Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada
tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama.
Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu
pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada
hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah
komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat
lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan
sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan
pengobatan yang tepat. Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru
lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera
untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16
negara—baik negara maju ataupun berkembang—menunjukkan bahwa sarana
resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil
dalam resusitasi bayi. Sebuah penelitian di 8 negara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Asfiksia Neonatorum?
2. Apa etiologi dari Asfiksia Neonatorum?
3. Bagaimana Patofisiologi dari Asfiksia Neonatorum?
4. Apa tanda dan gejala dari Asfiksia Neonatorum?
5. Apa Klasifikasi dari Asfiksia Neonatorum?
6. Apa Komplikasi dari Asfiksia Neonatorum?
7. Bagaimana cara penatalaksanaan pada Asfiksia Neonatorum?
8. Bagaimana pencegahan Asfiksia Neonatorum?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Asfiksia Neonatorum.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Asfiksia Neonatorum.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Asfiksia Neonatorum.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Asfiksia Neonatorum.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Asfiksia Neonatorum.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Asfiksia Neonatorum.
7. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan dari Asfiksia Neonatorum.
8. Untuk mengetahui cara pencegahan dari Asfiksia Neonatorum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering
berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

2.2 Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia
janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini
merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan
bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu
disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi
mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.

Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah :


1. Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi
aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke
plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi

3
uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat,
hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi
dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung,
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat
anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan
depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya
perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-
lain.

2.3 Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat
CO2keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkanalveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru
janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat
rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena
konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan
melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis),
pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan
mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan

4
meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai.
Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya
tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang
sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran
darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA
akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan
penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi
konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen
untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia
berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output.
Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan
mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan
memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi
baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2
jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).

2.4 Manifestasi Klinis


Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel
jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan
jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan
tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah
mengalami gangguan.
Gejala Klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan

5
berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala
dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Tachikardi
2. Denyut jantung terus menurun.
3. Tekanan darah mulai menurun.
4. Bayi terlihat lemas (flaccid).
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2).
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2).
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik).
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob.
9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.
10. Pernafasan terganggu.
11. Reflek / respon bayi melemah.
12. Tonus otot menurun.
13. Warna kulit biru atau pucat.

2.5 Klasifikasi
1. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
2. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat,

6
reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi
jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat
(Kamarullah,2005).
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
a. Menghitung frekuensi jantung.
b. Melihat usaha bernafas.
c. Menilai tonus otot.
d. Menilai reflek rangsangan.
e. Memperlihatkan warna kulit.

Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami
bayi:

Tanda 0 1 3
Detak jantung Tidak ada < 100x/menit > 100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas Fleksi kuat
(lemah) Gerakan aktif
Reflek saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
nafas dibersihkan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan Merah seluruh tubuh
Ekstermitas biru

Nilai 0-3 : Asfiksia berat


Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Ringan/ bisa dianggap Normal

Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai

7
skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi
baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena
resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit
seperti penilaian skor Apgar) Sumber : Utomo, (2006).
Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a. Asfiksia livida (biru)
b. Asfiksia Pallida (putih)

Tabel 2.2. Perbedaan antara asfiksia livida dan asfiksia pallida

Perbedaan Asfiksia livida Asfiksia Pallida

Warna kulit Kebiru-biruan Pucat


Tonus otot Masih baik Sudah kurang
Reaksi rangsangan Positif Negatif
Bunyi jantung Masih teratur Tidak teratur
Prognosis Lebih baik jelek

Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung
pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam
keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita
cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :


1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun
akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

8
2. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,


keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih
banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal
yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan
otak.

2.7 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro
(2005) adalah sebagai berikut :
1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan
sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga
kehangatan suhu BBL dengan :
a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c) Bungkus bayi dengan kain kering.

9
2. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya
lender
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul
kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan
vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.

2.8 Pencegahan
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan
dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan.
2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia
neonatorum.
3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.
4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan
deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotokografi.
5. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia
neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
7. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari :
a. Persalinan yang bersih dan aman.
b. Stabilisasi suhu.
c. Inisiasi pernapasan spontan.
d. Inisiasi menyusu dini.
e. Pencegahan nfeksi serta pemberian imunisasi.

10
BAB III
KAJIAN TEORI

3.1. Data Subjektif


Biodata
Nama Bayi : an”c”
Umur : BBL 1 jam yang lalu
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak Ke :1

Nama Orang Tua


Nama Ibu : Ny. V
Umur : 26 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Jl. Lamongrejo No. 1 Lamongan

Nama Ayah : Tn.B


Umur : 29 tahun
Suku/bangsa : Batak/Indonesia
Pendidikan :SMA
Pekerjaan : PNS
Agama : Kristen
Alamat : Jl.Ciliwung no 1 Bengkulu

Keluhan Utama
Ibu mengatakan saat anaknya lahir, bernafas dengan megap, warna
kulitnya kebiru-biruan dan ekstremitas terkulai

11
Riwayat Kesehatan
Penyakit Menular
Ibu mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
TBC, Hepatitis, PMS
Penyakit Keturunan
Ibu mengatakan bahwa keluarganya tidak ada menderita penyakit
DM, Asma dan jantung

Riwayat Kehamilan
Peritas Gravida : G1 P0 A0
Umur Kehamilan : 39 Minggu
Periksa ANC : ke Bidan
Frekuensi ANC : 6x selama hamil
Penyakit Ibu Selama hamil : ada Diametes melitus

Riwayat Persalinan
Jenis Persalinan : Pervaginam dengan tindakan
vakum
Atas Indikasi : Diabetes Melitus
Partus di : Klinik Bersalin Irmia
Ditolong oleh : Dokter
Kala 1 : 18 jam : Kala II : 2,5 Jam : Kala III:
20
Menit Kala IV:2 Jam
Keadaan bayi saat lahir : - Bayi tidak langsung menangis
- Warna kulit kebiru-biruan dan tonus
Otot lemah

12
3.2. Data Objektif
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum Bayi : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-tanda vital :
: RR : 28 x/menit
: Pols : 98 x/menit
: Temp : 36,5 0C
Antropometri :
: BB : 3200 gr
: PB : 43 cm
: LILA : 14 cm
: LK/ LD : 32 cm / 32 cm

Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk : Normal
UUB : ada
UUK : ada
Sutura : ada
Caput Succedenum : tidak ada
Chepal hematoma : tidak ada
Benjolan abnormal : tidak ada
An ensepali : tidak ada

2. Mata
Bentuk ki/ka : simetris
Sekret : tidak ada
Strabismus : tidak ada
Conjungtiva : an anemis
Sklera : an ikterik

13
3. Mulut ( gigi,gusi,lidah)
Bibir : bentuk normal
Palatoskilis : tidak ada
Labioskilis : tidak ada
Palata labioskilis : tidak ada
Gigi : belum tumbuh
Lidah : normal, warna merah jambu

4. Hidung
Bentuk : simetris / normal
Atresia coana : tidak ada
Pernapasan caping hidung : ada
Sekret puruten : tidak ada

5. Telinga
Bentuk : simetris ki/ka
Sekret : tidak ada

6. Leher
Benjolan abnormal : tidak ada

7. Thorax dan abdomen


Bentuk : normal
Nafas : megap-megap
Denyut jantung : Bradi cardia
Abdomen : Abdomen normal
Tali pusat : tidak ada perdarahan (1 vena - 2 Atresia)

8. Genetalia
Labia Mayora : telah menutupi labia Minora
Pengeluaran : tidak ada

14
3.3. Interpretasi Data
Diagnosa
Bayi baru lahir aterm dengan asfiksia
Dasar :
DS - Ibu mengatakan warna kulit anaknya pucat
- Ibu mengatakan anaknya bernafas cepat
DO - Bayi pucat dan tampak kebiru-biruan pada ujung jari
- Bayi bernafas cepat
- Keadaan umum lemah
- Tanda-tanda vital
- Pols: cepat (130x/menit)
- RR :>60x/menit
-Suhu : 36 c
- Lendir dihidung dan dimulut masih ada

Masalah
Ibu cemas dan khawatir dengan keadaa anaknya
Ibu kurang pengetahuan terhadap keadaan anaaknya
Dasar
Ibu tidak mengerti tentang keadaa anaknya
Ibu tampak cemas

Kebutuhan
Bungkus bayi dengan kain agar tetap hangat
Bersihkan jalan nafas dengan hisap lendir pada hidung dan mulut
Bersihkan badan dan potong tali pusat
Observasi TTV dan
Bila memungkinkan ke incubator
Penjelasan tentang keadaan bayi
Support kepada ibu dan keluarga agar tetap tenang

15
3.4. Antisipasi Diagnosa Potensial
Potensial asfiksia berat

3.5. Tindakan Segera


Rangsang pernapasan
Resusitasi : endoktrakeal tube

3.6. Intervensi
No Hari/tanggal/jam Tujuan & INTERVENSI RASIONAL Paraf
kriteria
Dx Jum’at /26 Tujuan: 1.Bungkus 1.Dengan
januari 09 -Agar bayi bayi dengan membungkus
09.00 WIB tetap hangat kain hangat bayi dengan
-Agar bayi dan kering kain hangat dan
bias bernafas kering akan
normal mencegah
hipotermi
Kriteria: sehingga
-kulit bayi asfiksia tidak
tidak pucat berlanjut
lagi atau
tidak
2.Masukkan 2.Dengan
-Pernapasan bayi ke memasukkan
30- incubator bayi kedalam
60x/menit incubator maka
-tidak ada akan mencegah
pernapasan hipotermi
cuping 3.Bersihkan sehingga
hidung jalan nafas asfiksia tidak
dengan hisap berlanjut
lendir

16
3.Diharapkan
dengan
dilakukannya
pembersihan
jalan nafas
maka bayi dapat
bernafas dengan
spontan dan
normal yaitu
30-6-x/menit
4.Bersihkan
badan dan
potong tali
pusat

4.Dengan
dibersihkannya
badan bayi dari
lendir-lendir
maupun cairan
ketuban akan
mengurangi
terjadinya
evaporasi
sehingga dapat

17
mencegah
hipotermi
Dengan
dipotongnya tali
pusat segera
5.Observasi maka dapat
TTV memutuskan
hubungan
antara ibu dan
bayi

5.Dengan
dilakukannya
observasi TTV
maka dapat
dengan segera
mengetahui
keadaan bayi
tersebut
M Tujuan: 1.Jelaskan 1.Diharapkan
-Agar ibu tentang dalam
tidak cemas Keadaan memberikan
lagi bayinya penjelasan
-Agar ibu kepada ibu
mengetahui tentang keadaan
keadaan bayinya maka
bayinya ibu dapat tahu

18
sehingga
Kriteria kecemasan ibu
-Ibu tampak dapat berkurang
tenang

2.Berikan
Support 2.Diharapkan
mental dengan
diberinya
support mental
kepada ibu
maka ibu akan
lebih tenang
dan tegar

19
3.7 IMPLEMENTASI
No Hari/Tgl/Jam Implementasi Respon Paraf

Dx Jum’at/ 1. Membersihkan badan 1.Pembersihan


26 januari 09 bayi dari lendir-lendir badan dan
09;00 dan cairan ketuban pemotongan tali
dengan menggunakan pusat sudah
kain yang bersih dan dilakukan
kering sambil
memberikan
rangsangan taktilndan
segera potong tali pusat
bayi dengan cara:
-Ambil klem pertama
jepit tali pusat dengan
jarak 5cm diatas
umbilicus

-Urut tali pusat klearah


ujung dengan
menggunakan tangan
kiri sambil tangan
kanan mengambil klem
2.Badan dan kepala
ke-2
bayi sudah
dibungkus dengan
-Jepit tali pusat dengan
kain yang kering
klem ke-2 dengan jarak
Dan hangat
5cm dari klem pertama

3. Penghisapan lendir
sudah dilakukan dan
2. Membungkus badan
bayi bias bernafas
dan kepala bayi dengan

20
kain yang kering dan spontan dan kulit
hangat untuk mencegah bayi sudah tampak
terjadinya hipotermi memerah
dan menjaga agar tubuh
bayi tetap hangat

3. Membersihkan jalan
napas bayi dengan cara:

-Kepala bayi
diposisikan ekstensi
agar jalan napas terbuka
dan punggung bayi
diganjal dengan lipatan
kain atau bantal kecil
sehingga tinggi
4. –Pernapasan bayi
punggung bayi 2-3 cm
normal yaitu
diatas kasur
40x/menit

-Hisap pada -Nadi Bayi normal


lendir
hidung dan mulut bayi yaitu 110x/menit
secara bergantian -Suhu tubuh bayi
normal yaitu 36,5 c

-Sambil memberikan
sedikit rangsangan
toktil dengan cara
menepuk telapak tangan
atau telapak kaki bayi
dengan menggunakan
satu jari
5.Bayi tampak tidur
tenang dan muka

21
bayi tampak
4. Mengibservasi TTV kemerah-merahan
bagi yang terdiri dari:
-Pereiksa pernapasan
bayi dalam satu menit
penuh

-Periksa nadi bayi satu


menit penuh

-Periksa suhu tubuh


bayi dengan
menggunakan
thermometer selama 2-3
menit

5. Meletakkan bayi
kedalm incubator agar
bayi tetap hangat dan
dapat mencegah
terjadinya hipotermi
M 1.Memberikan 1.Ibu mengerti
penjelasan kepada ibu dengan penjelasan
bahwa bayinya yang diberikan oleh
mengalami asfiksia Bidan dan ibu mulai
ringan dan keadaan ini tampak tenang
dapat ditangani dengan
segera sehingga ibu
tidak perlu khawatir

22
2.Ibu sudah mulai
tenang dan tidak
2.Memberikan support cemas lagi
mental kepada ibu agar
tidak terlalu khawatir
dan cemas akan
keadaan bayinya
dengan cara
mengatakan bahwa ibu
harus sabar dan ibu
harus yakin kalau
bayinya akan baik-baik
saja

23
3.8 EVALUASI
No Hari/Tgl/Jam Evaluasi Paraf
Dx Jum’at/ S : - Ibu mengatakan kulit anaknya berwarna
26 januari 09 kemerah-merahan
10;00 WIB - Ibu mengatakan anaknya bias bernafas

O:
KU : Baik
Kesadaran :compos mentis
Tanda-tanda vital
-Pols :40x/menit
-RR :110X/Menit
-Temps: 36,5 c
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan masalah pada bayi baru lahir dengan
angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dalam rangka menurunkan Angka
Kematian Perinatal dan Angka Kematian Neonatal Dini, masalah ini perlu segera
ditanggulangi dengan berbagai macam cara dan usaha mulai dari aspek promotif,
kuratif dan rehabilitative.
4.2 Saran
Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan maka dapat diberikan
saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam rangka
meningkatkan kualitas dalam pemberian obat anti diuretik guna menunjang
peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga dapat menjadi literature guna
mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu.

25
DAFTAR PUSTAKA

Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.


Aliyah Anna, dkk.1997. Resusitasi Neonatal. Jakarta: Perkumpulan
perinatologi Indonesia (Perinasia).
Aminullah, Asril.1994. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Brownes .1980 . Antenatal Care . The English and Language Book Society and
J& A Churcill
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges, EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Dr. Rusepno Hassan Dkk.1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Infomedika
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid I. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
Price, SA. 1996. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Volume
1. Jakarta : EGC
Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, SpOG.2007. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 3.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
Setiawan S.Kep.1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Smeltzer, SC., Bare B.G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Alih Bahasa : Monica Ester. Jakarta : EGC

26

Anda mungkin juga menyukai