Anda di halaman 1dari 1

Chapter 1

"Alhamdulillah" itu kata yang pertama kali kuucap saat melihat hasil simulasi SBMPTN
yang di umumkan di mading sekolah ku, memang bukan yang terbaik, namun dari hasil simulasi
itu, nilaiku cukup untuk masuk ke universitas impianku di Bandung. Saat aku tatap teman-
temanku, tak banyak diantara mereka yang terlihat bahagia, bahkan sedihpun tidak,

“wah, gua ga lulus simulasi bro”

“yaudah lah, simulasi doang, santai kali”

Mungkin percakapan itu yang membuat mereka tak senang ataupun sedih, mereka berfikir
ini hanyalah simulasi ujian yang hasilnya bisa dilupakan begitu saja. Namun, bagiku simulasi ini
adalah awal pijakan aku untuk mencapai angkanku.

Saat aku putuskan meninggalkan kerumunan itu, bahu kananku tertabtak oleh seorang lelaki
sehingga aku hampir terjatuh.

“eh sorry”, itu kata yang terdengar olehku, namun aku tak tahu suara siapa itu. Tak
kuhiraukan sakit di bahuku karena aku tau itupun tak ada gunanya. Ahirnya aku berjalan
meninggalkan kerumunan dan tiba-tiba kulihat ayahku didepanku dengan celana pendek dan
kaos favortinya menatapku. Aneh bagiku, karena ayahku bukanlah guru atau karyawan yang
bekerja di sekolahku, ayah pun hanya sekali ke sekolahku, yakni saat rapat orang tua siswa baru
3 tahun lalu, ibukulah yang lebih sering datang kesekolahku untuk mengambil rapot tiap ahir
semester. Namun perasaan sesungguhnya yang kurasakan adalah aneh dan malu, karena
pakaian yang ayah gunakan adalah pakaian rumah yang sangat tidak etis digunakan saat
berkunjung ke sekolahku. Namun itu ayahku, aku mengenal wajahnya, kaosnya, dan celananya,
apapun yang terjadi aku harus menghampirinya. Saat aku berjalan mendekatinya, tiba-tiba
bahuku tertahan oleh sebuah tangan.

“hey, sorry”, ucapan yang kudengar, aku sering mendengar suara itu dan aku mengenal
suara itu. Saat ku tatap wajah pemilik suara itu, ternyata wajah ayahku yang sedang tersenyum
bersama kaos favoritnya.

“Aaayah?” ucapku terkejut

“siapa lagi kalo bukan ayah yang bisa membangunkanmu, ayo bangun!” dengan nada
menaik yang mengartikan aku harus segera bangun dari tidurku dan melupakan bunga tidurku.

Aku bercita-cita untuk mengikuti jejak kakekku yang merupakan seorang pengacara
terkenal.

“sebenernya kakekmu itu sempat kesal dengan ayah, soalnya ayah gamau jadi pengacara
kaya kakekmu”

Anda mungkin juga menyukai