Anda di halaman 1dari 13

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi penyakit

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat

subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala

atau tingatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau

mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2009, hlm. 213).

Klasifikasi nyeri menurut Asmadi (2008,hlm.143-144) yaitu:

1. Berdasarkan sumbernya

a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan

subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). ex: terkena

ujung pisau atau gunting.

b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,

pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada

cutaneus.ex: sprain sendi

c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga

abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,

iskemia, regangan jaringan.

2. Berdasarkan penyebab

a. Fisik, bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur femur).

b. Psycogenic, terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,

bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (contoh:

orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)

Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut.

1
3. Berdasarkan lama/durasinya

a. Nyeri akut

Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi

bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi

dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi

peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri

ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah

keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri akut ini dapat mengancam

proses penyembuhan klien, untuk itu harus menjadi prioritas

perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi bisa terjadi

akibat nyeri akut yang tidak terkontrol.

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas

bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini

bisa berlangsung terus sampai kematian. Klien yang mengalami nyeri

kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau

keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini

biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang

diarahkan pada penyebabnya. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat

diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah

pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan

timbul perasaan yang tidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang

akan dirasakannya dari hari ke hari.

2
4. Berdasarkan lokasi/letak

a. Radiating pain yaitu nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di

dekatnya (contoh: cardiac pain)

b. Referred pain yaitu nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg

diperkirakan berasal dari jaringan penyebab.

c. Intractable pain yaitu nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh:

nyeri kanker maligna).

d. Phantom pain yaitu sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yg

hilang (contoh: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang

lumpuh karena injuri medulla spinalis.

B. Etiologi atau faktor risiko penyakit

Menurut Kozier (2010, hlm. 690) penyebab nyeri adalah:

1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah

atau cidera.

2. Iskemik jaringan.

3. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau

tak terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya

terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika

otot teregang berlebihan atau diam menahan beban pada posisi yang tetap

dalam waktu yang lama.

3
4. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan

lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif

lainnya.

5. Post operasi setelah dilakukan pembedahan.

C. Patofisiologi sesuai penyakit dan kondisi pasien

Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor

nyeri adalah nociceptor yang tersebar pada kulit dan mukosa. Reseptor nyeri

dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi

tersebut dapat berupa zat kimiawi, termal, listrik atau mekanis.

Kemudian, stimulasi yang diterima oleh reseptor akan ditransmisikan berupa

impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yaitu

serabut A dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan

oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut

C. Serabut-serabut eferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root)

serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau

lamina yang saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga terbentuk

substansia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Selanjutnya,

impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan

bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama yaitu jalur

spinothalamic tract (STT) atau jalur spinotalamus dan spinoreticular tract

(SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses

transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiat, dan

jalur non opiat. Jalur opiat ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang

4
terdiri atas jalur spinal desndens dari thalamus yang melalui otak tengah dan

medula ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi oleh

dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan naurotransmitter

dalam impuls supresif. Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi

nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A. Jaur non-opiat merupakan

jalur desenden yang tidak memberikan respons terhadap nalokson yang kurang

banyak diketahui mekanismenya (Long, 1989 dalam Hidayat dan Uliyah,

2016, hlm. 167).

D. Pathways sesuai patofisiologi, terdapat data dan masalah keperawatan

Rangsangan atau stimulus yang berlebihan

Mekanik Termal Kimia Elektrik

Reseptor

Pembuluh darah lokal, sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat

Pelepasan histamin, dari sel-sel mast

Vasodilatasi

Nyeri
Akut

5
E. Manifestasi klinik

Manifestasi klinis menurut Maryunani (2010,hlm.125) adalah:

1. Gangguam tidur

2. Posisi menghindari nyeri

3. Gerakan meng hindari nyeri

4. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)

5. Perubahan nafsu makan

6. Tekanan darah meningkat

7. Pernafasan meningkat

8. Depresi

F. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan penunjang menurut Hidayat (2009, hlm. 215) adalah:

1. Radiologi

2. Laboratorium

3. EEG

4. USG

5. ECG

6. Rontgen

G. Komplikasi

Komplikasi menurut Maryunani (2010,hlm.125) adalah:

1. Oedema Pulmonal

2. Kejang

3. Masalah Mobilisasi

6
4. Hipertensi

5. Hipertermi

H. Penatalaksanaan

1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri meliputi: disbelief

(ketidakpercayaan), misconception (kesalahpahaman), ketakutan,

kelelahan, monotory (kebosanan)

2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan cara:

a. Teknik pengalihan perhatian, caranya:

1) Pengalihan perhatian seperti mengamati televisi

2) Berbincang-bincang dengan orang

3) Mendengarkan musik

4) Memfokuskan pada objek

b. Teknik relaksasi

c. Stimulasi kulit

1) Menggosok dengan hakus pada daerah nyeri

2) Menggosok punggung

3) Menggunakan air hangat dan dingin

4) Masase dengan air mengalir

3. Pemberian obat analgesik

4. Pemberian stimulator listrik

Stimulasi listrik yang digunakan dengan cara memblok atau mengubah

stimulud nyeri dengan stimulus yang kurang dirasakan, adapaun bentuk

stimulasi listrik yang dapat diberikan antara lain:

7
a. Transcutaneus electrial stimulator (TENS) untuk mengendalikan

stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan ditempatkan beberapa

elektrode di luar.

b. Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat

stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang diimplan

dibawah kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukkan ke

dalam kulit pada daerah epidural dan columna vertebrae

c. Stimulator columna vetebrae adalah stimulator dengan stimulus alat

penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit intraklavikula atau

abdomen, yakni elektrode ditanam dengan cara bedah pada dorsum

sumsum tulang belakang.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu (Mubarak &

Chayatin, 2005, hlm. 212-215):

1. Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien, meliputi:

a. Lokasi nyeri/region

Untuk menentukan lokasi nyeri yang apesifik, minta klien

menunjukkan area nyerinya. Apabila klien mengalami kesulitan,

pengkajian bisa dilakukan dengan menggunakan bagian tubuh dan

klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri.

b. Intensitas nyeri/severity/scale

Skala nyeri menurut McGill (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri

dengan menggunakan lima angka, yaitu 0 = tidak nyeri, 1 = nyeri

8
ringan, 2 = nyeri sedang, 3 = nyeri berat, 4 = nyeri sangat berat, dan 5

= nyeri hebat.

Sedangkan skala nyeri menurut Hayward tertera dalam tabel di bawah

ini.

Tabel II.A.1

Skala Keterangan

0 Tidak nyeri

1-3 Nyeri ringan

4-6 Nyeri sedang

7-9 Sangat nyeri, tetapi masih bisa

dikontrol dengan aktivitas yang

biasa dilakukan

10 Nyeri tidak tertahankan

Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker

Faces rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu

menyatakan intensitas nyerinya melalui angka. Ini termasuk anak-anak

yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang

mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.

9
Keterangan Face Pain Scale:

Scale 0: Tidak nyeri/gembira

Scale 1: Wajah masih tampak sedikit senyum, nyeri dapat ditoleran.

Scale 2: Wajah tidak ada senyum, nyeri ringan sudah tidak dapat

ditoleran.

Scale 3: Wajah mengerut dan bermuka masam, nyeri sedang

Scale 4: Wajah mengerut, alis mata turut mengkerut keatas, nyeri

digambarkan sebagai nyeri hebat.

Scale 5: Wajah dan jari semakin mengkerut, air mata keluar

(menangis), nyeri digambarkan sebagai nyeri yang sangat

hebat.

c. Kualitas nyeri/quality

Terkadang nyeri bisa dirasakan seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-

tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk

menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat

berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan

tindakan yang diambil.

d. Pola nyeri

Pola nyeri meliputi awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.

e. Faktor presipitasi

Perawat mengkaji segala hal dari pasien yang dapat memicu timbulnya

nyeri (misal aktivitas/lingkungan).

10
f. Gejala ynag menyertai

Meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut bisa

disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.

g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari

Perawat mengkaji sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas sehari-

hari klien. Terkait dengan hal tersebut, perawat dapat mengkaji

beberapa aspek seperti tidur, nafsu makan, konsentrasi, perkerjaan,

hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah,

aktivitas di waktu senggang, serta status emosional.

h. Sumber koping

Perawat mengkaji strategi koping yang digunakan untuk mengatasi

nyeri secara individual.

i. Respon afektif

Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi,

atau perasaan gagal pada diri klien.

2. Observasi respons perilaku dan fisiologis

a. Respon non verbal: menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-

lebar, menggigit bibir bawah, seringai wajah.

b. Respon vokalisasi: erangan, menangis, berteriak.

c. Imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri.

d. Gerakan tubuh tanpa tujuan: menendang-nendang, membolak-balik

tubuh di atas kasur.

e. Pada awal awitan nyeri akut: tekanan darah, nadi, dan frekuensi

pernafasan meningkat, diaforesis, dilatasi pupil akibat terstimulasinya

11
sistem saraf simpatis. Jika nyeri telah berlangsung lama, dan sistem

saraf simpatis telah beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin

akan berkurang bahkan tidak ada. Untuk itu, perawat juga perlu

mengkaji lebih dari 1 respon fisiologis.

B. Diagnosa keperawatan

Nyeri akut b.d agen cidera biologis, kimia, fisik (00132)

C. Intervensi keperawatan

Nyeri akut b.d agen cidera biologis, kimia, fisik

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri berkurang

KH: kontrol nyeri

Intervensi:

 Pemberian anagesik

 Kolaborasi dengan dokter apakah obat, dosis, rute pemberian, atau

perubahan interval dibutuhkan, buta rekomendasi khusus berdasarkan

prinsip analgesik

R: untuk mencegah kesalahan pemberian obat

 Manajemen lingkungan

 Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien

R: lingkungan yang aman dan nyaman dapat membantu pasien agar

lebih tenang

12
 Manajemen nyeri

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi lokasi,

karakteristik nyeri, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau

beratnya nyeri dan faktor pencetus

R: untuk mengetahui dan memantau karakteristik nyeri pasien

 Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri

R: untuk membantu mengidentifikasi nyeri pasien

 Pengaturan posisi

 Tempatkan pasien dalam posisi terapeutik yang sudah dirancang

R: untuk membantu mengurangi nyeri pasien

 Terapi relaksasi

 Dapatkan perilaku yang menimbulkan relaksasi, misalnya: nafas

dalam, menguap, pernafasan perut atau bayangan yang

menyenangkan

R: mengajarkan pada pasien cara melakukan teknik relaksasi untuk

mengurangi nyeri

13

Anda mungkin juga menyukai