Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHUHULAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur shaft femur merupakan fraktur femur yang terjadi diantara 5 cm

distal dari lesser trochanter dan 5 cm proximal dari adductor tubercle (Kuntz,

Jonathan, 2009). Fraktur shaft femur sebagian besar disebabkan oleh karena

adanya trauma energi tiggi, menyebabkan cacat dan biasanya mengalami cidera

bertingkat. Gejala yang paling sering ditemui yaitu pemendekan ekstremitas,

tidak simetris antara kedua ekstremitas, dan kekauan pada lutut. Insiden fraktur

shaft femur berkisar antara 9,9 hingga 12 untuk setiap 100.000 orang/ tahun.

Pada pria angka kejadian fraktur shaft femur lebih tinggi dibandingkan wanita

(60%:40%). Usia rata-rata orang yang mengalami fraktur shaft femur adalah 25

tahun. Penyebab sebagian besar kasus adalah trauma energy tinggi, terutama

kecelakaan lalu lintas (80-90%)(Merchan, 2013). Pada pasien yang sadar,

diagnosis fraktur shaft femur biasanya jelas. Biasanya pasien memiliki rasa sakit

yang signifikan terlokalisir ke paha. Namun adanya cidera terkait atau patah

tulang lainnya dapat mengganggu, baik untuk pasien dan dokter yang

memeriksa. Pemeriksaan ortopedi harus mencakup inspeksi visual dan palpasi

ektremitas, panggul dan tulang belakang. Pemeriksaan juga diperlukan pada

frekuensi nyeri dan kelainan bentuk fraktur pada organ tersebut. Pada fraktur

femur pasien memiliki dampak pada status hemodinamik, terutama karena

potensi kehilangan darah ke jaringan lunak pada sekitar paha (Dharmayudha,

2018). Terapi untuk penyembuhan fraktur shaft femur yaitu bertujuan untuk
2

menghindari morbiditas yang berkepanjangan dan kecacatan yang luas karena

cedera ekstremitas bawah. Perawatan konservatif dengan traksi adalah metode

manajemen dari fraktur shaft femur. Selain itu konsep fiksasi intramedullary

dalam penanganan fraktur shaft femur telah mendapat penerimaan luas

(Salmien, 2005). Oleh karena itu kami ingin mengetahui lebih mendalam

mengenai fraktur shaft femur.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penegakan diagnosa dari Femoral Shaft Fracture?

2. Bagaimana penatalakasanaan dari Femoral Shaft Fracture?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui langkah penegakan diagnose Femoral Shaft Fracture

2. Untuk mengetahui penatalaksaan dari Femoral Shaft Fracture

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Laporan kasus ini diharapkan mampu memberikan tambahan

pengetahuan dan landasan teori mengenai Femoral Shaft Fracture

1.4.2 Manfaat Praktis

Laporan kasus ini diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah

dalam penanganan pasien dengan Femoral Shaft Fracture


3

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

1 Nama : Tn. A

2 Umur : 38 tahun

3 Jenis Kelamin : Laki-laki

4 Agama : Islam

5 Suku : Jawa

6 Alamat : Donomulyo

7 Pekerjaan : Swasta

8 Masuk RS : 24 Januari 2019

2.2 Anamnesis

1. Keluhan utama : Nyeri paha kanan dan bengkok.

2. Keluhan penyerta : tidak ada

3. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien tidak dapat menggerakkan paha kanan sejak terpleset 5 hari yang

lalu.
4

4. Riwayat penyakit dahulu : Pasien memiliki riwayat pernah terjatuh dari

pohon sehingga dilakukan pemasangan plate di rumah sakit sekitar 4 bulan

yang lalu.

5. Riwayat penyakit keluarga :

 Diabetes (-)

 Hipertensi (-)

6. Riwayat kebiasaan :

 Makan : cukup

 Alkohol : (-)

 Olahraga : (-)

 Merokok : (-)

7. Riwayat Sos-Ek Keluarga : Sosial ekonomi golongan menengah ke

bawah.

8. Riwayat pengobatan : ORIF 4 bulan yang lalu

9. Riwayat alergi : (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Sakit Sedang, Kompos mentis (GCS ; E4V5M6)

2. Tanda-tanda vital

- Nadi : 88x / menit

- Suhu : 36oC

- RR : 24x / menit

- TD : 113/68

3. Kepala : Bentuk mesocephal, Rambut tidak mudah dicabut,


5

4. Mata : Conjungtiva anemis (-/-) Sklera ikhterik (-/-), Pupil isokor

diameter 3 mm refleks cahaya (+/+)

5. Telinga : Bentuk Normotia, sekret (-/-), Pendengaran berkurang (-/-)

6. Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-)

7. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), Pharing Hiperemis (-)

8. Leher : Perbesaran JVP (-) ,Trakea simetris, Perbesaran Kel Tiroid (-)

9. Paru :

 Inspeksi : Pengembangan dada simestris (dex/sin)

 Palpasi : Fremitus raba sama (dex/sin)

 Perkusi : Sonor/Sonor

10. Jantung

 Inspeksi : dbn

 Palpasi : dbn

 Perkusi : dbn

 Auskultasi : dbn

11. Abdomen

 Inspeksi : Perut datar, tidak ada massa

 Auskultasi : Bising usus Normal

 Palpasi : Souffle(+) Nyeri tekan (-)

 Perkusi : Timpani

12. Ekstremitas :

- Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)

- Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)

- Bawah kanan : bengkak (+), sakit (+), luka (-)


6

- Bawah kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)

13. Neurosensory

Reflek fisiologis: dBN

2.3.2 Status Lokalis

Pada regio femur dextra didapatkan

Look : Perdarahan (-), deformitas (angulasi) pada paha kanan atas (+),

memar (+).

Feel : Suhu raba hangat (-data), Nyeri tekan (+), krepitasi (-data),

CRT (-data), sensibilitas normal (-data).

Move : ROM : (-data), Pergerakan aktif (-data), Pergerakan pasif (-

data)

2.4 Resume

Tn. A datang ke poli orthopedi RSUD Kanjuruhan dengan keluhan

berupa tidak dapat menggerakkan paha kanan atas serta merasakan nyeri di

bagian tersebut setelah terpeleset sejak 5 hari yang lalu. Dari pemeriksaan

fisik didapatkan kesadaran kompos mentis; TD: 113/68 mmHg; Nadi: 88

x/menit, RR: 24 x/menit; Tax: 36oC. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan

adanya bengkak dan nyeri, deformitas berupa angulasi, serta memar pada

ekstremitas bawah (regio femur) sebelah kanan.

2.5 Diagnosis

Femoral Shaft Fracture

2.6 Planning Diagnostik


7

- Darah lengkap

- Foto femur AP/Lateral

- Foto rontgen thorax PA

2.7 Planning Terapi

 MRS Pro ORIF

 Terapi operatif : Open reduction internal fixation (ORIF)

 Imobilisasi, bed rest

 Bantu pasien melakukan gerakan pasif

 KIE keluarga ttg operasi, KIE pasien ttg kondisi

2.8 Follow Up

Tanggal Subjective Objective Assessment Planning

25/01/2019 -tidak dapat - Keadaan Femoral - PTx:

menggerakkan umum : Shaft


 MRS
kaki kanan Kompos Fracture
 Imobilisasi
atas mentis
 Bantu gerak
-GCS :
-nyeri pada pasif
tidak
paha kanan  Pasang kateter
didapatkan
atas sejak  Inj Ketorolac 3
data
kepleset x 30 mg
- TTV :
 Inj Ranitidine 2
tidak
x 50 mg
8

didapatkan

data

Status

generalis

- Kepala

:dBN

- Thorax

dBN

- Abdomen:

dBN

Ekstremitas

atas : dBN

Ekstremitas

Bawah :

paha kanan

atas nyeri

ROM (-)

Motorik:

tidak

didapatkan

data

Sensoris:

tidak
9

didapatkan

data

26/01/2019 Nyeri pada - Keadaan Femoral PTx:

paha kanan umum : Shaft


 ORIF
Kompos Fracture
 Injeksi
mentis
sharox 2 x
-GCS :
750
tidak
 Inj
didapatkan
Ketorolac 3
data
x 30 mg
- TTV :
 Inj
tidak
Ranitidine 2
didapatkan
x 50 mg
data

Status

generalis

- Kepala

:dBN

- Thorax

dBN

- Abdomen:

dBN - -
10

Ekstremitas

atas : dBN

Ekstremitas

Bawah :

paha kanan

atas nyeri

- ROM (-)

- Motorik:

tidak

didapatkan

data

- Sensoris:

tidak

didapatkan

data

27/01/2019 Nyeri pada KU : cukup Femoral PTx :

luka bekas Shaft


TD : 163/58  Injeksi sharox 2
operasi Fracture
x 750
Hb = 10,8
 Inj Ketorolac 3

x 30 mg

 Inj Ranitidine 2

x 50 mg
11

28/01/2019 Nyeri pada - Keadaan Femoral - PTx:

luka bekas umum : Shaft


a. Injeksi sharox 2 x
operasi Kompos Fracture
750
mentis
b. Injeksi ketorolac
-GCS :
3x1
tidak
c. Injeksi ranitidine
didapatkan
2x1
data

- TTV :

tidak

didapatkan

data

Status

generalis

- Kepala

:dBN

- Thorax

dBN

- Abdomen:

dBN - -

Ekstremitas

atas : dBN

Ekstremitas
12

Bawah :

paha kanan

atas nyeri

- ROM (-)

- Motorik:

tidak

didapatkan

data

- Sensoris:

tidak

didapatkan

data

29/01/2019 Tidak Tidak Femoral PTx :

didapatkan didapatkan Shaft


- Injeksi sharox
data data Fracture
2 x 750

- Injeksi

ketorolac 3x1

- Injeksi

ranitidine 2x1
13

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Femoral Shaft Fracture didefinisikan sebagai fraktur femur yang terjadi

diantara 5 cm distal dari lesser trochanter dan 5 cm proximal dari adductor

tubercle (Kuntz & Jonathan, 2009).

3.2 Anatomi (Paulse & Jens, 2011)

Keterangan: Gambar kiri merupakan anatomi femur dextra dilihat dari ventral

view; sedangkan Gambar kanan dilihat dari dorsal view


14

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan persendian dan ligament dari pelvis

dan pelvis-femur yang dilihat berdasarkan ventral view

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan persendian dan ligament dari pelvis dan

pelvis-femur yang dilihat berdasarkan ventral cranial view


15

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan persendian dan ligament dari pelvis

dan pelvis-femur yang dilihat berdasarkan oblique-transverse section dan ventral

caudal view

Keterangan: Gambar diatas merupakan Hip Joint (Articulatio Coxae) dextra

yang dilihat dari ventral (gambar kiri) dan dari dorsal (gambar kanan)
16

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan ventral view dari musculus bagian

panggul dan paha

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan dorsal view dari musculus bagian

panggul dan paha


17

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan lateral view dari musculus bagian

panggul dan paha

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan arteri yang memvaskularisasi bagian

pelvis dan paha, dilihat dari ventral view


18

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan arteri yang memvaskularisasi bagian

paha, dilihat dari ventral view (gambar kiri) dan dorsal view (gambar kanan)

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan vena bagian paha, dilihat dari ventral

view
19

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan nervus yang menginervasi ekstremitas

bawah (bagian paha), yang berasal dari plexus lumbosacralis. Gambar kiri dilihat

dari ventral view; gambar kanan dilihat dari dorsal view

Keterangan: Gambar diatas menunjukkan dermatome dari ekstremitas bawah

dilihat dari ventral view (gambar kiri) dan dorsal view (gambar kanan)
20

3.3 Mekanisme injuri

Penyebab femoral shaft fracture dapat dibagi menjadi 2 (Salminen, 2005) :

a. High energy injuries: kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian >3 meter,

tembakan peluru

b. Low energy injuries: terpeleset, jatuh dari ketinggian <1 meter, cedera

akibat olahraga

Femoral shaft fracture biasanya terjadi pada dewasa muda dan diakibatkan oleh

high energy injury. Apabila fraktur pada orang tua, harus dipertimbangkan adanya

proses patologis. Pola garis fraktur dapat berbeda-beda pada femoral shaft fraktur,

tergantung pada tipe gaya yang mengenainya. Fraktur spiral biasanya terjadi akibat

jatuh dari ketinggian dengan tumpuan saat jatuh berada di kaki dan twisting force

ditransmisikan ke femur. Fraktur transverse dan oblique lebih sering terjadi akibat

kecelakaan lalu lintas. Comminuted fracture dan segmental fracture juga dapat

terjadi apabila benturan yang mengenai tulang sangat keras (Solomon et al., 2010).

Adanya fracture displacement dapat disebabkan karena dorongan dari otot yang

menempel pada tiap fragmen tulang, seperti (Neumann et al., 2015):

a. Proximal shaft fracture: fragmen proximal mengalami fleksi, abduksi, dan

rotasi eksternal akibat terdorong oleh m.gluteus medius dan m.iliopsoas,

sedangkan fragmen distal biasanya mengalami adduksi

b. Mid-shaft fracture: fragmen proximal mengalami fleksi dan rotasi

eksternal, namun jarang terjadi abduksi. Biasanya fraktur ini merupakan

tipe fraktur yang menyebabkan pemendekan dari ekstremitas


21

c. Lower third fracture: fragmen proximal mengalami adduksi, sedangkan

fragmen distal akan lebih miring akibat terdorong oleh m.gastrocnemius

3.4 Klasifikasi Femoral Shaft Fracture

1. Simple fracture :

a. Spiral

b. Oblique (≥30)

c. Transverse(≤30)

a. c. b.

2. Wedge fracture :

a. Spiral wedge

b. Bending wedge
22

c. Fragmented wedge

a. b. c.

3. Complex fracture :

a. Spiral

b. Segmental

c. Irregular

a. b. c.

3.5 Gejala Klinis

 Bengkak

 Deformitas

 Nyeri bila digerakkan

 Instabilitas
23

 memar

3.6 Pemeriksaan Fisik

1. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS BAWAH

 Pemeriksaan area panggul dan tungkai atas :

- Inspeksi (look) : adanya deformitas, perubahan warna, atau

bekas luka

- Palpasi (feel) : krepitasi, nyeri tekan, perbedaan panjang anggota

gerak yang sakit dengan yang sehat

- Gerak (move) : ROM (Range of Movement) aktif dan pasif

 Gerakan fleksi : pasien diminta untuk menekuk lututnya ke arah

dada.

 Gerakan ekstensi : minta pasien telungkup, dan diminta mengangkat

tungkai ke posterior.

 Gerakan abduksi : pasien terlentang, mengabduksi tungkai ke

lateral.

 Gerakan adduksi : pasien terlentang, mengaduksi tungkai ke medial

melewati garis tengah tubuh.

 Gerakan rotasi eksternal : pasien terlentang diminta memfleksikan

lutut 90 dan memutar panggul ke luar (putar tungkai bawah

mendekati garis tengah sumbu tubuh)

 Gerakan rotasi internal : pasien terlentang, memfleksikan lutut 90

dan memutar panggul ke dalam (putar tungkai bawah menjauhi garis

tenah sumbu tubuh).


24

- Mengukur panjang kaki : posisi terlentang dan kedua kaki lurus

secara simetris. Dengan alat pengukur (meteran, penggaris dll).

Ukur jarak antara tulang SIAS hingga meleolus medial dan

lateralis. Alat pengukur harus melewati lutut pada sisi medial.

- Pengukuran panjang tungkai :

True leg length, pengukuran panjang tungkai dari SIAS ke

malleolus medialis.

Apperent leg length, pengukuran panjang tungkai diukur dari

umbilicus ke malleolus medialis.

3.7 Pemeriksaan Penunjang

Foto polos adalah modalitas pencitraan lini pertama untuk pasien dengan

dugaan fraktur femur. Foto rontgen polos bagian femur anteroposterior (AP) dan

lateral mampu menunjukkan sebagian besar fraktur panggul. Foto anteroposterior


25

(AP) dan lateral memungkinkan untuk mendeteksi adanya retakan longitudinal,

sedangkan foto polos lateral dan oblique digunakan untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya fraktur kondilus femoralis. Garis radiolusen pada compact

cortical bone dan garis sklerotik pada cancellous bone merupakan suatu gambaran

adanya fraktur.

CT scan femur kurang sensitif dibandingkan dengan foto konvensional

dalam mendeteksi adanya cedera tulang, tetapi pada fraktur tertentu, seperti fraktur

longitudinal dan spiral, dapat dilihat lebih jelas dengan CT scan. CT scan harus

dilakukan pada keadaan multiple injury untuk mengeksklusi fraktur ipsilateral

pinggul atau acetabular, serta untuk perencanaan pembedahan yang lebih lanjut

pada keadaan fraktur kompleks.

Foto polos thorax bermanfaat karena ada risiko sindrom gangguan

pernapasan dewasa (ARDS) pada yang mengalami banyak cedera.

3.8 Diagnosis

Diagnosis klinis dari fraktur shaft femur yaitu :

- Adanya rasa nyeri

- Terdapat deformitas (seperti pemendekan dari paha)

- Pembengkakan.

Pemeriksaan fisik menyeluruh sangat penting, karena sebagian besar patah tulang

tejadi karena suatu cedera . Penilaian seluruh anggota tubuh harus sistematis dan

lengkap. Pengamatan Ring pelvic perlu diperiksa apakah ada nyeri tekan,

pembengkakan, atau ekimosis yang menandakan adanya gangguan panggul atau

fraktur panggul.
26

3.9 Diagnosa Banding

- Ipsilateral Femoral Neck Fracture. 9% orang dengan Shaft Femoral

Fracture ditemukan memiliki fraktur leher femoralis. Ipsilateral femoral

neck dan shaft femoral fracture biasanya terjadi karena adanya suatu cedera.

Untuk mengetahui adanya Ipsilateral femoral neck dilakukan pemeriksaan

computed tomography (CT) dan foto polos rotasi internal anteroposterior

(AP) untuk mengurangi insiden fraktur leher femur yang terlewatkan.

- Proximal Femoral Fracture. Pemeriksaan radiografi digunakan untuk

menentukan lokasi yang tepat terjadinya fraktur. Pada pasien muda, fraktur

femur proksimal biasanya takibat trauma fisik berenergi tinggi (misalnya,

kecelakaan kendaraan bermotor kecepatan tinggi) dan terjadi tanpa adanya

penyakit. Fraktur terjadi pada pasien usia yang lebih dari 50 tahun sering

bersifat patologis, biasanya akibat trauma fisik minimal hingga sedang yang

secara signifikan dipengaruhi oleh osteoporosis.

3.10 Tatalaksana

Fraktur pada tulang panjang, seperti tulang femur, diklasifikasikan sebagai

kondisi kegawatan yang harus dapat distabilisasi dalam waktu <24 jam dengan

fiksasi internal (ORIF) maupun eksternal (Pape, 2002; Ostrum, 2006). Traction

dilakukan di awal dengan menggunakan traction splint. Fraktur pada lokasi 1/3

proksimal dapat ditatalaksana dengan pemasangan plate atau intramedullary nail

(Ostrum, 2006). Fiksasi menggunakan plate pada femoral shaft fracture merupakan

prosedur pilihan bila fiksasi intramedular tidak dapat dilakukan (seperti terdapat
27

implant pada pelvis atau patella, atau riwayat fiksasi internal sebelumnya), fraktur

terbuka tipe III, atau adanya compartment syndrome. (Neumann, 2015).

Tatalaksana simtomatik pada femoral shaft fracture dapat berupa pemberian

analgetik kuat seperti Ketorolac dengan disertai pemberian Ranitidin untuk

mengurangi risiko efek samping yang mungkin ditimbulkan akibat penggunaan

obat golongan NSAID seperti perdarahan gastrointestinal.

3.11 Komplikasi

- Compartment Syndrome

- Deep Vein Thrombosis (DVT)

- Shock hemorrhagic

3.12 Prognosis

1. Quo ad vitam

Baik pabila telah dilakukan fiksasi internal

2. Quo ad sanam

Baik apabila telah direposisi dan difiksasi, maka fragmen yang

fraktur akan stabil dan mempercepat penyambungan tulang

3. Quo ad fungsionam

Baik jika quo ad sanam nya baik

4. Quo ad cosmesticam

Baik apabila fragmen tulang menyambung dengan baik setelah

direposisi dan fiksasi


28

Anda mungkin juga menyukai