Anthrax Erysipelas Dan Brucellosis. Bakt
Anthrax Erysipelas Dan Brucellosis. Bakt
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
2
BAB 2
Tinjuan Pustaka
2.1 Anthrax
Etiologi
3
dibiakkan secara invitro kecuali bila dalam medianya diberikan natrium
bicarbonate dengan konsentrasi 5%CO2 .
Penyakit ini tergolong penyakit kuno,sejak tahun 1850 Davaine dan Rayer
serta Pollander pada tahun 1855 telah menemukan bakteri Bacillus anthracis
dari jaringan hewan yang mati akibat penyakit anthrax. Pada tahun 1857
Brauell telah dapat memindahkan bakteri ini dengan cara menginokulasikan
darah darihewan yang terinfeksi pada percobaan. Pada tahun 1877 Robert
Koch berhasil mengisolasi bakteri ini di laboratorium.
Penyakit anthrax juga semakin dibicarakan dan dianggap penting
karenaselain berpengaruh terhadap kesehatanmanusia maupun ternak, juga
berdampaknegatif terhadap perekonomian serta perdangangan khususnya
ternak secara nasional maupun internasional. Selain ituternyata penyakit
anthrax berpengaruh terhadap Sosio-politik dan keamanan suatu negara karena
endospora bakteri ini berpotensi untuk dipergunakan sebagai senjata biologis.
Beberapa daerah di Indonesia sampai merupakan daerah endemis anthrax
diantaranya di wilayah Jawa Barat, JawaTengah, Nusa Tenggara Timur dan
NusaTenggara Barat.
Kerentanan hewan terhadap kuman anthrax dapat dibagi dalam
beberapa kelompok, antara lain :
Hewan-hewan pemamak biak (terutama pada sapi dan domba) kemudian
disusul dengan kuda, rusa, kerbau, marmut dan mencit.
Babi tidak begitu rentan, kejadain penyakit anthrax pada hewan bersifat
kronis.
Anjing, kucing dan bangsa burung relatif tidak rentan tetapi masih dapat
terinfeksi secara alamiah.
Hewan-hewan berdarah dingin sama sekali tidak rentan. (Anon.,1989)
4
2.2 Erysipelas
Sinonim
Etiologi
2.3 Brucellosis
5
Brucellosis memiliki dampak ekonomi sangat tinggi berkaitan dengan
rendahnya produktivitas hewan penderita dan pada manusia tingginya biaya
pengobatan akibat durasi pengobatan yang lama. Brucellosis merupakan salah
satu penyakit hewan menular strategis karena penularannya sangat cepat antar
batas dan lintas daerah, sehingga memerlukan pengaturan lalu lintas hewan
yang ketat
Sinonim
6
(1-9, karena biotipe 8 telah dihilangkan), dan B. suis menjadi 4 biotipe (1-4).
Akhir-akhir ini, sebuah biotipe baru telah diusulkan di Rusia yang berasal dari
stain yang diisolasi dari hewan pengerat yang memiliki perbedaan dengan
keempat biotipe yang lebih dahulu dikenal (Acha and Szyfres, 1987;
Dharmojono, 2001).
7
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Anthrax
Distribusi Geografis
8
selalu melaporkan kejadian kasus, disamping juga karena diagnosis hanya di
dasarkan atas penampakan gejala-gejala klinis saja.
Masa inkubasi pada manusia berkisar antara 2-5 hari. Bentuk klinis
penyakit anthrax terbagi menjadi 3 bentuk yaitu : bentuk kutaneus, pulmonary
atau respiratory, dan bentuk gastrointestinal.
9
disebut sebagai malignantpustule yang sering terjadi di kulit tangan,lengan,
atau kulit kepaladan tidak terasasakit.
10
Bentuk perakut biasanya terlihat pada hewan sapi, kambing dan domba.
Kejadian ini biasanya terlihat pada awal dari munculnya suatu wabah.
Serangannya bersifat tiba-tiba yang diikuti dengan kematian. Hewan terinfeksi
menunjukan tanda-tanda yang berhubungan dengan cerebral disusul dengan
kematian secara mendadak.
Bentuk akut dan sub-akut, umumnya terlihat pada kuda, sapi, dan domba.
Gejalanya meliputi demam, penghentian pengunyahan, depresi, kesulitan
bernapas, inkoordinasi, konvulasi, dan kematian. Keluarnya darah dari dari
lubang-lubang kumlah kadang-kadang terlihat.
Anthrax bentuk kronis dapat terlihat pada sebagian besar spesies yang
peka seperti babi, tetapi dapat juga terlihat pada sapi, kuda, dan anjing. Selama
wabah dalam suatu kelompok babi, hanya beberapa hewan menderita bentuk
akut, selebihnya sebagaian besar dari kelompoktersebut menderita bentuk
kronis. Gejala utama anthrax dalam bentu ini yaitu terjadinya edema pada
daerah pharyngeal dan lingual dan sering terlihat adanya cairan berbusa yang
keluar dari mulut hewan penderita. Kematian hewan diakibatkan karena
terjadinya asphyxial / kesulitan bernapas.
11
Sumber Infeksi dan Cara Penularan
12
Penularan dari hewan ke manusia dapat pula akibat dari gigitan insekta
yang bertindak sebagai vektor mekanik, namun kasus sejenis belum banyak
dilaporkan. Infeksi juga dapat terjadi melalui saluran pencernaan, yaitu karena
makan daging dari ternak yang terserang anthrax atau tumbuhan yang
tercemar oleh spora anthrax. Infeksi saluran pernapasan juga sering terjadi,
demikian pula dengan penularan secara kontak melalui kulit dan luka.
a. Diagnosis Banding
Pada kuda andanya oedema dibawah kulit dapat dikelirukan dengan
dourine yang disebabkan oleh Trypanosoma equiperdum.
b. pengambilan dan pengiriman spesimen
Pada hewan spesimen dapat berupa darah perifer dari daun telinga yang
diambil dengan jarum, kemudian diisapkan pada kertas saring, kapur tulis
atau kapas, apabila hewan masih hidup. Apabila hewan sudah mati,
13
spesimen dapat diambil dari pemotongan daun telinga, cairan oedema,
tulang kulit, dan bahan-bahan yang diduga tercemar seperti tanah.
Kontrol
3.2 Erysipelas
Distribusi Geografis
14
produk – produk makanan laut. Ini bukan merupakan penyakit yang sering
dilaporkan dan kejadiannya yang diketahui masih sedikit . Di Uni Soviet,
hampir 3000 kasus sudah dilaporkan antara tahun 1956 dan 1958 dalam 13
rumah potong hewan di Ukraina dan 154 kasus dilaporkan di wilayah bagian
Tula pada tahun 1959. Dari tahun 1961 sampai 1970, Pusat Pengawasan dan
Pencegahan Penyakit Amerika memastikan diagnosa 15 kasus di Amerika. Di
Amerika Latin sudah dilakukan isolasi kasus penyakit. Beberapa wabah yang
sifatnya epidemik sudah terjadi di Negara bentukan Uni Soviet, di Amerika
Serikat, dan di Pantai Baltic bagian selatan.
15
belakangan ini merupakan bentuk septicemik umumnya berhubungan dengan
endokarditis. Sebuah analisis dari 49 kasus infeksi sistemik yang terjadi
dalam kurun waktu 15 tahun ditemukan bahwa E. rhusiopathiae memiliki
tanda aneh mengarah ke arah katup aorta. Dalam 40% kasus, terdapat
kecocokan lesi erisipeloid kutaneus dan yang mengarah kepada kematian
sebanyak 38 %. Kurang dari 40 %, memiliki sejarah penyakit valvular
sebelumnya. Hanya 17 % mempunyai sejarah yang bisa digolongkan sebagai
penyebab yang membahayakan sistem imun. Gejala utama adalah demam
(92%), splenomegali (36%), dan hematuria (24%).
Banyak spesies mamalia dan unggas piaraan dan liar merupakan hospes
dari agen penyebab penyakit ini. Di beberapa spesies hewan, E.
rhusiopathiae menghasilkan proses patologik. Babi adalah spesies yang
paling berpengaruh.
Babi
Masa inkubasi berlangsung dari satu sampai tujuh hari. Ada tiga bentuk
klinik utama : akut (septicemia), subakut (urtikaria), dan kronis (arthritis,
limfadenitis, dan endokarditis). Bentuk ini mungkin bisa muncul bersamaan
dalam sebuah kawasan/kumpulan atau muncul terpisah. Bentuk akut dimulai
dengan demam yang tinggi. Beberapa hewan menderita kelemahan,
anoreksia, dan muntah - muntah, sementara yang lainnya berusaha untuk
mendapatkan makanan meskipun mengalami demam tinggi. Pada beberapa
16
hewan, titik – titik berwarna ungu kemerahan terlihat di kulit, terutama di
telinga. Ditemukan juga splenomegali dan pembengkakan nodus limfa. Pada
tahap terakhir erysipelas septikemik, gejala yang paling jelas adalah dipsnoe
dan diare . Penyakit ini berlangsung cepat dan mortalitas biasanya sangat
tinggi. Bentuk subakut ditandai dengan urtikaria, yang pada awalnya terlihat
titik - titik di kulit yang berbentuk jajaran genjang dan berwarna ungu atau
kemerahan.
Hanya 6,7% yang memiliki serotype yang lain 3, 5, 6, 8, 11, 21, dan N
(tidak dapat digolongkan), diisolasi dari erysipelas bentuk kronis. Strain
berikutnya dianalisa melalui percobaan terhadap patogenesitas mereka di
babi dan yang dibentuk untuk menghasilkan bentuk urtikaria. Serotype strain
17
1a diisolasi dari babi dengan arthritis atau limfadenitis menghasilkan
bermacam - macam gejala: urtikaria yang merata dengan penurunan kondisi
tubuh dan anoreksia pada beberapa hewan, lesi urtikaria yang terbatas pada
hewan - hewan yang lain, dan pada hewan yang lainnya tidak menunjukkan
gejala. Kasus akut dapat diobati dengan pemberian bersama penisilin dan
antiserum.
18
Unggas
Ikan, kerang - kerangan, udang dan kepiting sebagai sumber infeksi yang
sangat penting. Agen penyebab sudah diisolasi dari kulit ikan. Di dalam
daging dan unggas - pengolahan tanaman, tikus dapat menjadi reservoir
penting dan penyebar infeksi. Empat belas serotype E. rhusiopathiae yang
berbeda sudah diisolasi dari 38 sampel (33,9%) didapat dari daging babi di
112 toko di Tokyo. Beberapa sampel mengandung lebih dari satu serotype.
19
bertahan lama. Manusia terinfeksi melalui luka dan abrasi, tetapi tahan
terhadap jalur masuk lainnya. Infeksi dapat terjadi karena memegang hewan
dan produk - produk hewan, termasuk ikan. Dokter hewan juga terkena
infeksi penyakit ini ketika mereka tertusuk saat melaksanakan vaksinasi yang
teratur pada hewan. Di Chili, sebuah kasus endokarditis pada manusia
dihubungkan dengan menghirup asap ikan bakar yang dijual dipinggir jalan.
Agen penyakit ini dapat berkembang biak dalam seekor hewan sehat yang
bertindak sebagai karier/pembawa dibawah tekanan, dan dapat menyebabkan
penyakit dan mengkontaminasi lingkungan. Seekor babi dengan penyakit
erysipelas bentuk akut melepaskan sejumlah besar bakteri didalam feses,
urin, saliva, dan muntahan mereka, yang akan menjadi sebuah sumber infeksi
bagi babi - babi lainnya di dalam peternakan. Cara infeksinya melalui saluran
pencernaan dan kutaneus, melalui abrasi dan luka. Daya tahan hidup yang
lama dari agen ini di lingkungan menjadikan daerah terinfeksi bersifat
endemis. Hewan - hewan lainnya dan unggas mungkin juga berperan dalam
keberlangsungan infeksi atau menyebabkan wabah.
Diagnosis
Kontrol
20
yang sangat bagus yaitu: bakteri yang diabsorbsi dalam aluminium hidroksida
dan vaksin hidup avirulen. Vaksin ini akan memberikan kekebalan antara 5-6
bulan. Bakterin diberikan sebelum penyapihan, diikuti dengan dosis lanjutan
2-4 minggu berikutnya.Vaksin avirulent juga dapat memberikan secara oral
melalui air minum.
3.3 Brucellosis
Distribusi Wilayah
21
manusia(WHO, 1975 dalam Acha and Szyfres, 1987).Prevalensi infeksi pada
hewan-hewan reservoir merupakan kunci terjadinya infeksi pada manusia.
Penularan B. abortus dan B. suis biasanya memengaruhi kelompok pekerja,
namun penularan oleh B. melillensis lebih sering terjadi dibandingkan dengan
tipe-tipe lainnya dan terjadi pada populasi yang lebih luas. Prevalensi
penyakit pada manusia paling besar ditemukan di negara-negara dengan
tingkat infeksi B.melitensis yang tinggi diantara kambing, domba, atau pada
kedua spesies tersebut. Amerika Latin yang memiliki catatan jumlah kasus
terbesar adalah Argentina, Meksiko, dan Peru.Kejadian yangsama juga ada di
negara-negara Mediterania, Iran, USSR, dan Mongolia. Adanya program
pengawasan dan pembasmian brucellois pada sapi secara bermakna dapat
mengurangi timbulnya brucellosis pada manusia.
22
penularannya sangat bervariasi di antara satu negara dengan negara lain dan di
antara wilayah-wilayah dalam suatu negara. Prevalensi tertinggi terlihat pada
ternak-ternak sapi perah. Pada banyak negara termasuk negara Amerika Latin
yang tidak memiliki program pengawasan, menjadikan penyakit ini sebagai
salah satu penyakit paling serius seperti halnya pada negara-negara
berkembang lainnya.
Diketahui bahwa strain brucella yang bersifat pathogen dan paling cepat
menulari manusia adalah B.melitensis yang di ikuti oleh B.suis, B.aburtus, dan
B.canis. Pada umumnya masa inkubasi sekitar antara 1 sampai 3 minggu,
namun terkadang bisa hingga mencapai beberapa bulan. Gejala dari
brucellosis akut seperti halnya pada penyakit lain meliputi panas dingin,
berkeringat, suhu badan yang sangat tinggi. Gejala yang selalu muncul adalah
kelemahan dan menyebabkan kelelahan. Suhu badan bisa bervariasi, normal di
23
pagi hari hingga 40C di sore hari. Gejala-gejala umum lainnya seperti susah
tidur, impoten,sakit kepala, anaroksia, sembelit, anthralgia, dan rasa tidak enak
badan.
Penyakit ini member pengaruh pada sistem saraf, gugup, dan depresi.
Kuman brucella menempati ruang intraseluler dan jaringan sistem
retikuloendotenital seperti limfonodus, sumsum tulang, hati dan limfa. Reaksi
dari jaringan berupa granulamatus. Awalnya penyakit ini menyebabkan
komplikasi serius seperti enchepalitis, meningitis, peripheral neuritis,
spondilitis, suppuratif arthritis, dan vegetative endokarditis. Gejala yang
muncul biasanya berkaitan dengan hipersensi reaksi hipersensitivitas.
Diagnosis dari brucellosis kronis ini sangat sulit di tentukan. Pada daerah
enzootic brucellosis, khususnya pada kasus brucellosis sapi biasanya muncul
penularan yang bersifat asimtomatik.
Sapi
24
mendapat rumput yang berasal dari babi,kambing, atau domba yang telah
tertular. Infeksi pada sapi di sebabkan oleh spesies heterologous dari brucella,
lebih bersifat sementara dari pada yang disebabkan oleh B.abortus.
Pada penularan secara alamiah, sangat sulit mengukur masa inkubasi dari
penyakit ini (masa dari waktu penularan hingga kelahiran
premature/pengguguran). Jika ternak betina tertular melalui mulut selama
masa pemeliharaan, masa inkubasi bisa mencapai 200 hari, dan jika ternak
dalam keadaan tidak terlindung selama 6 bulan setelah masa perkembangan,
masa inkubasinya mencapai 6 bulan setelah masa perkembangan.
Gejala utama pada sapi betina yang sedang bunting adalah keguguran
kandungan atau kelahiran premature. Inseminasi buatan pada sapi
mengakibatkan terjadinya estrus berulang seperti pada kasus vibriosis atau
trikomoniasis. Brucella pada sapi jantan biasanya terlokalisasi pada tesis dan
organ genital lainnya. Bentuk klinis dari penyakit ini biasanya terlihat dengan
membesarnya salah satu atau kedua testis sapi jantan dengan penurunan libido
dan kesuburan. Kadang-kadang testis menjadi atrofi akibat dari adhesi dan
fibrosis. Umumnya sering terjadi vesikulitis seminaldan ampullitis. Brucella
secara umum di temukan pada limfonodus, uterus, ambing, limfa, hati, dan
jika pada sapi jantan di temukan pada daerah genitalnya. Sejumlah besar
“erithritol” yaitu suatu karbohidrat yang menstimulasi perkembangan brucella,
di temukan pada placenta sapi. Perkembangan bakteri ini menyebabkan
plasentitis dan nekrose kotiledon yang mengakibatkan abortus (Acha and
Szyfres, 1987).
Kepekaan hewan terhadap infeksi tergantung pada jenis kelamin dan usia
ternak. Ternak jantan dan betina yang berusia kurang dari 6 bulan tidak mudah
terkena dan biasanya hanya mengalami infeksi sementara. Sapi betina
khusunya ketika bunting sangat peka terhadap infeksi dan infeksi biasanya
sering mengakibatkan terjadinya abortus.
25
Babi
Agen etiologi utama brucellosis pada babi adalah B.suis Di Amerika Latin
hanya dari biotipe 1 yang telah di laporkan sebagai penyebab infeksi,
sementara di USA berasal dari biotipe 1 dan 3. Infeksi yang disebabkan oleh
biotipe 1 dan 3 menyebar secara langsung maupun secara tidak langsung dari
babi ke babi. Berbeda halnya dengan biotipe 2 (biotipe Danish) sering di
pindahkan ke babi melalui kelinci hutan (Lepus aerupeus). Babi juga dapat
terinfeksi oleh B.abortus walaupun kurang pathogen pada babi dan biasanya
tidak di pindahkan dari hewan ke hewan lain. Infeksi ini biasanya bersifat
asimtomatik., dengan organismenya yang terbatas pada limfonodus di daerah
kepala dan leher.
Kambing
26
Domba
Kuda
Brucellosis pada kucing telah terjadi secara luas dan menjadi epizootic
terutama yang disebabkan oleh B. canis. Bentuk brucellosis ini dicirikan oleh
perpanjangan demam bakterimia, kematian embrionik, aborsi, prostatitis,
epididimitis, scrotal dermatitis, lymphadenitis, dan splenitis. Aborsi biasanya
muncul sekitar 50 hari masa kebuntingan.
27
Mamalia Domestik Lainnya
Hewan Liar
Infeksi secara alamiah pada hewan liar disebabkan oleh agen brucella yang
terjadi secara luas dari spesies-spesies liar. Terdapat infeksi alami seperti di
antara tikus-tikus padang pasir di amerika serikat (noetoma lepida) yang
bertindak sebagai reservoir dari B neotomae.
Unggas
Pada beberapa kasus brucella secara alamiah telah diisolasi dari unggas
peliharaan yang terinfeksi. Disaat infeksi dengan gejala yang muncul berupa
kehilangan berat badan, pengurangan produksi telur, dan diare.
28
Strain Hospes Hospes Gejala Cara Penyakit
utama lainnya klinis penularan pada
manusia
B. abortus Sapi Domba, Abortus Ingestion, Undulant
kambing, pada 5bulan beberapa fever-
babi, kebuntingan veneral dikontrol
kuda, dengan
anjing, antibiotika
manusia,
ungulate
liar
B. Domba, Sapi, Abortus Ingestion Malta fever:
melitensis kambing, babi, trimester fatal pada
kerbau anjing, akhir, lahir manusia
manusia, lemah,
unta mastitis
(kambing)
B. ovis Domba Abortus
jarang
terjadi
B. suis Babi Sapi, Abortus, Ingestion Menyebabkan
kuda, infertilitas dan kematian
anjing, veneral pada manusia
reindeer,
caribou
B. canis Anjing Manusia Abortus Veneral Ringan pada
pada 40-60 manusia
hari
Sumber : USDA, animal and plant health insfection service (2002).
29
Terjadinya transmisi secara kontak diawali bila di suatu wilayah terjadi
infeksi yang bersifat enzootic pada hewan sapid an babi. Brucellosis pada
manusia biasanya terjadi pada kelompok pekerja di rumah pemotongan
hewan, pedagang, dan dokter hewan. Infeksi biasanya terjadi akibat adanya
kontak pada saat penanganan fetus, atau adanya kontak dengan sekresi vagina,
dengan ekskreta dan karkas dari hewan yang terinfeksi. Mikroorganisme akan
masuk melalui kulit yang abrasi demikian juga halnya dengan membrane
mukosa, termasuk konjuntiva melalui tangan. Prevalensi penyakit pada rumah
pemotongan hewan cukup tinggi antara staf karyawan.
Sumber utama infeksi pada sapi adalah fetus, sisa-sisa setelah melahirkan
dan cairan vagina yang mengandung sejumlah besar brucella. Daerah sekitar
kandang dapat terkontaminasi oleh material fecal dari makanan pedet yang
mengontaminasi susu, dengan pertimbangan tidak semua organisme dirusak
oleh system pencernaan.
Jalan masuk utama infeksi pada sapi adalah melalui saluran pencernaan
lewat ingesti rerumputan yang terkontaminasi, pakan, atau air yang
terkontaminasi. Lebih jauh sapi biasanya menjilat fetus ataupun anaknya
setelah melahirkan, di mana semuanya itu dapat mengandungsejumlah besar
organism dan dianggap merupakan sumber infeksi yang sangat penting.
30
Kebiasaan sapi menjilat organ genital sapi lainnya juga memberikan
kontribusi terhadap perpindahan infeksi.
Pada babi sumber infeksinya sama seperti pada sapi. Rute infeksinya secara
prinsip melalui rute digesti (saluran cerna) dan rute veneral. Berbeda halnya
dengan infeksi pada sapi, adanya kontak seksual secara alamiah pada babi
sangat umum dan merupakan transmisi yang sangat penting. Infeksi sering
terjadi pada kelompok ternak yang membebaskan babi pejantannya yang
terinfeksi untuk mengawini babi betina. Di samping itu, babi karena
kebiasaannya sebagai pemakan segala, secara umum infeksi juga terjadi
melalui rute oral. Juga dimungkinkan terjadinya infeksi secara aerosol melalui
konjungtiva atau lewat saluran pernapasan atas.
Diagnosis
Pada manusia diagnosis klinis brucellosis didasarkan atas gejala klinis dan
sejarah penyakit yang dikonfirmasihkan dengan pemeriksaan laboratorium.
31
Isolasi dan penentuan tipe agen penyebab harus ditentukan sehingga dapat
ditunjukkan sumber infeksinya. Darah atau sumsum tulang belankang dapat
diambil pada saat si pasien dalam keadaan demam untuk selanjutnya
dibiakkan pada media yang cocok untuk pertumbuhan brucella. Material
biakan juga dapat diambil dari limfonodus, cairan cerebrospinal, dan juga dari
abses. Disarankan untuk dilakukan pembiakan diulangi beberapa kali
khususnya pada daerah-daerah enzootic terhadap B. abortus. Sebagai akibat
dari penggunaan antibiotic secara meluas sebelum dilakukan diagnosis
terhadap pasien penderita demam, pengujian bakteriologik sering ditemukan
hasil yang negative sehingga adanya uji serologis menjadi sangat diperlukan.
Uji ini sangat khusus dilakukan pada brucellosis kronis, sekalipun titer
aglutinasinya pada tingkat yang rendah. Uji intradermal dengan allergen non-
celluler sangat bermanfaat pada studi epidemilogis tetapi tidak valid untuk
diagnosis klinis. Metode lainnya yang sangat bermanfaat untuk mendiagnosis
brucellosis pada manusia adalah uji “Rose Bengal” dan uji counterimmuno
electrophoresis. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh (Diaz et al., 1982
dalam Acha and Szyfres, 1987) terhadap 222 kasus, menunjukkan bahwa uji
Rose Bengal bersifat sangat sensitive dengan hasil 98,3% positif. Serta dengan
32
uji counterimmuno electrophoresis ditemukan hasil hasil positif sebesar 84,9%
pada kasus akut serta 91,6% pada kasus kronis.
33
tunggal dapat dalam bentuk operasi / tindakan, sebagai screening, sebagai
komplemen tergantung dari program yang mengikunya.
Uji aglutinasi serum (tube dan plate) telah digunakan telah digunakan
secara kontinyu dan digunakan secara luas. Uji ini merupakan uji standar
internasional, mudah dilakukan, serta dapat dilakukan untuk pengujian sampel
dalam jumlah besar. Di dalam uji aglurinasi reaksi terutama IgM. Diperlukan
adanya uji pelengkap sebagai peneguhan diagnosis atau memperjelas hasil
yang meragukan. Namun perlu diingat bahwa titer aglutinasi yang rendah
dapat diakibatkan oleh adanya infeksi baru, atas dasar itu disarankan untuk
dilakukan uji lanjutan.
Uji Rose Bengal (dengan penanda antigen) sangat cepat, mudah dikerjakan
dan dapat digunakan dalam jumlah sampel yang banyak dalam sehari. Uji ini
bersifat kualitatif dan mengklasifikasikan hewan menjadi positif atau negative
brucella. Di wilayah di mana kejadian infeksi sangat rendah atau pada wilayah
di mana pelaksanaan vaksinasi pada pedet sudah dilakukan secara sistematis,
uji Rose Bengal dapat memberikan nilai positif palsu sehingga uji ini menjadi
tidak spesifik sebagai satu-satunya uji penentu. Di Negara-Negara maju
seperti Australia dan Inggris, uji ini digunakan sebagai uji screening. Hewan
yang menunjukkan hasil negative selanjutnya disisihkan dan hewan yang
positif selanjutnya dilanjutkan dengan uji lainnya sebagai komfirmasi. Rose
Bengal dapat juga digunakan sebagai uji pelengkap terhadap hewan-hewan
tersangka terinfeksi pada uji aglutinasi.
34
Kontrol
35
Vaksinasi disarankan dilakukan sabagai tindakan control terhadap
brucellosis pada sapi di daerah enzootic dengan tingkat prevalensi yang tinggi.
Soeharsono (2002) menyatakan bahwa pada daerah dengan prevalensi kurang
dari 2%, dilakukan tindakan pengujian dan pemotongan (test and slaughter),
sedangkan daerah dengan prevalensi 2% atau lebihbaru dilakukan vaksinasi.
36
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
37
Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular dari hewan
ke manusia. Penyakit infeksius brucellosis di sebabkan oleh infeksi bakteri
dari genus Brucella. Penularan penyakit ke manusia terjadi melalui konsumsi
susu dan produk susu yang tidak di pasteurisasi atau melalui membrana
mukosa dan kulit yang luka. Gejala klinis brucellosis pada manusia yaitu
demam intermiten, sakit kepala, lemah, arthalgia, myalgia, dan turunnya berat
badan.
4.2 Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
Acha PN and Boris S. Zoonosis and Communicable Disease Common to Man and
Animal. Volume 1: Bacterioses and Mycoses, 3rd ed. Washington. 2003.
Aielo, S.E., Asa Mays, Harold E. Amstutz, David P. Anderson, Sir James
Armour, L.B. Jeffcott, Franklin M. Loew, and Alice M. Wolf. 1998, The
Merck Veterinary Manual, ed 8, Merck & Co INC, White House Station
N. J. USA.
Bell, J.C., Stephen R.P., dan Jack M.P. 1995, Zoonosis, Infeksi Yang Ditularkan
Dari Hewan Ke Manusia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Gholami Kh, M.D. 2000. Brucellosis in pregnant woman. Shiraz E-Med. J. 3(6):
1−3B.
Khairiyah,. 2011.Zoonosis Dan Upaya Pencegahannya(Kasus Sumatera Utara).
Jurnal Litbang Pertanian 30(3) : 117-124.
Murdiati, T.B. dan I. Sendow. 2006. Zoonosis yang ditularkan melalui pangan.
Wartazoa 16(1): 14−20.
Sihombing. D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi, cetakan kedua, Gadjah Mada
University Press.
Soejodono, R.R. 2004. Zoonosis Labora-torium Kesmavet.Departemen Penyakit
Hewan dan Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan Institute Pertanian
Bogor. 241 hlm.
Suardana I W. 2016.Buku Ajar Zoonosis. PT Kanisius
Sudibyo, A. Studi epidemiologi Brucellosis dan dampaknya terhadap reproduksi
sapi perah di DKI Jakarta.JITV. 1995;1:31-36
Suharsono.2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta. 180 hlm.
Tono Ketut PG, M. Kes. 1996. Penyakit Anthrax. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana Denpasar
39
Takahashi, T. Sawada,dkk. 1987. Serotype, Antimicrobial Susceptibility, and
Pathogenicity of Erysipelothrix rhusiopathiae Isolates From Tonsils of
Apparently Healty Slaugther Pigs. Journal of Clinical Microbiology. 25:3,
536-539.
Rahayu Asih.2013. Anthrax di indonesia.Lecturer Faculty OfMedicine, University
Of Wijaya Kusuma Surabaya
40