Anda di halaman 1dari 19

GAMBARAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI POLIKLINIK


JANTUNG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER
SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan
Untuk Meraih Gelar Sarjana S1 Keperawatan

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1


Pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Disusun oleh :

WANUDYA SUCI PRAPTIWI


J210 151 012

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
ii
iii
GAMBARAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI POLIKLINIK
JANTUNG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER
SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Abstrak
Latar belakang: Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan
salah satu diagnosis penyakit kardiovaskuler yang paling cepat meningkat
jumlahnya. Penderita gagal jantung lebih rentan untuk mengalami gangguan
perasaan yaitu depresi. Depresi merupakan suatu gangguan mental umum yang
ditandai dengan mood tertekan, kehilangan kesenangan atau minat, perasaan
bersalah atau harga diri rendah, gangguan makan atau tidur, kurang energi, dan
konsentrasi yang rendah.Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan tingkat depresi dan karakteristik (jenis kelamin, umur,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, lama sakit dan stadium) pada penderita gagal
jantung di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Metode
Penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan
pendekatan deskriptif analitik. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak
70penderita gagal jantung yang diperoleh dengan tehnik purposive sampling.
Pengukuran tingkat depresi menggunakan skala Beck Depression Inventory-II
(BDI-II). Hasil: Dari hasil analisis univariat diperoleh data responden yang tidak
mengalami depresi atau depresi normal 20 responden (29%), depresi ringan 38
responden (54%), depresi sedang 10 responden (14%), dan depresi berat 2
responden (3%). Sedangkan karakteristik responden menunjukkan sebagian besar
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 52 responden (74%), umur 61 - 69
tahun 35 responden (50%), tidak bekerja 32 responden (46%), berpendidikan
SMP 30 responden (43%), berpenghasilan kurang dari Rp 1.000.000 29 responden
(41%), lama diagnosa terkena gagal jantung adalah satu tahun 49 responden
(70%), dan stadium penyakit terbanyak adalah stadium III 30 responden (43%).
Kesimpulan: Karakteristik pasien gagal jantung di Poliklinik Jantung RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki,
berumur lebih dari 60 tahun, tidak bekerja, berpendidikan SMP, berpenghasilan
kurang dari Rp 1.000.000, lama diagnosa terkena gagal jantung adalah satu tahun,
pasien pada stadium III dan tingkat depresi sebagian besar adalah depresi ringan.

Kata Kunci: depresi, gagal jantung

Abstract
Background: Congestive Heart Failure (CHF) or heart failure is one of the
diagnosis of cardiovascular disease the most rapidly increasing in amount.
Patients with heart failure are more prone to experience feelings: depression
disorder. Depression is a common mental disorder characterized by depressed
mood, loss of interest or pleasure, feelings of guilt or low self-esteem, eating
disorders or sleep, lack of energy and a low concentration.Objective: This study

1
aimed to describe levels of depression and characteristics (sex, age, education,
occupation, income, and stage of disease duration) in patients with heart failure
in Clinic Heart Hospital Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Methods: This study is
a quantitative study with descriptive and analytical approach. The samples in this
study were 70 patients with heart failure were obtained by purposive sampling
technique. Measuring the level of depression using the scale of the Beck
Depression Inventory-II (BDI-II). Results: The results of the univariate analysis
obtained from the data of respondents who do not have depression or depression
normal 20 respondents (29%), mild depression 38 respondents (54%), depression
was 10 respondents (14%), and severe depression 2 respondents (3%) , While the
characteristics of the respondents showed most respondents are male is 52
respondents (74%), aged 61-70 years 35 respondents (50%), unemployment 32
respondents (46%), secondary school education 30 respondents (43%), monthly
income than Rp 1,000,000 29 respondents (41%), long the diagnosis of heart
failure is one in 49 respondents (70%), and the stages of most diseases is stage III
30 respondents (43%). Conclusions: Characteristics of patients with heart failure
at the Heart Hospital Polyclinic Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten majority of
respondents are male, aged over 60 years, unemployment, secondary school
education, monthly income than Rp 1.000.000, long diagnosis of heart failure is
one year, patients in stage III and depressed levels largely is a mild depression.

Keywords: depression, heart failure

1. PENDAHULUAN
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah
satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya
(Schilling, 2014). Menurut World Health Organization (WHO, 2016), di
dunia, 17,5 juta jiwa (31%) dari 58 juta angka kematian di dunia disebabkan
oleh penyakit jantung.
Berdasarkan data dari rekam medik tahun 2016 di Poliklinik Jantung
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, jumlah penderita penyakit jantung
pada bulan Januari sampai Mei 2016 sebanyak 6701 kunjungan. Sedangkan
angka kejadian untuk penderita gagal jantung mulai dari bulan Januari sampai
Mei 2016 sebanyak 238 kunjungan.
Faktor penyebab terjadinya rehospitalisasi pada penderita penyakit
jantung adalah diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas, merokok, dan
minum-minuman yang beralkohol dalam jangka waktu panjang. Dari beberapa
faktor tersebut dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, gula darah
meningkat, kadar lemak pada darah juga tinggi dan obesitas (WHO, 2016).

2
Proses rehospitalisasi dan pengobatan yang lama menyebabkan aspek
psikologis atau stresor psikososial yang memicu adanya emosi negatif seperti
depresi, marah, rasa permusuhan dan ansietas (Smith, 2011). Pasien dengan
penyakit jantung yang mengalami masalah psikososial akan lebih lambat
proses penyembuhannya, lebih berat gejala fisik yang dialaminya dan lebih
lama proses rehabilitasinya. Padahal, salah satu faktor pendukung
keberhasilan dalam penyembuhan adalah keterlibatan keluarga (Brunner &
Suddarth, 2009).
Salah satu aspek psikologis, yaitu depresi yang terjadi pada pasien gagal
jantung sering ditunjukkan dengan berbagai aspek psikososial seperti stres
akibat kehidupan yang dijalaninya setiap hari, ketidakpatuhan terhadap
pengobatan, tidak mematuhi petunjuk diet, tidak mau melakukan aktivitas
fisik dan kurangnya dukungan keluarga (Majid, 2010).
Gejala depresi dapat memperburuk gejala utama gagal jantung serta
dapat mempengaruhi proses pemulihan pada pasien gagal jantung, dimana
pasien depresi umumnya tidak disiplin dalam menjalankan pengobatan
(Bekelman et al., 2007). Depresi merupakan kelompok gangguan yang
termasuk dalam gangguan mood yang mengakibatkan penurunan kualitas
hidup serta mencetuskan, memperberat atau memperlambat penyakit fisik
seseorang (Ismail, 2013).
Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di
Poliklinik Jantung RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten melalui observasi
dan wawancara dimana 7 pasien mengatakan bahwa mereka mudah lelah
dalam melakukan aktivitas, sering berputus asa untuk melakukan sesuatu,
sering menyalahkan diri sendiri, serta mengalami kebosanan dalam melakukan
pengobatan. Hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan keluarga
sehingga mereka sering marah dan merasa sedih karena penyakit yang
dideritanya tak kunjung sembuh. Padahal untuk penyakit jantung sendiri tidak
bisa disembuhkan, hanya saja butuh dukungan keluarga agar mereka optimis
dalam menjalani kehidupan mereka. Jika hal ini dikaji menggunakan
instrumen Beck Depression Inventory-II (BDI-II) didapatkan tidak depresi

3
atau depresi normal ada 2 pasien, depresi ringan 4 pasien, dan depresi sedang
ada 1 pasien.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan kuantitatif.
Pengumpulan data menggunakan crossectional dimana data diambil dalam
sekali waktu (Notoadmodjo, 2012).
Populasi penelitian adalah semua pasien penderita gagal jantung di
Poliklinik RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada bulan Januari samapi
Mei tahun 2016 yang berjumlah 238 pengunjung dengan besar sampel
sebanyak 70 orang yang diambil dengan tehnik purposive sampling.
Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner dengan
skala Beck Depression Inventory-II (BDI-II) yang memiliki 21 item
pernyataan. Uji validitas dan reliabilitas pada skala depresi BDI-II ini sudah
teruji dengan baik (Ginting, 2013).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Responden
Table 3.1. Karakteristik Responden (n = 70)
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1 Jenis kelamin
a. Laki-laki 52 74
b. Perempuan 18 26
2. Umur
a. 35 – 40 tahun 4 6
b. 41 – 50 tahun 10 14
c. 51 – 60 tahun 21 30
d. 61 – 70 tahun 35 50
3. Pekerjaan
a. Tidak bekerja 32 46
b. PNS/TNI/Polri 10 14
c. Swasta 12 17
d. IRT 12 17
e. Wiraswasta 4 6
4. Pendidikan
a. SD 3 4
b. SMP 30 43
c. SMA 28 40
d. PT 9 13
5. Penghasilan perbulan
a. < Rp 1.000.000 29 41
b. Rp 1.000.000 – 3.000.000 17 24
c. > Rp 3.000.000 24 34
6. Lama diagnosa gagal jantung

4
a. 1 tahun 49 70
b. 2 tahun 18 26
c. 3 tahun 3 4
7. Stadium
a. I 10 14
b. II 27 39
c. III 30 43
d. IV 3 4
3.2 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menganalisis tingkat depresi
pada pasien gagal jantung di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner tentang
tingkat depresi pada pasien penderita gagal jantung dengan skala Beck
Depression Inventory-II (BDI-II). Selanjutnya setelah dilakukan analisis
data, maka tingkat depresi responden ditampilkan sebagai berikut.
Tabel 3.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi
No Kategori depresi Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak depresi atau Normal 20 29
2 Depresi Ringan 38 54
3 Depresi sedang 10 14
4 Depresi berat 2 3
Total 70 100

3.3 Pembahasan
3.3.1 Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
Karakteristik responden menunjukkan sebagian besar
responden berjenis kelamin laki-laki (74%). Persentase
penderita gagal jantung laki-laki yang lebih tinggi dibanding
dengan perempuan dalam penelitian ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki risiko gagal
jantung 2x lebih besar daripada perempuan pada usia 55-64
tahun (Pugsley, 2006). Sebelum menopause, peluang
perempuan untuk terkena gagal jantung lebih kecil daripada
laki-laki karena pembuluh darah perempuan dilindungi oleh
hormon estrogen. Dengan demikian, perempuan yang sudah
mengalami menopause, otomatis produksi hormon estrogen

5
akan jauh berkurang. Saat inilah perempuan mulai dapat
dikatakan mudah terkena PJK (Sumiati, 2010; Soeharto, 2006;
Karson, 2011). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Ewika (2007) juga
menunjukkan bahwa jenis kelamin yang paling banyak
menderita congestive heart failure adalah jenis kelamin laki-
laki dengan persentase 54,16%.
b. Umur
Karakteristik umur responden menunjukkan sebagian besar
berumur dari 61-70 tahun (50%). Prevalensi gagal jantung
meningkat seiring pertambahan usia dan prevalensi tertinggi
gagal jantung adalah terjadi pada kelompok usia lansia.
Bertambahnya usia meningkatkan risiko terkena serangan
jantung. Faktor hormonal antara laki-laki dan perempuan yang
menyebabkan hal tersebut, sehingga perempuan baru akan
mengidap PJK di usia 55 tahun ke atas, sementara pria di usia
45 tahun ke atas. Ada jarak 10 tahun antara usia pria dan
perempuan, yang artinya, perempuan memiliki 10 tahun waktu
lebih lama terlindungi dari PJK dibandingkan pria
(Tomaszewski, 2008).
c. Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan responden sebagian besar adalah
sebagai tidak bekerja (46%). Orang yang tidak bekerja
tentunya memiliki aktivitas fisik yang kurang.Pekerjaan yang
berat diketahui dapat menjadi beban dan menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan, terutama pada sistem
kardiovaskuler. Penelitian Biomedis Pennington di Baton
Rouge, Lousiana (2008) menemukan data bahwa pria yang
aktif bekerja 10 persen lebih rendah terserang gagal jantung.
Sedang bagi wanita 20 persen lebih rendah diserang penyakit
yang sama. Aktivitas fisik pada penderita congestive heart

6
failure harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktivitas fisik
yang cukup dapat meringankan gejala gagal jantung, tetapi
aktivitas yang berlebihan dapat memperburuk kondisi
penderita gagal jantung (Vani, 2011).
d. Pendidikan
Karakteristik tingkat pendidikan menunjukkan sebagian
besar responden berpendidikan SMP sebanyak 30 responden
(43%). Seorang yang berpendidikan ketika menemui suatu
masalah akan berusaha berfikir sebaik mungkin dalam
menyelesaikan masalah tersebut. Orang yang berpendidikan
tinggi cenderung akan mampu berfikir tenang terhadap suatu
masalah (Potter & Perry, 2008). Berdasarkan pendapat
tersebut, maka seseorang yang berpendidikan tinggi memiliki
kemampuan untuk mengelola permasalahannya sehingga
permasalahan tersebut tidak menjadi stressor yang dapat
menurunkan tingkat kecemasan hingga mengurangi risiko
terjadinya depresi. Hubungan tingkat pendidikan dengan
depresi sebagaimana dikemukakan dalam penelitian Sativa
(2015) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif
yang kuat tingkat pendidikan dengan derajat depresi pasien
diabetes mellitus tipe 2, dimana semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin rendah derajat depresinya.
e. Penghasilan
Karakteristik tingkat penghasilan perbulan responden
menunjukkan sebagian besar berpenghasilan kurang dari Rp
1.000.000 (41%). Karakteristik tingkat penghasilan seseorang
berhubungan dengan kemampuannya dalam mencukupi
pemenuhan kebutuhan hidup termasuk kebutuhan pelayanan
kesehatan. Semakin rendah penghasilan keluarga, maka
kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan kesehatan
anggotanya semakin berkurang. Jika hal ini terjadi secara

7
berkelanjutan maka akan menyebabkan depresi. Hubungan
pendapatan keluarga dengan kecemasan pasien sebagaimana
ditunjukkan dalam penelitian Winda (2014) yang meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien
fraktur tulang panjang pra operasi yang dirawat di RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru.
f. Lama Diagnosa
Karakteristik lama diagnosa terkena gagal jantung sebagian
besar adalah satu tahun (70%). Lama sakit yang dialami
seseorang berhubungan dengan peningkatan pengetahuan
orang tersebut dalam pengobatan penyakit yang dideritanya.
Hal ini sebagaimana disimpulkan dalam penelitian Bertalina
dan Purnama (2016) yang meneliti hubungan lama sakit,
pengetahuan, motivasi dan dukungan keluarga terhadap
kepatuhan diit pasien diabetes melitus. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa ada hubungan lama sakit dengan
kepatuhan menjalani diit pasien diabetes melitus. Semakin
lama orang menderita penyakit, maka kepatuhan menjalani
pengobatan akan semakin menurun.
g. Stadium Penyakit
Karakteristik responden menurut stadium penyakit dari
hasil penelitian ini sebagian besar adalah stadium III (43%).
Stadium penyakit menunjukkan tingkat kegawatan penyakit,
semakin tinggi stadium penyakit maka tingkat keparahannya
semakin tinggi. Hal ini ditandai dengan keterbatasan-
keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Ketika melakukan
aktivitas yang sangat ringan dapat menimbulkan lelah,
palpitasi, dan sesak nafas. Rasjidi (2009) mengemukakan
bahwa peningkatan stadium penyakit pasien berhubungan
dengan meningkatnya tingkat kecemasan pasien terhadap
kualitas hidupnya, sehingga apabila kondisi ini tidak dapat

8
ditanggulangi akan berdampak pada peningkatan depresi pada
pasien.
3.3.2 Tingkat Depresi Pasien Gagal Jantung di Poliklinik Jantung RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Distribusi frekuensi tingkat depresi responden menunjukkan
distribusi tertinggi adalah reponden yang mengalami depresi ringan
sebanyak 38 responden (54%), selanjutnya tidak depresi atau
normal sebanyak 20 responden (29%), depresi sedang sebanyak 10
responden (14%), dan depresi berat hanya 2 responden (3%). Hasil
penelitian ini kurang sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yaitu
penelitian Kaawoan (2012) yang menunjukkan bahwa sebagian
besar tingkat depresi pada pasien gagal jantung yang dirawat di
rumah sakit adalah depresi sedang.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, tingkat
depresi terbanyak adalah depresi ringan sebanyak 38 responden
(54%). Hal ini dipengaruhi oleh pekerjaan dengan responden yang
tidak bekerja sebanyak 14 responden (70%), lama diagnosa 1 tahun
sebanyak 25 responden (65%), dan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 26 responden (60%) yang ditunjukkan dengan data
responden bahwa mereka kehilangan minat dan tidak bersemangat,
sulit tidur saat malam hari, sulit berkonsentrasi sehingga
menyebabkan tidak bisa fokus dalam melakukan pekerjaan, mudah
lelah dalam beraktivitas.
Berdasarkan dari hasil analisis menunjukkan bahwa responden
yang paling banyak adalah responden yang sudah tidak bekerja.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Wong & Almeida (2012)
bahwa pekerjaan berhubungan dengan depresi dimana mereka yang
masih bekerja memiliki risiko terhadap depresi karena waktu
mereka lebih banyak dihabiskan diluar rumah seperti berpartisipasi
dalam kegiatan sosial.

9
Jenis kelamin laki-laki yang mengalami depresi ringan lebih
banyak dibanding perempuan. Penelitian ini berbanding terbalik
dengan Brizendine (2007) yang menjelaskan bahwa perempuan
lebih mudah terkena depresi karena perempuan lebih kuat
menggeneralisasikan sikap-sikap negatif secara berlebihan daripada
laki-laki.
Pada responden yang tidak mengalami depresi atau depresi
normal sebanyak 20 responden (29%). Hal ini banyak dipengaruhi
oleh umur antara 61-70 tahun (80%), dengan pekerjaan responden
yang tidak bekerja 14 responden (70%), dan lama diagnosa 1 tahun
14 responden (70%). Akan tetapi, bisa saja dipengaruhi oleh faktor
lain seperti dari segi penghasilan keluarga dimana dengan
penghasilan yang cukup membuat reponden merasa tenang dalam
menjalani pengobatan seperti dalam penelitian Winda (2014) yang
menjelaskan bahwa semakin tinggi penghasilan keluarga maka
semakin baik pengobatan yang dilakukan sehingga pasien merasa
tenang dalam menjalani pengobatan. Data dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden yang tidak mengalami depresi atau
depresi normal ini memiliki semangat yang tinggi dalam
melakukan pengobatan, pasrah dengan kondisi yang dialami, tidak
merasa sedih dengan penyakit yang dideritanya, selalu optimis
dalam melakukan sesuatu bahkan masih ingin bergaul dengan
teman yang lainnya.
Dari hasil analisis, faktor umur yang menunjukkan sebagian
besar responden telah memasuki usia lanjut sehingga tingkat
kepasrahan diri terhadap kondisi kesehatannya lebih baik
dibandingkan pasien yang berusia lebih muda. Hubungan umur
dengan tingkat depresi pasien penyakit kronis sebagaimana
dikemukakan Biantoro (2009) yang meneliti hubungan
karakteristik individu dengan tingkat depresi pasien pasca stroke
menyimpulkan bahwa umur merupakan faktor yang berhubungan

10
dengan depresi pasien post stroke, dimana semakin tua umur
responden maka tingkat depresi semakin rendah.
Untuk tingkat depresi sedang dengan jumlah 10 reponden
(14%) juga banyak dipengaruhi oleh lama diagnosa 1 tahun 8
responden (80%), jenis kelamin laki-laki 7 responden (70%), dan
pendidikan SMA 6 responden (60%). Hal ini karena ada faktor lain
yang juga mempengaruhi seseorang mengalami depresi sedang,
yaitu kurangnya pengetahuan. Berdasarkan dari penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti didapatkan data responden yang
mengalami depresi sedang yaitu hilangnya minat dan semangat,
merasa sangat lelah dalam melakukan sesuatu, selalu pesimis
terhadap masa depan, mengalami gangguan pola tidur, sering
menyalahkan diri sendiri atas kesalahan di masa lalu, menghadapi
kesulitan yang nyata untuk meneruskan kegiatan sosial.
Faktor pendidikan responden juga turut memegang peranan
adanya gejala depresi. Tingkat pendidikan SMA didapatkan
kejadian depresi lebih banyak daripada tingkat pendidikan SD,
SMP ataupun PT pada tingkat depresi sedang ini. Hal ini tidak
sesuai dengan dengan penelitian Mukadder (dalam Wijaya 2005)
yang menyatakan bahwa makin rendah tingkat pendidikan pasien
maka makin tinggi skor skala depresinya.
Sedangkan tingkat depresi berat hanya ada 2 responden (3%).
Pada kategori depresi berat ini responden kehilangan minat dan
semangat, merasa sangat lelah dalam beraktivitas, merasa sedih
terus menerus bahkan sering mengurung diri di dalam kamar,
kehilangan nafsu makan, cemas terhadap sakit yang diderita, tidak
ingin bergaul dengan teman yang lainnya, merasa dirinya tidak
berguna sehingga ingin melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini bisa
dipengaruhi oleh faktor lain yaitu karena kurangnya dukungan
keluarga dimana menurut penelitian yang dilakukan Fadilah (2013)
dukungan keluarga mempunyai peran penting dalam pengobatan,

11
karena keluarga bisa memberikan dorongan baik fisik maupun
mental.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Karakteristik pasien gagal jantung di Poliklinik Jantung RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten sebagian besar responden berjenis kelamin
laki-laki, berumur lebih dari 60 tahun, tidak bekerja, berpendidikan SMP,
berpenghasilan kurang dari Rp 1.000.000, lama diagnosa terkena gagal
jantung adalah satu tahun, dan sebagian besar merupakan pasien pada
stadium III. Tingkat depresi pasien gagal jantung di Poliklinik Jantung
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten sebagian besar adalah depresi
ringan.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Pasien Gagal Jantung
Pasien gagal jantung hendaknya meningkatkan kepatuhannya
dalam melaksanakan pengobatan sehingga kualitas hidupnya
meningkat dan dapat menurunkan tingkat stressor akibat kesehatannya
dan mampu menurunkan tingkat depresinya.
4.2.2 Bagi Perawat
Perawat hendaknya meningkatkan perannya di masyarakat dengan
melakukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan masyarakat yaitu
dengan melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat.
4.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan menambahkan faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat depresi pada pasien gagal jantung,
sehingga diketahui faktor apakah yang berhubungan dengan tingkat
depresi pasien gagal jantung.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bekelman, D.B., Havranek, E.P., Becker, D.M., Kutner, J.S., Peterson, P.N.,
Wittstein, I. (2007).Syptomps, depression, and quality of life in patients
with heart failure. Journal of Cardiac Failure, 13, 643-8.

Bertalina & Purnama. (2016). Hubungan lama sakit, pengetahuan, motivasi


pasien & dukungan keluarga dengann kepatuhan diet pasien diabetes
melitus. Jurnal kesehatan, vol 7 no 2 Agustus 2016 hlm. 329-340.

Biantoro, Tonika T., Lela J. (2009). Hubungan Karakteristik Individu Dengan


Tingkat Depresi Pasca Stroke Di Poliklinik Saraf RS Rajawali Bandung.
Jurnal Stikes A. Yani.

Brizendine, Louann. 2007. The Female Brain (diterjemahkan oleh Meda Satrio).
Jakarta: Ufuk Press.

Brunner & Suddarth’s. (2009). Textbookof medical surgical nursing.Philadelphia:


Lippincott – RavenPublisher

Donal, E., Lund L. H, Linde C., et al. (2014).Rationale and design of the
Karolinska-Rennes (KaRen) prospective study of dyssyn chrony of patients
heart failure with preserved ejection fraction. Eur J HeartFail;11:198—
204.

Ewika, D. N. A. (2007). Perbedaan etiologi gagal jantung kongestif usia lanjut


dengan usia dewasa di Rumah Sakit Kariadi Januari – Desember 2006.
Diperoleh pada tanggal 01 Januari 2014.
Darieprints.undip.ac.id/22675/1/Desta.pdfv.

Fadilah, S. Z. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Depresi Penderita


Kusta Di Dua Wilayah Tertinggi Kusta Di Kabupaten Jember. Skripsi.
Universitas Jember.
Fathoni, M. (2011). Penyakit jantung koroner: patofisiologi, disfungsi endothel
dan manifestasi klinis. Edisi ke 1, Surakarta: UNS Press.
Ginting H, Naring G, Veld WM, Srisayekti W, Becker ES. (2013). Validating the
Beck Depression Inventory-II in Indonesia’s general population and
coronary heart disease patient. International Journal of Clinical and
Health Psychology, 13:235-42
Ismail, R.I., Siste, K. (2013). BukuAjar Psikiatri. Edisi II.FakultasKedokteran
Universitas Indonesia:Jakarta. pp. 228-230, 239

13
Kaawoan, Adeleida Y. A. (2012). Hubungan Self Care dan Depresi Dengan
Kualitas Hidup Pasien Heart Failure di RSUP Dr. R. D. Kandou Manado.
Tesis. Jakarta

Karson. (2011). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha


Medika
Lubis, Namora, Dr. 2009. Depresi (Tinjauan Psikologi). Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Majid, Abdul. (2010). Analisis faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Rawat Inap Ulang Pasien Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit
Yogyakarta Tahun 2010. Tesis. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan UI.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Schilling, J.D. 2014. Evaluation of acute heart failure. In: Cuculich PS, Kates
AM, editors. Cardiology subspecialty consult (3rd ed). Philadelphia:
Wolters Kluwer; p. 71-2.

Potter & Perry. (2008). Fundamentals of Nursing. Australia : Elsevier.


Pugsley, M.K. (2006). Cardiac Drug Development Guide. Springer: New Jersey.

Rasjidi, Imam. (2009). Deteksi dini & pencegahan kanker pada wanita. Jakarta:
Sagung Seto.

Sadock’s, Benyamin J., & Virginia, A. (2007). Theories of personality and


psychopathology, Mood Disorders, Kaplan & Sadock’s: Synopsis of
psychiatry. New York. 2007; 197: 527-55.

Sativa, Oryza. (2015). Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Derajat Depresi


Pasien Diabetes Tipe II di RSUD Dr Rivai Berau Kalimantan Timur.
Skripsi. FK UMS. Surakarta

Smith, H. 2011. Improved exercise tolerance and quality of life with cardiac
rehabillitation of older patients after myocardial infarction results of a
randomized, controlled trial. Circulation 107(17):2201.

Soeharto, I. (2006). Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner.


PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Sompie, Elizabeth M., Theresia M. D. Kaunang, Herdy Munayang.


(2015).Hubungan Antara Lama Menjalani Hemodialisis Dengan Depresi
Pada Pasien Dengan Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl). Volume 3, Nomor 1, Januari-April
2015

14
Sumiati, dkk. (2010). Penanganan Stress Pada Penyakit Jantung Koroner.
Jakarta: CV. Trans Info Medika
Tomaszewski, M.C., Fadi, J. Maric, C., Kuzniewicz, R., et al. (2009). Association
between lipid profile and circulating concentrations of estrogens in young
men. Journal of Atherosclerosis; 203(1): 257–262.
Vani, S. C. (2011). Penyakit penyerta dan gaya hidup pada penyakit Congestive
Heart Failure (CHF) di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS. Stella
Maris Makassar tahun 2011. Diperoleh padatanggal 01 Januari 2015
darihttp://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/385/BAB%2
0V%20Vani.docx?sequence=3

WHO. (2016). Prevention of Cardiovascular Disease. WHO Epidemologi Sub


Region AFRD and AFRE. Genewa.

Wibowo, Ferdiyadin S., Sri Hananto Ponco. (2015). Hubungan Aktivitas Fisik
Dengan Kejadian Gagal Jantung Di Rumah Sakit Muhammadiyah Babat
Kabupaten Lamongan. Vol. 07, No. 02, Agustus 2015.

Widiyanti M. (2014). Hubungan antara depresi, cemas, dan sindrom koroner akut
[Internet].2014Mei25.Availablefrom:http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/a
rticle/download/4881/3667.

Wijaya. Adi. 2005. Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis dan mengalami depresi. Tesis. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Winda,Rizky I., Fathara A. N., Yesi H. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Tingkat Kecemasan Pasien Fraktur Tulang Panjang Pra Operasi yang
Dirawat di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. JOM PSIK Vol.1 No.2,
Oktober 2014.

Wong, J. D., Almeida, D.M. (2012). The Effects of Employment Status and Daily
Stressors on Time Spent on Daily Household Chores in Middle-Aged and
Older Adults. The Gerontologist society of America, Cite journal as: The
Gerontologist Vol. 53, No.1, 81-91 doi:10.1093/geront/gns04.

15

Anda mungkin juga menyukai