Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai penyakit menular pada manusia yang bersumber dari hewan telah
banyak mewabah di dunia.Istilah zoonosis telah dikenal untuk
menggambarkan suatu kejadian penyakit infeksi pada manusia yang ditularkan
dari hewan. Hal inilah yang dewasa ini menjadi sorotan publik dan menjadi
objek berbagai studi untuk mengkaji segala aspek yang berkaitan dengan
wabah tersebut yang diharapkan nantinya akan diperoleh suatu sistem terpadu
untuk pemberantasan dan penanggulangannya. Kemunculan dari suatu
penyakit zoonosis tidak dapat diprediksi dan dapat membawa dampak yang
menakutkan bagi dunia, terutama bagi komunitas yang bergerak di bidang
kesehatan masyarakat dan veteriner.

Zoonosis mencakup berbagai penyakit menular yang secara biologis


berbeda satu dengan lainnya. Banyaknya penyakit yang dapat digolongkan
sebagai zoonosis dikarenakan adanya perbedaan yang kompleks di antara
penyakit tersebut.Penyakit zoonosis dapat dibedakan antaralain berdasarkan
penularannya, reservoir utamanya, asal hewan penyebarnya, dan agens
penyebabnya (Suharsono2002; Soejodono 2004; Murdiati dan Sendow 2006).
Berdasarkan agens penyebabnya, zoonosis dibedakan ataszoonosis yang
disebabkan oleh bakteri,virus, parasit, atau yang disebabkan oleh jamur.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Anthrax ?
2. Bagaimana kejadian Anthraxpada hewan dan manusia?
3. Apa yang dimaksud denganErysipelas ?
4. Bagaimana kejadian Erysipelas pada hewan dan manusia?
5. Apa yang dimaksud denganBrucellosis ?
6. Bagaimana kejadian Brucellosis pada hewan dan manusia ?

1
1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini betujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan


penyakit Anthrax, Erysipelas dan Brucellosis serta bagaimana bentuk kejadian
penyakit Anthrax, Erysipelas dan Brucellosis pada hewan dan manusia.

1.4 Manfaaat Penulisan

Tulisan ini bermanfaat sebagai sumber pengetahuan dan bahan bacaan


kepada penulis dan pembaca agar mengetahui tentang penyakit Anthrax,
Erysipelas dan Brucellosis serta bahaya infeksi dari Anthrax, Erysipelas dan
Brucellosis pada hewan dan manusia.

2
BAB 2

Tinjuan Pustaka

2.1 Anthrax

Anthrax merupakan penyakit infeksi menular akut yang termasuk salah


satu dari penyakit – penyakit zoonosis. Penyakit ini banyak dibicarakan di
Indonesia terutama pada saat menjelang hari raya Iedul Adha, sebab penyakit
ini berkaitan erat dengan hewan ternak sapi maupun kambing yang merupakan
hewan kurban.
Sinonim

Anthrax bisa disebut juga sebagai Malignant Carbuncle, wolsorters


disease, radang kura, radang limfe.

Etiologi

Anthrax disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang merupakan


bakteri berbentuk batang besar dengan ujung persegi dan sudutnya tajam
dengan ukuran panjang 3 – 5 μm dan lebar 1 – 2 μm. Bakteri ini bersifat Gram
positif yang akan tampak berwarna biru ungu di bawah mikroskop bila
diwarnai dengan Gram. Pemeriksaan di bawah mikroskop terhadap preparat
ulas yang diambil dari specimen darah atau jaringan hewan penderita akan
tampak bakteri ini tersusun berpasangan, berantai maupun sendiri
sendiridengan gambaran khas seperti ruas pohon bambu / bamboo tree
appearance. Bacillusanthracis dapat membentuk endospora yang berbentuk
oval dan terletak central , tidak lebih besar daripada diameter bentuk
vegetatifnya. Endospora ini hanya terbentuk apabila bakteri berada di luar
tubuh hostnya atau pada tubuh host yang telah mati. Endospora juga dapat
ditemukan pada kultur / biakan, di tanah / lingkungan, pada jaringan atau
darah hewan penderita yang telah mati. Ciri morfologis lain dari Bacillus
anthracis adalah mempunyai capsul pada saat berada di dalam tubuh
hosttetapi capsule ini tidak dapat terjadi pada Bacillus anthracis yang

3
dibiakkan secara invitro kecuali bila dalam medianya diberikan natrium
bicarbonate dengan konsentrasi 5%CO2 .
Penyakit ini tergolong penyakit kuno,sejak tahun 1850 Davaine dan Rayer
serta Pollander pada tahun 1855 telah menemukan bakteri Bacillus anthracis
dari jaringan hewan yang mati akibat penyakit anthrax. Pada tahun 1857
Brauell telah dapat memindahkan bakteri ini dengan cara menginokulasikan
darah darihewan yang terinfeksi pada percobaan. Pada tahun 1877 Robert
Koch berhasil mengisolasi bakteri ini di laboratorium.
Penyakit anthrax juga semakin dibicarakan dan dianggap penting
karenaselain berpengaruh terhadap kesehatanmanusia maupun ternak, juga
berdampaknegatif terhadap perekonomian serta perdangangan khususnya
ternak secara nasional maupun internasional. Selain ituternyata penyakit
anthrax berpengaruh terhadap Sosio-politik dan keamanan suatu negara karena
endospora bakteri ini berpotensi untuk dipergunakan sebagai senjata biologis.
Beberapa daerah di Indonesia sampai merupakan daerah endemis anthrax
diantaranya di wilayah Jawa Barat, JawaTengah, Nusa Tenggara Timur dan
NusaTenggara Barat.
Kerentanan hewan terhadap kuman anthrax dapat dibagi dalam
beberapa kelompok, antara lain :
 Hewan-hewan pemamak biak (terutama pada sapi dan domba) kemudian
disusul dengan kuda, rusa, kerbau, marmut dan mencit.
 Babi tidak begitu rentan, kejadain penyakit anthrax pada hewan bersifat
kronis.
 Anjing, kucing dan bangsa burung relatif tidak rentan tetapi masih dapat
terinfeksi secara alamiah.
 Hewan-hewan berdarah dingin sama sekali tidak rentan. (Anon.,1989)

4
2.2 Erysipelas

Sinonim

Pada hewan babi disebut juga Rosenbach’s erysipeloid, erytema migrans,


erysipelotrichosis, rose disease, pada manusia disebut fish handler’s disease.

Etiologi

Agen penyebabnya adalah Erysipelothrix rhusiopathiae (E. insidiosa) ,


sebuah bakteri gram positif (dengan pewarnaan yang tidak rata), anaerob dan
aerob fakultatif, bacillus yang tidak motil dengan panjang 0,6 – 2,5 mikron
dan tidak memproduksi spora. Ketika ditemukan dalam fase rugosa bakteri ini
cenderung untuk membentuk filament - filamen. Bakteri ini resisten terhadap
faktor lingkungan, dan bertahan selama 5 hari didalam air dan 15 hari di
dalam lumpur. Jumlah serotypenya meningkat : tahun 1987, sebanyak 23 buah
( dari 1 sampai 23) sudah diakui, dengan subserotipe 1a, 1b dan 2a , 2b, dan
tahun 1991, sudah menjadi 26 serotipe. Pembagian serotype ini sangat penting
dalam epidemiologi dan imunisasi.

Spesies kedua, E. tonsillarum , sudah diisolasi dari tonsil babi yang


kelihatan sehat. Klasifikasi dan nomenklatur genus Erysipelothrix tetap
dibawah pengawasan. DNA : studi tentang hibridisasi DNA menunjukan
bahwa satu grup seroptipe E. rhusiopathiae secara genetic lebih berhubungan
dengan spesies ini. Sementara yang lain secara genetik lebih berhubungan
dengan E. tonsillarum. Dua serotype, 13 dan 18, mungkin milik dari sebuah
spesies baru, memberikan level hibridisasi yang rendah dengan kedua spesies.

2.3 Brucellosis

Brucellosis adalah penyakit yang menular dari hewan ke manusia terutama


melalui kontak langsung dari hewan terinfeksi, minum susu dari hewan
terinfeksi dan menghirup udara yang tercemar oleh bakteri penyebab
Brucellosis yaitu Brucella sp. Brucellosis memiliki dampak terhadap
kesehatan masyarakat di hampir seluruh negara.

5
Brucellosis memiliki dampak ekonomi sangat tinggi berkaitan dengan
rendahnya produktivitas hewan penderita dan pada manusia tingginya biaya
pengobatan akibat durasi pengobatan yang lama. Brucellosis merupakan salah
satu penyakit hewan menular strategis karena penularannya sangat cepat antar
batas dan lintas daerah, sehingga memerlukan pengaturan lalu lintas hewan
yang ketat

Indonesia belum bebas Brucellosis, terutama di daerah sentra peternakan


sapi perah.Sebagian besar peternak sapi perah belum melakukan pemusnahan
terhadap sapi perah yang terbukti positif Brucellosis, sehingga sapi penderita
bersifat sebagai carrier seumur hidupnya di lokasi tersebut.Prevalensi
Brucellosis pada ternak di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 40% dan
tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Keadaan ini sangat
memungkinkan penularan Brucellosis dari hewan ke manusia dan dapat
menjadi faktor risiko terjadinya Brucellosis di manusia.

Sinonim

Demam Undulant, demam Malta, demam Gibraltar, demam


Mediterranean (pada manusia), keguguran menular, demam Abortus, penyakit
Bang (pada sapi), Epididymitis (pada domba)
Etiologi
Penyebab Brucellosis adalah bakteri berbentuk kokobasil dnegan panjang
0,5-2,0 µm dan lebar 0,4-0,8 µm, bersifat Gram negatif, dari genus
Brucellasp. Tidak bergerak, tidak membentuk spora dan hidup dalam keadaan
berudara (aerob). Terdapat enam spesies yang saat ini dikenal pada Genus
Brucella yaitu: B. melitensis, B. abortus, B. suis, B. neotomae, B. ovis, dan B.
canis.
Tiga spesies pertama telah dibagi menjadi beberapa biotipe yang
didasarkan atas perbedaan ciri-ciri biokimianya dan atau rekasi yang
ditimbulkan pada serum monospesifik A(abortus) dan M (melitensis). Atas
dasar itu B. melitensis terbagi menjadi 3 biotipe (1-3), B. abortus menjadi 8

6
(1-9, karena biotipe 8 telah dihilangkan), dan B. suis menjadi 4 biotipe (1-4).
Akhir-akhir ini, sebuah biotipe baru telah diusulkan di Rusia yang berasal dari
stain yang diisolasi dari hewan pengerat yang memiliki perbedaan dengan
keempat biotipe yang lebih dahulu dikenal (Acha and Szyfres, 1987;
Dharmojono, 2001).

7
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Anthrax

Distribusi Geografis

Tersebar luas diseluruh dunia, kejadiannya dibeberapa daerah bersifat


enzootik dan sporadik. Di indonesia anthrax pertama kali diberitakan oleh
Javasche Courant terjadi pada kerbau di telukbitung (sumatra) pada tahun
1884. Berikutnya, koran kolonial verslag memberitakan anthrax terjadi di
buleleng (Bali), rawas (palembang), dan lampung pada tahun 1885. Selama
lebih dari 100 tahun, Penyakit anthrax tidak pernah terjadi lagi dibali sehingga
bali dinyatakan sebagai daerah bebas anthrax sampai saat ini. Saat ini daerah
endemis anthrax di indonesia tercatat ada 11 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, NTT, NTB, Sumatra Barat, Jambi, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Papua (DEPKES RI, 2004).

Kejadian pada Manusia

Terjadinya infeksi pada manusia terkait erat dengan munculnya kejadian-


kejadian penyakit pada hewan peliharaan. Di negara-negara dengan tingkat
perkembangan ekonominya yang maju, dimana kejadian anthrax pada hewan
telah dapat dikontrol maka kejadian anthrax pada manusia sangat jarang
dijumpai. Munculnya kasus-kasus dinegara ini biasanya berasal dari adanya
produk hewan yang terkontaminasi.

Anthrax pada manusia umumnya terjadi di daeraah enzootik diantara


negara-negara berkembang yang berhubungan dengan peternakan, memakan
makanan yang kurang cukup dimasak dari hewan terinfeksi atau bekerja pada
perusahaan dimana wol, kulit kambing, dan bulunya di simpan dan di proses.
Kejadian penyakit pada manusia di negara berkembang tidak diketahui secara
pasti karena gejala penyakit tidak selalu diketahuioleh dokteratau dokter tidak

8
selalu melaporkan kejadian kasus, disamping juga karena diagnosis hanya di
dasarkan atas penampakan gejala-gejala klinis saja.

Di daerah enzootik, wabah penyakit pada manusia biasanya bersifat


endomosporadic dan epidemik. Wabah biasanya terjadi akibat dari memakan
daging yang sudah mati karena terserang anthrax atau hewan yang terinfeksi
oleh penyakit anthrax (Sirisanthana et al., 1984 dalam acha and Szyfres,
1987).

Kejadian pada Hewan

Anthrax pada hewan umumnya terjadi di daerah enzootik yang belum di


tunjang oleh adanya program kontrol yang memadai. Hampir semua hewan
berdarah panas peka terhadap penyakit anthrax. Di indonesia penyakit anthrax
sering terjadi pada sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, dan babi. Babi dapat
tertular lewat pemberian makanan tercemar spora anthrax, misalnya bone meal
dan sisa-sisa jaringan hasil pemotongan hewan.

Penyakit pada Manusia

Masa inkubasi pada manusia berkisar antara 2-5 hari. Bentuk klinis
penyakit anthrax terbagi menjadi 3 bentuk yaitu : bentuk kutaneus, pulmonary
atau respiratory, dan bentuk gastrointestinal.

Bentuk kutaneus merupakan bentuk yang paling umum terjadi yang


dikaitkan dengan adanya kontak dengan hewan terinfeksi (biasanya karkas)
atau adanya kontak dengan wol, kulit dan bulu binatang dari hewan terinfeksi.

Pada manusia, cutaneous anthraxbermula dari infeksi oleh endospora


bakteri inimelalui lesi kulit. Dalam waktu 12 -36 jamsetelah infeksi akan
timbul papula yang akanberubah segera menjadi vesicular yang berisicairan
berwarna biru gelap. Ruptur darivesicular akan meninggalkan bekas
berupaeschar kehitaman pada bagian pusat lesi dandikelilingi oleh daerah
menonjol yangmerupakan reaksi keradangan. Ulcus necroticinilah yang sering

9
disebut sebagai malignantpustule yang sering terjadi di kulit tangan,lengan,
atau kulit kepaladan tidak terasasakit.

Pada cutaneous anthrax, umumnyapenderita mengeluh demam subfebris


dan sakitkepala. Pada pemeriksaan, umumnya di daerahterbuka seperti muka,
leher, lengan dan tanganditemukan kelainan berupa papula, vesicularyang
berisi cairan dan jaringan nekrotikberbentuk ulsera yang ditutupi oleh
kerakberwarna hitam, kering yang disebut eschar (pathognomonik) disekitar
ulkus, seringdidapatkan eritema dan edema. Pada perabaanedema tersebut
tidak lunak dan tidak lekuk (non pitting) bila ditekan, disebut jugamalignant
pustule.

Bentuk Pulmonary dikaitkan dengan adanya inhalasi spora dari B.


Anthrachis. Gejala penyakit ini di awali dengan gejala penyakit ringan seperti
gejala infeksi saluran pernapasan atas biasa. Sekitar 3-5 hari berikutnya
berkembang menjadi akut disertai dengan demam, shock dan berakhir dengan
kematian. Bentuk Gastrointestinal dikaitakan dengan adanya ingesti daging
yang berasal dari hewan terinfeksi, yang ditandai dengan terjadinya gejala
gastrointestinal yang hebat disertai oleh muntah dan berak berdarah.

Gambar 1. Anthrax pada Manusia

Penyakit pada Hewan

Penyakit anthrax pada hewan terdapat dalam 3 bentuk yaitu : bentuk


perakut/apoplectic, bentuk akut dan sub-akut, dan bentuk kronis.

10
Bentuk perakut biasanya terlihat pada hewan sapi, kambing dan domba.
Kejadian ini biasanya terlihat pada awal dari munculnya suatu wabah.
Serangannya bersifat tiba-tiba yang diikuti dengan kematian. Hewan terinfeksi
menunjukan tanda-tanda yang berhubungan dengan cerebral disusul dengan
kematian secara mendadak.

Bentuk akut dan sub-akut, umumnya terlihat pada kuda, sapi, dan domba.
Gejalanya meliputi demam, penghentian pengunyahan, depresi, kesulitan
bernapas, inkoordinasi, konvulasi, dan kematian. Keluarnya darah dari dari
lubang-lubang kumlah kadang-kadang terlihat.

Anthrax bentuk kronis dapat terlihat pada sebagian besar spesies yang
peka seperti babi, tetapi dapat juga terlihat pada sapi, kuda, dan anjing. Selama
wabah dalam suatu kelompok babi, hanya beberapa hewan menderita bentuk
akut, selebihnya sebagaian besar dari kelompoktersebut menderita bentuk
kronis. Gejala utama anthrax dalam bentu ini yaitu terjadinya edema pada
daerah pharyngeal dan lingual dan sering terlihat adanya cairan berbusa yang
keluar dari mulut hewan penderita. Kematian hewan diakibatkan karena
terjadinya asphyxial / kesulitan bernapas.

Gambar 2. Anthrax pada Hewan

11
Sumber Infeksi dan Cara Penularan

Tanah yang tercemar endospora bakteri Bacillus anthracis merupakan


sumber infeksi dan bersifat bahayalaten karena dapat terserap oleh akar
tumbuh- tumbuhan hingga mencapai daun maupunbuahnya sehingga
berpotensi untukmenginfeksi ternak maupun manusia yang
mengkonsumsinya. Sumber infeksi lainnya adalah bangkai ternak pengindap
anthrax. Miliaran endospora bakteri ini terdapat dalam darah dan organ –
organ dalam penderita pada keadaan septisemia. Pada dasarnya seluruh tubuh
bangkai penderita, termasuk benda yang keluar dari bangkai tersebut
mengandung endospora bakteri ini . Dalam satu milliliter darah setidaknya
mengandung 1 miliar endospora. Spora-spora tersebut dapat diterbangkan
angin, atau dihanyutkan aliran air kemudian dapat mencemari air, pakan,
rumput, peralatan dan sebagainya.

Pada hewan sumber infeksi utamapenyakit anthrax adalah tanah.Selama


masa akhir dari penyakit ini pada hewan, bakteri vegetatif Bacillus anthracis
akan keluar dalam jumlah banyak bersama darah penderita melewati lubang –
lubang kumlah alami misalnya telinga, hidung, anus. Bakteri ini dengan
segera membentuk endospora dan berdiam diri di tanah bertahun–tahun
bahkan hingga 60 -70 tahun. Hal inilah yang kemungkinan dapat menjadi
sumber infeksi dari anthrax yang terus menerus ada.

Tingkat kematian akibat anthrax padaherbivora sekitar 80%. Anthrax pada


hewanterdeteksi pada hampir di seluruh Negaraterutama di daerah
mediteranian, Afrika dan Asia. Beberapa produk hewan misalnya bulu domba
atau tepung tulang yang diimport dari daerah endemis kemungkinan juga
dapat menjadi sumber penularan bila terkontaminasi oleh endospora bakteri
ini. Di Amerika beberapa daerah misalnya Louisiana,Oklahoma, Colorado,
California merupakan daerah yang secara sporadis sering terjadi kasus
anthrax.

12
Penularan dari hewan ke manusia dapat pula akibat dari gigitan insekta
yang bertindak sebagai vektor mekanik, namun kasus sejenis belum banyak
dilaporkan. Infeksi juga dapat terjadi melalui saluran pencernaan, yaitu karena
makan daging dari ternak yang terserang anthrax atau tumbuhan yang
tercemar oleh spora anthrax. Infeksi saluran pernapasan juga sering terjadi,
demikian pula dengan penularan secara kontak melalui kulit dan luka.

Gambar 3. Siklus Penularan Anthrax


Diagnosis

a. Diagnosis Banding
Pada kuda andanya oedema dibawah kulit dapat dikelirukan dengan
dourine yang disebabkan oleh Trypanosoma equiperdum.
b. pengambilan dan pengiriman spesimen
Pada hewan spesimen dapat berupa darah perifer dari daun telinga yang
diambil dengan jarum, kemudian diisapkan pada kertas saring, kapur tulis
atau kapas, apabila hewan masih hidup. Apabila hewan sudah mati,

13
spesimen dapat diambil dari pemotongan daun telinga, cairan oedema,
tulang kulit, dan bahan-bahan yang diduga tercemar seperti tanah.

Kontrol

Daerah bebas pencegahan dilakukan melalui tindakan karantina berupa


pelarangan masuknya hewan dari daerah tertular ke daerah bebas.

Pada manusia pencegahan terhadap anthrax yaitu : Kontrol terjadinya


infeksi anthrax pada hewan,Pencegahan terjadinya kontak dengan hewan
terinfeksi dan produk hewan terkontaminasi, higiene terhadap lingkungan
dan personal dimana produk hewan ditangani (meliputi penggunaan ventilasi
yang cukup dan penggunaan pakaian kerja), adanya perwatan medis terhadap
lesi pada kulit, penyucihamaan bulu binatang dan wol dengan formaldehid
panas.

Perlu dilakukan pemusnahan bangkai hewan yang mati karena anthrax


secara benar sehingga tidak memungkinkan endospora dari bakteri ini untuk
menjadi sumber infeksi.Pada hewan pencegahan anthrax didasarkan pada
program vaksinasi di daerah enzotik

3.2 Erysipelas

Distribusi Geografis

Agen penyebab tersebar di semua benua diantara banyak spesies dari


mamalia dan unggas liar maupun domestik . Agen ini juga sudah diisolasi
dari hewan air, seperti lumba - lumba, buaya Amerika dan singa laut.

Kejadian pada Manusia

Erysipeloid pada manusia merupakan penyakit terbesar yang ditemukan


pada para pekerja yang bekerja di rumah pemotongan hewan dan
perdagangan unggas - pengolahan tanaman, nelayan dan pekerja industri
perikanan, dan mereka yang menangani daging (terutama daging babi) dan

14
produk – produk makanan laut. Ini bukan merupakan penyakit yang sering
dilaporkan dan kejadiannya yang diketahui masih sedikit . Di Uni Soviet,
hampir 3000 kasus sudah dilaporkan antara tahun 1956 dan 1958 dalam 13
rumah potong hewan di Ukraina dan 154 kasus dilaporkan di wilayah bagian
Tula pada tahun 1959. Dari tahun 1961 sampai 1970, Pusat Pengawasan dan
Pencegahan Penyakit Amerika memastikan diagnosa 15 kasus di Amerika. Di
Amerika Latin sudah dilakukan isolasi kasus penyakit. Beberapa wabah yang
sifatnya epidemik sudah terjadi di Negara bentukan Uni Soviet, di Amerika
Serikat, dan di Pantai Baltic bagian selatan.

Kejadian pada Hewan

Penyakit pada babi ( Swine erysipelas ) sangat penting di Asia, Kanada,


Eropa, Meksiko, dan Amerika Serikat. Penyakit ini juga sudah terlihat di
Brazil, Chili, Guatemala, Guyana, Jamaica, Peru, dan Suriname, tetapi
kejadiannya rendah pada Negara - negara ini. Poliartritis pada domba yang
disebabkan oleh E.rhusiopathiae sudah dipaparkan pada banyak daerah
peternakan domba diseluruh dunia.

Penyakit pada Manusia

Bentuk kutaneus diketahui dari nama erysipeloid untuk membedakannya


dari erysipelas yang disebabkan oleh Streptococcus hemolytic. Masa
inkubasinya berkisar antara satu sampai tujuh hari. Erysipeloid umumnya
ditemukan didaerah tangan dan jari yang berbentuk eritema, udem, lesi pada
kulit berwarna ungu disekeliling luka (titik inokulasi) yang mungkin
merupakan sebuah abrasi sederhana. Arthritis pada sendi jari terjadi dengan
beberapa frekuensi. Pasien akan mengalami sensasi terbakar, rasa sakit
berdebar – debar, dan rasa gatal yang sering.

Kejadian penyakit biasanya lunak ( benigna ) dan pasien akan sembuh


kembali dalam dua sampai empat minggu. Jika infeksi terjadi secara merata/
menyeluruh, septicemia dan endokarditis dapat menyebabkan kematian. Di
Amerika Serikat kebanyakan kasus yang dilaporkan dalam beberapa tahun

15
belakangan ini merupakan bentuk septicemik umumnya berhubungan dengan
endokarditis. Sebuah analisis dari 49 kasus infeksi sistemik yang terjadi
dalam kurun waktu 15 tahun ditemukan bahwa E. rhusiopathiae memiliki
tanda aneh mengarah ke arah katup aorta. Dalam 40% kasus, terdapat
kecocokan lesi erisipeloid kutaneus dan yang mengarah kepada kematian
sebanyak 38 %. Kurang dari 40 %, memiliki sejarah penyakit valvular
sebelumnya. Hanya 17 % mempunyai sejarah yang bisa digolongkan sebagai
penyebab yang membahayakan sistem imun. Gejala utama adalah demam
(92%), splenomegali (36%), dan hematuria (24%).

Penyakit pada Hewan

Banyak spesies mamalia dan unggas piaraan dan liar merupakan hospes
dari agen penyebab penyakit ini. Di beberapa spesies hewan, E.
rhusiopathiae menghasilkan proses patologik. Babi adalah spesies yang
paling berpengaruh.

Babi

Erysipelas pada babi merupakan sebuah penyakit yang penting secara


ekonomi di banyak Negara. Di beberapa pusat Negara Eropa, babi dapat
ditingkatkan keuntungannya ketika vaksinasi dilakukan secara sistematis.
Morbidity dan mortality bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lain,
tergantung pada perbedaan virulensi dari agen penyebab. Pada masa
sekarang, bentuk akut jarang terjadi di Eropa bagian barat dan Amerika
Utara.

Masa inkubasi berlangsung dari satu sampai tujuh hari. Ada tiga bentuk
klinik utama : akut (septicemia), subakut (urtikaria), dan kronis (arthritis,
limfadenitis, dan endokarditis). Bentuk ini mungkin bisa muncul bersamaan
dalam sebuah kawasan/kumpulan atau muncul terpisah. Bentuk akut dimulai
dengan demam yang tinggi. Beberapa hewan menderita kelemahan,
anoreksia, dan muntah - muntah, sementara yang lainnya berusaha untuk
mendapatkan makanan meskipun mengalami demam tinggi. Pada beberapa

16
hewan, titik – titik berwarna ungu kemerahan terlihat di kulit, terutama di
telinga. Ditemukan juga splenomegali dan pembengkakan nodus limfa. Pada
tahap terakhir erysipelas septikemik, gejala yang paling jelas adalah dipsnoe
dan diare . Penyakit ini berlangsung cepat dan mortalitas biasanya sangat
tinggi. Bentuk subakut ditandai dengan urtikaria, yang pada awalnya terlihat
titik - titik di kulit yang berbentuk jajaran genjang dan berwarna ungu atau
kemerahan.

Titik – titik ini ditemukan terutama di bagian abdomen, bagian sebelah


dalam paha, leher, dan telinga. Bekas titik - titik ini akhirnya berlanjut
menjadi nekrosis , kering, dan akan runtuh. Bentuk kronis ditandai dengan
arthritis. Pada awalnya , persendian bengkak dan jika digerakan akan terasa
sakit; kemudian, luka akan berkembang menjadi ankilosis. Kerugian -
kerugian yang disebabkan oleh arthritis sangat terasa karena perkembangan
dan pertambahan berat badan hewan menjadi terpengaruh dan karena mereka
mungkin dikeluarkan dari rumah potong hewan.

Bentuk kronis mungkin terlihat sebagai endokarditis. Dengan emasiasi


yang sangat dan kematian yang tiba - tiba. Limfadenitis adalah manifestasi
lain dari bentuk kronis. Diantara isolate E. rhusiopathiae yang diperoleh dari
babi dengan gejala klinik erysipelas, serotype 1 (subtype 1a dan 1b) dan 2
yang paling menonjol. Subtype 1a biasanya diisolasi dari bentuk septikemik,
serotype 2 dari bentuk urtikaria dan arthritis, dan serotype 1 dan 2 dari
endokarditis. Sebuah studi yang dilakukan di Jepang menggolongkan 300
isolat dari babi yang menderita erysipelas. Kebanyakan memiliki serotype 1a,
1b, atau 2. Serotype 1a juga diisolasi dari 9,7% kasus arthritis dan
limfadenitis.

Hanya 6,7% yang memiliki serotype yang lain 3, 5, 6, 8, 11, 21, dan N
(tidak dapat digolongkan), diisolasi dari erysipelas bentuk kronis. Strain
berikutnya dianalisa melalui percobaan terhadap patogenesitas mereka di
babi dan yang dibentuk untuk menghasilkan bentuk urtikaria. Serotype strain

17
1a diisolasi dari babi dengan arthritis atau limfadenitis menghasilkan
bermacam - macam gejala: urtikaria yang merata dengan penurunan kondisi
tubuh dan anoreksia pada beberapa hewan, lesi urtikaria yang terbatas pada
hewan - hewan yang lain, dan pada hewan yang lainnya tidak menunjukkan
gejala. Kasus akut dapat diobati dengan pemberian bersama penisilin dan
antiserum.

Domba dan Sapi

E. rhusiopathiae menyebabkan arthritis pada anak domba, biasanya


setelah pemotongan ekor atau kadang - kadang sebagai hasil dari infeksi
umbilicus . Infeksi menjadi suatu keadaan yang berlangsung sekitar dua
minggu setelah pemotongan ekor atau lahir, dan gejala utamanya adalah
kesulitan dalam bergerak dan pertumbuhan menjadi terhambat. Proses
kesembuhannya lambat.

Di Argentina, Brazil, Chili, Britania Raya , dan New Zealand, infeksi


kutaneus yang disebabkan oleh E. rhusiopathiae sudah diamati pada kuku
domba beberapa hari setelah mereka menjalani perendaman didalam benzene
hexachloride. Luka terdiri dari laminitis dan hewan mengalami kesulitan
bergerak. Penyakit berlangsung sekitar dua minggu. Seperti dengan
erisipeloid pada manusia, pertambahan infeksi masuk melalui abrasi kecil
pada kulit.

Ini dapat dicegah dengan menambahkan desinfektan seperti larutan


tembaga sulfat 0,03% dalam cairan perendaman. Serotype 1b adalah isolate
yang paling umum ditemukan di Australia, tidak hanya pada babi tetapi juga
pada domba dan unggas piaraan dan liar. Serotype 1a dan 2 adalah yang
paling jarang ditemukan di domba. Arthritis sudah diamati di sapi, dan agen
penyakitnya sudah diisolasi dari tonsil sapi dewasa yang sehat.

18
Unggas

Sebuah penyakit septikemik yang disebabkan oleh E. rhusiopathiae


terdapat pada banyak spesies unggas piaraan dan liar; kalkun adalah yang
paling sering terpengaruh. Gejala - gejala termasuk kelemahan umum, diare,
sianosis, dan jengger bengkak berwarna ungu kemerahan. Penyakit ini
cenderung menyerang unggas jantan. Mortalitas dapat bervariasi antara 2,5%
dan 25%. Lesi - lesi terdiri atas hemoragi dan ptechiae yang besar pada otot –
otot paha dan dada, membrana serousa, usus, dan empedu, limpa dan hati
membesar. Gejala dan lesi - lesi ini sama pada ayam, bebek dan ayam pegar.

Sumber infeksi dan Model Transmisi

Banyak spesies hewan mengandung E. rhusiopathiae . Reservoir utama


kelihatannya adalah babi; agen penyebab sudah diisolasi dari tonsil dari babi
yang sehat. Dalam sebuah studi yang dilakukan di Chili, agen penyebab
penyakit ini diisolasi dari 53,5% sampel tonsil dari 400 ekor babi di rumah
potong hewan. E. rhusiopathiae sudah diisolasi dari 25,6% sampel tanah
dimana babi tersebut hidup dan dari feses mereka. Tanah yang bersifat basa
merupakan tempat paling disukai agen untuk bertahan hidup. Jenis serotype
yang bagus mungkin diisolasi dari babi yang jelas - jelas sehat. Dalam uji
percobaan, beberapa serotype terbukti mempunyai tingkat virulensi yang
tinggi, yang lainnya mempunyai patogenesitas yang sedang ( hanya
menghasilkan urtikaria lokal), dan beberapa lainnya tidak virulen.

Ikan, kerang - kerangan, udang dan kepiting sebagai sumber infeksi yang
sangat penting. Agen penyebab sudah diisolasi dari kulit ikan. Di dalam
daging dan unggas - pengolahan tanaman, tikus dapat menjadi reservoir
penting dan penyebar infeksi. Empat belas serotype E. rhusiopathiae yang
berbeda sudah diisolasi dari 38 sampel (33,9%) didapat dari daging babi di
112 toko di Tokyo. Beberapa sampel mengandung lebih dari satu serotype.

E. rhusiopathiae dapat bertahan dalam waktu yang lama diluar tubuh


hewan, di lingkungan dan produk hewan, yang bisa membuat agen ini

19
bertahan lama. Manusia terinfeksi melalui luka dan abrasi, tetapi tahan
terhadap jalur masuk lainnya. Infeksi dapat terjadi karena memegang hewan
dan produk - produk hewan, termasuk ikan. Dokter hewan juga terkena
infeksi penyakit ini ketika mereka tertusuk saat melaksanakan vaksinasi yang
teratur pada hewan. Di Chili, sebuah kasus endokarditis pada manusia
dihubungkan dengan menghirup asap ikan bakar yang dijual dipinggir jalan.

Agen penyakit ini dapat berkembang biak dalam seekor hewan sehat yang
bertindak sebagai karier/pembawa dibawah tekanan, dan dapat menyebabkan
penyakit dan mengkontaminasi lingkungan. Seekor babi dengan penyakit
erysipelas bentuk akut melepaskan sejumlah besar bakteri didalam feses,
urin, saliva, dan muntahan mereka, yang akan menjadi sebuah sumber infeksi
bagi babi - babi lainnya di dalam peternakan. Cara infeksinya melalui saluran
pencernaan dan kutaneus, melalui abrasi dan luka. Daya tahan hidup yang
lama dari agen ini di lingkungan menjadikan daerah terinfeksi bersifat
endemis. Hewan - hewan lainnya dan unggas mungkin juga berperan dalam
keberlangsungan infeksi atau menyebabkan wabah.

Diagnosis

Diagnosis dari hewan terinfeksi erysipelas dibuat dengan menggunakan


beberapa uji serologi seperti : aglutinasi, hambatan pertumbuhan, pasif
hemaglutination, dan complement fixation. Adanya suatu studi yang
membandingkan antara uji hambatan pertumbuhan dengan uji complement
fixation belakangan ini dirasakan sangat bermanfaat untuk diagnosis penyakit
karena dapat mendeteksi agen dengan titer yang cukup rendah pada infeksi
subklinis ataupun pada program vaksinasi (Bercovich et al., 1981 dalam
Acha and Szyfres, 1987).

Kontrol

Kontrol erysipelas pada manusia dapat dicegah dengan hygiene yaitu


dengan mencuci tangan dan penanganan luka yang cukup.Pada babi
tergantung pada program vaksinasi.Dua jenis vaksin yang memberikan hasil

20
yang sangat bagus yaitu: bakteri yang diabsorbsi dalam aluminium hidroksida
dan vaksin hidup avirulen. Vaksin ini akan memberikan kekebalan antara 5-6
bulan. Bakterin diberikan sebelum penyapihan, diikuti dengan dosis lanjutan
2-4 minggu berikutnya.Vaksin avirulent juga dapat memberikan secara oral
melalui air minum.

Program vaksinasi tidak memberikan hasil yang memuaskan untuk


pencegahan penyakit yang bersifat kronis, dan dalam beberapa hal dianggap
sebagai pemicu terjadinya gejala arthritis.Pada wabah septicemia erysipelas,
karkas sebaiknya dimusnahkan dan didesinfektan. Hewan yang sakit
ditangani dengan penisilin serta kadang diistirahatkan . Rotasi hewan didalam
pada pengembalaan dan hygiene lingkungan juga sangat membantu dalam
control erysipelas.

3.3 Brucellosis

Distribusi Wilayah

Penyebaran brucellosis terjadi di seluruh dunia.Penyebaran spesies


brucella serta biotipenya bervariasi dibebagai wilayah dunia.B. abortus
memiliki penyebaran paling luas; B. melitensis dan B. suis tersebar secara
tidak teratur; B. neotomae yang diisolasi dari tikus-tikus padang pasir
(Neotoma lepida) di Utah (USA) dan penyebarannya dibatasi oleh alam,
penularannya tidak pernah dilaporkan pada manusia atau hewan-hewan
domestic. Di Indonesia, brucellosis tersebar luas di Pulau Timor (NTT),
Sulawesi, Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Pulau Bali sampai saat ini
merupakan daerah yang bebas dari penyakit brucellosis, terkait adanya
larangan memasukkan sapi jenis lainnya, berkaitan dengan kebijakan
pemerintah untuk memurnikan sapi Bali (Soeharsono, 2002).

Kejadian pada Manusia

Manusia merupakan hospes aksidental dan tidak menularkan pada individu


lain. Setiap tahun hampir setengah juta kasus Brucella terjadi pada

21
manusia(WHO, 1975 dalam Acha and Szyfres, 1987).Prevalensi infeksi pada
hewan-hewan reservoir merupakan kunci terjadinya infeksi pada manusia.
Penularan B. abortus dan B. suis biasanya memengaruhi kelompok pekerja,
namun penularan oleh B. melillensis lebih sering terjadi dibandingkan dengan
tipe-tipe lainnya dan terjadi pada populasi yang lebih luas. Prevalensi
penyakit pada manusia paling besar ditemukan di negara-negara dengan
tingkat infeksi B.melitensis yang tinggi diantara kambing, domba, atau pada
kedua spesies tersebut. Amerika Latin yang memiliki catatan jumlah kasus
terbesar adalah Argentina, Meksiko, dan Peru.Kejadian yangsama juga ada di
negara-negara Mediterania, Iran, USSR, dan Mongolia. Adanya program
pengawasan dan pembasmian brucellois pada sapi secara bermakna dapat
mengurangi timbulnya brucellosis pada manusia.

Kejadian pada Hewan

Brucellosis pada hewan betina yang biasanya asimptomatik, sedangkan


pada hewan bunting dapat menyebabkan plasentitis yang akibat terjadinya
abortus pada kebuntingan bulan ke-5 sampai Jika tidak terjadi abortus, kuman
Brucella dapat dieksresikan ke plasenta, cairan fetus, dan leleran vagina.
Kelenjar susudan kelenjar getah bening juga dapat terinfeksi dan
mikroorganisme ini ke susu (OIE, 2009). Infeks pada hewan terjadi secara
persisten seumur hidup, di mana kuman Brucella dapat ditemukan di dalam
darah, urin, susu, dan semen (Brucellosis Fac Sheet, 2003).

Brucellois pada sapi hampir ditemukan di seluruh dunia, namun infeksi


telah dibasmi hampir di banyak negara seperti: Finlandia, Norwegia swedia,
Denmark, Belanda, Belgia, Switzherland, Jerman, Austria, Hungaria,
Czekoslavia, Rumania, dan Bulgaria Timm, 1982, Kasyanov dan
Aslannyan, 1982 dalam Acha and szyfres, 1987). Sementara itu Inggris,
Irlandia, Polandia, Kanada, Amerika Serikat, Kuba, Panama, Australia,
dan New Zealand telah membebaskan hewan-hewannya serta sebagian besar
wilayah mereka dari Brucellosis. Pada negara-negara lain, tingkat

22
penularannya sangat bervariasi di antara satu negara dengan negara lain dan di
antara wilayah-wilayah dalam suatu negara. Prevalensi tertinggi terlihat pada
ternak-ternak sapi perah. Pada banyak negara termasuk negara Amerika Latin
yang tidak memiliki program pengawasan, menjadikan penyakit ini sebagai
salah satu penyakit paling serius seperti halnya pada negara-negara
berkembang lainnya.

Brucellosis babi jarang terjadi dan muncul secara sporadis di sebagian


besar Eropa, Asia, Oceania.Di negara-negara Eropa memperlihatkan adanya
hubungan epidemiologi penyakit dengan brucellosis yang disebabkan oleh B.
suis biotipe 2 pada kelinci hutan/”here”. Di banyak negara-negara Amerika
Latin, brucellois babi bersifat enzootik.Walaupun data statistik yang ada amat
kecil, namun daerah-daerah ini dipandang memiliki tingkat penyebaran yang
tertinggi di dunia.Brucellois kambing dan domba membawa masalah penting
di daerah Mediterrania, Eropa, Afrika, Rusia, Mongolia, dan Timur
Tengah. Penularan brucella pada anjing oleh B. canis telah ditemukan hamper
di seluruh dunia. Adanya variasi penyebaran tergantung pada kondisi daerah
dan metode diagnostic yang digunakan.Keadaaan ini memunculkan masalah
bagi pengembangbiakan anjing-anjing ketika kasus ini mengakibatkan
terjadinya keguguran dan ketidaksuburan, baik anjing yang dipelihara di
rumah maupun anjing liar jalanan.

Penyakit pada Manusia

Manusia dapat tertular oleh B.melitenis, B.suis, B,abortus, dan B.canis.

Diketahui bahwa strain brucella yang bersifat pathogen dan paling cepat
menulari manusia adalah B.melitensis yang di ikuti oleh B.suis, B.aburtus, dan
B.canis. Pada umumnya masa inkubasi sekitar antara 1 sampai 3 minggu,
namun terkadang bisa hingga mencapai beberapa bulan. Gejala dari
brucellosis akut seperti halnya pada penyakit lain meliputi panas dingin,
berkeringat, suhu badan yang sangat tinggi. Gejala yang selalu muncul adalah
kelemahan dan menyebabkan kelelahan. Suhu badan bisa bervariasi, normal di

23
pagi hari hingga 40C di sore hari. Gejala-gejala umum lainnya seperti susah
tidur, impoten,sakit kepala, anaroksia, sembelit, anthralgia, dan rasa tidak enak
badan.

Penyakit ini member pengaruh pada sistem saraf, gugup, dan depresi.
Kuman brucella menempati ruang intraseluler dan jaringan sistem
retikuloendotenital seperti limfonodus, sumsum tulang, hati dan limfa. Reaksi
dari jaringan berupa granulamatus. Awalnya penyakit ini menyebabkan
komplikasi serius seperti enchepalitis, meningitis, peripheral neuritis,
spondilitis, suppuratif arthritis, dan vegetative endokarditis. Gejala yang
muncul biasanya berkaitan dengan hipersensi reaksi hipersensitivitas.
Diagnosis dari brucellosis kronis ini sangat sulit di tentukan. Pada daerah
enzootic brucellosis, khususnya pada kasus brucellosis sapi biasanya muncul
penularan yang bersifat asimtomatik.

Penyakit pada Hewan

Gejala khusus pada seluruh spesies hewan adalah terjadinya keguguran


atau kelainan janin yang prematur. Di bidang peternakan mortalitas
brucellosis tidaklah tinggi, tetapi kerugian ekonomi yang di sebabkan
sangatlah besar. Ternak sapi (terutama sapi perah) bila terserang penyakit ini
akan keguguran kemudian menderita gangguan alat reproduksi dan turunnya
produksi susu (Dharmojono, 2001).

Sapi

Patogen utama pada sapi adalah B.abortu. Di Amerika Latin telah di


konfirmasikan adanya biotipe 1,2,3, dan 4 dengan perincian biotiope 1 telah
diisolasi lebih dari 80% kasus. Di Amerika Serikat biotipe 1,2, dan 4 telah
diisolasi. Di Afrika Timur biotipe 3 adalah yang utama dan mempengaruhi
hewan ternak setempat seperti halnya kerbau (Timm, 1982 dalam Acha and
Szyfres, 1987). Biotipe 5 yang muncul pada hewan ternak di Inggris dan
Jerman, memiliki cirri-ciri biokimia dan serologis yang sama dengan
B.melitensis. Sapi juga bisa tertular oleh B.suis dan B.melitensis bilamana

24
mendapat rumput yang berasal dari babi,kambing, atau domba yang telah
tertular. Infeksi pada sapi di sebabkan oleh spesies heterologous dari brucella,
lebih bersifat sementara dari pada yang disebabkan oleh B.abortus.

Pada penularan secara alamiah, sangat sulit mengukur masa inkubasi dari
penyakit ini (masa dari waktu penularan hingga kelahiran
premature/pengguguran). Jika ternak betina tertular melalui mulut selama
masa pemeliharaan, masa inkubasi bisa mencapai 200 hari, dan jika ternak
dalam keadaan tidak terlindung selama 6 bulan setelah masa perkembangan,
masa inkubasinya mencapai 6 bulan setelah masa perkembangan.

Gejala utama pada sapi betina yang sedang bunting adalah keguguran
kandungan atau kelahiran premature. Inseminasi buatan pada sapi
mengakibatkan terjadinya estrus berulang seperti pada kasus vibriosis atau
trikomoniasis. Brucella pada sapi jantan biasanya terlokalisasi pada tesis dan
organ genital lainnya. Bentuk klinis dari penyakit ini biasanya terlihat dengan
membesarnya salah satu atau kedua testis sapi jantan dengan penurunan libido
dan kesuburan. Kadang-kadang testis menjadi atrofi akibat dari adhesi dan
fibrosis. Umumnya sering terjadi vesikulitis seminaldan ampullitis. Brucella
secara umum di temukan pada limfonodus, uterus, ambing, limfa, hati, dan
jika pada sapi jantan di temukan pada daerah genitalnya. Sejumlah besar
“erithritol” yaitu suatu karbohidrat yang menstimulasi perkembangan brucella,
di temukan pada placenta sapi. Perkembangan bakteri ini menyebabkan
plasentitis dan nekrose kotiledon yang mengakibatkan abortus (Acha and
Szyfres, 1987).

Kepekaan hewan terhadap infeksi tergantung pada jenis kelamin dan usia
ternak. Ternak jantan dan betina yang berusia kurang dari 6 bulan tidak mudah
terkena dan biasanya hanya mengalami infeksi sementara. Sapi betina
khusunya ketika bunting sangat peka terhadap infeksi dan infeksi biasanya
sering mengakibatkan terjadinya abortus.

25
Babi

Agen etiologi utama brucellosis pada babi adalah B.suis Di Amerika Latin
hanya dari biotipe 1 yang telah di laporkan sebagai penyebab infeksi,
sementara di USA berasal dari biotipe 1 dan 3. Infeksi yang disebabkan oleh
biotipe 1 dan 3 menyebar secara langsung maupun secara tidak langsung dari
babi ke babi. Berbeda halnya dengan biotipe 2 (biotipe Danish) sering di
pindahkan ke babi melalui kelinci hutan (Lepus aerupeus). Babi juga dapat
terinfeksi oleh B.abortus walaupun kurang pathogen pada babi dan biasanya
tidak di pindahkan dari hewan ke hewan lain. Infeksi ini biasanya bersifat
asimtomatik., dengan organismenya yang terbatas pada limfonodus di daerah
kepala dan leher.

Bilamana brucellosis menyerang kelompok ternak yang pada awal nya


sehat, penyakit biasanya berbentuk akut, dengan gejala berupa abortus,
infertilitas, anak babi lahir lemah, orchitis, epidymitis, dan arthritis. Pada
kelompok yang kecil infeksi cenderung berakhir dengan kematian atau
penyebarannya menjadi menurun akibat dari kehilangan kelompok hewan
yang peka karena dijual.

Kambing

Etiologi utama brucellosis pada kambing adalah B.melitensis dengan tiga


biotipe. Penularan oleh B.suis dan B.abortus kadang-kadang di temukan.
Gejala utamanya adalah keguguran yang muncul pada bulan ketiga atau
keempat pada masa kehamilan. Hygroma, arthritis, spondylitis, dan orchitis
juga dapat di temukan.

Brucellosis yang menyerang kambing betina berbeda dengan hewan


dosmetik lainnya, dimana mastitis adalah gejala umum pada kambing dan
mungkin merupakan tanda awal yang penting terjadinya infeksi brucella pada
suatu kelompok. Adanya gumpalan pada susu serta nodul kecil pada susu
sering terlihat. Pada kelompok hewan yang terinfeksi kronis, tanda dari
penyakit umumnya tidak terlalu tampak.

26
Domba

Penyakit pada domba yang dapat dibedakan menjadi 2 yaitu brucellosis


klasik dan eppidymitis pada domba jantan. Brucellosis klasik disebabkan oleh
B.melitensis. Sementara itu brucellosis pada domba memiliki kesamaan
gejala-gejala dengan penyakit yang sama pada kambing. Tetapi domba
memiliki resistensi yang lebih terhadap infeksi. Kadang-kadang pada domba
ditemukan infeksi oleh B.suis (Biotipe dua di Jerman) dan B.abortus (di
berbagai belahan dunia). Epididymis pada domba jantan di sebabkan oleh
B.ovis tanda-tanda klinis berupa lesi organ genital dari domba.

Kuda

B. abortus dan B. suis dilaporkan telah diisolasikan dari spesies ini.


Penyakit ini biasanya bermanifestasi dalam bentuk fistulous bursitis “pool
evil” dan :fistulus withers” meskipun aborsi jarang terjadi. B. abortus telah
diisolasikan dari kotoran kuda namun hal ini tidak umum terjadi.

Anjing dan Kucing

Brucellosis pada anjing disebabkan oleh B. abortus, B. suis dan B.


melitensis. Anjing terinfeksi akibat memakan makanan yang terkontaminasi,
khususnya fetus setelah lahir dan susu. Perjalanan infeksi ini biasanya bersifat
subklinis, namun terkadang gejala-gejalanya dapat meluas yang disertai
dengan demam, kekurusan, ochitis, anestrus, arthritis, dan sewaktu-waktu
menimbulkan aborsi.

Brucellosis pada kucing telah terjadi secara luas dan menjadi epizootic
terutama yang disebabkan oleh B. canis. Bentuk brucellosis ini dicirikan oleh
perpanjangan demam bakterimia, kematian embrionik, aborsi, prostatitis,
epididimitis, scrotal dermatitis, lymphadenitis, dan splenitis. Aborsi biasanya
muncul sekitar 50 hari masa kebuntingan.

27
Mamalia Domestik Lainnya

Brucellosis yang disebabkan oleh B. abortus dapat terjadi pada kerbau


peliharaan (bubalus bubalis) dan pada lembu (bos grunniens) dengan gejala-
gejala yang sama dengan brucellosis pada sapi.

Hewan Liar

Infeksi secara alamiah pada hewan liar disebabkan oleh agen brucella yang
terjadi secara luas dari spesies-spesies liar. Terdapat infeksi alami seperti di
antara tikus-tikus padang pasir di amerika serikat (noetoma lepida) yang
bertindak sebagai reservoir dari B neotomae.

Unggas

Pada beberapa kasus brucella secara alamiah telah diisolasi dari unggas
peliharaan yang terinfeksi. Disaat infeksi dengan gejala yang muncul berupa
kehilangan berat badan, pengurangan produksi telur, dan diare.

Sumber Infeksi dan Model Transmisi

Reservoir alamiah dari B. abortus, B. suis, dan B. melitensis masing-


masing adalah sapi, babi, dan kambing/domba. Hospes alamiah dari B. canis
adalah anjing dan B. ovis adalah domba.

Infeksi pada Manusia

Manusia menjadi terinfeksi oleh hewan dari kontak langsung maupun


tidak langsung akibat memakan produk hewan ataupun lewat inhalasi agen
melalui udara. Hal yang relative penting dari model trnasmisi dan
alurpenetrasi agen etiologi adalah adanya variasi yang tergantung dari
epidemiologi wilayah, hewan reservoir, dan kelompok pekerja yang terpapar.
Cara penularan beberapa strain Brucella dan hospesnya pada manusia seperti
tersaji pada Tabel 5.

28
Strain Hospes Hospes Gejala Cara Penyakit
utama lainnya klinis penularan pada
manusia
B. abortus Sapi Domba, Abortus Ingestion, Undulant
kambing, pada 5bulan beberapa fever-
babi, kebuntingan veneral dikontrol
kuda, dengan
anjing, antibiotika
manusia,
ungulate
liar
B. Domba, Sapi, Abortus Ingestion Malta fever:
melitensis kambing, babi, trimester fatal pada
kerbau anjing, akhir, lahir manusia
manusia, lemah,
unta mastitis
(kambing)
B. ovis Domba Abortus
jarang
terjadi
B. suis Babi Sapi, Abortus, Ingestion Menyebabkan
kuda, infertilitas dan kematian
anjing, veneral pada manusia
reindeer,
caribou
B. canis Anjing Manusia Abortus Veneral Ringan pada
pada 40-60 manusia
hari
Sumber : USDA, animal and plant health insfection service (2002).

29
Terjadinya transmisi secara kontak diawali bila di suatu wilayah terjadi
infeksi yang bersifat enzootic pada hewan sapid an babi. Brucellosis pada
manusia biasanya terjadi pada kelompok pekerja di rumah pemotongan
hewan, pedagang, dan dokter hewan. Infeksi biasanya terjadi akibat adanya
kontak pada saat penanganan fetus, atau adanya kontak dengan sekresi vagina,
dengan ekskreta dan karkas dari hewan yang terinfeksi. Mikroorganisme akan
masuk melalui kulit yang abrasi demikian juga halnya dengan membrane
mukosa, termasuk konjuntiva melalui tangan. Prevalensi penyakit pada rumah
pemotongan hewan cukup tinggi antara staf karyawan.

Di suatu wilayah di mana brucellosis pada kambing dan domba bersifat


enzootic, perpindahan infeksi melalui kontak juga terjadi bilamana
pengembala kambing atau domba menangani hewan yang baru lahir ataupun
menangani fetus. Perpindahan infeksi lewat udara telah dibuktikan melalui
percobaan dan penelitian. Di laboratorium, pemusingan suspense brucella
dapat menimbulkan suatu resiko bilamana dikerjakan pada sentrifius yang
tidak tertutup rapat seperti wabah epidemic yang menimpa terhadap 45 orang
yang terjadi di antara mahasiswa di Universitas Michigan pada tahun1938-
1939.

Infeksi pada Sapi

Sumber utama infeksi pada sapi adalah fetus, sisa-sisa setelah melahirkan
dan cairan vagina yang mengandung sejumlah besar brucella. Daerah sekitar
kandang dapat terkontaminasi oleh material fecal dari makanan pedet yang
mengontaminasi susu, dengan pertimbangan tidak semua organisme dirusak
oleh system pencernaan.

Jalan masuk utama infeksi pada sapi adalah melalui saluran pencernaan
lewat ingesti rerumputan yang terkontaminasi, pakan, atau air yang
terkontaminasi. Lebih jauh sapi biasanya menjilat fetus ataupun anaknya
setelah melahirkan, di mana semuanya itu dapat mengandungsejumlah besar
organism dan dianggap merupakan sumber infeksi yang sangat penting.

30
Kebiasaan sapi menjilat organ genital sapi lainnya juga memberikan
kontribusi terhadap perpindahan infeksi.

Secara eksperimen telah ditunjukkan bahwa organism dapat masuk


melalui kulit yang rusak dan kulit yang utuh. Pada suatu lingkungan tertutup,
sepertinya infeksi dapat tersebar melalui aerosol di mana secara eksperimen
telah dibuktikan bahwa infeksi dapat menyebar melalui udara. Penemuan baru
yang cukup mengagumkan dan kini sedang dievaluasi adalah infeksi secara
congenital dan oleh karena itu disebut sebagai fenomena laten. Penelitian ini
dilakukan oleh plummet et al., (1973 dalam Acha and Szyfres, 1987), di mana
anak sapi yang dilahirkan dari induknya secara buatan diinfeksikan dengan
dosis B. abortus yang cukup tinggi selanjutnya akan memperoleh infeksi dari
induknya.

Infeksi pada Babi

Pada babi sumber infeksinya sama seperti pada sapi. Rute infeksinya secara
prinsip melalui rute digesti (saluran cerna) dan rute veneral. Berbeda halnya
dengan infeksi pada sapi, adanya kontak seksual secara alamiah pada babi
sangat umum dan merupakan transmisi yang sangat penting. Infeksi sering
terjadi pada kelompok ternak yang membebaskan babi pejantannya yang
terinfeksi untuk mengawini babi betina. Di samping itu, babi karena
kebiasaannya sebagai pemakan segala, secara umum infeksi juga terjadi
melalui rute oral. Juga dimungkinkan terjadinya infeksi secara aerosol melalui
konjungtiva atau lewat saluran pernapasan atas.

Peranan Hewan dalam Epidemiologi Penyakit

Peranan hewan dalam epidemilogi penyakit sangat penting. Adanya kasus


infeksi dari manusia ke manusia merupakan suatu perkecualian.

Diagnosis

Pada manusia diagnosis klinis brucellosis didasarkan atas gejala klinis dan
sejarah penyakit yang dikonfirmasihkan dengan pemeriksaan laboratorium.

31
Isolasi dan penentuan tipe agen penyebab harus ditentukan sehingga dapat
ditunjukkan sumber infeksinya. Darah atau sumsum tulang belankang dapat
diambil pada saat si pasien dalam keadaan demam untuk selanjutnya
dibiakkan pada media yang cocok untuk pertumbuhan brucella. Material
biakan juga dapat diambil dari limfonodus, cairan cerebrospinal, dan juga dari
abses. Disarankan untuk dilakukan pembiakan diulangi beberapa kali
khususnya pada daerah-daerah enzootic terhadap B. abortus. Sebagai akibat
dari penggunaan antibiotic secara meluas sebelum dilakukan diagnosis
terhadap pasien penderita demam, pengujian bakteriologik sering ditemukan
hasil yang negative sehingga adanya uji serologis menjadi sangat diperlukan.

Uji serum agglutinasi merupakan metode yang sangat sederhana dan


digunakan secara luas. Adanya titer yang tinggi (lebih dari 100 IU) pada
sampel serum yang diambil secara berulang merupakan dasar diagnosis yang
sangat baik. Dilaporkan adanya reaksi silang pada aglutinasi serum dengan
kasus cholera ataupun tularemia (akibat vaksinasi) dan infeksi yang
disebabkan oleh Yersinia enterocolitica tipe 9. Uji serum aglutinasi
menunjukkan adanya immunoglobulin M dan G. secara umum diketahui
bahwa pada stadium aktif dari brucellosis IgG terhadap agen penyebab selalu
terdeteksi. Selanjutnya bilamana titer serum aglutinasi rendah, uji yang
menunjukkan kehadiran IgG semstinya ditanggalkan. Seperti uji 2-
mercaptoethanol dan uji fiksasi komplemen (uji pada manusia dengan
menggunakan komplemen IgG, sering mengurangi daya aglutinasinya).

Uji ini sangat khusus dilakukan pada brucellosis kronis, sekalipun titer
aglutinasinya pada tingkat yang rendah. Uji intradermal dengan allergen non-
celluler sangat bermanfaat pada studi epidemilogis tetapi tidak valid untuk
diagnosis klinis. Metode lainnya yang sangat bermanfaat untuk mendiagnosis
brucellosis pada manusia adalah uji “Rose Bengal” dan uji counterimmuno
electrophoresis. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh (Diaz et al., 1982
dalam Acha and Szyfres, 1987) terhadap 222 kasus, menunjukkan bahwa uji
Rose Bengal bersifat sangat sensitive dengan hasil 98,3% positif. Serta dengan

32
uji counterimmuno electrophoresis ditemukan hasil hasil positif sebesar 84,9%
pada kasus akut serta 91,6% pada kasus kronis.

Diagnosis terhadap infeksi yang disebabkan oleh B. melitensis, B. suis dan


B. abortus dapat dilakukan dengan menggunakan antigen standar dari B.
abortus (Alton et al,. 1976 dalam Acha and Szyfres, 1987). Antigen standar ini
tidak dapat memberikan diagnosis terhadap infeksi yang disebabkan oleh B.
canis.

Pada sapi diagnosis terutama didasarkan atas uji serologis. Studi


immunoglobulin yang menyeluruh terhadap brucellosis pada sapi meliputi
pengujian terhadap IgM dan IgG1 sampai IgG2. Sekalipun demikian uji yang
ada secara kualitatif tidak cukup untuk menentukan immunoglobulin dari
individu, uji ini hanya mengindikasikan keberadaan immunoglobulin yang
dominan. Di dalam diagnosis terhadap brucellosis pada sapi evaluasi terhadap
immunoglobulin selama infeksi dan selama vaksinasi mendapat perhatian
yang khusus. Di antara kedua kasus, pertama-tama akan tampak IgM yang
kemudian diikuti dengan IgG. Perbedaannya pada kasus infeksi adalah IgG
cenderung tetap ada dan pada level tinggi, sementara itu pada anak sapi yang
divaksinasi pada umur 3 dan 8 bulan, IgG cenderung tidak terlihat sampai
sekitar umur 6 bulan setelah divaksinasi. Berdasarkan atas kenyataan ini, uji
komplemen dapat digunakan untuk membedakan infeksi dari uji titer
aglutinasi pada program vaksinasi yang mana akan tetap terlihat setelah
divaksinasi dengan vaksin strain 19, dan juga untuk membedakan dari reaksi
heterospesifik yang disebabkan oleh bakteri dengan peranan antigen
permukaannya yang memberikan hasil yang sama dengan brucella, yang
secara umum akan meningkatkan antibody khususnya dari jenis IgM.

Sesuai dengan penggunaannya pada beberapa Negara, uji serologis dapat


diklasifikasikan terturut-turut yaitu: 1). Rutin atau operasi, 2). Komplemen /
pelengkap, 3). Surveilen epidemiologi, dan 4). Uji screening. Uji secara

33
tunggal dapat dalam bentuk operasi / tindakan, sebagai screening, sebagai
komplemen tergantung dari program yang mengikunya.

Uji aglutinasi serum (tube dan plate) telah digunakan telah digunakan
secara kontinyu dan digunakan secara luas. Uji ini merupakan uji standar
internasional, mudah dilakukan, serta dapat dilakukan untuk pengujian sampel
dalam jumlah besar. Di dalam uji aglurinasi reaksi terutama IgM. Diperlukan
adanya uji pelengkap sebagai peneguhan diagnosis atau memperjelas hasil
yang meragukan. Namun perlu diingat bahwa titer aglutinasi yang rendah
dapat diakibatkan oleh adanya infeksi baru, atas dasar itu disarankan untuk
dilakukan uji lanjutan.

Uji Rose Bengal (dengan penanda antigen) sangat cepat, mudah dikerjakan
dan dapat digunakan dalam jumlah sampel yang banyak dalam sehari. Uji ini
bersifat kualitatif dan mengklasifikasikan hewan menjadi positif atau negative
brucella. Di wilayah di mana kejadian infeksi sangat rendah atau pada wilayah
di mana pelaksanaan vaksinasi pada pedet sudah dilakukan secara sistematis,
uji Rose Bengal dapat memberikan nilai positif palsu sehingga uji ini menjadi
tidak spesifik sebagai satu-satunya uji penentu. Di Negara-Negara maju
seperti Australia dan Inggris, uji ini digunakan sebagai uji screening. Hewan
yang menunjukkan hasil negative selanjutnya disisihkan dan hewan yang
positif selanjutnya dilanjutkan dengan uji lainnya sebagai komfirmasi. Rose
Bengal dapat juga digunakan sebagai uji pelengkap terhadap hewan-hewan
tersangka terinfeksi pada uji aglutinasi.

Uji komplemen yang utama uji fiksasi komplemen 2-mercaptoethanol, dan


rivanol. Akhir-akhir ini dikembangkan uji seperti indirect hemolysis, enzyme
linked immunosorbent assay (ELISA) untuk membedakan jenis
immunoglobulin dan radial immunodiffusion dengan antigen polysaccarida.
Uji ini digunakan untuk membedakan antara antibody yang disebabkan karena
infeksi dengan antibody akibat vaksinasi atau oleh bakteri yang heterospesifik.

34
Kontrol

Kuman Brucella sangat sensitive terhadap natrium hipoklorida 1%, etanol


70%, yodium, glutaraldehida, dan formaldehida serta kuman mudah mati pada
pemanasan basah, suhu 121ºC selama 15 menit dan pemanasan kering, suhu
160-170 ºC selama 1 jam (Brucellosis Fact Sheet, 2003). Kontrol brucellosis
pada ternak melibatkan kombinasi dari manajemen peternakan, program
vaksinasi, dan test and slaughter (Caddis, 2003). Keputusan untuk memilih
metode dalam control brucellosis harus berdasarkan atas studi epidemiologi
dan ekonomi penyakit. Vaksinasi merupakan metode yang efektif untuk
mencegah brucellosis pada hewan. Anak sapi sampai umur 8 bulan dapat
divaksinasi dengan vaksin hidup brucella yang akan melingdunginya dari
brucellosis. Namun metode yang paling efektif untuk kontrol brucellosis pada
ternak adalah dengan test and slaughter terhadap ternak yang terinfeksi
(Maphilindawati Noor, 2005).

Pendekatan yang rasional untuk mencegah brucellosis pada manusia


adalah dengan melakukan control dan eradikasi terhadap hewan reservoir
seperti yang dilakukan di beberapa Negara europa dan amerika. Kebanyakan
populasi manusia terhindar dari infeksi saran penggunaan susu yang telah
dipasteurisasi. Pencegahan infeksi pada kelompok pekerja (peternak sapi,
pekerja RPH, dokter hewan, dan kelompok lainnya yang kontak dengan
hewan atau karkasnya) bersifat lebih sulit dan didasarkan atas pendidikan
kesehatan seperti penggunaan pakaian pelindung dan berada dalam
pengawasan dokter.

Imunisasi terhadap kelompok pekerja yang berisiko tinggi telah dilakukan


di USSR dan china. Di Rusia hasil imunisasi yang bagus setelah kelompok
pekerja divaksinasi dengan vaksin strain 19-BA dai B. abortus (berasal dari
strain 19 yang digunakan untuk vaksinasi brucellosis pada sapi) yang
diaplikasikan secara scarifikasi pada kulit (WHO, 1971 dalam Acha and
Szyfres, 1987).

35
Vaksinasi disarankan dilakukan sabagai tindakan control terhadap
brucellosis pada sapi di daerah enzootic dengan tingkat prevalensi yang tinggi.
Soeharsono (2002) menyatakan bahwa pada daerah dengan prevalensi kurang
dari 2%, dilakukan tindakan pengujian dan pemotongan (test and slaughter),
sedangkan daerah dengan prevalensi 2% atau lebihbaru dilakukan vaksinasi.

36
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Antrhax merupakan penyakit menular akut dan sangat mematikan yang di


sebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis dalam bentuknyayang paling ganas.
Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari panasnya kondisi. Spora
tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia. Sumber
penyakit anthrax adalah hewan ternak herbivora. Manusia terinfeksi anthrax
melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora
anthrax. Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan
yang sakit seperti kulit dan bulu. Penularan penyakit anthrax pada manusia
pada umumnya karna manusia mengonsumsi daging yang berasal dari ternak
yang mengidap penyakit tersebut.

Erysipelas merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kerugian besar


pada jumlah besar dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, banyak spesies
mamalia dan unggas piaraan dan liar merupakan hospes dari agen penyakit ini
dan babi merupakan spesies yang paling berpengaruh. Penyakit ditemukan
dalam tiga bentuk yaitu bentuk akut, bentuk subakut, dan bentuk kronis.
Erysipeloid pada manusia merupakan penyakit terbesar yang ditemukan pada
para pekerja yang bekerja di rumah pemotongan hewan dan perdagangan
unggas - pengolahan tanaman, nelayan dan pekerja industri perikanan, dan
mereka yang menangani daging (terutama daging babi) dan produk – produk
makanan laut. Manusia dapat terinfeksi melalui luka dan abrasi, dan karena
memegang hewan dan produk-produk hewan, termasuk ikan. Dokter hewan
juga terkena infeksi ketika mereka tertusuk saat melaksanakan vaksinasi yang
teratur pada hewan; Penularan bisa terjadi melalui hewan yang sakit, hewan
karier, produk-produk Hewan atau benda yang terkontaminasi oleh hewan
yang sakit.

37
Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular dari hewan
ke manusia. Penyakit infeksius brucellosis di sebabkan oleh infeksi bakteri
dari genus Brucella. Penularan penyakit ke manusia terjadi melalui konsumsi
susu dan produk susu yang tidak di pasteurisasi atau melalui membrana
mukosa dan kulit yang luka. Gejala klinis brucellosis pada manusia yaitu
demam intermiten, sakit kepala, lemah, arthalgia, myalgia, dan turunnya berat
badan.

4.2 Saran

Menjaga kebersihan lingkungan sekitar dan kesehatan hewan yang sangat


penting dengan cara memandikan hewan secara rutin, membersihkan kandang
hewan, menggunakan hend glove, atau mencuci tangan dengan bersih sebelum
atau sesudah kontak dengan hewan sakit, maupun tidak sakit. Untuk
menghidari terjadinya penularan penyakit zoonosis.

38
DAFTAR PUSTAKA

Acha PN and Boris S. Zoonosis and Communicable Disease Common to Man and
Animal. Volume 1: Bacterioses and Mycoses, 3rd ed. Washington. 2003.
Aielo, S.E., Asa Mays, Harold E. Amstutz, David P. Anderson, Sir James
Armour, L.B. Jeffcott, Franklin M. Loew, and Alice M. Wolf. 1998, The
Merck Veterinary Manual, ed 8, Merck & Co INC, White House Station
N. J. USA.
Bell, J.C., Stephen R.P., dan Jack M.P. 1995, Zoonosis, Infeksi Yang Ditularkan
Dari Hewan Ke Manusia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Gholami Kh, M.D. 2000. Brucellosis in pregnant woman. Shiraz E-Med. J. 3(6):
1−3B.
Khairiyah,. 2011.Zoonosis Dan Upaya Pencegahannya(Kasus Sumatera Utara).
Jurnal Litbang Pertanian 30(3) : 117-124.

Krauss,H., Weber, A., dkk. 2003. Zoonoses. Infectious Diseases Transmisseble


from animals to humans. 3rd Ed. ASM Press.

Murdiati, T.B. dan I. Sendow. 2006. Zoonosis yang ditularkan melalui pangan.
Wartazoa 16(1): 14−20.

Sihombing. D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi, cetakan kedua, Gadjah Mada
University Press.
Soejodono, R.R. 2004. Zoonosis Labora-torium Kesmavet.Departemen Penyakit
Hewan dan Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan Institute Pertanian
Bogor. 241 hlm.
Suardana I W. 2016.Buku Ajar Zoonosis. PT Kanisius
Sudibyo, A. Studi epidemiologi Brucellosis dan dampaknya terhadap reproduksi
sapi perah di DKI Jakarta.JITV. 1995;1:31-36
Suharsono.2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta. 180 hlm.
Tono Ketut PG, M. Kes. 1996. Penyakit Anthrax. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana Denpasar

39
Takahashi, T. Sawada,dkk. 1987. Serotype, Antimicrobial Susceptibility, and
Pathogenicity of Erysipelothrix rhusiopathiae Isolates From Tonsils of
Apparently Healty Slaugther Pigs. Journal of Clinical Microbiology. 25:3,
536-539.
Rahayu Asih.2013. Anthrax di indonesia.Lecturer Faculty OfMedicine, University
Of Wijaya Kusuma Surabaya

40

Anda mungkin juga menyukai