EXPERIMENT N.1
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh :
LT-2E
3.39.17.1.19
2019
I. JUDUL
IV. PENDAHULUAN
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan resistansi efektif dari stator dan exciter
belitan alternator atau generator sinkron. Pada perkembangannya mesin sinkron lebih
umum/ banyak digunakan untuk membangkitkan energi listrik dibandingkan mesin asinkron.
Mesin sinkron ini biasa digunakan untuk pengubah daya mekanik menjadi mesin listrik.
Mesin sinkron dapat dioperasikan sebagai mesin tunggal dan juga sebagai mesin tergabung.
Namun, biasanya mesin ini tergabung dalam suatu sistem interkoneksi, sehingga bekerja
sejajar sinkron dengan alternator lainnya. Untuk dapat beroperasi dengan baik dalam kondisi
demikian, alternator harus tetap berada dalam keadaan sinkron dengan sistem dan memikul
bagiannya yang tertentu dari beban keseluruhan yang terpasang.
Bentuk atau konstruksi dari mesin sinkron cukup besar, dikarenakan mesin sinkron
ini tidak memiliki torsi awal. Karena tidak adanya torsi awal ini, mesin sinkron tidak bisa
dioperasikan secara plug and play. Cara untuk mengoperasikan mesin sinkron ini pertama
adalah dengan memutar mesin dengan pemutar lain sampai mencapai kecepatan sinkron.
Setelah mencapai kecepatan sinkron, mesin bisa berfungsi. Rotor diputar sampai kecepatan
sinkron (kecepatan medan listrik) nya sama seperti kecepatan medan listrik pada stator.
‘
V. DASAR TEORI
A. Pengertian
Generator adalah salah satu komponen yang dapat mengubah energi gerak
menjadi energi listrik. Prinsip kerjanya dapat dipelajari dengan teori medan
elekronik. Poros pada generator dipasang dengan material ferromagnetic
permanen.Setelah itu disekeliling poros terdapat stator yang bentuk fisisnya adalah
kumparan-kumparan kawat yang membentuk loop. Ketika poros generator mulai berputar
maka akan terjadi perubahan fluks pada stator yang akhirnya karena terjadi perubahan
tegangan dan arus listrik tertentu. Tegangan dan arus listrik yang dhasilkan ini disalurkan
melalui kabel jaringan listrik.
Motor listrik adalah sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi
listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk, misalnya, memutar
impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat bahan, dll.
Terdapat 2 komponen utama pada generator dan motor listrik, yaitu:
a. Strator (bagian yang diam)
b. Rotor (bagian yang bergerak).
Rotor akan berhubungan dengan poros generator listrik yang berputar pada pusat
stator. Kemudian poros generator listrik tersebut biasanya diputar dengan menggunakan
usaha yang berasal dari luar, seperti yang berasal dari turbin air maupun turbin uap.
Gbr 3. Terjadinya torsi pada motor sinkron (a) tanpa beban (b) kondisi berbeban (c)
kurva karakteristik torsi
Gambar diatas memperlihatkan keadaan terjadinya torsi pada motor sinkron.
Keadaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: apabila kumparan jangkar (pada stator)
dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa maka akan mengalir arus tiga fasa pada
kumparan. Arus tiga fasa pada kumparan jangkar ini menghasilkan medan putar
homogen (BS). Arus DC pada rotor ini menghasilkan medan magnet rotor (BR) yang
tetap. Kutub medan rotor mendapat tarikan dari kutub medan putar stator hingga turut
berputar dengan kecepatan yang sama (sinkron)
F. Pengukuran Resistansi
Tahanan jangkar dapat diukur dengan menerapkan tegangan DC pada kumparan
jangkar pada kondisi generator diam saat hubungan bintang (Y), kemudian arus yang
mengalir diukur. Selanjutnya tahanan jangkar perfasa pada kumparan dapat diperoleh
dengan menggunakan hukum ohm sebagai berikut.
Vdc
Ra=
2 Idc
Pada generator akan menghasilkan tegangan dan arus yang nilainya sebanding.
Besarnya nilai arus dan tegangan akan menghasilkan nilai hambatan pada belitan antar
fasa. Untuk memperoleh nilai resistansi dapat dihitung dengan :
U
Nilai resistansi R=
I
Σ Ruv
RUV(av) = =¿ .................. (Ω)
4
Σ Rvw
RVW(av) = =¿ .................. (Ω)
4
Σ Rwu
RWU(av) = =¿ .................. (Ω)
4
ΣR
RE = =.......... (Ω)
5
1
Rs = Rav
2
2. Rangkai kabel dengan melihat gambar 1.1 untuk mengukur armature resistane.
5. Atur tegangan dengan nilai 15V dan atur dalam DC pada voltmeter
7. Ukur tegangan pada rangkaian UV pada motor dengan besar 300mA sampai 600mA
dan masukkan hasil pada tabel 2.1.
8. Ukur tegangan pada rangkaian VW pada motor dengan besar 300mA sampai 600mA
masukkan hasil pada tabel 2.1.
9. Ukur tegangan pada rangkaian WU pada motor dengan besar 300mA sampai 600mA
masukkan hasil pada tabel 2.1.
11. Untuk mengukur tahanan (R) pada rangkaian UV,VW,dan WU harus menggunakan
alat multimeter digital di atur pada setting multimeter pada simbol ohm Ω dan tulis
hasil pada tabel 2.1.
1. Rangkai kabel dengan melihat gambar 1.2 untuk mengukur field resistance
2. Rangkai motor dengan f1 dihubungkan ke negatif pada power supply dan f2 pada
amperemeter
3. On kan power supply
4. Atur pada angka 100mA pada amperemeter
5. Atur tegangan dengan nilai 30V dan atur dalam DC pada voltmeter
6. Ukur tegangan dengan nilai arus dari 30mA sampai 70mA dan hasil ditulis pada tabel
2.2
7. Offkan power supply
8. Untuk mengukur total tahanan (R) pada rangkaian f1 dan f2 pada motor dengan
multimeter digital diatur pada simbol ohm Ω dan hasil ditulis pada tabel 2.2
I(mA
30 40 50 60 70
)
U(V) 8 11 13 15 18
R(Ω) 266,6 275 260 250 257,14
X. ANALISIS DATA
Analisa data tabel 1.
Pengukuran pada phasa UV dengan arus 300 mA terukur tegangan 2 volt. Pengukuran
pada phasa UV dengan arus 400 mA terukur tegangan 3 volt. Pengukuran pada phasa UV
dengan arus 500 mA terukur tegangan 3,5 volt. Pengukuran pada phasa UV dengan arus 600
mA terukur tegangan 4,3 volt. Sedangkan apabila secara teori maka :
U 2
RUV(300mA) = = =6,6Ω
I 0,3
U 3
RUV(400mA) = = =7,5 Ω
I 0,4
U 3,5
RUV(500mA) = = =7 Ω
I 0,5
U 4,3
RUV(600mA) = = =7,16 Ω
I 0,6
Σ Ruv 6,6+7,5+7 +7,16
RUV(av) = = =¿ 7,065Ω
4 4
Pengukuran pada phasa VW dengan arus 300 mA terukur tegangan 2 volt. Pengukuran
pada phasa VW dengan arus 400 mA terukur tegangan 3 volt. Pengukuran pada phasa VW
dengan arus 500 mA terukur tegangan 3,5 volt. Pengukuran pada phasa VW dengan arus 600
mA terukur tegangan 4,3 volt. Sedangkan apabila secara teori maka :
U 2
RVW(300mA) = = =6,6Ω
I 0,3
U 3
RVW(400mA) = = =7,5 Ω
I 0,4
U 3,5
RVW(500mA) = = =7 Ω
I 0,5
U 4,3
RVW(600mA) = = =7,16 Ω
I 0,6
Σ Ruv 6,6+7,5+7 +7,16
RVW(av) = = =¿ 7,065Ω
4 4
Pengukuran pada phasa UW dengan arus 300 mA terukur tegangan 2 volt. Pengukuran
pada phasa UW dengan arus 400 mA terukur tegangan 3 volt. Pengukuran pada phasa UW
dengan arus 500 mA terukur tegangan 3,5 volt. Pengukuran pada phasa UW dengan arus 600
mA terukur tegangan 4,3 volt. Sedangkan apabila secara teori maka :
U 2
RUW(300mA) = = =6,6Ω
I 0,3
U 3
RUW(400mA) = = =7,5 Ω
I 0,4
U 3,5
RUW(500mA) = = =7 Ω
I 0,5
U 4,3
RUW(600mA) = = =7,16 Ω
I 0,6
Σ Ruv 6,6+7,5+7 +7,16
RUW(av) = = =¿ 7,065Ω
4 4
XI. KESIMPULAN
Dari percobaan winding resistance measurement ini dapat ditarik kesimpulan :
1. Pada percobaan ini, resistansi diukur antar fasa, yaitu U-V, V-W, U-W dan Rfield di F1-
F2.
2. Resistansi yang dihasilkan antar fasa U-V, V-W, U-W dan F1-F2 besarnya stabil atau
sama.
3. Tegangan akan bertambah besar karena arus bertambah sementara tahanannya
stabil/tetap.
4. Apabila terjadi perbedaan antara hasil pengukuran dengan hasil dari percobaan berbeda,
maka hal itu mungkin disebabkan karena suhu ruangan saat melakukan percobaan.
5. Nilai tegangan berbanding lurus dengan nilai arus, sedangkan arus belitan berbanding
terbalik dengan resistansi belitan.