Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

“Mengidentifikasi Masalah Keperawatan Pada Pasien dengan

Effusi Pleura“

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

DosenPengampu: Ns. Asnah, S.Kep.,M.Pd

DISUSUN OLEH:

1. M Fikky A A A P07220117060
2. Noer Jannah P07220117062
3. Novia Puspita P07220117064
4. Nur Rachmi S P07220117066
5. Ratu Alkhar S P P07220117068
6. Riska Hidayati P07220117070
7. Selvy Lazuarti P07220117072
8. Sundari Rizky Y P07220117074

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

KALIMANTAN TIMUR TAHUN AJARAN

2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.karena


berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan tepat waktu. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen pembimbing mata kuliah KMB ( Keperawatan Medikal Bedah ),
yang telah memberikan tugas dan membimbing kami.Penulis membuat makalah
ini untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB ( Keperawatan Medikal Bedah ),
yang berjudul “Mengidentifikasi masalah Keperawatan pada pasien dengan effuse
pleura”.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka Kami
berharap kritik dan saran dari pembaca . Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan kita semua.

Balikpapan, 30 Agustus 2018

Kelompok 4
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 4
B. Tujuan .......................................................................................................................... 4
C. Sistematika Penulisan .................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................. 6
A. Review Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan ..................................................... 6
B. Konsep Dasar ( Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan
Diagnostic ) ................................................................................................................ 18
C. Pengkajian.................................................................................................................. 22
D. Diagnosa Keperawatan .............................................................................................. 27
E. Perencanaan ............................................................................................................... 28
F. Konsep Evaluasi ........................................................................................................ 30
BAB III PENUTUP............................................................................................................. 31
Kesimpulan ...................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 32
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh
cairan (terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009).

Definisi lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan yang mengganggu system
pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan
hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,2008).
Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang
terletak diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses penyakit primer yang
yang jarang terjadi tetapi biasanya menurunkan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain.
Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10-20 ml cairanyang berfungsi
sebagai pelumas agar paru-paru dapat bergerak dengan lancar saat bernapas.
Cairan yang melebihi normal akan menimbulkan gangguan jika tidak bisa diserap
oleh pembuluh darah dan pembuluh limfe (Syahruddin et al,2009)

B. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Review Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


2. Untuk Mengetahui Konsep Dasar ( Definisi, Etiologi, Patofisiologi,
Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Diagnostic )

3. Untuk Mengetahui Pengkajian


4. Untuk Mengetahui Diagnosa Keperawatan
5. Untuk Mengetahui Perencanaan
6. Untuk Mengetahui Konsep Evaluasi
C. Sistematika Penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut ;

1. Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan dan


sistematika penulisan
2. Bab II : Pembahasan terdiri dari Review Anatomi dan Fisiologi Sistem
Pernapasan, Konsep Dasar ( Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi
Klinis, Pemeriksaan Diagnostic ), Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan dan Konsep Evaluasi.
3. Bab III : Penutup terdiri dari kesimpulan
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Review Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan

 Struktur dan Fungsi Sistem Respirasi

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang


dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang
dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

 Struktur Sistem Respirasi

Sistem respirasi terdiri dari:

1. Saluran nafas bagian atas

Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan
dilembabkan

2. Saluran nafas bagian bawah

Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas
ke alveoli

3. Alveoli

Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2

4. Sirkulasi paru

Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena


meninggalkan paru

5. Paru

Terdiri dari :

a. Saluran nafas bagian bawah


b. Alveoli
c. Sirkulasi paru

6. Rongga Pleura

Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam


rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau
pleura veseralis

7. Rongga dan dinding dada

Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas


dalam proses respirasi

 Saluran Nafas Bagian Atas


a. Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
 Dihangatkan
 Disaring
 Dan dilembabkan

Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari
: Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi
menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel
yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar
serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh
darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut
dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke

b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)


c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan
faring,terdapat pangkal lidah)
d. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran
makanan)
 Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring

Terdiri dari tiga struktur yang penting


 Tulang rawan krikoid
 Selaput/pita suara
 Epiloti
 Glotis
b. Trakhea

Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾


cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang
dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada
dinding depan usofagus.

c. Bronkhi

Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat


percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek,
lebar dan lebih dekat dengan trachea.

Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius,


inferior. Bronchus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior

 Alveoli

Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.

Membran alveolar :

 Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga


alveoli
 Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang
menghasilkan surfactant.
 Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri
yang saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel,
aliran darah dalam rongga endotel
 Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh :
endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen
dan sedikit serum.

 Aliran pertukaran gas


Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli «
membran dasar « endotel kapiler « plasma « eitrosit.

Membran « sitoplasma eritrosit « molekul hemoglobin

O² Co²

 Surfactant

Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal


surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu
ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari

 Sirkulasi Paru

Mengatur aliran darah vena – vena dari ventrikel kanan ke arteri


pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena
pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.

 Paru

Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus


terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem
limfatik.

 Rongga dan Dinding Dada

Rongga ini terbentuk oleh:

a. Otot –otot interkostalis


b. Otot – otot pektoralis mayor dan minor
c. Otot – otot trapezius
d. Otot –otot seratus anterior/posterior
e. Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
f. Kedua hemi diafragma

Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.


Fungsi Respirasi dan Non Respirasi dari Paru
1. Respirasi : pertukaran gas O² dan CO²
2. Keseimbangan asam basa
3. Keseimbangan cairan
4. Keseimbangan suhu tubuh
5. Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi
6. Endokrin : keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin, ECF dan
angiotensin
7. Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri

 Mekanisme Pernafasan

Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan


usaha keras pernafasan yang tergantung pada:

1. Tekanan intar-pleural

Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup


melingkupi paru. Dalam keadaan normal paru seakan melekat pada
dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau
selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755
mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga
dada meningkat, tekanan intar pleural dan intar alveolar turun
dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu
ekspirasi volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra
pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga
udara mengalir keluar.

2. Compliance

Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume


dan aliran dikenal sebagai copliance.

Ada dua bentuk compliance:


a. Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan
tekanan saluran nafas ( airway pressure) sewaktu paru tidak
bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O
b. Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase
pernafasan. Normal: ±50 ml/cm H2O

Compliance dapat menurun karena:

a. Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis


paru
b. Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak
c. Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi
abdomen

Penurunan compliance akan mengabikabtkan meningkatnya


usaha/kerja nafas.

3. Airway resistance (tahanan saluran nafas)

Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas

Sirkulasi Paru
a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit

Ventilasi alveolar = 4 liter/menit

Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 =
0,8

b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg.

Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg

Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk


mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis

c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir


dari rongga kapiler ke rongga interstitial, sedangkan osmotic colloid
pressure akan menarik garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga
kapiler. Kondisi ini dalam keadaan normal selalu seimbang.Peningkatan
tekanan kapiler atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan
akumulasi air dan garam dalam rongga interstitial.

Transpor Oksigen
1. Hemoglobin

Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk:

a. Kelarutan fisik dalam plasma


b. Ikatan kimiawi dengan hemoglobin

Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya


dipengaruhi oleh pH darah dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan
kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan ikatan hemoglobin dan O2
menurun.

2. Oksigen content

Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content
(Ca O2 )

a. Plasma
b. Hemoglobin

Regulasi Ventilasi

Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan


kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah

Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur:

a. Rate impuls Respirasi rate


b. Amplitudo impuls Tidal volume

Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo


reseptor : anterior medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons.

Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2

Pemeriksaan Fungsi Paru


Kegunaan: untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas, sianosis,
sindrom bronkitis

Indikasi klinik:

a. Kelainan jalan nafas paru,pleura dan dinding toraks


b. Payah jantung kanan dan kiri
c. Diagnostik pra bedah toraks dan abdomen
d. Penyakit-penyakit neuromuskuler
e. Usia lebih dari 55 tahun.

Pernafasan / respirasi adalah pertukaran gas dimana oksigen masuk kedalam


tubuh untuk metabolisme, sedang karbondioksida sebagai hasil metabolisme
dikeluarkan oleh tubuh. Sebetulnya proses respirasi ini dilakukan oleh dua
sistem dalam tubuh yaitu sistem pernafasan dan sistem sirkulasi. Namun yang
akan kita bahas adalah sistem pernafasan saja. Anatomi dan fisiologi sistem
pernafasan terdiri dari :

1. Hidung (Cavum Nasi)

Udara masuk ke dalam tubuh pertama – tama akan melalui lubang


hidung. Kecuali pada beberapa alternatif udara dapat melewati mulut. Pada
saat melewati hidung udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa hidung yang terdiri
dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan ber sel goblet.

2. Pharing

Udara inspirasi dari hidung pada saat mencapai pharing hampir


bebas debu, suhu sama seperti suhu tubuh dan kelembaban mencapai 100
%. Pharing dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

a. Naso Pharing
b. Oro Pharing
c. Laryngo Pharing
3. Larynx
Larynx terdiri dari satu seri tulang rawan. Terdapat pula Thyroid
Cartilago, Vocal Cords, Cricoid Cartilago dan Epiglotis. Pada waktu
menelan Larynx akan bergerak ke atas dan Glotis menutup jalan nafas
serta Epiglotis yang berbentuk seperti daun mempunyai gerakan seperti
pintu pada pintu masuk Larynx, sehingga makanan tidak dapat masuk
kedalam Oesophagus. Kalau ada benda asing masuk sampai luar glotis,
maka Larynx yang mempunyai fungsi batuk akan membatukkan benda
asing tersebut hingga tidak masuk kedalam saluran nafas.

Refleks penutupan ini tergantung pada koordinasi neuromaskuler


yang kemungkinan tidak bekerja secara penuh pada bayi. Sehingga
mengarah pada spasme. Kondisi yang dapat mempengaruhi larynx terbagi
dalam tiga bagian :

a. Abnormalitas kongenital seperti :


 Afresia larynx
 Anyaman larynx
 Laryagomalacia (Stridor Laringeal Kongenital).
 Cidera benda asing
 Infeksi – laringitis, edema dari larynx
4. Trachea

Merupakan bagian saluran pernafasan yang bentuknya seperti


tabung dan merupakan lanjutan larynx, terdiri dari cincin Trachea yang
berbentuk huruf C. Panjangnya 9 cm, jumlahnya 16 – 20 buah dan
bercabang dua menjadi Bronkus kanan dan kiri. Lapisan terdalam dinding
Trachea terdiri dari lapis mucosa yang mengandung kelenjar – kelenjar
mucosa yang mengsekret mukus / lendir. Epitelnya bercilia.

5. Bronchus

Pada bagian akhir trachea, ia akan bercabang dua menjadi Bronchus


kiri dan kanan. Bronchus juga mempunyai cincin tulang rawan, dan lapis
mucosanya juga mengandung cilia. Bronchus kanan lebih besar, lebih
tegak dan lebih pendek.
Bronchus kemudian terlihat masuk masing – masing paru – paru.
Pada saat masuk ke dalam paru – paru, bronchus bercabang menjadi
Bronchiolus (bronchus kanan menjadi tiga cabang dan bronchus kiri
menjadi dua cabang) sesuai dengan lobus pada paru – paru.

Bronchiolus kemudian melanjutkan diri dengan bercabang lagi


hingga pada ujung Bronchiolus yang paling kecil berhubungan dengan
kantong – kantong udara atau alveoli. Dimana alveoli merupakan tempat
terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 melalui proses difusi antara sel - sel
gepeng alveoli dengann butir – butir darah dari kapiler – kapiler paru –
paru.

6. Alveolus

Dinding alveolus merupakan membran tempat pertukaran oksigen


dari luar dengan karbondioksida dari sistem sirkulasi sebagai hasil
metabolisme tubuh. Diantara alveolus terdapat cairan dan apabila cairan
ini berkurang maka dapat menimbulkan atelektasis.

7. Paru – paru (Pulmo / Lung)

Merupakan alat pernafasan utama pada respirasi. Mempunyai


struktur seperti karet busa, lunak dan kenyal, terletak didalam rongga dada
sebelah kiri dan sebelah kanan. Paru- paru kanan terdiri dari lobus, atas,
tengah dan bawah. Tiap lobus membentuk lobulus. Paru dibungkus oleh
pleura. Pleura terdiri dari dua lapis yaitu pleura vicerlalis yang
membungkus paru – paru secara keseluruhan dan pleura parietalis yang
menyelimuti thoraks. Diantara kedua pleura itu terdapat suatu rongga yang
dinamakan cavum pleura dan keadaannya hampa udara, sehingga
memudahkan paru – paru untuk bergerak bebas. Bila cavum ini berisi
udara atau cairan, maka dapat menghalangi berkembangnya paru – paru,
sehingga menyebabkan gangguan fungsi pernafasan.

8. Otot Pernafasan
Otot utama pernafasan terdiri dari Musculus Intercostalis interna dan
externa serta diafragma, sedang otot tambahan pernafasan adalah otot
perut dan otot punggung.

Pada pernafasan yang tenang, seorang dewasa bernafas 6 sampai 7


liter udara per menit dengan pernafasan 14 kali per menit. Jumlah udara
yang diinsprasi dan diekspirasi pernafasan (udara tidal) sekitar 500 ml.
Pada saat istirahat seorang dewasa menggunakan sekitar 250 ml oksigen
per menit dan mengekspirasi 200 ml karbon dioksida per menit. Pada
latihan berat, volume ventilasi paru – paru dapat melebihi 80 liter per
menit dan penggunaan oksigen dapat meningkat diatas 3,5 liter per menit.

Nilai pada bayi berbeda. Mereka mempunyai permukaan yang besar


dalam hubungannya dengan berat badan dan tinggi angka metabolisme.
Saluran pernafasan mempunyai penampang yang relatif lebih besar, dan
ruang mati anatomis secara proporsional lebih besar. Iga – iga hampir
horizontal pada saat istirahat, dan inspirasi tidak dapat lebih
meningkatkannya. Inspirasi terutama diafragmatik dan setiap hal yang
menghambat gerakan ini akan menyebabkan kesukaran bernafas. Faktor
ini akan membuat pernafasan pada bayi kurang efisien dibandingkan pada
dewasa dan peningkatan ventilasi alveolar dicapai dengan meningkatkan
kecepatan pernafasan (18 sampai 40 kali per menit) yang memerlukan
masukan oksigen yang tinggi. Kebutuhan oksigen besar pada saat lahir
adalah 23 ml per menit. Dengan unsur yang meningkat kecepatan per
menit menurun dan kebutuhan oksigen basal meningkat.

9. Volume Paru – paru

Untuk menentukan perubahan volume digunakan suatu spirometer.


Individu bernafas kedalam suatu penutup mulut dan menyebabkan bel
bergerak turun naik.

10. Kapasitas paru – paru

Kapasitas vital adalah volume udara maksimum yang dapat


dikeluarkan dari paru – paru dengan usaha paksa setelah melakukan suatu
inspirasi maksimal. Hal ini tergantung pada ukuran orang dan biasanya
sebesar 4,8 liter pada laki – laki dan 3,2 liter pada wanita. Hal ini
meningkat pada perenang dan penyelam dan menurun pada orang tua dan
pada penyakit dari alat pernafasan, misalnya obstruksi pernafasan, efusi
pleura dan fibrosis paru – paru.

Secara Ringkas Gambaran Anatomi Fisiologi Pernapasan:

Udara masuk melewati:

Hidung-->pharing-->Laring-->Trakea-->Broncus-->Bronchiolus-->alveoli
>alveolus

Anatomi dari sistem pernapasan terdiri dari:


 Hidung dan mulut
 Saluran napas (pharing, laring, Trachea)
 Paru -paru (bronchus, bronchiolus, alveolus)
 Otot-otot pernapasan (diaphragma dan otot dada)

Bagaimana fisiologi kita bernapas ?Awalnya otot pernapasan akan


berkontraksi. Diaphragma akan turun ke bawah, dan otot dada
mengembangkan sangkar dada. Karena tekanan negatif didalam sangkar dada,
maka paru-paru pun ikut mengembang sehingga udara terhisap masuk ke
dalam paru-paru.

Sampai di alveolus oksigen yang kita hirup akan mengalami pertukaran


dengan carbon dioksida sebagai hasil dari metabolisme. Namun tidak semua
oksigen akan diserap tubuh. Dari setiap udara yang kita hirup hanya sekitar
4% yang diserap tubuh, sisanya yang 16% akan dikeluarkan melalui hembusan
napas (catatan : Kadar oksigen dalam udara bebas hanya 20% ). Sehingga
hembusan napas kita masih cukup oksigen untuk melakukan bantuan napas.
Pernapasan di kontrol oleh pusat kontrol pernapasan yang ada di batang otak.
B. Konsep Dasar ( Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis,
Pemeriksaan Diagnostic )

1. Definisi

Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh
cairan (terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009).

Definisi lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan yang


mengganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu
penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu
penyakit (Muttaqin,2008). Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam
rongga pleura yang terletak diantara permukaan visceral, perietal, adalah
proses penyakit primer yang yang jarang terjadi tetapi biasanya menurunkan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain.

Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10-20 ml


cairanyang berfungsi sebagai pelumas agar paru-paru dapat bergerak dengan
lancar saat bernapas. Cairan yang melebihi normal akan menimbulkan
gangguan jika tidak bisa diserap oleh pembuluh darah dan pembuluh limfe
(Syahruddin et al,2009)

2. Etiologi
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor,
ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
c. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru, tuberkulosis.
d. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral
dan bilateral.

 Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan


penyakit penyebabnya
 Effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :
Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses


penyakit neoplastik,tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini
disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

3. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan


antaracairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan
pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.
Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan
interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam
rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura.Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan
berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan
vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini
keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh
darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada
penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut
hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya
gravitasi. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan
pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi
getah bening. Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut
empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang
berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau
perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan
hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena
trauma maupun keganasan. Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan
membatasi pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan
bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan
tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar
mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.

 Adanya defek diafragma yang mengakibatkan hubungan rongga pleura

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang
ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250
ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat
dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi
restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami :
1. Dispneu bervariasi
2. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit
pleura
3. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
4. Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
6. Perkusi meredup di atas efusi pleura
7. Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
8. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
9. Fremitus vokal dan raba berkurang

Gejala-gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis


cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri
dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk
atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala
sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan :
a. Batuk
b. Cegukan
c. Pernafasan yang cepat
d. Nyeri perut.

Adanya defek diafragma yang mengakibatkan hubungan rongga pleura


 Komplikasi
a. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum).
b. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis).
c. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam,
menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis).
d. Laserasi pleura viseralis.

5. Pemeriksaan Diagnostik
 Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan.
 CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan
dan bisa menunjukkanadanya pneumonia, abses paru atau tumor.
 USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan
cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran
cairan.
 Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh
melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
 Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah
dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap
tidak dapat ditentukan.
Menganalisa cairan pleura dengan cara : Bronkoskopi ;
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.

C. Pengkajian

1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).

 Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien
dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat
pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.

 Riwayat penyakit sekarang


Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk,
nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya


tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

3. Riwayat penyakit dahulu


Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi
pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

4. Riwayat penyakit keluarga


Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.

5. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr.
Hendrawan Nodesul, 1996).
6. Pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan
penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.

Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang


berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan
tinggal dirumah yang sumpek.

 Pola nutrisi dan metabolik


Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.

Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu


makan menurun.

 Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga
akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam


miksi maupun defekasi.

 Pola aktivitas dan latihan


Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya
nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian
kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.

Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan


menganggu aktivitas.

 Pola tidur dan istirahat


Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu
akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.

Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB


paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.

 Pola hubungan dan peran


Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami
perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak
dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh
anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di
masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi
hubungan interpersonal pasien.

Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena


penyakit menular.

 Pola sensori dan kognitif


Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.

 Pola persepsi dan konsep diri


Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai
seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya
adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin
akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan
sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya.

 Pola reproduksi dan seksual


Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse
akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah
sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan


berubah karena kelemahan dan nyeri dada.

 Pola penanggulangan stress


Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih
tahu mengenai penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.

 Pola tata nilai dan kepercayaan


Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya
kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu
cobaan dari Tuhan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.

 Pemeriksaan fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana
mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan
pasien.

D. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang timbul menurut Carpenito (1995) adalah:


a. Diagnosa Keperawatan Pre Tindakan
1. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan denganmenurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalamrongga pleura
ditandai dengan sesak nafas
2. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakanmedis
pemasangan WSD ditandai dengan palpitasi, gemetar, gelisah,gugup,
ketakutan, terkejut
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi sekunder terhadap efusi pleuraditandai
dengan klien mengeluh nyeri, wajah tampak menahan nyeri,menangis dan
merintih
4. Gangggun pola tidur berhubungan dengan sering terbangun
sekunder terhadap efusi pleura ditandai dengan kesulitan untuk jatuh tertidur
5. Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan anoreksia akibat nyeri
6. Ansietas berhubungan dengan prosedur pemeriksaan diagnostic ditandai
dengan klien menghindar, pucat, palpitasi dan gemetar
b. Diagnosa Keperawatan Post Tindakan
1. Nyeri berhubungan dengan truma jaringan sekunder terhadap pemasangan
WSD
2. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan truma jaringansekunder
terhadap pemasangan WSD
c. Diagnosa

 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan


ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi
sekret jalan napas
 Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan
primer dan sekresi yang statis

E. Perencanaan

a. Rencana Tindakan Pre Tindakan


1. Ketidak efektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam ronga pleura
ditandai dengan sesak nafas.
Tujuan :Pasien memperlihatkan pola pernafasan yang efektif dalam waktu
2 hari setelah pemasangan WSD.
Kriteria evaluasi hasil:
 Pasien memperlihatkan/ mempertahankan pola pernafasan yang
efektif dan mengalami perbaiakn pertukaran gas pada paru, meliputi :
o Frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal
o Penurunan nyeri dada/dispneu
o Pada pemeriksaan sinar-x, cairan rongg pleura kembalinormal,
baik jumlah maupun konsistensinya
 Klien menyatakan factor penyebab, jika diketahui danmenyatakan
cara adaptif mengatasi factor tersebut
 Mengutarakan pentingnya latihan paru setiap hari
b. Intervensi
1. Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
Tujuan :tidak adanya gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil :
Klien akan :

 Melaporkan berkurangnya dyspnea


 Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
 Intervensi Rasionalisasi
 Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan,
peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas ,
kelelahan
 Rasional : Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas,
termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala
distress pernafasan.

 Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan


perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger.
 Rasional : Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu
oksigenasi organ dan jaringan vital
 Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi
 Rasional : Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara,
mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu
doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek

 Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas


 Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan
menurunkan gejala sesak napas

2. Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi


sekret di jalan napas
Tujuan : Bersihnya jalan napas
Kriteria hasil :
 Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten
 Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan jalan napas
 Intervensi
 Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan
kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori
 Rasional : Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis,
ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan
ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan
penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas.
 Atur posisi semi fowler
 Rasional :Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis,
mempermudah pengaliran sekret keluar

 Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari


 Rasional :Intake cairan mengurangi penimbunan sekret, memudahkan
pembersihan

 Kolaborasi :Pemberian oksigen lembab


 Rasional : Mencegah mukosa membran kering, mengurangi secret

3. Dx 3 : . Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan


pertahanan primer dan sekresi yang statis
: penyebaran infeksi teratasi
Kriteria hasil :
Klien akan dapat :

 Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran


infeksi
 Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk
meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi.
 Intervensi :
 Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial
penyebaran infeksi melalui droplet air borne
 Rasional : Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan
dan perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain dan
mencegah komplikasi
 Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan
menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai
serta mencuci tangan dengan baik
 Rasional : Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah
penularan infeksi

 Monitor suhu sesuai sesuai indikasi


 Rasional : Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi

 Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama


terapi
 Rasional : Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan
respons klien

 Kolaborasi pemberian INH, etambutol,rifampicin.

F. Konsep Evaluasi

1. Pasien toleran terhadap aktifitasnya sehari-hari.


2. Pasien menunjukkan pola napas normal
3. Pasien dapat mengeluarkan secret sehingga bersihan jalan nafas efektif.
4. Pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang atau dapat dikontrol.
5. Pasien menjadi tahu tentang kondisinya dan pengaturan obatnya.
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat atau eksudat yangdiakibatkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala
penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura
dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan paru
sendiri, misalnya infeksi baik oleh bekteri atau virus.

Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi,
cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya eksudat.
Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200 – 300 ml. Tanda – tanda
yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan fremitus,
redup pada perkusi dan berkurangnya suara napas.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/12512856/BAB_II_EFUSI_PLEURA
http://repository.unimus.ac.id/467/3/5.BAB%20II.pdf
https://www.scribd.com/doc/53727796/Patofisiologi-Efusi-Pleura
https://dokumen.tips/documents/bab-ii-efusi-pleura.html
http://kangsaipul.blogspot.com/2014/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html

https://fraxawant.wordpress.com/2008/07/16/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pernapasan/

http://kasagan.blogspot.com/2014/05/efusi-pluera.html

https://rikayuhelmi116.wordpress.com/2012/12/09/asuhan-keperawatan-dengan-efusi
pleura/

Anda mungkin juga menyukai