Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang
tidak adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar
tiroid, kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh
lingkungan.2

2. Epidemiologi
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya
sebesar 1 : 3000 – 4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering
adalah, disgenesis tiroid yang mencakup 80% kasus. Lebih sering
ditemukan pada anak perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan
2:1. Anak dengan sindrom Down memiliki resiko 35 kali lebih tinggi
untuk menderita hipotiroid kongenital dibanding anak normal. Insiden
hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih tinggi yaitu sebesar 1:1500
kelahiran hidup. Prevalensi ini lebih rendah pada Amerika Negro (1 dalam
32.000), dan lebih tinggi pada keturunan Spanyol dan Amerika asli (1
dalam 2000).1,2
Penyebab hiptiroid yang paling sering di dunia ialah defisiensi
Iodium yang merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan triiodotrionin
(T3). Anak yang lahir dari ibu dengan defisinsi Iodium berat akan
mengalami hipotiroid yang tidak terkompensasi karena hormon tiroid ibu
tidak dapat melewati plasenta.1
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran
klinisnya bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor
geografis, sosial ekonomi, maupun iklim dan tidak terdapat predileksi
untuk golongan etnis tertentu. Umumnya kasus tiroid kongenital timbul
secara sporadik. Faktor genetik hanya berperan pada hipotiroid tipe
tertentu yang diturunkan secara autosomal resesif.1

3. Anatomi dan Fisiologi


Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang
menyatu di bagian tengah oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar
ini tampak seperti dasi kupu-kupu. Kelenjar ini bahkan terletak di posisi
yang tepat untuk pemasangan dasi kupu-kupu, yaitu berada di atas trakea,
tepat di bawah laring. sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi
gelembung-gelembung berongga, yang masing-masing membentuk unit
fungsional yang disebut folikel. Dengan demikian sel-sel sekretorik ini
sering disebut sebagai sel folikel. Pada potongan mikroskopik, folikel
tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang meliputi lumen bagian dalam
yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan untuk hormon tiroid.3,4
Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang
dikenal sebagai tiroglobulin, yang didalamnya berisi hormon-hormon
tiroid dalam berbagai tahap pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan
dua hormon yang mengandung iodium, yang berasal dari asam amino
tirosin, yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3).
Awalan tetra dan tri serta huruf bawaan 4 dan 3 menandakan jumlah atom
Iodium yang masing-masing terdapat di dalam setiap molekul hormon.
kedua hormon ini yang secara kolektif disebut sebagai hormon tiroid,
merupakan regulator penting bagi laju metabolisme basal keseluruhan.3,4
Di ruang interstisium di antara folikel-folikel terdapat sel
sekretorik jenis lain, yaitu sel C (disebut demikian karena mengeluarkan
hormon peptida kalsitonin), yang berperan dalam metabolisme kalsium.
Kalsitonin sama sekali tidak berkaitan dengan kedua hormon tiroid utama
di atas. Seluruh langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul
besar tiroglobulin, yang kemudian menyimpan hormon-hormon tersebut.
bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan Iodium, yang
keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin suatu asam
amino, disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan
merupakan kebutuhan esensial dalam makanan. di pihak lain, Iodium
yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari
makanan.3
Sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di
dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks golgi/
retikulum endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul
tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi,
tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam
koloid melaluui eksositosis. Tiroid menangkap Iodium dari darah dan
memindahkannya ke dalam koloid melalui suatu “pompa Iodium” yang
sangat aktif atau “Iodine trapping mechanism” protein pembawa yang
sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak di membran luar sel
folikel. Hampir semua Iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien
konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon tiroid. Selain
untuk sintesis hormon tiroid, Iodium tidak memiliki manfaat lain di
tubuh.3,4
Dalam koloid, Iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di
dalam molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah Iodium ke tirosin
menghasilkan monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua Iodium ke tirosin
menghasilkan diiodotirosin (DIT). Kemudian, terjadi proses
penggabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium untuk
membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-masing
mengandung dua atom iodium) menghasilkan (T4 atau tiroksin), yaitu
bentuk hormon tiroid dengan empat Iodium. Penggabungan satu MIT
(dengan satu iodium) dan satu DIT (dengan dua iodium) menghasilkan
triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terjadi
antara dua molekul MIT. Karena reaksi-reaksi ini berlangsung di dalam
molekul tiroglobulin, semua produk tetap melekat ke protein besar
tersebut. Hormon-hormon tiroid tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid
sampai mereka dipecah dan disekresikan. Diperkirakan bahwa jumlah
hormon tiroid yang secara normal disimpan di koloid cukup untuk
memasok kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.3,4
Pengeluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik
memerlukan proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum
dikeluarkan T4 dan T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua,
hormon-hormon ini disimpan di luar lumen folikel, sebelum dapat
memasuki pembuluh darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka
harus diangkut menembus sel folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada
dasarnya melibatkan pemecahan sepotong koloid oleh sel folikel, sehingga
molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya, dan pelepasan
T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang sesuai
untuk mengeluarakan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukkkan
sebagian dari kompleks hormon-tiroglobulin dengan memfagositosis
sekeping koloid.
Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu
dengan lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon
tiroid yang aktif secara biologis, T4 dan T3, serta iodotirosin yang
nonaktif, MIT dan DIT. Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik,
dengan mudah melewati membran luar sel folikel dan masuk kedalam
darah. MIT dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel
mengandung suatu enzim yang dengan cepat mengeluarkan Iodium dari
MIT dan DIT, sehingga Iodium yang dibebaskan dapat didaur ulang untuk
sintesis lebih banyak hormon. Enzim yang sangat spesifik ini akan
mengeluarkan Iodium hanya dari MIT dan DIT yang tidak berguna, bukan
dari T4 dan T3.3,4
Sekitar 90 % produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar
tiroid adalah dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis
sekitar empat kali lebih baik daripada T4. Namun sebagian besar T4 yang
disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau diaktifkan melalui proses
pengeluaran satu Iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah
berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran Iodium di
jaringan perifer. Dengan demikian T3 adalah bentuk hormon tiroid yang
secara biologis aktif di tingkat sel, walaupun tiroid lebih banyak
mengeluarkan T4.4
Setelah dikeluarkan ke dalam darah hormon tiroid yang sangat
lipofilik dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang
dari 1 % T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada pada bentuk tidak
terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya
hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke reseptor
sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.4
Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikatan
hormon tiroid: globulin pengikat tiroksin (TBG) yang secara selektif
mengikat hormon tiroid—55% dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi—
walaupun namanya hanya menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4)
albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormon lipofilik,
termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan thyroxine-binding prealbumin
yang mengikat sisa 35% T4.4

Gambar 1. Pengaturan Produksi Hormon Tiroid 8

4. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis dan skrining.1
a. Anamnesis
Anamnesis yang cermat pada keluarga dapat membantu menegakkan
diagnosis dengan menanyakan apakah ibu berasal dari daerah gondok
endemik, riwayat struma pada ibu, riwayat pengobatan anti tiroid waktu
hamil atau tidak, riwayat struma pada keluarga dan perkembangan anak. 1,6

b. Gejala Klinis
Kebanyakan anak dengan hipotiroid kongenital, gejala klinis pada periode
neonatal sangatlah jarang atau ringan dan tidak spesifik, meskipun terdapat
agenesis kelenjar tiroid komplit. 2,5
Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat
sedikit meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang
berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang
terlambat, mungkin merupakan gejala paling awal. Kesulitan memberi makan,
terutama kelambanan, kurang minat, somnolen, dan serangan tersedak saat
dirawat, sering muncul selama umur bulan pertama. Kesulitan bernapas, sebagian
karena lidah yang besar, termasuk episode apnea, pernapasan berbunyi, dan
hidung tersumbat. Sindrom distres pernapasan yang khas juga dapat terjadi. Bayi
yang terkena sedikit menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan biasanya
lamban. Mungkin ada konstipasi yang biasanya tidak berespon terhadap
pengobatan. Perut besar dan biasanya ada hernia umbilikalis. Suhu badan
subnormal, sering dibawah 350C, dan kulit terutama tungkai, mungkin dingin dan
burik (mottled). Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi lambat, bising
jantung, kardiomegali, dan efusi perikardium asimptomatik biasanya ada. Anemia
makrositik sering ada dan refrakter terhadap pengobatan dengan hematinik.
Karena gejala-gejala muncul secara bertahap, diagnosis sering kali terlambat. 6
Manifestasi ini terus berkembang. Retardasi perkembangan fisik dan
mental menjadi lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia 3-6
bulan, gambaran klinis berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada defisiensi
hormon tiroid parsial, gejalanya dapat lebih ringan, dan onsetnya terlambat.
Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah hormon tiroid, terutama T3, hormon
ini tidak cukup untuk melindungi bayi yang menyusu dengan hipotiroidisme
kongenital, dan tidak mempunyai pengaruh pada uji skrining tiroid neonatus. 5,6
Pertumbuhan anak tersendat, ekstremitas pendek, dan ukuran kepala
normal atau bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka lebar.
Pengamatan tanda ini pada saat lahir dapat berperan sebagai pedoman awal untuk
mengenali hipotiroidisme kongenital. Hanya 3% bayi baru lahir normal memiliki
fontanella posterior yang lebih besar dari 0,5cm. Matanya tampak terpisah lebar,
dan jembatan hidung yang lebar terlihat cekung. Fisura palpebra sempit dan
kelopak mata membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar
terjulur ke luar. Pertumbuhan gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, terdapat
endapan lemak di atas klavikula dan diantara leher dan bahu. Tangan lebar dan
jari pendek. Kulit kering dan bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema tampak,
terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna.
Karotenemia dapat menyebabkan warna kulit menjadi kuning, tetapi skleranya
tetap putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah patah dan tipis. Garis
rambut menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang biasanya tampak mengerut,
terutama ketika bayi menangis. 5
Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak letargi dan
lamban dalam belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi tidak mau
belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan dengan
usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama sekali. 6
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi
pseudohipertrofi otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne sindrome).
Anak yang terkena dapat berpenampilan atletis karena pseudohipertrofi, terutama
pada otot betis. Patogenesisnya belum diketahui. Perubahan ultrastruktural dan
histokimia yang tidak spesifik tampak pada biopsi otot yang kembali normal
dengan pengobatan. Sindrom ini cenderung berkembang pada anak laki-laki, yang
telah diamati pada saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita
menderita hipotiroidisme yang lebih lama dan lebih berat. 6
Tabel 1. Gejala Hipotiroid Kongenital 6

Sistem organ Manifestasi Klinis


Kulit dan jaringan ikat Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar, kering
dan rapuh, kuku tebal, lambat tumbuh.
Miksedema, carotenemia, Puffy face, makroglosi,
erupsi gigi lambat, hipoplasia enamel.
Kardiovaskuler Bradikardi, efusi perikardial, kardiomegali, tekanan
darah rendah.
Neuromuskuler Lamban (mental dan fisik), gangguan neurologis dan
fisik, refleks tendon lambat, hipotonia, hernia
umbilikalis, retardasi ental, disfungsi serebelum (pada
bayi), tuli.
Pernafasan Efusi pleura, sindrom sleep apnoe (obstruksi saluran
nafas karena lidah besar, hipotoni otot faring),
sindrom distress nafas.
Ginjal dan metabolisme elektrolit Retensi air, edema, hiponatremia, hipokalsemia
Metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein Gemuk, intoleransi terhadap dingin, absorbsi glukosa
lambat, hiperlipidemia, sintesis proteolipid dan
protein pada susunan saraf bayi menurun.
Saluran cerna dan hepar Obstpasi (menurunnya gerakan usus), ikterus
berkepanjangan (fungsi konjugasi hepar menurun)
Hematopoetik Anemia karena menurunnya eritropoesis, kemampuan
absorbsi zat besi rendah.
Skelet/somatik Produksi GH dan IGF 1 menurun, menyebabkan
hambatan pertumbuhan, pusat osifikasi sekunder
terhambat, maturitas dan aktifitas sel-sel tulang
menurun.
Reproduksi Pubertas terlambat, pubertas precoks, gangguan haid.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hipotiroid kongenital ditemukan nilai TSH
meningkat, dan T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3
serum dapat normal dan tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya
terutama pada tiroid, kadar TSH meningkat, sering diatas 100µU/mL.
Kadar prolaktin serum meningkat, berkorelasi dengan kadar TSH serum.
Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi dengan disgenesis tiroid atau
defek sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak dapat dideteksi
biasanya menunjukkan aplasia tiroid.2
d. Pemeriksaan Radiologis
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan
roentgenographi saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital
menunjukkan kekurangan hormon tiroid selama kehidupan intrauterine.
Contohnya, distal femoral epiphysis, yang biasanya ada saat lahir, sering
tidak ada. Pada pasien yang tidak diobati, ketidaksesuaian antara umur
kronologis dan umur osseus meningkat. Epiphyses sering memiliki
beberapa fokus penulangan (epifisis disgenesis), deformitas (retak) dari
vertebra thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan. Foto
tengkorak menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar
sutura biasanya ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-
kasus langka mungkin ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada
pembentukan dan erupsi gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi
perikardial mungkin ada. 6
Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi
dengan hipotiroid bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena
pemeriksaan ini. Pemeriksaan 123 I-natrium iodida lebih unggul dari 99m Tc-
natrium pertechnetate untuk tujuan ini. Ultrasonographic tiroid sangat
membantu, tapi penelitian menunjukkan jaringan tiroid ektopik yang tidak
terdeteksi dengan USG tiroid dan ini dapat ditunjukkan oleh skintigrapI.
Rendahnya level TG serum menunjukkan agenesis dan peningkatan Tg
serum ada pada kelenjar ektopik dan gondok, tetapi ada tumpang tindih
dengan rentang luas. Adanya jaringan tiroid ektopik adalah diagnostik
untuk disgenesis tiroid yang membutuhkan pengobatan seumur hidup
dengan T4. Kegagalan menemukan jaringan tiroid menunjukkan tiroid
aplasia, tetapi hal ini juga terjadi pada bayi dengan defek trapping- iodida.
Kelenjar tiroid yang normal dengan ambilan radionuklida yang normal
atau meningkat menunjukkan cacat dalam biosintesis hormon tiroid.
Pasien dengan goiter hipotiroidisme memerlukan evaluasi lebih lanjut
yaitu pemeriksaan radioiodine, uji cairan perklorat, penelitian kinetik,
kromatografi, dan pemeriksaan jaringan tiroid, jika sifat biokimia defek
harus ditentukan. 2,6
Elektrokardiogram mungkin menunjukkan gelombang P dan T
voltase rendah dengan amplitudo kompleks QRS yang berkurang dan
menunjukkan fungsi ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial.
Elektroensefalogram sering menunjukkan voltase rendah. Pada anak-anak
yang berumur lebih dari 2 tahun, tingkat kolesterol serum biasanya
meningkat. MRI otak sebelum pengobatan dilaporkan normal, meskipun
spektroskopi resonansi magnetik proton menunjukkan tingkat tinggi yang
mengandung senyawa kolin, yang mungkin mencerminkan blok di
pematangan myelin. 2,6
5. Penatalaksanaan
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah dan
memberikan hasil yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan
pemantauan dan pengawasan yang ketat mengingat pentingnya masa
depan anak, khususnya perkembangan mentalnya. 1
Tujuan pengobatan adalah1
a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi
normal dalam waktu singkat. Termasuk fungsi termoregulasi,
respirasi, metabolisme otot dan otot jantung yang sangat
diperlukan pada masa awal kehidupan seperti proses enzimatik
di otak, perkembangan akson, dendrite, sel glia dan proses
mielinisasi neuron.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal,
khususnya otak

a. Medikamentosa
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid
kongenital ditegakkan. Orang tua pasin harus diberikan
penjelasan mengenai kemungkinan penyebab hipoiroid,
pentingnya kepatuhan minum obat dan prognosisnya baik jika
terapi diberikan secara dini. Natrium L-tiroksin (sodium L-
thyroxin) merupakan obat yang tepat untuk pengobatan hipotiroid
kongenital. Karena 80% T3 dalam sirkulasi darah berasal dari
monodeiodinasi dari T4 maka dengan dosis yang tepat kadar T4
dan T3 akan segera kembali normal. Dalam prakteknya pemberian
dosis inisial berkisar antara 25, 37,5 atau 50 g per hari. Tiroksin
sebaiknya tidak diberikan bersama-sama dengan protein kedele
atau zat besi atau makanan tinggi serat karena makanan ini akan
mengikat T4 dan atau menghambat penyerapannya.1, 2, 7
b. Dosis tiroksin
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan
disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam
menormalkan kadar T4. Sebagai pedoman, dosis yang umum
digunakan adalah :
0 – 6 bulan 25-50 g/hari atau 8-15 g/kg/hari
6 – 12 bulan 50-75 g/hari atau 7-10 g/kg/hari
1 – 5 tahun 50-100 g/hari atau 5-7 g/kg/hari
5 – 10 tahun 100-150 g/hari atau 3-5 g/kg/hari
>10-12 tahun 100-200 g/hari atau 2-4 g/kg/hari
Setelah masa bayi biasanya dosis berkisar sekitar 100 g/m2/hari.
Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan
direkomendasikan untuk diberikan dosis inisial sebesar 10-15
µg/kg/hari karena lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH.
Bayi-bayi dengan hipotiroidisme berat ( kadar T4 sangat rendah,
TSH sangat tinggi, dan hilangnya epifise femoral distal dan tibia
proksimal pada gambaran radiologi lutut) harus dimulai dengan
dosis 15 µg/kgBB/hari.1

c. Terapi Pada Diagnosis Yang Meragukan1


Kadang-kadang kita dihadapkan pada diagnosis yang
meragukan dan dituntut untuk menetukan pengobatan, misalnya
bila pada hasil pemeriksaan serum didapatkan kadar T4 rendah
dengan TSH normal atau kadar T4 normal dengan kadar TSH
sedikit meninggi. Bila hal ini terjadi pada bayi cukup bulan maka
harus dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis.
Bila pada skintigram didapatkan hipoplasia, aplasia,
kelenjar tiroid ektopik, maka dapat diberikan preparat hormone
tiroid. Bila keadaan kelenjar tiroid normal, maka harus dilakukan
pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila hasil pemeriksaan
kadar TSH meningkat maka pengobatan harus segera dimulai,
dan bila kadar T4 dan TSH normal maka pengobatan harus
ditunda.
d. Terapi Pada Bayi Prematur1
Bila kadar T4 rendah dan TSH normal maka untuk
memastikan perlunya pengobatan tidak perlu dilakukan
skintigrafi, namun cukup dengan pemeriksaan kadar T4 dan TSH
secara serial. Umumnya kadar T4 meningkat mendekati angka
normal, sedangkan TSH tetap normal. Bila kadar T4 terus
menurun dan TSH meningkat, dapat dipertimbangkan skintigrafi
tiroid dan pengobatan dapat dimulai. Tetapi bila tanda-tanda
klinis hipotiroid jelas maka tidak perlu dilakukan skintigrafi atau
pemeriksaan darah ulang dan dapat langsung diberikan
pengobatan. Setelah usia 2 atau 3 tahun, pengobatan dihentikan
untuk sementara sambil dilakukan evaluasi apakah hipotiroid
yang terjadi transien atau menetap.

e. Terapi Dengan Dosis Penuh Atau Bertahap1


Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh
aman bagi neonatus. Bila ada tanda-tanda kelainan jantung atau
tanda-tanda dekompensasi jantung, maka pengobatan dianjurkan
dimulai dengan dosis rendah, yaitu 1/3 dosis, dan setelah selang
beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis lagi sampai dosis penuh yang
dianjurkan tercapai.

f. Monitoring 1,7
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus
dilakukan pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara
berkala karena terapi setiap kasus bersifat individual. Pemantauan
pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 harus dijaga dalam batas normal ( 10-16 µg/dl) atau T4
bebas dalam rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH ditekan dalam
batas normal. Bone-age tiap tahun.
Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu setiap 1-2
bulan selama 6 bulan pertama kehidupan, tiap 3-4 bulan pada usia
6 bulan – 3 tahun, selanjutnya tiap 6-12 bulan.
Selain itu kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 6-8
minggu setelah perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah
pengobatan yang berlebihan. Efek samping dari pengobatan
berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura, percepatan kematangan
tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku.
Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang
berlebihan. Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah
fusi dini dari sutura, percepatan kematangan tulang, dan masalah
pada tempramen, dan perilaku.
g. Suportif 7
Selain pengobatan hormonal juga diperlukan beberapa
pengobatan suportif lainnya. Anemia berat diobati sesuai dengan
protokol anemia berat. Rehabilitasi atau fisioterapi diperlukan
untuk mengatasi retardasi perkembangan motorik yang sudah
terjadi. Penilaian intelegensi atau IQ dilakukan menjelang usia
sekolah untuk mengetahui jenis sekolah yang dapat diikuti,
sekolah biasa atau luar biasa.8
h. Diet 7\
Suplementasi Iodium sangat dibutuhkan terutama di daerah
defisiensi Iodium. Umumnya anak yang menderita hipotiroid
kongenital dan mendapat replacement hormon tiroid, asupan
makanan yang mengandung goitrogen harus dibatasi seperti
asparagus, bayam, brokoli, kubis, kacang-kacangan, lobak,
salada, dan susu kedelai karena dapat rnenurunkan absorbsi
Sodium-L-Tiroksin.8
i. Skrining 1
Di negara maju program skrining hipotiroid congenital
pada neonatus sudah dilakukan. Sedangkan untuk negar
berkembang seperti Indonesia masih menjadi kebijakan nasional.
Tujuannya adalah untuk eradikasi retardasi retardasi mental
akibat hipotirod kogenital.
Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4 atau TSH
yang dilakukan pada kertas saring pada usia 3-4 hari. Bayi yang
memiliki kadar TSH awal > 50 µU/mL memiliki kemungkinan
sangat besar untuk menderita hipotiroid kongenital permanen,
sedangkan kadar TSH 20-49 µU/mL dapat menunujukkan
hipotiroid transien atau positif palsu.
6. Prognosis 1,2
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi
hipotiorid kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari
sebelumnya. Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur
minggu pertama kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang
normal dan intelegensinya setingkat dengan saudara kandung yang tidak
terkena. Tanpa pengobatan bayi yang terkena menjadi cebol dan defisiensi
mental. Bila pengobatan dimulai pada usia 46 minggu IQ pasien tidak
berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program skrinng di Quebec (AS)
mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun sebesar 115, usia 18
bulan sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan di
usia 36 bulan didapatkan “hearing speech” dan “practical reasoning” lebih
rendah dari populasi control. Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal
dapat dijumpai kelainan neurologis, antara lain gangguan koordinasi
motorik kasar dan halus, ataksia, tonus otot meningggi atau menurun,
gangguan pemusatan perhatian dan gangguan bicara. Tuli sensorineural
ditemukan pada 20% kasus hipotiroid kongenital.
DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, Jose RL, dkk. Ganggguan Kelenjar Tiroid. Dalam : Buku Ajar
Endokrinologi Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. hal.205-
212.
2. La Franchi, Stephen. Hypothyroidism. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics 18th ed. Philadelphia:
Saunders, 2007.hal. 2319-25.
3. Sherwood, Lauralee. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem (Human Physiology: From Cells to Systems). Edisi 2. Jakarta: EGC,
2001. hal 644-651.
4. Schteingart, David E. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Price AS, Wilson
LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6, Volume
2. Jakarta: EGC, 2006. hal 1225-1234.
5. Larson, Cecilia A. Congenital Hypothyroidism. Dalam: Radovick, S, MD,
MacGilivray, MH, MD, editor. Pediatric Endocrinology : A Practical Clinical
Guide. New Jersey : Humana Press Inc. 2003.hal. 275-284.
6. Van vliet, G, Polak, M. Pediatric Endocrinology Fifth Edition volume 2.
Thyroid Disorders In Infancy. New York : Informa Healthcare USA Inc.
2007.hal. 392-8.
7. Jian, Vandana, dkk. Congenital Hypothyroidism. Di akses dari
www.newbornwhocc.org pada tanggal 11 Mei 2010 pukul 20.05 WIB.
8. Postellon DC, Bourgeouis MJ. Anatomy of Thyroid Gland.. Di akses dari
www.emedicine.medscape.com pada tanggal 20 Mei 2010 pukul 22.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai