PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1
Dalam menetukan adanya gangguan tersebut diperlukan pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan kadar natrium, kalium dan klorida adalah dengan
metode elektroda ion selektif, spektrofotometer emisi nyala, spektrofotometer
atom serapan, spektrofotometri berdasarkan aktivasi enzim, ida dengan metode
titrasi kolorimetrik-amperometrik.
1.2.Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien
menderita penyakit SIADH akibat kelebihan elektrolit.
2
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi dari SIADH
2. Mengetahui berbagai macam klasifikasi dari SIADH
3. Memahami Etiologi dari penyakit SIADH
4. Memahami patofisiologi dari penyakit SIADH
5. Mengetahui berbagai macam manifestasi klinis dari SIADH
6. Memahami komplikasi dari penyakit SIADH
7. Memahami pengkajian dari penyakit SIADH
8. Mengetahui berbagai factor dari pengkajian penyakit SIADH
9. Mengetahui serta memahami Diagnosis dan Intervensi dari
penyakit SIADH
10. Memahami penatalaksanaan pemeriksaan elektrolit pada
penyakit SIADH
11. Mengetahui pemeriksaan diagnostic atau penunjang dalam
penyakit SIADH
12. Memahami evaluasi diagnostic dari penyakit SIADH
1.4.Manfaat
1.4.1. Manfaat untuk Penulis
Dengan telah dibuatnya makalah ini, maka wawasan kami sebagai
penulis semakin meluas dengan berbagai macam sumber yang kita
dapatkan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi SIADH
SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan
oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk
ADH yang berasal dari hipofisis posterior.
SIADH terjadi saat sekresi AVP tidak ditekan saat konsentrasi natrium
plasma jatuhdibawah ambang osmotic untuk sekresim AVP fisiologis. Namun
Zerbe et al mampu memanfaatkan pengukuran plasma AVP dengan RIA awal
untuk menggambarkan empatjenis SIADH yang dikategorikankan oleh pola
sekresi AVP di berbagai osmolalities plasma.
4
menunjukkan bahwa beberapa tumor paru mensintesis AVP, dan dengan
pewarnaan jaringan yang positif bagi AVP mRNA. Konsentrasi AVP plasma
dalam tipe A SIADH tidak ditekan secara fisiologis dengan minum, hal ini
membuat pasien rentan terhadap terjadinya hiponatremia berat. Studi juga
telah menunjukkan ambang osmotik rendahuntuk rasa haus. Jenis ini juga
merupakan karakteristik tumor nasofaring, yang jugamenghasilkan pewarnaan
positif bagi AVP mRNA.
2. Tipe B juga merupakan tipe yang umum ( 20-40 % ). Ambang batas osmotik
untuksekresi AVP diturunkan oleh sebuah 'reset osmostat ' sehingga sekresi
AVP terjadi pada osmolalities plasma yang lebih rendah dari normal. Karena
AVP ditekan di bawah osmolalities plasma yang lebih rendah, ambang reset,
overhydration lanjut menyebabkan penekanan sekresi AVP, yang
melindungi terhadap kejadian hiponatremia berat. Meskipun sebagian
besar tumor memanifestasikan satu jenisSIADH, beberapa tumor juga
dapat muncul dengan tipe B SIADH, sehingga polasekresi AVP normal tidak
bisa digunakan untuk memprediksi penyebab dari SIADH.
3. Tipe C adalah suatu kondisi langka yang ditandai dengan kegagalan untuk
menekansekresi AVP pada osmolalities plasma dibawah ambang batas
osmotik. Konsentrasiplasma AVP tidak tinggi pada osmolalities plasma yang
rendah, tapi ada hubunganyang normal antara osmolalitas plasma dan AVP
plasma pada osmolalities plasma yangfisiologis. Varian ini mungkin
karena adanya disfungsi penghambatan neuron dihipotalamus, yang
menyebabkan tingkat sekresi rendah dari AVP basal.
4. Tipe D merupakan tipe SIADH yang langka SIADH dengan tingkat AVP
rendah yangtidak terdeteksi dan tidak ada kelainan yang terdeteksi dalam
respon sirkulasi AVP.Diperkirakan bahwa SIADH nephrogenic (NSIAD)
mungkin berperan pada tipe ini.Peningkatan mutasi pada reseptor V2
5
mengarah ke SIADH, dengan tingkat AVP tidakterdeteksi, telah dijelaskan.
Mutasi yang diidentifikasikan memiliki substitusi nukleotida yang berbeda
menyebabkan tingkat aktivasi reseptor V2 yang berbeda. Sindrom ini
tampaknya diwariskan secara X-linked. Karena variabel ekspresivitas darigen
yang terlibat, NSIAD mungkin secara klinis dapat tidak terdeteksi selama
bertahun-tahun, sampai kontribusi faktor lainnya di kemudian hari yang
menyebabkan klinishiponatremia signifikan.
SIADH dapat disebabkan oleh kanker paru dan kanker lainnya. Penyakit
paru (pneumonia,TB) dan penyakit SSP( sistem saraf pusat) seperti atrofi
serebrum senilis, hidrosefalus, delifiumtremens, psilosis akut, penyakit
demielinisasi dan degenerative, penyakit peradangan,trauma/cedera kepala /
cerebrovaskular accident , pembedahan pada otak, tumor (karsinuma bronkus ,
leukemia, limfoma, timoma, sarkoma) atau infeksi otak (ensepalitis, meningitis)
dapat menimbulkan SIADH melalui stimulasi langsung kelenjar hipofisis. Dan
beberapa obat (vasopressin, desmopresin asetat, klorpropamid, klofibrat,
karbamazepin, vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat diuretic
tiazida, dan lain-lain) dannikotin dapat terlibat terjadinya SIADH; zat-zat
tersebut dapat menstimulasi langsungkelenjar hipofisis atau meningkatkan
sensitifitas tubulus renal terhadap ADH yang beredardalam darah.
SIADH sering muncul pada dari masalah nonendokrin. Dengan kata lain
sindrom tersebut dapat terjadi pada penderita karsinoma bronkogenik tempat sel-
sel paru yang ganas mensintesis dan melepaskan ADH. SIADH juga bisa terjadi
pada pneumonia berat, pneumotoraks dan penyakit paru lainya. Kelainan pada
sistem saraf pusat diperkirakan juga bisa menimbulkan SIADH melalui stimulus
langsung kelenjar hipofisis seperti:
1. Cidera kepala
2. Pembedahan pada otak
6
3. Tumor
4. Infeksi otak
5. Beberapa obat (Vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat
diuretik tiazida dll)
7
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila
osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi
ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh
ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.
2. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik –
hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).
8
2. Takhipnea.
3. Kelemahandan Letargi
4. Peningkatan BB
5. Sakit kepala
6. Mual dan muntah
7. Kekacauan mental dan Kejang.
8. Penurunan keluaran urine
Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH tergantung pada
derajat lamanya retensi air dan hiponatremia misalnya:
a. Anoreksia.
b. Gangguan penyerapan nutrisi.
c. Kram otot.
a. Sakit kepala,
b. Perubahan kepribadian.
c. Kelemahan dan letargia.
d. Mual dan muntah.Kram abdomen
9
1. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai normal urea
dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah. Penurunan kadar
urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut,
sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut.
Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi
air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
2. Overload tipe hipotonik
4. Hipokalemia
10
Nilai norman kalium dalam darah adalah (3,5 - 5,0 MEQ/L). Penyebab utama
kehilangan kalium adalah penggunaan obat-obatan diuretik yang juga menarik
kalium misalnya: tiazid dan furosemid
5. Hipomagnesemia
Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 – 2,1 Mg/l). Hipomagnesemia
dapat terjadi karena penggunaan beberapa obat dalam jangka waktu lama
(diuretik, siplantin).
Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder dan agak mirip.
Pada banyak kasus beda antara gejala dan komplikasi SIADH kurang jelas dan
sulit dibedakan.
2.7.Penetalaksanaan SIADH
11
diberikan sebagai tambahan pada restriksi cairan. Loop diuretics
berpengaruhpada efek ADH di collecting tubule dengan cara menghambat
reasorbsi cairan, dan dapa tmengakibatkan keseimbangan cairan yang negatif.
Perhatian khusus harus diberikan saat menggunakan obat-obatan loop diuretics
untuk mencegah hilangnya elektrolit. Jika infus saline digunakan untuk
mengobati hiponatremia pada SIADH, osmolalitasinfus saline secara umum akan
mempengaruhi osmolalitas urine pasien. Karena itu, infussaline isotonik
(osmolalitas: 308 mOsm/L) tidak direkomendasikan untuk pasien SIADH dengan
osmolalitas urine 308 mOsm/L, karena malah dapat memperberat keadaan
hiponatremia.
Pada kasus seperti ini, ginjal akan mengekskresikan zat pelarut dari saline
padaurine, dimana volume yang tidak diekskresikan merupakan cairan, sehingga
akan terjadi peningkatan cairan yang memperburuk hiponatremia. Bagaimanapun
juga, sebuah penelitian telah mendemonstrasikan bahwa salineisotonik terbukti
memperbaiki kadar natrium serum pada restriksi cairan pada pasien SIADH,
sepanjang konsentrasi natrium dan kalium urine tidak meningkatkan
konsentrasinatrium saline isotonik (154 mEq/L).
12
Pasien dengan resiko tinggi terhadap central pontine myelinosis adalah
pasien-pasien dengan hipokalemia atau lukabakar, pasien dengan pengobatan
thiazide, alkoholik, dan pasien usia tua. Untuk menghindarikomplikasi ini, level
natrium serum harus dinaikkan dengan kecepatan tidak melebihi 1-2mEq per
jam, dan tidak lebih tinggi dari 8-12 mEq per hari. Saat natrium serum
meningkatdiatas 125 mEq/L, resiko seizure dan kematian berkurang dan
koreksi per hari harus diperlambat hingga 5 sampai 6 mEq per hari. Pasien
dengan SIADH kronik (misalnya: pasien dengan reset osmostat syndrome atau
kanker) dapat diobati dengan diet tinggi natrium yang dikombinasi dengan loop
diuretics. Pada kasus-kasus SIADH karena obat-obatan, resectable tumors, atau
penyakit paru,kadar natrium serum akan mencapai normal setelah penghentian
atau pengangkatan penyakit dasar.
Pada pasien dengan SIADH berat karena tumor yang tidak dapat dioperasi,
atau padapenyakit kronis lainnya, pemberian demeclocyline 600 sampai 1200 mg
per hari dengan dosisterbagi dapat bermanfaat. Obat ini terbukti dapat
mengobati SIADH dengan cara menghambat respon ginjal terhadap ADH di
collecting tubule. Walaupun obat ini mahal,tetapi terbukti bermanfaat. Obat lain
yang dapat digunakan sebagai obat jangka panjang adalah urea dan diuretik.
Lithium harus dihindari karena dapat memicu efek samping hiponatremia pada
sistem saraf pusat. Saat ini, vasopressin receptor antagonist, conivaptan terbukti
dapat mengobati dilutional hyponatremia (SIADH). Conivaptan dapat
mengakibatkan hilangnya cairan tubuh tanpa hilangnya elektrolit. Obat ini
diberikan secara intravena. Beberapa obat vasopressin receptor antagonists
lainnya juga telah banyak diteliti untuk pengobatan SIADH.
13
Pasien dengan kadar natrium serum kronik dan stabil diatas 125
mEq/L danasimtomatik, mungkin tidak mendapat banyak manfaat dengan
pengobatan menggunakan demeclocycline dan terapi restriksi cairan.
14
5. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium
serum menurun sampai 170 M Eq/L.
6. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal(nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen/BUN, atau kadang disebut sebagai urea) dan kreatinin).
7. Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah (dilakukan pada
pasien yang menjalani rawat inap dirumah sakit dan pemantauan dilakukan
untuk menghidari atau mencegah terjadinya hal yang memperberat penyakit
klien).
2.9.Evaluasi Diagnostic
DIAGNOSA EVALUASI
Kelebihan volume cairan S : Klien mengatakan volume urine sudah
dari kebutuhan meningkat, dan tidak pekat
berhubungan dengan
O : Tidak terdpat edema di beberapa bagian
peningkatan sekresi ADH
tubuh, BB klien sedikit menurun, kesadaran
composmentis
Ketidakseimbangan S : Klien mengatakan tidak mengalami
nutrisi: kurang dari anoreksin, tidak mual muntah
kebutuhan berhubungan
O:-
dengan anoreksia
15
BAB 3
MENDERITA SIADH
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat penyakit dahulu.
Ada tidaknya penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita
klien,serta riwayat radiasi pada kepala.
3. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas mengenai gejala yang timbul seperti sakit kepala,
demam, dan keluhan kejang.
4. Riwayat penyakit keluarga.
Riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit keturunan.
Pengkajian Fisik:
1. Inspeksi: Vena jugularis penuh.
2. Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
3. Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.
B1 (Breathing) :
Takhipnea
B2 (Blood) :
Inspeksi : Distensi vena jugularis.
Auskultasi : Takikardia.
B3 ( Brain ) :
Kekacauan mental.
Kejang.
Sakit kepala
16
Confusion
Disorientasi
Seizure
B4 ( Bladder )
Penurunan volume urine
Penurunan frekuensi berkemih
B5 ( Bowel )
Mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).
Mual dan muntah
Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa oedema) sekitar 5-10 %.
B6 ( Bone )
Kelemahan
Letargi
Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
Twiching pada otot
Pemeriksaan diagnostik :
Kalium serum: mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan
Kalium sedikit.
17
Berat jenis urin: meningkat (lebih dari 1,020) bila ada SIADH.
18
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
3. Timbang berat badan setiap hari.
4. Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan pasien untuk mengontrol pilihan
sebanyak mungkin.
5. Berikan makanan tinggi kalori untuk peningkatan energi.
6. Tingkatkan makanan yang mengandung protein,vitamin dan besi apabila
dianjurkan.
7. Pantau hasil pemeriksaan Lab. Misal: Hb/Ht, BUN, Albumin, Protein dan
elektrolit serum
8. Konsul pada ahli gizi
9. Kolaborasi, Berikan cairan IV
19
7. Pertahankan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk mengontrol
tingkah lakunya sendiri, memahami, dan mengingat informasiKaji keadaan
umum pasien.
3.4 Pelaksanaan
20
3. Menurunkan resiko terjadinya respon penolakan atau pertengkaran.
4. Dapat membantu memfokuskan kembali perhatian klien dan untuk
menurunkan ansietaspada tingkat yang dapat ditanggulangi.
5. Penting untuk mmepertahankan harapan dari kemampuan untuk
mempertahankan harapan,dan meningkatkan aktivitas rehabilitasi
kontinu.
3.5 Evaluasi
Pengeluaran ADH yang abnormal atau kepekaan sel tubuh terhadap ADH
mengakibatkan peningkatan permeabilitas tubula renal distal terhadap air dan banyak
air yang di reabsorpsi. Volume intrsvaskuler meningkat, tetapi tanpa edema. Edema
tidak timbul karena peningkatan volume cairan intravascular disertai dengan
natriuresis (ekskresi natrium melalui urine).timbulnya natriuresis disebabkan oleh
filtrasi glomerulus meningkat dan berkurangnya reabsoprsi natrium oleh tubula renal
proksimal.
Penting diketahui bahawa penurunan natrium plasma pada tingkat 119 mEq/L
dari 139 mEq/L dalam dua jam dapat mengakibatkan kematian. Perubahan yang
terjadi pada pasien yang mengalami hiponatremia:
1. Kadar natrium serum turun dibawah 125 mEq/L dapat mengakibatkan
mual dan malaise (tidak merasa nyaman yang menunjukkan gangguan
atau infeksi).
2. Kadar natrium serum di antara 115-120 mEq/L akan menyebabkan sakit
kepala, letargi, disorientasi.
3. Kadar natrium plasma di bawah 110 mEq/L akan menyebabkan kejang
dan koma.
Pada SIADH, ada peningkatan air tubuh total karena retensi air dan status hipo-
osmolar yang diakibatkan oleh hiponatremia (natrium serum rendah). Pada SIADH,
keluarnya ADH mengikuti pola :
1. Keluarnya ADH tidak teratur dan tidak terkait pada osmolalitas
plasma
21
2. Keluarnya ADH adalah normal sesuai dengan osmolalitas plasma
yang meningkat, tetapi ADH tidak berkurang saat osmolalitas plasma
menurun
3. Keluarnya ADH adalah normal, tetapi sel tubuh sangat sensitive
terhadap ADH sehigga retensi air bertambah
22
BAB 4
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
UNTUK HIPONATREMIA
4.1.Tes Natrium darah (Na) (serum)
a. Pengertian
Natrium (Na) adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, dan
memiliki efek menahan air. Jika terdapat kelebihan natrium di dalam
cairan ekstraseluler, akan lebih banyak
b. Tujuan
a) Untuk memantau kadar natrium
b) Untuk mendeteksi terjadinya ketidakseimbangan natrium
c) Untuk membandingkan kadar natrium dengan kadar elektrolit
lainnya.
c. Nilai Normal
Dewasa : 135-145 mEq/l, 135-145 mmol/l (satuan SI)
Anak : bayi: 134-150 mEq/l. Anak: 135-145 mEq/l
d. Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar : muntah, diare, pengisapan lambung, keringat
berlebihan, pemberian dektrosa 5% di dalam air.Pengaruh Obat :
diuretik yang kuat
b) Peningkatan Kadar : dehidrasi, muntah berat, dan diare. Pengaruh
Obat : obat batuk, laksatif, antibiotik, metilpoda, hidralazin.
23
f. Persiapan Pasien :
a) Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk
menentukan kandungan natrium dalam darah.
b) Beritahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
fungsi vena.
c) Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami
perasaan sedikit tidak nyaman akibat fungsi dan turniket.
d) Beritahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan dan cairan.
e) Beritahukan petugas laboratorium dan dokter mengenai obat-
obatan yang digunakan pasien yang mungkin memengaruhi
hasil uji obat-obatan tersebut mungkin perlu dibatasi.
g. Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah atau hijau.
b) Tidak terdapat pembatasan asupan makan atau cairan. Jika klien
mengonsumsi banyak makanan mengandung tinggi garam selama
24-48 jam terakhir, asupan ini harus dicatat.
h. Pelaksanaan
Penurunan Kadar
a) Kaji untuk menemukan tanda dan gejala hiponatremia.
b) Ketahui bahwa kondisi hiponatremia yang terjadi setelah
pembedahan dapat terjadi akibat (SIADH)
c) Laporkan jika klien menerima infus D5W selama lebih dari 2
hari karena dapat menyebabkan hiponatremia.
24
d) Periksa berat jenis urine. Berat jenis <1,010 dapat mengindikasi
hiponatremia.
e) Periksa natrium serum dan hasil lab lainnya.
Penyuluhan Klien
a) Anjurkan klien tidak hanya meminum air putih. Disarankan
bentuk larutan.
Peningkatan Kadar
a) Pantau untuk meneukan gejala hipernatremia
b) Periksa untuk menemukan cairan tubuh yang keluar dengan
membuat catatam akurat.
c) Periksa berat jenis urine.
d) Pantau untuk menemukan edema dan hidrasi.
e) Penyuluhan Klien
f) Anjurkan klien minum 8 sampai 10 gelas air setiap hari
25
4.2. Tabung Spesimen untuk Pemeriksaan Tes Natrium Darah
Jenis Tabung spesiemen yang digunakan untuk pemeriksaan tes natrium
pada darah (serum) adalah tabung dengan tutup berwarna biru. Tabung ini berisi
natrium sitrat.
26
27
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
SIADH (syndrome Inappropriate Anti Diuretic Hormone) Adalah keadan dimana
sekresi ADH yang berlebihan, bisa dari hypothalamus atau sumber ektopik. Sindrom
ketidakseimbangan hormone ADH ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang
jarang) yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada kurang dari
200.000 penduduk AS. SIADH ditandai oleh peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis
posterior.Peningkatanpengeluaran ADH biasanya terjadi sebagai respon terhadap peningkatan
osmolalitas plasma(penurunan konsentrasi air plasma) atau penurunan tekanan darah.Penyebabnya
adalahcedera,pembedahan,tumor-tumor si luar SSP terutama karsinoma bronkogenik.Tanda-tanda
:Retensi urine,penurunan pengeluaran urine,mual dan muntah yang semakin parah seiringdengan
intoksikasi air
SIADH dapat terjadi baik akibat sekresi ADH terus menerus oleh hipotalamus
atau produksi atau subtansi yang mirip ADH dari suatu tumor (produksi ADH yang
menyimpang). Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan SIADH termasuk tumor
paru sel oat, cedera kepala, gangguan endokrin dan pulmonal, dan penggunaan obat-
obatan seperti pitosin, siklofos-famid, vinkristin, tioridasin, dan amitripilin.
5.2 Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
Black M. Matassarin and Jacob M.Ester, 1997. Medical Surgical Nursing Ed.3 .
Philadelphia : W.B. sounders.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
29