Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi


partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Sebagian besar proses
metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Elektrolit adalah unsur
alami yang dibutuhkan untuk menjaga organ-organ tubuh agar berfungsi normal.
Fungsi tubuh yang dipengaruhi elektrolit, antara lain adalah irama jantung,
kontraksi otot, dan fungsi otak.

Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak


gangguan. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa kompartemen
cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium
(Na+), kalium (K+), klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-). Pemeriksaan
keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis dikenal sebagai ”profil elektrolit.
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, Jumlah natrium, kalium
dan klorida dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan antara yang masuk
terutama dari saluran cerna dan yang keluar terutama melalui ginjal.

Gangguan elektrolit adalah kondisi saat kadar elektrolit di dalam tubuh


seseorang menjadi tidak seimbang, bisa terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Ketidakseimbangan kadar elektrolit bisa menimbulkan berbagai gangguan pada
fungsi organ di dalam tubuh. Bahkan pada kasus yang berat, bisa menyebabkan
kejang, koma, dan gagal jantung. Salah satunya Gangguan keseimbangan natrium
berupa hipo- yang disebut hiponatremia. Hipoterjadi bila konsentrasi elektrolit
tersebut dalam tubuh turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai
normal. Salah satu kondisi hiponatremia adalah SIADH (Syndrome of
inappropriate anti-diuretic hormone).

1
Dalam menetukan adanya gangguan tersebut diperlukan pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan kadar natrium, kalium dan klorida adalah dengan
metode elektroda ion selektif, spektrofotometer emisi nyala, spektrofotometer
atom serapan, spektrofotometri berdasarkan aktivasi enzim, ida dengan metode
titrasi kolorimetrik-amperometrik.

Dengan sangat pentingnya kesemibangan elektrolit natrium, maka kami


akan membahas asuhan keperawatan mengenai SIADH dengan tujuan agar
masyarakat luar mengerti bahwasannya gangguan keseimbangan elektrolit sangat
memerlukan tindakan kegawat darurat, karena keseimbangan elektrolit sangat
penting bagi tubuh.

1.2.Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dari SIADH?


2. Bagaimana klasifikasi dari SIADH?
3. Bagaimana Etiolgi dari penyakit SIADH ?
4. Apa patofisiologi dari penyakit SIADH ?
5. Apa manifestasi klinis dari SIADH ?
6. Bagaimana komplikasi dari penyakit SIADH ?
7. Bagaimana pengkajian dari penyakit SIADH ?
8. Apa saja factor dari pengkajian penyakit SIADH ?
9. Apa Diagnosis dan Intervensi dari penyakit SIADH ?
10. Bagaimana Penatalaksanaan pemeriksaan elekrolit pada penyakit SIADH ?
11. Apa saja pemeriksaan diagnostic atau penunjang dalam penyakit SIADH ?
12. Bagaimana evaluasi diagnostic dari penyakit SIADH ?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien
menderita penyakit SIADH akibat kelebihan elektrolit.

2
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi dari SIADH
2. Mengetahui berbagai macam klasifikasi dari SIADH
3. Memahami Etiologi dari penyakit SIADH
4. Memahami patofisiologi dari penyakit SIADH
5. Mengetahui berbagai macam manifestasi klinis dari SIADH
6. Memahami komplikasi dari penyakit SIADH
7. Memahami pengkajian dari penyakit SIADH
8. Mengetahui berbagai factor dari pengkajian penyakit SIADH
9. Mengetahui serta memahami Diagnosis dan Intervensi dari
penyakit SIADH
10. Memahami penatalaksanaan pemeriksaan elektrolit pada
penyakit SIADH
11. Mengetahui pemeriksaan diagnostic atau penunjang dalam
penyakit SIADH
12. Memahami evaluasi diagnostic dari penyakit SIADH

1.4.Manfaat
1.4.1. Manfaat untuk Penulis
Dengan telah dibuatnya makalah ini, maka wawasan kami sebagai
penulis semakin meluas dengan berbagai macam sumber yang kita
dapatkan.

1.4.2. Manfaat untuk Pembaca


Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah
wawasan pembaca menegenai asuhan keperawatan SIADH.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi SIADH

Sindrom sekresi hormone antidiuretik yang tidak sesuai


(SIADH): Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Scretion mengacu
pada sekresi ADH yang berlebihan dari kelenjar hipofisis dalammenghadapi
osmolalitas serum subnormal.

SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan
oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk
ADH yang berasal dari hipofisis posterior.

SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan jumlah


ADH akibat ketidakseimbangan cairan.

SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan


pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah
dalam tingkat yang lebih ringan.

2.2. Klasifisikasi SIADH

SIADH terjadi saat sekresi AVP tidak ditekan saat konsentrasi natrium
plasma jatuhdibawah ambang osmotic untuk sekresim AVP fisiologis. Namun
Zerbe et al mampu memanfaatkan pengukuran plasma AVP dengan RIA awal
untuk menggambarkan empatjenis SIADH yang dikategorikankan oleh pola
sekresi AVP di berbagai osmolalities plasma.

1. Tipe A, adalah bentuk paling umum dari SIADH. Beberapa laporan


menunjukkan bahwa tipe A terjadi pada 40% SIADH, meskipun pada
beberapa sumber menunjukkan bahwa tipe A bertanggung jawab untuk
proporsi yang lebih tinggi dari SIADH, yaitusekitar 60-70%. Ditandai dengan
ketika pasien tipe A menunjukkan sekresi AVP yangberlebihan, acak dengan
hilangnya hubungan antara osmolalitas plasma dan plasma AVP. Tipe A
umum dijumpai pada kanker paru-paru. Penelitian ini vitro telah

4
menunjukkan bahwa beberapa tumor paru mensintesis AVP, dan dengan
pewarnaan jaringan yang positif bagi AVP mRNA. Konsentrasi AVP plasma
dalam tipe A SIADH tidak ditekan secara fisiologis dengan minum, hal ini
membuat pasien rentan terhadap terjadinya hiponatremia berat. Studi juga
telah menunjukkan ambang osmotik rendahuntuk rasa haus. Jenis ini juga
merupakan karakteristik tumor nasofaring, yang jugamenghasilkan pewarnaan
positif bagi AVP mRNA.

2. Tipe B juga merupakan tipe yang umum ( 20-40 % ). Ambang batas osmotik
untuksekresi AVP diturunkan oleh sebuah 'reset osmostat ' sehingga sekresi
AVP terjadi pada osmolalities plasma yang lebih rendah dari normal. Karena
AVP ditekan di bawah osmolalities plasma yang lebih rendah, ambang reset,
overhydration lanjut menyebabkan penekanan sekresi AVP, yang
melindungi terhadap kejadian hiponatremia berat. Meskipun sebagian
besar tumor memanifestasikan satu jenisSIADH, beberapa tumor juga
dapat muncul dengan tipe B SIADH, sehingga polasekresi AVP normal tidak
bisa digunakan untuk memprediksi penyebab dari SIADH.

3. Tipe C adalah suatu kondisi langka yang ditandai dengan kegagalan untuk
menekansekresi AVP pada osmolalities plasma dibawah ambang batas
osmotik. Konsentrasiplasma AVP tidak tinggi pada osmolalities plasma yang
rendah, tapi ada hubunganyang normal antara osmolalitas plasma dan AVP
plasma pada osmolalities plasma yangfisiologis. Varian ini mungkin
karena adanya disfungsi penghambatan neuron dihipotalamus, yang
menyebabkan tingkat sekresi rendah dari AVP basal.

4. Tipe D merupakan tipe SIADH yang langka SIADH dengan tingkat AVP
rendah yangtidak terdeteksi dan tidak ada kelainan yang terdeteksi dalam
respon sirkulasi AVP.Diperkirakan bahwa SIADH nephrogenic (NSIAD)
mungkin berperan pada tipe ini.Peningkatan mutasi pada reseptor V2

5
mengarah ke SIADH, dengan tingkat AVP tidakterdeteksi, telah dijelaskan.
Mutasi yang diidentifikasikan memiliki substitusi nukleotida yang berbeda
menyebabkan tingkat aktivasi reseptor V2 yang berbeda. Sindrom ini
tampaknya diwariskan secara X-linked. Karena variabel ekspresivitas darigen
yang terlibat, NSIAD mungkin secara klinis dapat tidak terdeteksi selama
bertahun-tahun, sampai kontribusi faktor lainnya di kemudian hari yang
menyebabkan klinishiponatremia signifikan.

2.3. Etiologi SIADH

SIADH dapat disebabkan oleh kanker paru dan kanker lainnya. Penyakit
paru (pneumonia,TB) dan penyakit SSP( sistem saraf pusat) seperti atrofi
serebrum senilis, hidrosefalus, delifiumtremens, psilosis akut, penyakit
demielinisasi dan degenerative, penyakit peradangan,trauma/cedera kepala /
cerebrovaskular accident , pembedahan pada otak, tumor (karsinuma bronkus ,
leukemia, limfoma, timoma, sarkoma) atau infeksi otak (ensepalitis, meningitis)
dapat menimbulkan SIADH melalui stimulasi langsung kelenjar hipofisis. Dan
beberapa obat (vasopressin, desmopresin asetat, klorpropamid, klofibrat,
karbamazepin, vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat diuretic
tiazida, dan lain-lain) dannikotin dapat terlibat terjadinya SIADH; zat-zat
tersebut dapat menstimulasi langsungkelenjar hipofisis atau meningkatkan
sensitifitas tubulus renal terhadap ADH yang beredardalam darah.

SIADH sering muncul pada dari masalah nonendokrin. Dengan kata lain
sindrom tersebut dapat terjadi pada penderita karsinoma bronkogenik tempat sel-
sel paru yang ganas mensintesis dan melepaskan ADH. SIADH juga bisa terjadi
pada pneumonia berat, pneumotoraks dan penyakit paru lainya. Kelainan pada
sistem saraf pusat diperkirakan juga bisa menimbulkan SIADH melalui stimulus
langsung kelenjar hipofisis seperti:

1. Cidera kepala
2. Pembedahan pada otak

6
3. Tumor
4. Infeksi otak
5. Beberapa obat (Vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat
diuretik tiazida dll)

2.4. Patofisiologi SIADH

SIADH ditandai oleh peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis posterior


tanpa adanya rangsangan normal untuk melepaskan ADH. Pengeluaran ADH
yang berlanjut menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume
cairan ekstra seluler meningkat dengan hiponatremi. Dalam kondisi
hiponatremi dapat menekan rennin dan sekresi aldosteron menyebabkan
penurunan Na diabsorbsi tubulus proximal. Dalam keadaan normal ADH
mengatur osmolalitas plasma, bila osmolalitas menurun mekanisme Feed back
akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan
meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolalitas
plasma menjadi normal. Pada SIADH osmolalitas plasma terus berkurang
akibat ADH merangsang reabsoprbsi air oleh ginjal.

Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal


untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan
reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini
meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES).
Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan meningkatkan
konsentrasi urine yang diekskresi.

Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus


ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi.
Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan
kandungan natrium dalam urin tetap,akibatnya urin menjadi pekat.

7
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila
osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi
ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh
ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.

Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh


dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal . Tiga mekanisme
patofisiologi yang bertanggung jawab akan SIADH , yaitu
1. Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini
disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis , sindrom
guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat
atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan positif pernafasan juga
akan mengalami SIADH.

2. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik –
hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).

3. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan .


bermacam-macam obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan
ADH obat-obat tersebut termasuk nikotin, transquilizer, barbiturate, anestesi
umum, suplemen kalium, diuretic tiazid, obat-obat hipoglikemia,
asetominofen, isoproterenol dan empat anti neoplastic : sisplatin,
siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.

2.5. Manifestasi Klinis SIADH

Manifestasi yang berhubungan dengan SIADH adalah :


1. Hiponatremi, kebingungan, kesadaran menurun/letargi sensitive koma,
mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).

8
2. Takhipnea.
3. Kelemahandan Letargi
4. Peningkatan BB
5. Sakit kepala
6. Mual dan muntah
7. Kekacauan mental dan Kejang.
8. Penurunan keluaran urine

Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH tergantung pada
derajat lamanya retensi air dan hiponatremia misalnya:

1. Na serum >125 mEq/L.

a. Anoreksia.
b. Gangguan penyerapan nutrisi.
c. Kram otot.

2. Na serum = 115 – 120 mEq/L.

a. Sakit kepala,
b. Perubahan kepribadian.
c. Kelemahan dan letargia.
d. Mual dan muntah.Kram abdomen

3. Na serum < 1115 mEq/L.

a. Kejang dan koma.


b. Reflek tidak ada atau terbatas
c. Tanda babinski.
d. Papiledema.

2.6. Komplikasi SIADH

Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:

9
1. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai normal urea
dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah. Penurunan kadar
urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut,
sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut.
Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi
air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
2. Overload tipe hipotonik

Lazim disebut “Keracunan Air”. Ketidakseimbangan cairan tubuh dimana


seluruh tubuh akan berada dalam keadaan hipotonik, disertai dengan
osmolaritas tubuh menurun. Sehingga didalam tubuh, cairan ekstraseluler akan
pindah ke kompartemen intraseluler. Terjadi expansi air berlebihan diseluruh
kompartemen cairan dan kadar elektrolit berkurang karena dilusi (rendahnya
elektrolit serum). Dalam kondisi berpindahnya cairan seperti ini, tubuh sangat
sulit mengkompensasinya. Faktor penyebab tubuh menjadi overload hipotonik
adalah SIADH (kumpulan gejala karena malfungsi hormon antidiuretik)

3. Penurunan Osmolaritas (plasma)

Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Sementara


penurunan osmolaritas plasma terjadi akibat Kerja hormon ADH yang
berlebihan dan gangguan pada ginjal dalam meekskresikan cairan.Pada keadaan
ini tertjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema otak yang mana keadaan ini
merupakan keadaan berat yang dapat menyebabkan kejang dan penurunan
kesadaran.

4. Hipokalemia

10
Nilai norman kalium dalam darah adalah (3,5 - 5,0 MEQ/L). Penyebab utama
kehilangan kalium adalah penggunaan obat-obatan diuretik yang juga menarik
kalium misalnya: tiazid dan furosemid

5. Hipomagnesemia

Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 – 2,1 Mg/l). Hipomagnesemia
dapat terjadi karena penggunaan beberapa obat dalam jangka waktu lama
(diuretik, siplantin).

Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder dan agak mirip.
Pada banyak kasus beda antara gejala dan komplikasi SIADH kurang jelas dan
sulit dibedakan.

2.7.Penetalaksanaan SIADH

Penatalaksaan SIADH tergantung pada manifestasi klinis yang


dijumpai,kadar konsentrasi natrium serum, onset hiponatremia, dan penyakit
yang mendasari. Walaupun pengobatan penyakit yang mendasari penting
terhadap managemen SIADH, tetapi terkadang hal ini sulit dilakukan. Restriksi
cairan merupakan ‘first-line treatment’ pada hiponatremia ringan yang
asimtomatik (konsentrasi natrium serum > 125 mEq/L), hal ini secara umum
terbukti bermanfaat dengan disertai kombinasi dengan pengobatan terhadap
penyakit dasar. Restriksi dilakukan dari intake cairan sebesar 800 dan 1000
mL/hari. Jika tidak dijumpai respon, cairan dapat direstriksi dengan tambahan
sebesar 500-600 mL/hari, tetapi biasanya complianc epasien terhadap hal ini
sulit dijaga.

Untuk meningkatkan compliance, harus dilakukan penjelasan pada pasien


bahwa makanan biasa telah mengandung 700-1000 air. Pada hiponatremia
ringan yang simtomatik, obat loop diuretics (bukan golonganthiazides) dapat

11
diberikan sebagai tambahan pada restriksi cairan. Loop diuretics
berpengaruhpada efek ADH di collecting tubule dengan cara menghambat
reasorbsi cairan, dan dapa tmengakibatkan keseimbangan cairan yang negatif.
Perhatian khusus harus diberikan saat menggunakan obat-obatan loop diuretics
untuk mencegah hilangnya elektrolit. Jika infus saline digunakan untuk
mengobati hiponatremia pada SIADH, osmolalitasinfus saline secara umum akan
mempengaruhi osmolalitas urine pasien. Karena itu, infussaline isotonik
(osmolalitas: 308 mOsm/L) tidak direkomendasikan untuk pasien SIADH dengan
osmolalitas urine 308 mOsm/L, karena malah dapat memperberat keadaan
hiponatremia.

Pada kasus seperti ini, ginjal akan mengekskresikan zat pelarut dari saline
padaurine, dimana volume yang tidak diekskresikan merupakan cairan, sehingga
akan terjadi peningkatan cairan yang memperburuk hiponatremia. Bagaimanapun
juga, sebuah penelitian telah mendemonstrasikan bahwa salineisotonik terbukti
memperbaiki kadar natrium serum pada restriksi cairan pada pasien SIADH,
sepanjang konsentrasi natrium dan kalium urine tidak meningkatkan
konsentrasinatrium saline isotonik (154 mEq/L).

Pasien dengan hiponatremia berat (konsentrasi natrium serum < 125


meq/L) mungkin memerlukan saline hipertonik sebagai tambahan terapi restriksi
cairan. Saline hipertonik dapat diberikan melalui pump dengan monitoring, dan
kadar osmolalitas urine tetap dipantau Saline hipertonik dapat diganti dengan
saline isotonik, saat osmolalitas urine kurangdari 300mOsm/L. Kewaspadaan
tetap harus ada saat mengoreksi hiponatremia, karena koreksi yang terlalu
agresif dan terlalu ceat dapat memicu central pontine myelinosis, yaitu suatu
keadaan demyelinating pada neuron pontin dan extrapontine, yang dapat
menyebabkan quadriplegia, pseudobulbar palsy, seizure, koma, atau bahkan
kematian.

12
Pasien dengan resiko tinggi terhadap central pontine myelinosis adalah
pasien-pasien dengan hipokalemia atau lukabakar, pasien dengan pengobatan
thiazide, alkoholik, dan pasien usia tua. Untuk menghindarikomplikasi ini, level
natrium serum harus dinaikkan dengan kecepatan tidak melebihi 1-2mEq per
jam, dan tidak lebih tinggi dari 8-12 mEq per hari. Saat natrium serum
meningkatdiatas 125 mEq/L, resiko seizure dan kematian berkurang dan
koreksi per hari harus diperlambat hingga 5 sampai 6 mEq per hari. Pasien
dengan SIADH kronik (misalnya: pasien dengan reset osmostat syndrome atau
kanker) dapat diobati dengan diet tinggi natrium yang dikombinasi dengan loop
diuretics. Pada kasus-kasus SIADH karena obat-obatan, resectable tumors, atau
penyakit paru,kadar natrium serum akan mencapai normal setelah penghentian
atau pengangkatan penyakit dasar.

Pada pasien dengan SIADH berat karena tumor yang tidak dapat dioperasi,
atau padapenyakit kronis lainnya, pemberian demeclocyline 600 sampai 1200 mg
per hari dengan dosisterbagi dapat bermanfaat. Obat ini terbukti dapat
mengobati SIADH dengan cara menghambat respon ginjal terhadap ADH di
collecting tubule. Walaupun obat ini mahal,tetapi terbukti bermanfaat. Obat lain
yang dapat digunakan sebagai obat jangka panjang adalah urea dan diuretik.
Lithium harus dihindari karena dapat memicu efek samping hiponatremia pada
sistem saraf pusat. Saat ini, vasopressin receptor antagonist, conivaptan terbukti
dapat mengobati dilutional hyponatremia (SIADH). Conivaptan dapat
mengakibatkan hilangnya cairan tubuh tanpa hilangnya elektrolit. Obat ini
diberikan secara intravena. Beberapa obat vasopressin receptor antagonists
lainnya juga telah banyak diteliti untuk pengobatan SIADH.

Hiponatremia kronik, ringan-sedang, asimtomatik, yang penyebabnya


diketahui tetapisulit dihilangkan, dapat diterapi tanpa restriksi cairan ataupun
obat-obatan.

13
Pasien dengan kadar natrium serum kronik dan stabil diatas 125
mEq/L danasimtomatik, mungkin tidak mendapat banyak manfaat dengan
pengobatan menggunakan demeclocycline dan terapi restriksi cairan.

Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:

1. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang


ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH,
misalnya berasal dari tumor ektopik,maka terapi yang ditunjukkan adalah
untuk mengatasi tumor tersebut.
2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.Pada kasus ringan retensi
cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan cairan.Pedoman
umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi
natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-gejala dapat diatasi. Pada
kasus yang berat,pemberian larutan normal cairan hipertonik dan
furosemid adalah terapi pilihan.
3. Semua penatalaksanaan yang diperlukan saat pasien mengalami
penurunan tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti
pemantauan yang cermat masukandan keluaran urine. Kebutuhan nutrisi
terpenuhi dan dukungan emosional.

2.8. Pemeriksaan Diagnostic


1. Natrium serum menurun <15 M Eq/L.
2. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
3. Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.Osmolalitas
urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimana kasus ini
akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis urin:meningkat (< 1,020) bila
ada SIADH.
4. Hematokrit (Ht dan Hb), tergantung pada keseimbangan cairan, misalnya:
kelebihan cairan melawan dehidrasi.

14
5. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium
serum menurun sampai 170 M Eq/L.
6. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal(nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen/BUN, atau kadang disebut sebagai urea) dan kreatinin).
7. Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah (dilakukan pada
pasien yang menjalani rawat inap dirumah sakit dan pemantauan dilakukan
untuk menghidari atau mencegah terjadinya hal yang memperberat penyakit
klien).

2.9.Evaluasi Diagnostic

DIAGNOSA EVALUASI
Kelebihan volume cairan S : Klien mengatakan volume urine sudah
dari kebutuhan meningkat, dan tidak pekat
berhubungan dengan
O : Tidak terdpat edema di beberapa bagian
peningkatan sekresi ADH
tubuh, BB klien sedikit menurun, kesadaran
composmentis
Ketidakseimbangan S : Klien mengatakan tidak mengalami
nutrisi: kurang dari anoreksin, tidak mual muntah
kebutuhan berhubungan
O:-
dengan anoreksia

15
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

MENDERITA SIADH

3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat penyakit dahulu.
Ada tidaknya penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita
klien,serta riwayat radiasi pada kepala.
3. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas mengenai gejala yang timbul seperti sakit kepala,
demam, dan keluhan kejang.
4. Riwayat penyakit keluarga.
Riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit keturunan.
Pengkajian Fisik:
1. Inspeksi: Vena jugularis penuh.
2. Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
3. Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.

B1 (Breathing) :
 Takhipnea
B2 (Blood) :
 Inspeksi : Distensi vena jugularis.
 Auskultasi : Takikardia.
B3 ( Brain ) :
 Kekacauan mental.
 Kejang.
 Sakit kepala

16
 Confusion
 Disorientasi
 Seizure
B4 ( Bladder )
 Penurunan volume urine
 Penurunan frekuensi berkemih
B5 ( Bowel )
 Mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).
 Mual dan muntah
 Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa oedema) sekitar 5-10 %.
B6 ( Bone )
 Kelemahan
 Letargi
 Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
 Twiching pada otot

Pemeriksaan diagnostik :

 Natrium serum: menurun < 135 M Eq/L

 Natrium urin: kurang dari 15 M Eq/L, menandakan konservasi ginjal terhadap


Na. Natrium urine > 20 M Eq/L menandakan SIADH.

 Kalium serum: mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan
Kalium sedikit.

 Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun, tergantung ionmana yang


hilang dengan DNA.

 Osmolalitas: umumnya rendah, tetapi mungkin normal atau tinggi.

 Osmolalitas urin: mungkin turun/biasanya < 100 m osmol/L kecuali


pada SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum.10

17
 Berat jenis urin: meningkat (lebih dari 1,020) bila ada SIADH.

 Ht: tergantung pada keseimbangan cairan, misalnya: kelebihan cairan versus


dehidrasi

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Volume cairan berlebih berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebihan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan absorbsi nutrisi dan natrium.
3. Retensi urine berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebih.
4. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na

3.3 Intervensi Keperawatan


 Diagnosa : Volume cairan berlebih yang beruhubungan dengan sekresi ADH
yang berlebihan
1. Pantau masukan dan haluaran cairan dan tanda tanda kelebihan cairan setiap
1 – 2 jam.
2. Catat Berat badan, bandingkan dengan pemasukan pengeluaran
3. Evaluasi terjadinya takipnea, dispnea, peningkatan upaya pernapasan dan
beritahu dokter.
4. Kaji sakit kepala, kram otot, kacau mental, disorientasi
5. Pantau elektrolit atau osmolalitas serum resiko gangguan signifikan bila
serum Na kurang dari 135 mEq/L
6. Batasi masukan cairan.
7. Monitor TTV
8. Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan.

 Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan perubahan absorbsi nutrisi dan natrium
1. kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.

18
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
3. Timbang berat badan setiap hari.
4. Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan pasien untuk mengontrol pilihan
sebanyak mungkin.
5. Berikan makanan tinggi kalori untuk peningkatan energi.
6. Tingkatkan makanan yang mengandung protein,vitamin dan besi apabila
dianjurkan.
7. Pantau hasil pemeriksaan Lab. Misal: Hb/Ht, BUN, Albumin, Protein dan
elektrolit serum
8. Konsul pada ahli gizi
9. Kolaborasi, Berikan cairan IV

 Diagnosa : Retensi urine berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebih


1. Kaji dengan mengidentifikasi dan penanganan penyebab yang mendasari.
2. Batasi masukan cairan.
3. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan apabila tiba-tiba dirasakan.
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih, perhatikan penurunan
haluaran urine dan perubahan berat jenisnya
5. Observasi aliran urin, perhatikan karekteristiknya.
6. Pemberian lasix atau furosemid untuk memudahkan pengeluaran cairan.

 Diagnosa : Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na


1. Kaji keadaan umum pasien.
2. Pantau tentang kebingungan, dan catat tingkat anxietas pasien.
3. Batasi aktivitas pasien dalam batas-batas wajar untuk mengumpulkan energi.
4. Monitor TTV
5. Kurangi kritik yang negatif.
6. Ajarkan untuk melakukan teknik relaksasi.

19
7. Pertahankan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk mengontrol
tingkah lakunya sendiri, memahami, dan mengingat informasiKaji keadaan
umum pasien.

3.4 Pelaksanaan

 Diagnosa : Volume cairan berlebih yang beruhubungan dengan sekresi ADH


yang berlebihan
1. Catatan masukan dan haluaran membantu mendeteksi tanda dini
ketidakseimbangan cairan.

2. Untuk mengetahui keadaan natrium serum

3. Mencegah intoksikasi air.

4. Tanda-tanda vital menjadi indikasi dari kondisi klien.

 Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan perubahan absorbsi nutrisi dan natrium
1. Memberikan informasi tentang keadaan masukan diet atau penentuan
kebutuhan nutrisi.
2. Untuk membuat klien meningkat kepercayaan dirinya dan merasa
mengontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan untuk dimakan.
3. Memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi sampai masukan oral dapat
dimulai.

 Diagnosa : Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na


1. Rentang perhatian untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara
tajam yang berpotensi terhadap terjadinya ansietas yang
mempengaruhi prose pikir pasien
2. Tingkah laku yang sesuai tidak akan memerlukan energi yang banyak
dan mungkin bermanfaat dalam proses belajar struktur internal.

20
3. Menurunkan resiko terjadinya respon penolakan atau pertengkaran.
4. Dapat membantu memfokuskan kembali perhatian klien dan untuk
menurunkan ansietaspada tingkat yang dapat ditanggulangi.
5. Penting untuk mmepertahankan harapan dari kemampuan untuk
mempertahankan harapan,dan meningkatkan aktivitas rehabilitasi
kontinu.

3.5 Evaluasi
Pengeluaran ADH yang abnormal atau kepekaan sel tubuh terhadap ADH
mengakibatkan peningkatan permeabilitas tubula renal distal terhadap air dan banyak
air yang di reabsorpsi. Volume intrsvaskuler meningkat, tetapi tanpa edema. Edema
tidak timbul karena peningkatan volume cairan intravascular disertai dengan
natriuresis (ekskresi natrium melalui urine).timbulnya natriuresis disebabkan oleh
filtrasi glomerulus meningkat dan berkurangnya reabsoprsi natrium oleh tubula renal
proksimal.
Penting diketahui bahawa penurunan natrium plasma pada tingkat 119 mEq/L
dari 139 mEq/L dalam dua jam dapat mengakibatkan kematian. Perubahan yang
terjadi pada pasien yang mengalami hiponatremia:
1. Kadar natrium serum turun dibawah 125 mEq/L dapat mengakibatkan
mual dan malaise (tidak merasa nyaman yang menunjukkan gangguan
atau infeksi).
2. Kadar natrium serum di antara 115-120 mEq/L akan menyebabkan sakit
kepala, letargi, disorientasi.
3. Kadar natrium plasma di bawah 110 mEq/L akan menyebabkan kejang
dan koma.
Pada SIADH, ada peningkatan air tubuh total karena retensi air dan status hipo-
osmolar yang diakibatkan oleh hiponatremia (natrium serum rendah). Pada SIADH,
keluarnya ADH mengikuti pola :
1. Keluarnya ADH tidak teratur dan tidak terkait pada osmolalitas
plasma

21
2. Keluarnya ADH adalah normal sesuai dengan osmolalitas plasma
yang meningkat, tetapi ADH tidak berkurang saat osmolalitas plasma
menurun
3. Keluarnya ADH adalah normal, tetapi sel tubuh sangat sensitive
terhadap ADH sehigga retensi air bertambah

22
BAB 4
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
UNTUK HIPONATREMIA
4.1.Tes Natrium darah (Na) (serum)
a. Pengertian
Natrium (Na) adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, dan
memiliki efek menahan air. Jika terdapat kelebihan natrium di dalam
cairan ekstraseluler, akan lebih banyak

b. Tujuan
a) Untuk memantau kadar natrium
b) Untuk mendeteksi terjadinya ketidakseimbangan natrium
c) Untuk membandingkan kadar natrium dengan kadar elektrolit
lainnya.

c. Nilai Normal
Dewasa : 135-145 mEq/l, 135-145 mmol/l (satuan SI)
Anak : bayi: 134-150 mEq/l. Anak: 135-145 mEq/l

d. Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar : muntah, diare, pengisapan lambung, keringat
berlebihan, pemberian dektrosa 5% di dalam air.Pengaruh Obat :
diuretik yang kuat
b) Peningkatan Kadar : dehidrasi, muntah berat, dan diare. Pengaruh
Obat : obat batuk, laksatif, antibiotik, metilpoda, hidralazin.

e. Faktor yang mempengaruhi


a) Diet tinggi natrium
b) Obat diuretik yang kuat, senyawa kortison, berbagai agens anti
hipertensif, obat batuk.

23
f. Persiapan Pasien :
a) Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk
menentukan kandungan natrium dalam darah.
b) Beritahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
fungsi vena.
c) Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami
perasaan sedikit tidak nyaman akibat fungsi dan turniket.
d) Beritahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan dan cairan.
e) Beritahukan petugas laboratorium dan dokter mengenai obat-
obatan yang digunakan pasien yang mungkin memengaruhi
hasil uji obat-obatan tersebut mungkin perlu dibatasi.

g. Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah atau hijau.
b) Tidak terdapat pembatasan asupan makan atau cairan. Jika klien
mengonsumsi banyak makanan mengandung tinggi garam selama
24-48 jam terakhir, asupan ini harus dicatat.

h. Pelaksanaan
Penurunan Kadar
a) Kaji untuk menemukan tanda dan gejala hiponatremia.
b) Ketahui bahwa kondisi hiponatremia yang terjadi setelah
pembedahan dapat terjadi akibat (SIADH)
c) Laporkan jika klien menerima infus D5W selama lebih dari 2
hari karena dapat menyebabkan hiponatremia.

24
d) Periksa berat jenis urine. Berat jenis <1,010 dapat mengindikasi
hiponatremia.
e) Periksa natrium serum dan hasil lab lainnya.

Penyuluhan Klien
a) Anjurkan klien tidak hanya meminum air putih. Disarankan
bentuk larutan.

Peningkatan Kadar
a) Pantau untuk meneukan gejala hipernatremia
b) Periksa untuk menemukan cairan tubuh yang keluar dengan
membuat catatam akurat.
c) Periksa berat jenis urine.
d) Pantau untuk menemukan edema dan hidrasi.
e) Penyuluhan Klien
f) Anjurkan klien minum 8 sampai 10 gelas air setiap hari

i. Hasil Tes Natrium Darah


 Tingkat Normal Rendah
- Kelelahan
- Mual dan muntah
- Sakit kepala
- Hilangnya nafsu makan
- Kebingungan atau disorientasi
- Halusinasi
- Kehilangan kesadaran atau koma

25
4.2. Tabung Spesimen untuk Pemeriksaan Tes Natrium Darah
Jenis Tabung spesiemen yang digunakan untuk pemeriksaan tes natrium
pada darah (serum) adalah tabung dengan tutup berwarna biru. Tabung ini berisi
natrium sitrat.

Digunakan untuk pemeriksaan : Tes koagulasi (protime dan waktu


protrombin). Dengan tindakan bentuk kalsium untuk menghilangkan kalsium.

26
27
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan
SIADH (syndrome Inappropriate Anti Diuretic Hormone) Adalah keadan dimana
sekresi ADH yang berlebihan, bisa dari hypothalamus atau sumber ektopik. Sindrom
ketidakseimbangan hormone ADH ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang
jarang) yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada kurang dari
200.000 penduduk AS. SIADH ditandai oleh peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis
posterior.Peningkatanpengeluaran ADH biasanya terjadi sebagai respon terhadap peningkatan
osmolalitas plasma(penurunan konsentrasi air plasma) atau penurunan tekanan darah.Penyebabnya
adalahcedera,pembedahan,tumor-tumor si luar SSP terutama karsinoma bronkogenik.Tanda-tanda
:Retensi urine,penurunan pengeluaran urine,mual dan muntah yang semakin parah seiringdengan
intoksikasi air

SIADH dapat terjadi baik akibat sekresi ADH terus menerus oleh hipotalamus
atau produksi atau subtansi yang mirip ADH dari suatu tumor (produksi ADH yang
menyimpang). Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan SIADH termasuk tumor
paru sel oat, cedera kepala, gangguan endokrin dan pulmonal, dan penggunaan obat-
obatan seperti pitosin, siklofos-famid, vinkristin, tioridasin, dan amitripilin.

5.2 Saran

Bagi para tenaga kesehatan khususnya perawat dapat meningkatkan


keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasein SIADH dan bagi
penderita SIADH yang masih ringan,retriksi cairan cukup dengan pembatasan cairan
dan pembatasan sodium.Dan penderita dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya dan mengikuti prosedur diit yang dianjurkan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ellen, Lee, dkk, 2000, Pathofisiology, Phiadelpia: W, B, Soundres.

Black M. Matassarin and Jacob M.Ester, 1997. Medical Surgical Nursing Ed.3 .
Philadelphia : W.B. sounders.

Corwin,J.Elizabet. 2001. Patofisiologi:Sistem Endokrin. Jakarta : EGC.

Otto, shirley E. 2003.Buku saku keperawatan onkologi. Jakarta: EGC.

Tisdale, James & Miller, Douglas . 2010. Drug-Induced Diseases: Prevention,


Detection, and Management, page 892. U.S : heartside publishing.
Doengoes, Marilyn C. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC

29

Anda mungkin juga menyukai