
dalam menegakan kondisi hiperparatiroidisme Hasil pemeriksaan laboratorium pada
hiperparatiroidisme primer akan ditemukan penigkatan kadar kalsium serum,kadar
kalsium posfat anorganik menurun semetara kadar kalsium dan fosfat urin meningkat

Pemeriksaan radiologi: akan tanpak penipisan tulang dan terbentuk


kista dan trabekula pada tulang

11 POLA FUNGSI GHORDON PADA HYPERPARATIROID

11 POLA KESEHATAN FUNGSIONAL MENURUT GORDON

1. Pola Persepsi Kesehatan


Ketidaktahuan klien tentang informasi dari penyakit yang dideritanya. Secara umum,
hipertiroid ini adalah akibat dari hiperaktifnya kelenjar tiroid dalam mamproduksi
hormone tiroid. Penyakit ini termasuk dalam autoimun yang menghasilkan antibody
yang dapat meningkatkan produksi hormone tiroid secara bebas. Kurangnya
pengetahuan klien tentang penyebab dan factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertiroid.

2. Pola Nutrisi Metabolik


Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,
kurus, makannya sering, kehausan, mual dan muntah. Anoreksia. Nafsu makan
menurun

3. Pola Eliminasi
urin dalam jumlah sedikit, sensasi penuh pada kandung kemih,residu urin 150 ml atau
lebih urin encer berwarna pucat dan kuning, perubahan dalam feses ( diare ), sering
buang air besar dan terkadang diare, keringat berlebihan, berkeringat dingin.

4. Pola Aktivitas – Latihan

Pasien sering mengeluhkan lelah, merasa tidak nyaman setelah aktifitas.data objektif
menjukan frekuensi jantung meningnkat,, tekanan darah berubah >20 % dari kondisi
istirahat. Kondisi klinis terkait adanya gangguan pada muskulokeletalsensitivitas
meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, palpitasi, nyeri dada,
Bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku, seperti: bingung,
disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus

56
pada tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif refleks
tendon dalam (RTD). frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru
(pada krisis tirotoksikosis), Jari tangan gemetar (tremor), Jantung berdebar cepat,
denyut nadi cepat, seringkali sampai lebih dari 100 kali per menit Rasa capai, Otot
lemas, terutama lengan atas dan paha, Ketidaktoleranan panas Pergerakan-pergerakan
usus besar yang meningkat Gemetaran Kegelisahan; agitasi.

5. Pola Istirahat Dan Tidur


Insomnia sehingga sulit untuk berkonsentrasi.

6. Pola Kognitif Perseptual


Ada kekhawatiran karena pusing, kesemutan, gangguan penglihatan, penglihatan
ganda, gangguan koordinasi, Pikiran sukar berkonsentrasi.

7. Pola Persesdi Diri


Gangguan citra diri akibat perubahan struktur anatomi, mata besar (membelalak =
exophthalmus), keluhan lain pada mata (spt nyeri,peka cahaya,kelainan penglihatan
dan conjunctivitis), kelenjar gondok membesar (struma nodosa), kurus., kulit yang
seperti beludru halus, rambut halus dan tipis, Rambut rontok.

8. Pola Peran-Hubungan
Nervus, tegang, gelisah, cemas, mudah tersinggung. Bila bias menyesuaikan tidak
akan menjadi masalah dalam hubungannya dengan anggota keluarganya.

9. Pola Seksualitas – Reproduksi


penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten, Haid menjadi tidak teratur dan
sedikit, Kehamilan sering berakhir dengan keguguran, Bola mata menonjol, dapat
disertai dengan penglihatan ganda (double vision).

10. Pola Koping – Toleransi stress


Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik. Emosi labil (euforia sedang
sampai delirium), depresi.

11. Pola Nilai Kepercayaan

56
Tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan dari agama yang dianut oleh individu
tersebut. Nervus, tegang, gelisah, cemas,

3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. deficit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mengabsorbsi nutrien
(Penurunan absorbsi kalsium di gastrointestinal)
2. retensi urine berhubungan dengan distensi kandung kemih
3. intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan muskolukeletal
1. Rencana Asuhan Keperawatan
Terlampir

56
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Deficit nutrisi Porsi makanan yang dihabiskan OBSERVASI 1. Dapat mengetahui status nutrisi
1.identifikasi status nutrisi
berhubungan dengan dalam skala menigkat rentang klien sehingga dapat
2.identifikasi alergi dan
ketidak mampuan skala 1-5 1(menurun),2 (cukup melakukan intervensi yang
intoleransi makanana
mengabsorbsi nutrien menurun), 3(sedang), 4(cukup 3.identifikasi makanan yang tepat.
2. Dapat mengetahui alergi
(Penurunan absorbsi meningkat), 5 (meningkat disukai
4. identifikasi kebutuhan kalori makanan pd pasien
kalsium di
Perasan cepat kenyang dalam 3. Mengetahui makan yang
dan jenis nutrient
gastrointestinal)
skala 2 5.identifikasi perlunya disukai
Tanda mayor: berat
Berat badan IMT dalam skala 4. Untuk mengetahui kalori yang
penggunaan selang nesgastric
badab menurun
sedang 3 6.monitor asupan makanan dibutuhkan pada tubuh
minimal 10 % di 7. monitor berat badan 5. Dapat memenuhi kebutuhan
8. monitor hasil pemeriksaan
bawah rentang ideal nutrisi
Tanda minor : bisis laboratorium 6. Mengetahui perkembangan
TERAPEUTIK
usus hiperaktif asupan makanan
1. Melakukan oral hygin
Ds. Nafsumakan 7. Mengetahui stndar IMT yang
sebelum makan jika perlu
menurun , cepat ideal
2. Fasilitasi menentukan
8. Mengetahui status nutrisi klien
kenyang setelah
pedoman dia
sehingga dapat diberikan diet
makan 3. Sajikan makanan secara
yang tepat
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mnecegah

56
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan supplement
makanan jika perlu
7. Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogotric jika asupan oral
dapat di toleransi
EDUKASI
1.anjurkan posisi duduk jika
mampu
2. ajarkan diet yang deprogram
KOLABORASI
1.kolaborasi pmberian medikasi
sebelum makan , jika perlu
2.kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrein yang dibutuhkan
jika perlu

retensi urine Kemampuan berkemih dalam OBSERVASI . Untuk mengetahui apakah ada
berhubungan dengan 1.periksa kondisi pasien
skala sedang dengan rentang keabnormalan pada urin
distensi kandung (mis,kesadaran tanda fital, daerah

56
kemih skala 1-5, skala 1-5 perennial, distensi kandung
tanda mayor
1(menurun),2 (cukup menurun), kemih, inkoninensia urin , reflex
ds. Sensasi penuh 2. Mengetahui penyebab dari
3(sedang), 4(cukup meningkat), berkemih)
pada kandung kemih peningkatan berkemih
TERAPEUTIK
do.disuria/anuria 5 (meningkat)
1.siapakan peralatan, bahan bahan
2.distensi kandung 3. Untuk mengetahui pola
Residu volume urin setelah dan ruangan tindakan
kemih berkemih pasien normal atau
2.sipakan pasien : bebaskan
Tanda minor berkemih dalam skala 3 sedang
tidak
Ds.dribling Distensi kandung kemih dalam pakaian bawah dan posisikan
4. Untuk mengetahui seberapa
Do.residu urin urin
skala 5 (menurun) dalam rentang dorsal recumbent(wanita) dan
banyak cairan yang keluar
150 ml atau lebih
skala 1 meningkat, 2 cukup supine(laki laki )
3. pasang sarung tangam 5. Untuk mengetahui waktu
meningkat , sedang 3, 4 cuckup
4.bersihkan daerah
pengosongan bledder
menurun , 5 menurun
perennial/preposium dengan
Dribiling dalam skala 4 cukup
6. Untuk mengetahui
cairan nacl/aquDEST
menurun
5. lakukan insersi kateter urin keseimbangan cairan klien
7. Untuk mencegah kelebihan
dengan menerapkan prinsip
cairan lebih lanjut
aseoptik
8. Untuk mengetahui keadaan
6. sambungkan kateter urin
umum klien
dengan urin bag
9. Untuk menjaga
7.isi balon dengan nacl 0.9 %
keseimbangan cairan
sesui dengan anjuran pubrik
8.fiksasi selang kateter diatas
simfisis atau paha
9.pastikan kantung urin
ditempatkan lebih enda dari

56
kandung kemih
10.berikan laberl waktu
pemasangan
EDUKASI
1.jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateteter urin
2.anjurkan menarik nafas saaat
insersi selang kateter

intoleransi aktifitas Frekuensi nadi dalam skala OBSERVASI Menetukan penyebab keletihan
berhubungan dengan 1.identifikasi gangguan fungsi
cukup menurun 2 dari untuk memberikan intervensi yang
gangguan tubuh yang mengakibatakan
frekuensi jantung menginkat sesuai
muskolukeletal
lelah 1. Mengetahi apakah klien
tanda mayor : 20.% dari kondisi istirahat
2. monitor kelelahan fisik
ds.mengeluh lelah mengalamipenurunan
3.monitor dan pola jam tidur
do. Frekuensi jantung Keluhan lelah menurun dalam
4.monitor lokasi dan ketidak motivasi yang nantinya dapat
meningkat >20% dari skala 5 skala rentang
nyamaana selama melakukan disesuaikan dengan intervensi
kondisi istirahat 1(menurun)
aktifitas yang diberikan
tanda minor : Dispnea saat aktifitas menurun
TERAPEUTIK 2. Asupan nutrisi yang tidak
ds.dispnea saat/setah
dalam skala 5 dan dyspnea 1 .sediakan lingkungan nyaman
adekuat dapat menurunkan
aktiftas ,merasa lemah Dan rendah stimulus (mis cahaya
setelah aktifitas juga dalam
energi untuk melakukan
, merasa tidak nyaman suara kunjungan)
skala 5 , dimana dalam rentang
2,lakukan latihan rentang gerak aktivitas
setelah beraktifitas
skala 1 meningkat, 2 cukup 3. Latihan ambulasi yang
do. Tekanan darah pasif dan atau aktif
meningkat , sedang 3, 4 3,berikan aktifitas distraksi yang semakin sering akan
berubah >20% dari
cuckup menurun , 5 menurun menenangkan meningkatkan toleransi klien
kondisi istirahat ,
Dribiling dalam skala 4 cukup 4,fasilitas duduk disis tempat
gambaran EKG terhadap aktivitas

56
menunjukan aritmia menurun tidur, jika tidak dapat berpindah 4. Untuk menyeimbangkann
saat/setelah aktifitas atau berjalan aktivitas dan istirahat
EDUKASI 5. Bantu latihan dasar telebih
1.anjurkan tirah baring
dahulu agar klien terbiasa
2.anjurkan melakukan aktifitas
secar bertahap Anxietas, stress dan krang
3.anjurkan menghubungi perawat
istirahat dapat meningkatkan
jika tanda dan gejala kelelahan
kelemahan
tidak berkurang
4.ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
KOLABORASI
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan

56
PATHWAY

Primer Adenoma/Karsinoma Absorpsi fosfat Hiperfungsi kelenjar Produksi hormon


paratiroid paratiroid (PTH)

Sekresi hormon
sekunder absorpsi fosfat dan kalsium Stimulasi kelenjar paratiroid Peningkatan Hormon
paratiroid (PTH) Paratiroid dalam sirkulasi

HIPERPARATIROID

Peningkatan sekresi hormon PTH

Ostitis fibrosa cystica Gagal ginjal

Sekresi hormon PTH


Sekresi PTH Membentuk Vit.
D3 Aktif

56
Reabsorpsi Kalsium
Reabsorpsi Pengambilan kalsium dari
kalsium dan makanan dalam usus
Pertumbuhan osteoklast fosfat

Sekresi kalsium dari


Anoreksia dan
Reabsorpsi tulang makanan dalam usus
mual

Mk : intoleransi MK : MK : Perubahan Nutrisi


Gangguan Kurang dari Keb. Tubuh
Aktivitas Eliminasi Urine

56
3.3 PENDIDIKAN KESEHATAN TERPILIH (SAP)

SATUAN ACARA PENYULUHAN


DISFUNGSI KELENJAR PARATHYROID (HIPERPARATHYROID)

Oleh : kelompok 5
AQDA PUTRA MAHARDIKA F (20171660093)

RIDO DESTANTORO (20171660056)

SURYA PUJI KUSUMA (20171660116)

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019

56
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topic : Disfungsi Kalenjar Parathyroid (Hiperparathyroid).


Sub topik : Gejala yang timbul pada pasien yang mengalami Hiperparathyroid
Sasaran : Pasien di rumah sakit.
Tempat : Ruang SOFWA Rumah Sakit Siti khodijah sepanjang surabaya
Waktu : 1 x 30 menit.

1. Tujuan
a. Tujuan umum
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 1x30 menit diharapkan keluarga pasien dapat
mengetahui dan memahami tentang kelainan fungsi kelenjar Parathyroid dan cara
pencegahannya.
b. Tujuan khusus
Setelah diberikan penyuluhan pasien dan keluarga diharapkan dapat memahami tentang :
· Pengertian Hiperparathyroid.
· Penyebab Hiperparathyroid.
· Tanda dan gejala Hiperparathyroid.
· Penatalaksanaan.
· Pencegahan
2. Sasaran :
Pasien di rumah sakit.
3. Materi :
 Pengertian Hiperparathyroid.
 Penyebab Hiperparathyroid
 Tanda dan gejala Hiperparathyroid.
 Penatalaksanaan Hiperparathyroid.
 Komplikasi.
4. Metode :
 Tanya jawab.
 Diskusi.
5. Media :

56
.
6. Kegiatan penyuluhan.
No. Waktu Kegiatan peyuluhan Kegiatan peserta/respon klien
1 5 menit Pendahuluan :
Salam. Membalas salam.
Apersepsi. Mendengar.
Menjelaskan tujuan. Memberikan respon.

2 15 menit Penjelasan materi Mendengarkan dan


PengertianHiperparathyroid. memperhatikan.
PenyebabHiperparathyroid.
Tanda dan
gejalaHiperparathyroid.
Pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan.

Penutup:
Tanya jawab
3 10 menit Menyimpulkan hasil Menanyakan hal yang belum
penyuluhan jelas.
Memberikan salam Aktif bersama dalam
menyimpulkan.
Membalas salam.

7. Evaluasi
· Jelaskan pengertian Hiperparathyroid.
· Jelaskan penyebab Hiperparathyroid.
· Jelaskan tanda dan gejala Hiperparathyroid.
· Jelaskan pemeriksaan penunjang.
· Jelaskan Penatalaksanaan dan pencegahan

56
SATUAN ACARA PENYULUHAN
DISFUNGSI KELENJAR PARATHYROID (HIPERPARATHYROID)

1. Pengertian
Kelenjar paratiroid adalah empat kelenjar-kelenjar seukuran kacang polong yang
berlokasi pada kelenjar tiroid di leher. Terletak disetiap sisi kelenjar tiroid yang terdapat di
dalam leher, kelenjar ini berjumlah 4 buah yang bersusun berpasangan yang menghasilkan
hormon pada tiroksin. Masing-masing melekat pada bagian belakang kelenjar tiroid.
Hiperparathyroid adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi
lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya
2. Etiologi
a) Primer (sekresi PTH tidak sesuai )
§ Adenoma (tersering > 80 %)
§ Hiperplasi
o mungkin familial
o mungkin disertai dengan neoplasia endokrin multipel
o mungkin familial dan disertai dengan kalsium urin rendah (hiperkalsemi hipokalsiurik
familial)
§ kira – kira 50% tanpa gejala

b) Sekunder (sekresi PTH sesuai)


§ Gagal ginjal kronik
§ Malabsorbsi
- kelainan gastrointestinal
- kelainan hepatobilier
§ Penyebab lain dari hipokalsemi

c) Tersier (sekresi PTH autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder terdahulu)


§ Sangat jarang
§ Hipernefroma
§ Karsinoma sel skuamuosa paru
3. Patogenesis

56
Pada hiperparatiroidisme, kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia
yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal.
Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini
tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH
berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Resorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan
absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
4. Manifestasi klinis
Kebanyakan pasien dengan hiperparatiroidisme adalah asimtomatik. Manifestasi utama dari
hiperparatiroidisme terutama pada ginjal dan tulang. Kelainan pada ginjal terutama akibat
deposit kalsium pada parenkim ginjalatau nefrolitiasis yang rekuren. Dengan deteksi dini,
komplikasi ke ginjal dapat berkurang pada ± 20 % pasien. Batu ginjal biasanya terdiri dari
kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Pada kebanyakan pasien episode berulang dari
nefrolitiasis atau pembesaran kalikuli ginjal dapat mengawali obstruksi traktus urinarius,
infeksi, gagal fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan
retensi fosfat.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan
hipertiroid primer dengan penyebab hiperkalsemia lainnya pada lebih dari 90% pasien yang
mengalami kenaikan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang non spesifik
karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat – obatan dan perubahan pada
ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar – X atau
pemindai tulang pada kasus – kasus penyakit yang sudah lanjut. Pemeriksaan antibodi ganda
hormon paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroid primer dengan keganasan,
yang menjadi penyebab hiperkalsemia. Pemeriksaan USG , MRI, pemindai thallium serta
biopsi jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk
menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
6. Penatalaksanaan
Awitan hiperparatiroid yang berlangsung perlahan – lahan dan sifatnya yang kronis disertai
berbagai gejala yang sering tidak jelas dapat menimbulkan depresi dan frustasi. Keluarga
mungkin sudah menganggap sakit pasien bersifat psikosomatik. Kewaspadaan terhadap
perjalanan kelainan ini dan pendekatan perawat yang penuh pengertian dapat membantu
pasien serta keluarga untuk menghadapi seluruh reaksi dan perasaan mereka. Terapi yang
dianjurkan bagi pasien hiperparatiroid primer adalah tindakan bedah untuk mengangkat

56
jaringan paratiroid yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik
disertai kenaikan kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan
dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan
bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau
pembentukan batu ginjal. Pada hipertiroid sekunder, penatalaksanaannya dengan cara
menghilangkan penyebab yang mendasarinya dan memperbaiki kadar kalsium plasma.
7. Pencegahan
Ø Minum banyak air terutama air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah pembentukan
batu ginjal.
Ø Senam dan olah raga. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuat dan
memlambatkan kerusakkan tulang.
Ø Pengambilan vitamin D. Pengambilan vitamin D yang mencukupi dapat membantu dalam
penyerapan kalsium.
Ø Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan perapuhan tulang seiring meningkatnya
masalah kesehatan.
Ø Berwaspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu
seperti penyakit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.

56
BAB IV

ANALISIS ARTIKEL JURNAL

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION


OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID

Arizola Septi Vandria1, Dian Milvita1, Fadil Nazir2


1
Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Andalas, Padang, Indonesia
2
PTKMR BATAN, Jakarta, Indonesia e-mail :
arizolavandria@yahoo.com

ABSTRAK
Telah dilakukan analisis uptake tiroid dari 12 orang pasien hipertiroid (struma difusa toksik
dan non toksik). Diagnosis pasien dilakukan dengan thyroid scan menggunakan kamera
gamma dual head Skylight ADAC merek Philips. Masing-masing pasien disuntikkan
radiofarmaka Tc99m pertechnetate sebanyak (3-5) mCi secara intravena ke lengan pasien.
Thyroid scan dilakukan pada selang waktu 5, 10 dan 15 menit pasca injeksi Tc 99m
pertechnetate. Hasil analisis menunjukkan bahwa uptake tiroid pasien struma difusa toksik
berada di atas batas normal uptake tiroid. Rerata uptake tiroid pasien struma difusa toksik
pada selang waktu 5, 10 dan 15 menit secara berturut-turut adalah 17.5%, 18.17% dan
18.33%. Tingginya nilai uptake menunjukkan bahwa pasien memiliki tiroid yang bersifat
hiperaktif dan membutuhkan penanganan lebih lanjut terhadap kelainan fungsi tiroidnya.
Uptake tiroid pasien struma difusa non toksik masih berada dalam batas normal, rerata
uptake pada selang waktu 5, 10 dan 15 menit adalah 2.9%, 3.35% dan 3.38%. Tinggi
rendahnya uptake tiroid bergantung pada kinerja kelenjar tiroid.
Kata kunci : uptake, thyroid scan, hipertiroid, kamera gamma, Tc99m pertechnetate

ABSTRACT
Analysis thyroid uptake of 12 hyperthyroid patients (toxic and non toxic goiter) has been
performed. Diagnosis of patients was performed with thyroid scans using a dual head gamma
camera Skylight ADAC philips brand. Tc99m pertechnetate (3-5) mCi was injected
intravenously into the patient's arm. Thyroid scan was performed on 5, 10 and 15 minutes
after Tc99m pertechnetate was injected. The analysis showed that Tc99m pertechnetate thyroid
uptake of toxic goiter patients are above the normal range value of thyroid uptake. Mean
uptake of patients with toxic goiter on 5, 10 and 15 minutes were 17.5%, 18.17% and
18.33%, respectively. Increased uptake value indicates that the patient has hyperactive
thyroid so that patient needs further treatment for thyroid dysfunction. Thyroid uptake of non-
toxic goiter still within the normal range value, in which on 5, 10 and 15 minutes were 2.9%,
3.35% and 3.38%. High or low thyroid uptake depends on the activity of the thyroid gland.

56
Keywords : uptake, thyroid scan, hiperthyroidisme, gamma camera, Tc99m pertechnetate

I. PENDAHULUAN
Menurut WHO (World Health Organisation), kedokteran nuklir adalah spesialisasi
kedokteran yang menggunakan energi radiasi terbuka untuk mempelajari perubahan fisiologi
dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian
kedokteran. Energi radiasi terbuka diberikan dalam bentuk zat radiofarmaka yang
dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum, dihirup atau disuntik. Radiofarmaka
adalah senyawa radioaktif yang digunakan dalam bidang kedokteran nuklir baik untuk tujuan
diagnostik maupun pengobatan (Nurlaila, 2002). Radiofarmaka Tc 99m pertechnetate
merupakan radiofarmaka yang sangat ideal digunakan untuk tujuan diagnostik menggunakan
kamera gamma karena memiliki kelebihan: (1) hanya memancarkan radiasi gamma dan tidak
memancarkan radiasi lain, (2) radiasi gamma yang dipancarkan memiliki energi yang rendah
yaitu 140,5 keV, (3) waktu paro singkat yaitu 6,03 jam, serta (4) proses pemurnian yang
mudah dilakukan (Awaludin, 2011).

Berbagai penyakit dapat didiagnosis menggunakan kedokteran nuklir. Salah satu penyakit
yang dapat didiagnosis adalah penyakit tiroid. Kelenjar tiroid merupakan organ yang
berfungsi menghasilkan hormon tiroid yang berperan penting dalam mengatur kecepatan
metabolisme tubuh dan mengatur jumlah oksigen yang digunakan oleh sel (Syaifuddin,
2006). Untuk menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid membutuhkan senyawa yodium
yang terdapat di dalam makanan dan minuman. Asupan yodium yang berlebih menyebabkan
adanya kelainan di kelenjar tiroid.

Penyakit hipertiroid adalah salah satu penyakit tiroid yang disebabkan karena adanya
kelebihan yodium di dalam darah, sehingga kelenjar tiroid akan memproduksi hormon tiroid
secara berlebihan. Hal ini menyebabkan metabolisme tubuh akan berlangsung dengan
sangat cepat dan terjadi ketidakseimbangan metabolisme di dalam tubuh.Untuk
mendiagnosis penyakit hipertiroid digunakan thyroid scan yaitu pencitraan tiroid
menggunakan kamera gamma pasca injeksi radiofarmaka. Hasil pencitraan dari thyroid scan
dapat digunakan untuk melihat kondisi morfologi serta fungsional dari kelenjar tiroid.
Kondisi morfologi memberikan gambaran terjadinya pembesaran (struma) di kelenjar tiroid
yang dilihat dari hasil thyroid scan, sedangkan kondisi fungsional menentukan kelenjar tiroid
memproduksi hormon tiroid secara normal atau tidak yang dapat dilihat dari persentase
uptake tiroid. Uptake tiroid merupakan tangkapan tiroid terhadap radioaktivitas dari
radiofarmaka yang disuntikkan ke pasien. Data uptake tiroid dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan kondisi fungsional kelenjar tiroid masing-masing pasien (Yudistiro, 2012).

Sukandar (1982) merumuskan uptake tiroid dalam Persamaan 1:


counttiroid  count background

uptake tiroid  x100% (1)


count injeksi

56
dimana count tiroid adalah cacahan tiroid, count background adalah cacahan latar dan count
injeksi adalah cacahan dosis radiofarmaka Tc99m pertechnetate yang disuntikkan ke pasien.

Count injeksi ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2:


count injeksi  count fullsyringe  countemptysyringe (2)
dimana count full syringe adalah cacahan radiofarmaka dalam jarum suntik sebelum
disuntikkan ke pasien, sedangkan count empty syringe adalah cacahan dari sisa radiofarmaka
dalam jarum suntik.

Nilai normal persentase uptake tiroid terhadap radiofarmaka Tc99m pertechnetate adalah (1,6-
7,6)% (Mettler, 1986). Count tiroid, count background dan count injeksi diperoleh dengan
menggunakan ROI (Region of Interest). ROI adalah sebuah perangkat lunak yang terdapat di
komputer kamera gamma dan menampilkan hasil pencitraan tiroid dalam satuan cacahan
(count). Hasil cacahan ROI dapat digunakan untuk menentukan persentase uptake tiroid
dengan memasukkan data-data hasil cacahan tiroid ke Persamaan 1.

II. METODE
2.1 Teknik Penelitian
Penelitian dimulai dengan pemilihan pasien sebagai obyek penelitian. Pasien yang diteliti
merupakan pasien yang memenuhi kriteria pasien hipertiroid yaitu mengalami pembesaran
tiroid (struma), dengan standar ukuran normal tiroid adalah 3 sampai 5 cm. Sebelum
pelaksanaan thyroid scan, Tc99m pertechnetate sebanyak 1 mCi di-scan di bawah kamera
gamma dengan jarak 10 cm sebagai cacahan kalibrasi awal.

Prosedur pelaksanaan thyroid scan diawali dengan mengukur aktivitas radiofarmaka Tc99m
pertechnetate menggunakan dose calibrator. Aktivitas radiofarmaka yang akan disuntikkan ke
pasien adalah (3-5) mCi. Radiofarmaka yang berada dalam jarum suntik (full syringe) di-scan
di bawah kamera gamma dengan jarak yang sama dengan kalibrasi awal yaitu 10 cm, hal ini
bertujuan untuk melihat cacahan full syringe sebelum radiofarmaka disuntikkan ke pasien.
Setelah dilakukan scan, radiofarmaka yang berada di dalam jarum suntik disuntikkan ke
pasien secara intravena pada daerah lipatan lengan. Sisa radiofarmaka yang berada di dalam
jarum suntik (empty syringe) di-scan kembali di bawah kamera dengan jarak 10 cm. Setelah
itu pasien berbaring di tempat tidur pasien yang berada di bawah kamera gamma dengan
posisi ½ ekstensi (menengadah), hal ini bertujuan agar hasil pencitraan lebih jelas. Thyroid
scan dilakukan sebanyak 3 kali pencitraan dengan selang waktu pencitraan adalah 5, 10 dan
15 menit pasca injeksi radiofarmaka Tc99m pertechnetate. Jarak kamera gamma dengan tubuh
pasien adalah 10 cm.

2.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Untuk mendapatkan uptake tiroid, hasil thyroid scan masing-masing pasien diolah
menggunakan ROI. ROI dibuat pada daerah tiroid total dan di luar kelenjar tiroid yang
disebut dengan background. Background digunakan untuk mengurangkan cacahan tiroid
total apabila penggambaran ROI melebihi ukuran luasan tiroid yang sebenarnya. ROI untuk

56
background dibuat dengan ukuran 0,5 x 1 cm. Penggambaran ROI dimulai dengan memilih
tool dari program ROI. Jenis tool yang digunakan pada penelitian ini adalah line dan box.
Line digunakan untuk menggambar luasan tiroid total, sedangkan box digunakan untuk
menggambar ukuran background. Cacahan tiroid dan background akan terlihat langsung
melalui komputer setelah penggambaran luasan tiroid dan background selesai.

Data-data yang diperoleh dari ROI di input ke Persamaan 1 untuk mendapatkan persentase
uptake tiroid untuk tiap pemeriksaan. Hasil perhitungan diolah untuk menganalisis pengaruh
waktu terhadap uptake tiroid dari masing-masing pasien hipertiroid (struma difusa toksik dan
non toksik). Selain itu, juga dibandingkan nilai persentase uptake tiroid dari pasien struma
difusa toksik dan non toksik untuk melihat perbedaan persentase uptake dan menilai kondisi
fungsional kelenjar tiroid masing-masing pasien.

III. HASIL DAN DISKUSI


Dari penelitian diperoleh 12 orang pasien hipertiroid. Berdasarkan diagnosis awal dari
dokter, 7 orang didiagnosis struma difusa toksik dan 5 orang didiagnosis struma difusa non
toksik. Klasifikasi struma difusa toksik dan non toksik dilihat berdasarkan hasil thyroid scan.
Dari 12 orang pasien, 7 orang wanita dan 5 orang laki-laki. Berdasarkan jenis kelamin pasien
tersebut terlihat bahwa penyakit hipertiroid lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan
lakilaki. Menurut Schwartz (1995), perbandingan jumlah pasien hipertiroid antara wanita
dan lakilaki adalah 2:1.

3.1 Uptake Tiroid Pasien Hipertiroid


3.1.1 Uptake Tiroid Pasien Struma Difusa Toksik
Tabel 1 menunjukkan rerata uptake pasien struma difusa toksik pada selang waktu
pencitraan 5 menit adalah (17,50 ± 5,87) %, selang waktu 10 menit adalah (18,18 ± 5,63) %,
dan selang waktu 15 menit adalah (18,33 ± 5,58) %. Dari 3 kali pencitraan terlihat bahwa
uptake tertinggi terjadi pada pasien 1, yaitu 25,18%, 25,65% dan 25,72%. Sedangkan uptake
terendah terjadi pada pasien 6, yaitu 10,54%, 11,07% dan 11,24%. Dari 3 kali pencitraan,
terlihat peningkatan uptake bertambah sesuai bertambahnya waktu, kecuali pada pasien 2
terjadi penurunan pada selang waktu 10 menit ke 15 menit.

Tabel 1 Persentase uptake pasien struma difusa toksik


No Uptake selang Uptake Uptake
waktu 5 menit selang selang
(%) waktu 10 waktu 15
menit (%) menit (%)
1 25,18 25,65 25,72
2 16,65 17,08 16,87
3 24,93 25,24 25,46
4 12,35 13,95 14,61
5 13,75 14,60 14,71

56
6 10,54 11,07 11,24
7 19,11 19,65 19,72
Rerata 17,50 18,18 18,33
Nilai Minimum 10,54 11,07 11,24
Nilai Maksimum 25,18 25,65 25,72
Deviasi Standar 5,87 5,63 5,58

Dari penelitian ini terlihat bahwa pada pasien dengan diagnosis yang sama, persentase
uptake akan berbeda-beda. Tinggi rendahnya uptake dari masing-masing pasien struma
difusa toksik ditentukan dari besar kecilnya struma (pembesaran) tiroid. Semakin besar
struma maka akan semakin banyak radiofarmaka yang tersebar di tiroid. Hal ini akan
mengakibatkan semakin tinggi uptake tiroid.

Menurut Mettler (1986), batas normal angka penangkapan tiroid terhadap radiofarmaka
Tc99m pertechnetate adalah (1,6–7,6)%. Dari penelitian ini diperoleh nilai uptake yang lebih
tinggi dibandingkan batas normal angka penangkapan tiroid tersebut. Persentase uptake
tiroid pada penelitian ini berada pada rentang (10,54–25,72)%. Dari persentase uptake tiroid
tersebut, pasien didiagnosis struma difusa toksik. Hasil diagnosis fungsional kelenjar tiroid
berdasarkan persentase uptake tiroid pasien sesuai dengan diagnosis awal dokter sebelum
dilakukan thyroid scan. Nilai persentase uptake yang tinggi menunjukkan keadaan tiroid yang
sudah tidak berfungsi sesuai dengan fungsi normalnya yang diakibatkan karena tiroid yang
bersifat hiperfungsi dalam memproduksi hormon tiroid.

3.1.2 Uptake Tiroid Pasien Struma Difusa Non Toksik


Tabel 2 menunjukkan rerata uptake pasien struma difusa non toksik pada selang waktu 5
menit adalah (2,93 ± 0,92)%, selang waktu 10 menit adalah (3,35 ± 1,13)% dan selang waktu
15 menit adalah (3,39 ± 1,18)%. Uptake tertinggi terjadi pada pasien 4 dengan persentase
uptake 4,21%, 4,98% dan 5,20%. Sedangkan uptake terendah terjadi pada pasien 2 dengan
persentase uptake 1,74%, 1,87% dan 1,92%. Dari persentase tersebut, terlihat bahwa pada
pasien dengan diagnosis yang sama, nilai uptake pasien berbeda-beda.

Tabel 2 Persentase uptake pasien struma difusa non toksik


No Uptake selang Uptake Uptake
waktu 5 menit selang selang
(%) waktu 10 waktu 15
menit (%) menit (%)
1 2,44 2,99 3,10
2 1,74 1,87 1,92
3 3,00 3,18 3,25
4 4,21 4,98 5,20
5 3,27 3,72 3,46
Rerata 2,93 3,35 3,39

56
Nilai Minimum 1,74 1,87 1,92
Nilai Maksimum 4,21 4,98 5,20
Deviasi Standar 0,92 1,13 1,18

Nilai uptake pasien struma difusa non toksik dari penelitian ini masih berada dalam rentang
uptake normal yaitu (1,6-7,6)%, sehingga dapat disimpulkan bahwa tiroid masingmasing
pasien masih memproduksi hormon tiroid secara normal. Rerata uptake pasien struma difusa
non toksik berkisar dari 1,74% sampai 5,20%. Nilai uptake yang normal menunjukkan
keadaan tiroid yang masih berfungsi dengan baik, walaupun terdapat struma (pembesaran).

3.2 Rerata Uptake Pasien Struma Difusa Toksik Dan Struma Difusa Non Toksik
Rerata perubahan uptake tiroid dari 7 orang pasien struma difusa toksik dan 5 orang pasien
struma difusa non toksik pada selang waktu 5, 10 dan 15 menit pasca injeksi radiofarmaka
Tc99m pertechnetate ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa rerata uptake Tc99m pertechnetate di kelenjar
tiroid pasien struma difusa toksik dan non toksik meningkat dari selang waktu pencitraan 5
menit sampai 15 menit. Peningkatan persentase uptake dipengaruhi oleh banyaknya
radiofarmaka yang terdistribusi di kelenjar tiroid. Semakin banyak radiofarmaka yang
tersebar maka akan semakin tinggi tangkapan radioaktivitas oleh tiroid. Pada pasien struma
difusa toksik persentase penangkapan radioaktivitas tiroid lebih tinggi dibandingkan pasien
struma difusa non toksik. Tingginya uptake pada pasien struma difusa toksik menunjukkan
adanya kelainan tiroid. Tinggi rendahnya uptake tiroid dapat disebabkan karena kinerja
kelenjar tiroid, saat kelenjar mengalami hiperfungsi maka semakin tinggi uptake, begitu juga
sebaliknya.

Gambar 1 Rerata perubahan persentase uptake pasien struma difusa toksik

56
Gambar 2 Rerata perubahan persentase uptake pasien struma difusa non toksik

IV. KESIMPULAN
Persentase uptake tiroid pasien hipertiroid (struma difusa toksik dan non toksik) meningkat
seiring bertambahnya waktu pemeriksaan. Rerata uptake pasien struma difusa toksik lebih
tinggi dibandingkan uptake normal (1,6-7,6)%, sehingga perlu dilakukan penanganan lebih

56
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar


paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 3, yaitu hiperparatiroidisme
primer, sekunder dan tersier. Hiperparatiroid khususnya primer adalah gangguan endokrin
nomor tiga yang paling umum. Kelainan hormon paratiroid banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter), paratiroid carsinoma, dan
hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat mengakibatkan terjadinya
hiperparatiroidisme.

Beberapa pemeriksaan diagnostic dapat dilakukan untuk pasien dengan


hiperparatiroid seperti pemeriksaan sulkowitch, Ellort-Howard, kalsium intravena,
radiologi, ECG, EMG, dan foto rontgen. Beberapa penanganan medis juga dapat
dilakukan untuk menangani pasien dengan hiperparatiroid seperti pengangkatan dengan
cara pembedahan jaringan paratiroid yang abnormal, menghindari diuretic tiazid,
pemberian hidrasi yang cukup, serta pemberian obat-obatan untuk mengatasi
hiperkalsemia sesuai resep dari dokter.

5.2 Saran
 Para pembaca pada umumnya agar lebih menjaga organ tubuh kita agar selalu
berfungsi dengan baik, dengan mengetahui penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
tubuh kita misalnya hiperparatiroid.
 Para mahasiswa/i khususnya supaya lebih memahami konsep penyakit-penyakit agar
mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan hiperparatiroid dengan
baik sesuai dengan SAK (standart asuhan keperawatan)

56
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.

Jakarta: EGC
Joanne, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. Amerika:

Mosby
Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Amerika:

Mosby
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan

Praktik, E/4, Vol. 2. Jakarta: EGC


Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.

Vol. 1. E/8. Jakarta : EGC

Becker, Kenneth.2001.Principles and Practice of Endocrinology and Metabolism.


Philadelpia : Lippincott Williams & Wilkins

Better Health Channel.2013.Thyroid issues-the parathyroid glands. At


www.betterhealth.vic.gov.au

Carton, J., Daly, R, dan Ramani, P.2007.Clinical Pathology.New York : 2007

Diamond, Terry.2000.Primary Hyperparathyroidism.Departement of Endocrinology,


University of New South Wales
Eufrazino, C.Epidemilogy of Primary Hyperparathyroidism and its Non-Classical
Manifestation in the City of Recife, Brazil.Clinical Medicine Insights: Endocrinology
and Diabetes.2013;6:69-74
Goldfarb et al. 2012. Postoperative Hungry Bone Syndrome in Patients with Secondary
Hyperparathyroidism of Renal Origin. USA : Springer World Journal of Surgery

Habib, Z dan Camacho, P.Primary Hyperparathyroidism.Expert Rev. Endocrino. Metab.


2010; 5(3):375-387

Kukora, J et al. Primary Hyperparathyroidism. American Association of Endocrine Surgeons.


2005; 11(1);50-54

Manuaba, I.2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

56
Marx, J Stephen.2000.Hyperparathyroid and hypoparathyroid Disorders.UK : The New
England Journal of Medicine

Pallan, S., Rahman, Mohammed., dan Khan, A.Diagnosis and management of primary
hyperparathyroidism.BMJ.2012;344

Rumahorbo, Hotma.1999.Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


endokrin.Jakarta : EGC

Smeltzer, S dan Bare, B.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth.Vol 2.Ed 8. Jakart: EGC
Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC
Taniegra, E.Hyperparathyroidism.American Family Physician 2004;69(2):333-39

56

Anda mungkin juga menyukai