Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder mengandung unsur

nitrogen (N) biasanya pada cincin heterosiklik dan bersifat basa. Senyawa

alkaloid kebanyakan berbentuk padatan dan berwarna putih, tetapi ada

yang berupa cairan yaitu nikotin yang berwarna kuning, seperti berberin

dan serpenti, sedangkan kolkisin dan risinin merupakan alkaloid yang

bersifat tidak basa. Senyawa efedrin dan meskalinin merupakan contoh

alkaloid dengan unsur N pada rantai alifatik yang sering disebut dengan

istilah aminalkaloid atau protoalkaloid. Senyawa yang memiliki atom N,

tetapi tidak termasuk dalam golongan alkaloid antara lain asam

amino, asam nukleat, nukleotida, porfirin, senyawa nitro dan

nitrosa (Endang Hanani, 2015).

Sifat-sifat umum alkaloid (Rogers MF, Wink M., 1998):

a. Alkaloid tidak larut atau sukar larut di dalam air, tetapi alkaloid

yang berada dalam bentuk garam biasanya mudah larut dalam air.

b. Alkaloid bebas (yang bersifat basa) biasanya larut dalam eter,

CHCl3 atau pelarut organik lainnya, tapi garamnya tidak larut.

Sifat kelarutan ini digunakaan sebagai dasar untuk isolasi dan

pemurnian alkaloid.

c. Kebanyakan alkaloid berbentuk kristal padat, beberapa berbentuk

amorf. Alkaloid yang berbentuk cair tidak mempunyai atom O dalam


molekulnya. Garam alkaloid tidak sama bentuk kristalnya dan, bentuk

kristal ini berguna untuk identifikasi secara mikroskopik.

d. Ikatan N dalam alkaloid biasanya berada dalam bentuk amin primer,

sekunder, tersier, kuartener, ammonium hidroksida dan semua ikatan

N ini bersifat basa. Alkaloid umunya mempunyai sepasang elektron

sunyi yang dapat mengikat proton secara kovalen sehingga

membentuk garamnya yang umumnya larut dalam air.

Senyawa alkaloid dapat dikelompokkan berdasarkan asal

mula kejadian (biosintesis) dan hubungannya dengan asam amino

yaitu (Sabirin Matsjeh, 2002):

a. Truealkaloid (alkalaoid sesungguhnya)

Alkaloid jenis ini mempunyai ciri-ciri antara lain basa, toksik,

keaktifan fisiologi besar, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam

cincin heterosiklik, turunan amino, distribusinya terbatas dan biasanya

terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam dan asam organik. Beberapa

senyawa alkaloid yang tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin

heterosiklik dan termasuk alkaloid kuartener yang lebih cenderung bersifat

asam, contoh kolkhisina dan asam aristolosit.

b. Protoalkaloid

Alkaloid jenis ini mempunyai ciri-ciri antara lain memiliki struktur

amino sederhana dimana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada

di dalam cincin heterosiklik, biosintesis berasal dari asam amino dan basa,

contoh meskalin dan efedrin.


c. Pseudoalkaloid

Alkaloid jenis ini mempunyai ciri-ciri antara lain tidak diturunkan

dari asam amino dan umumnya bersifat basa, contoh kafein.

Klasifikasi alkaloid berdasarkan jenis cincin heterosiklik dimana

nitrogen merupakan bagian dari struktur molekul. Klasifikasi ini alkaloid

dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu (Sjamsul Arifin Achmad, 1986):

a. Alkaloid pirolidin yaitu alkaloid yang mengandung inti pirolidin.

b. Alkaloid piridin yaitu alkaloid yang mengandung inti piridin

c. Alkaloid piperidin yaitu alkaloid yang mengandung inti piperidin.

d. Alkaloid indol yaitu alkaloid yang mengandung gugus indol

dan turunannya.

e. Alkaloid kuinolin yaitu alkaloid yang mengandung inti kuinolin

atau turunannya.

f. Alkaloid isokuinolin yaitu alkaloid yang mengandung inti isokuinolin

atau turunannya.

g. Alkaloid tropana yaitu alkaloid yang mengandung inti tropan.

Contoh obat golongan alkaloid yaitu (Endang Hanani, 2015):

1) Golongan pirolidin, contoh higrin, kuskohigrin, nikotin

2) Golongan piridin, contoh nikotin, dan anabasin

3) Golongan tropan, contoh konini, lobelin, arekolin

4) Golongan kuinolon, contoh kuinin, kuinidin, sinkonin, sinkonidin,

dan kamptotekin

5) Golongan isokuinolon, contoh papaverin


6) Golongan benziltetrahidroisokuinolon, contoh kodein, morfin, thebain

7) Golongan indol, contoh vinkristin, ajmalin, kuinin, harmin,

vindolin, strihnin

8) Pirolisidin, contoh retronisin dan senesionin

9) Golongan imidazol, contoh pilokarpin, pilosin

10) Golongan indolisidin, contoh swansonin

11) Golongan purin, contoh kafein, teofilin, teobromin

B. Metode penetapan Kadar Alkaloid Turunan Xantin

Berbagai metode digunakan untuk analasis alkaloid xantin, seperti

volumetri, spektrofotometri dan kromatografi (Talik, 2012).

1. Metode Volumetri

Xantin dapat dianalsis secara volumetri dengan teknik

argentometri, iodometri dan titrasi bebas air

a. Argentometri

Metode titrasi pengendapan yang paling banyak digunakan

adalah metode argentometri. Titrasi pengendapan dengan metode

argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar senyawa

halogenida (Cl- , Br- , dan I- ) dan senyawa-senyawa lain (SCN- ) yang

membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) (Harpolia. 2016).

Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang digunakan,

maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas 3 yaitu (Harpolia, 2016):

a) Metode Mohr, yaitu : Titrasi argentometri dengan metode Mohr

dilakukan berdasarkan pada pembentukan endapan berwarna pada


titik akhir titrasi antara ion Ag+ sebagai larutan titer dengan ion CrO4 2-

sebagai indikator.

b) Metode Volhard, yaitu: Titrasi argentometri dengan metode Volhard

dilakukan berdasarkan pembentukan senyawa yang larut dan

berwarna sebagai hasil reaksi antara ion Fe3+ sebagai larutan titer

dengan ion SCN sebagai indikator, metode Volhard ini merupakan

reaksi tidak langsung antara larutan titer dengan zat uji.

c) Metode Fayans, yaitu : Titrasi argentometri dengan metode Fayans

dilakukan dengan menggunakan indikator adsorpsi.

Teobromin dan teofilin dengan AgNO3 membentuk endapan

dalam suasan basa, kafein tidak bereaksi dengan Ag3+ karena tidak

mempunyai atom H+ yang dapat dilepas (Sudjadi dan Rohman, 2015).

b. Iodometri

Larutan titer yang digunakan pada metode Iodometri adalah

larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3). Natrium tiosulfat merupakan reduktor,

namun reaksi dalam metode ini didasarkan pada reaksi iodium (oksidator)

dengan larutan titer (natrium tiosulfat). Dimana Iodium merupakan hasil

reaksi suatu oksidator (zat uji) dengan kalium iodida (KI). Iodometri juga

bisa dilakukan dengan mereaksikan zat uji reduktor dengan larutan iodium

berlebih, sisa iodium yang tidak bereaksi dititrasi dengan larutan natrium

tiosulfat (titrasi berlebih) (Harpolia, 2016).

Dalam suasana asam, bila kafein direaksikan dengan iodium

maka akan membentuk endapan periodida, C8H10O2N4.NH4 Teobromin


bereaksi serupa. Jumlah iodium yang bereaksi bervariasi, tergantung dari

kelebihan kelebihan iodium selama titrasi (Sudjadi dan Rohman, 2015).

c. Metode Titrasi Bebas Air

Kafein, teobromin, dan teofilin dan teofilin dapat dititrasi sebagai

basa pada pelarut bebas air. Hasil metode TBA terhadap turunan purin

tidak memuskan. Titik akhir pada kafein sukar diamati, meskipun

demikian, titrasi secara potensiometri dengan menggunakan pelarut asam

asetat glasial dan anhidrida asam asetat didapatkan hasil yang

memuaskan (Sudjadi dan Rohman, 2015).

2. Metode Spektrofotometri

a. Metode Spektrofotometri Ultraviolet

Turunan xantin menyerap kuat terhadap cahaya ultraviolet. Pada

pH 6 kafein, teobromin, teofilin menunjukkan absorbansi maksimum pada

panjang gelombang antara 272 sampai 273 nm. Perubahan pH larutan

sedikit merubah kedudukan maksimumnya (Sudjadi dan Rohman, 2015).

b. Metode Spketrofotometri Visibel

Metode ini didasarkan pada oksidasi kafein dan teofilin dengan

natrium metaperiodat dengan adanya asam asetat, diikuti dengan MTBH

menghasilkan produk senyawa berwarna biru yang mempunyai serapan

maksimal dipanjang gelombang 630 nm (Sudjadi dan Rohman, 2015).


3. Metode Spektrofotometri

a. Metode Kromatografi Lapis Tipis

Suatu metode kuantitatif menggunakan lempeng HPTLC silica gel

60F254 GLP dengan indikator senyawa berfloresensi digunakan dalam

analisis kafein dan asetaminofen dalam sediaan farmasetik. Lempeng

dikembangkan dengan fase gerak etil asetat-asam asetat glasial (95 : 5).

Zona sampel dan standar dikualifikasi dengan densitometer pada panjang

gelombang 254 nm. Kalibrasi regresi linear untuk kafein adalah

0,20-0,80 µg (Sudjadi dan Rohman, 2015).

b. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan kolom

Ultrabase C18 (250 mm X 4,6 mm) digunakan untuk analisis kafein yang

terdapat secara bersama-sama dengan Vitamin B1, asetosal dan asam

salisilat dalam sediaan tablet (Sudjadi dan Rohman, 2015).


C. Uraian Bahan

a. Ammonium Encer (FI III: 643)

Nama Resmi : AMMONIA ENCER

Nama Lain : Ammonia Encer

RM / BM : NH3/ 35,04

Pemerian : Mengandung lebih kurang 10% NH3 dan

densitas relatif kurang 0,957 g

Kelarutan : Larut dalam air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

b. Ammonium Tiosianat (FI III: 645)

Nama Resmi : AMMONIUM TIOSIANAT

Nama Lain : Ammonium tiosianat

RM / BM : NH4SCN/76,122

Pemerian : Cairan jernih mengandung 7,612 g NH4SCN

Kelarutan : Larut dalam air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai Penitran

c. Aquadest (FI III : 96)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Aquadest, air suling

RM / BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwrna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut

d. Asam Nitrat (FI III : 650)

Nama Resmi : ASAM NITRAT P

Nama Lain : Asam Nitrat P

RM / BM : HNO3/63,01

Pemerian : Cairan berasap, jernih, tidak berwarna,

mengandung tidak kurang dari 69,0 % dan tidak

lebih dari 71,0 % HNO3

Kelarutan : Larut dalam air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pemberi suasana asam

e. Besi (III) Ammonium Sulfat (FI III : 745)

Nama Resmi : BESI (III) AMMONIUM SULFAT

Nama Lain : Besi ammonium sulfat

RM / BM : FeNH4(SO4)2/266,01

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, biru kehijauan pucat.

Kelarutan : Larut dalam air bebas CO2

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai indikator


f. Perak Nitrat (FI III : 97)

Nama Resmi : ARGENTI NITRAS

Nama Lain : Perak Nitrat

RM / BM : AgNO3 / 169,87

Pemerian : Hablur transparan atau serbuk hablur berwarna

putih, tidak berbau, menjadi gelap jika kena

cahaya

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larut dalam

etanol (95%) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya

Kegunaan : Sebagai pemberi perak nitrat

g. Teofilin (FI III : 597)

Nama Resmi : THEOPHYLLINUM

Nama Lain : Teofilina

RM / BM : C7H8H4O2 / 198,18

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, pahit,

mantap di udara

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 180 bagian air, lebih

mudah larut dalam air panas, larut dalam lebih

kurang 120 nagian etanol (95%) P, mudah larut

dalam larutan alkali hidroksida dan dalam

ammonium encer P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel

Anda mungkin juga menyukai