Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Kenaikan Temperatur sebagai Ukuran Kecepatan


Reaksi

1.2 Tanggal Praktikum : 04 April 2018

1.3 Tujuan Praktikum : Untuk menentukan tingkat reaksi dan tetapan


kecepatan reaksi dengan menggantikan dan
mengamati perubahan temperatur sistem reaksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Laju reaksi berhubungan dengan waktu reaksi. Banyak reaksi-reaksi kimia


yang berlangsung dalam hitungan hari bahkan mingguan seperti perkaratan besi.
Sebaliknya, ada reaksi kimia yang berlangsung sangat cepat dalam hitungan
milidetik, misalnya reaksi netralisasi asam basa. Laju reaksi untuk efisiensi
produk di industri (Sunarya, 2012).
Kinetika kimia memiliki banyak aplikasi. Untuk mempercepat produksi
diperlukan pengetahuan tentang kondisi yang dapat membantu reaksi agar
berlangsung pada rentang waktu yang menguntungkan secara komersial. Di alam
apakah nitrogen monoksida sebagai gas buang pesawat supersonik dapat merusak
ozon lebih cepat daripada ozon yang diproduksi oleh pereaksi lain (Sunarya,
2012).
Tingkat reaksi berkaitan dengan perubahan kuantitas mol selama reaksi
dan dengan didasarkan pada 1 mol sehingga kita bisa mengaitkannya dengan
koefisien apapun yang ada dalam reaksi di sistem seimbang. Pada skala
makroskopis seperti yang digunakan dalam kinetika, menghitung tingkat reaksi
yang berkaitan dengan mol masuk dan mol keluar. Jadi, meskipun terdapat
mekanisme reaksi yang terperinci, tingkat reaksi adalah kuantitas mol yang
berkaitan dengan kelanjutan reaksi menghasilkan produk (Shillady, 2012).

2.1 Kecepatan Reaksi


Laju atau kecepatan reaksi adalah jumlah produk reaksi yang dihasilkan
dalam suatu reaksi per satuan waktu atau jumlah pereaksi yang dikonsumsi dalam
suatu reaksi per satuan waktu. Jumlah zat yang berubah dinyatakan dalam satuan
volume total campuran. Oleh sebab itu laju atau kecepatan reaksi didefinisikan
sebagai pertambahan konsentrasi molar produk reaksi per satuan waktu atau
pengurangan konsentrasi molar pereaksi per satuan waktu. Satuannya adalah mol
per liter per detik atau mol L-1 s-1.
Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berkurangnya jumlah pereaksi untuk
setiap satuan waktu atau bertambahnya jumlah hasil reaksi untuk setiap satu
satuan waktu. Laju reaksi menyatakan berkurangnya konsentrasi pereaksi atau
bertambahnya konsentrasi zat hasil reaksi setiap satu satuan waktu (Antasari,
2012).
Laju atau kecepatan reaksi dapat ditentukan melalui pengukuran
peningkatan konsentrasi suatu zat setiap selang waktu tertentu. Perubahan rata-
rata dapat didefinisikan sebagai kecepatan yang berdimensi vektor (memiliki
besaran dan arah) dan perubahan sesaat didefinisikan sebagai laju yang
berdimensi skalar (memiliki besaran tanpa arah), oleh karena reaksi kimia tidak
memiliki arah maka lebih tepat didefinisikan sebagai laju reaksi (Sunarya, 2012).
Untuk mengukur laju reaksi berdasarkan habisna A dan B adalah :
+d[C] 1 d[D] d[A] 1 d[B]
Laju = =+ =- =- ............................................... (2.1)
dt 3 dt dt 2 dt
Ini berdasarkan reaksi A + 2B C + 3D, sehingga didapat laju reaksi pada
berbagai reaktan dan produk. Untuk reaksi penguraian nitrogen dioksida yaitu
reaksi 2 N2O5 (g) 4 NO2 (g) + O2 (g) maka laju reaksi penguraian N2O5 adalah :
∆[N2O5]
Laju penguraian N2O5 = - ...................................................... (2.2)
∆t
Tanda negatif menunjukkan bahwa konsentrasi pereaksi berkurang sejalan dengan
waktu reaksi. Adapun tanda positif pada laju pembentukan O2 menunjukkan
konsentrasi produk akan bertambah. Jadi, akibat N2O5 berkurang maka
∆[N2O5] negatif sehingga - ∆[N2O5] /∆t menjadi positif. Tanda positif dan negatif
bergantung pada reaksi kesetimbangan. Tanda negatif dapat dilabelkan pada
reaktan dan tanda positif dapat dilabelkan pada produk.

2.2 Ketergantungan Laju Reaksi terhadap Konsentrasi


Berdasarkan percobaan ditemukan bahwa laju reaksi bergantung pada
konsentrasi pereaksi tertentu. Misalnya, reaksi nitrogen oksida dan fluorin
membentuk nitril fluorida. Laju reaksi ini jika diamati akan proporsional dengan
konsentrasi nitrogen dioksida. Ketika konsentrasi nitrogen dioksida diduakalikan,
maka laju reaksinya pun akan dua kali lipat lebih cepat. Selain itu, laju reaksi juga
berbanding lurus dengan konsentrasi fluorin. Penggandaan konsentrasi fluorin
mengakibatkan laju reaksi dua kali lebih cepat (Sunarya, 2012).
Persamaan laju reaksi adalah suatu persamaan yang menghubungkan laju
reaksi dengan konsentrasi pereaksi-pereaksi. Persamaan berikut menyatakan
hukum laju atau disebut juga hukum laju diferensial untuk reaksi nitrogen
dioksida dan fluorin.
Laju = k [NO2] [F2] .............................................................................. (2.3)
Kedua konsentrasi pereaksi ini mempunyai pangkat sama dengan satu.
Pada pereaksi laju, k dinamakan tetapan laju, yaitu tetapan keproporsionalitasan
atau kesetaraan antara laju reaksi dan konsentrasi. Tetapan laju mempunyai nilai
tertentu pada suhu tertentu dan pada suhu berbeda nilai k juga berbeda. Dengan
demikian, k bergantung pada suhu percobaan. Satuan yang biasanya digunakan
untuk hukum laju adalah mol L-1 s-1, sedangkan satuan untuk k bergantung pada
bentuk hukum laju. Sebagai gambaran umum, tinjau model untuk reaksi hipotetik
antara zat A dan B menghasilkan C dan D, maka hukum laju dapat ditulis :
Laju = k [A]m [B]n ................................................................................ (2.4)
Pangkat m dan n dapat berupa bilangan bulat positif, negatif atau nol. Bilangan
pangkat tersebut harus ditentukan secara percobaan dan tidak dapat diturunkan
hanya dengan melihat koefisien persamaan kimia atau diturunkan dari koefisien
reaksi. Contohnya pada reaksi 2 NO2 + F2 2NO2F2, pangkat pada persamaan
lajunya adalah k [NO2] [F2] tidak mempunyai hubungan dengan koefisien pada
persamaan kimia setara. Pada persamaan laju masing-masing pereaksi berpangkat
sama dengan satu sedangkan pada persamaan kimia koefisien NO2 adalah dua
(Sunarya, 2012).
Metode umum yang digunakan untuk menentukan hukum laju secara
percobaan adalah metode laju awal atau cara diferensial. Laju awal reaksi adalah
laju sesaat yang ditentukan ketika reaksi kimia dimulai (setelah t = 0,0). Gagasan
ini merupakan cara untuk menentukan laju sesaat sebelum konsentrasi awal
pereaksi berubah secara signifikan. Laju awal ditentukan untuk tiap percobaan
yang sama mulai dari t=0 sampai t=ta.
2.3 Ungkapan Laju Reaksi untuk Sistem Homogen
Untuk sistem homogen, laju reaksi umum dinyatakan sebagai laju
pengurangan konsentrasi molar pereaksi atau laju pertambahan konsentrasi molar
produk untuk satu satuan waktu. Jika diketahui suatu satuan dari konsentrasi
molar adalah mol/L maka satuan dari laju reaksi adalah mol/L det atau M/det.
Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volume zat
pelarut. Hubungannya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas
suatu zat maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung. Dengan demikian pada
molaritas yang rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas
yang tinggi.
Larutan dengan molaritas tertentu dapat dibuat dengan padatan murni
dilakukan dengan mencampurkan zat terlarut dan pelarut dalam jumlah tertentu.
Sementara itu, untuk membuat dari pekatnya dapat dilakukan dengan cara
pengenceran menggunakan rumus berikut :
V1M1 = V2M2 ....................................................................................... (2.5)
Keterangan :
V1 = Volume larutan pekat
M2 = Molaritas larutan pekat
V2 = Volume larutan encer
M2 = Molaritas larutan encer
(Zemansky, 1995)
Tingkat reaksi didefinisikan sebagai jumlah spesifik yang terlibat di dalam
reaksi yakni spesies yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Misalnya reaksi antara
serbuk Mg dengan HCl.
Mg + 2 H- Mg2+ + H2 ............................................................ (2.6)
Karena kecepatan reaksi hanya dipengaruhi oleh ion [H+], maka kecepatan
reaksi akan sama dengan kecepatan pengurangan konsentrasi ion H+ sebagai
berikut :
d[H+]
V =- = k[H+] ............................................................................. (2.7)
dt
1/t = k’ [H+] n ........................................................................................ (2.8)
2.4 Ketergantungan Suhu Reaksi
Dalam persamaan laju :
Laju = k [NO2] [O2] = k’ Kc [NO2] [O2] .............................................. (2.9)
Baik k’ dan Kc adalah bergantung pada temperatur. Peningkatan konstanta k’
dengan meningkatnya temperatur, variasi Kc dengan perubahan suhu tergantung
pada thermicity dari keseimbangan memproduksi (NO)2.
NO2 (NO)2 ............................................................................... (2.10)
Reaksi ini melibatkan pembentukan ikatan dan karena itu reaksi eksotermik.
Untuk kesetimbangan dimana reaksi dari kiri ke kanan adalah eksotermik. Kc
berkurang dengan peningkatan suhu. Jadi, naik k’ dengan peningkatan suhu tetapi
Kc jatuh. Dalam reaksi ini k meningkatkan kurang dari penurunan Kc, sehingga
nilai keseluruhan k’Kc juga jatuh dengan peningkatan suhu. Jadi, kemudian
apakah laju reaksi. Energi aktivasi hanya tampaknya negatif untuk langkah
dengan laju terbatas ini seperti positif (Smith, 1999).

2.5 Reaksi Orde Pertama


Jenis persamaan laju yang paling dasar adalah peluruhan orde pertama dan
disitu kami akan memberikan perincian lengkap matematikanya. Ada beberapa
reaksi spontan dalam kimia inti dan kimia organik. Karakteristik dasar setiap
reaksi adalah makin banyak reaktan maka makin banyak reaksi berlangsung tetapi
seiring jumlah reaktan menurun reaksi akan lebih lambat. Karena itu laju reaksi
sebanding dengan konsentrasi reaktan.
d [A]
A B, - = k1 [A].................................................................... (2.11)
dt
Metode ini adalah cara mengidentifikasi tingkat reaksi “x” relatif terhadap
konsentrasi awal. Kenaikan B sesuai dengan peningkatan “x”. Misalkan “a”
adalah [A] pada saat t = 0 dan agar lebih sederhana, misalkan [B] = 0 pada t = 0,
maka k1 memiliki satuan (1/t) dan sekarang “x” adalah konsentrasi [B] untuk
waktu yang lebih besar dari nol (Shillady, 2012).
dx
+ dt = k1 (a-x) dan x = 0 pada t = 0 ................................................. (2.12)
dx
= k1 dt ......................................................................................... (2.13)
(a-x)
Dengan mengintegrasikan rumus dan menggunakan cabin = (a-x) lalu
d(cabin) = -dx sehingga didapat :
-ln (a-x) = k1t + C ............................................................................... (2.14)
Kemudian kita mendapatkan –ln (a-x) = k1t – ln (a) yang disusun ulang
menjadi :
a
ln ( ) = kt ......................................................................................... (2.15)
a-x
a
= e k1t ............................................................................................. (2.16)
a-x
Reaksi orde pertama biasanya diperlakukan sebagai peluruhan konsentrasi
asal (inversi persamaan) sehingga didapat :
(a-x) = a e-k1t atau a(t) = a0e-k1t .......................................................... (2.17)

2.6 Pengadukan
Pengadukan mempengaruhi laju dari suatu reaksi yang dapat dilihat pada
grafik. Laju reaksi berbanding lurus dengan kecepatan pengadukan (stirrer).
Semakin cepat kecepatan stirrer maka laju reaksi akan meningkat. Begitupun
sebaliknya, semakin lambat kecepatan stirrer maka laju reaksi akan semakin
lambat (Zemansky, 1995).
Suatu hukum laju menunjukkan bagaimana laju reaksi bergantung pada
konsentrasi dalam waktu tertentu. Akan tetapi, kadang-kadang kita lebih
menyukai hubungan tersebut dalam bentuk matematis yang menunjukkan
bagaimana konsentrasi pereaksi berubah selama periode waktu tertentu.
Persamaan seperti itu dapat dibandingkan langsung dengan data percobaan, yaitu
konsentrasi pada berbagai waktu reaksi. Di samping data-data percobaan lebih
ringkas, persamaan tersebut dapat meramalkan konsentrasi untuk semua waktu.
Dengan menggunakan cara grafik atau metode integral maka hukum laju
dapat ditransformasikan ke dalam hubungan matematis antara konsentrasi dengan
waktu reaksi, Oleh karenanya maka tidak perlu bentuk diferensial.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Gelas kimia 100 mL
2. Corong
3. Filler
4. Gelas ukur 50 mL
5. Labu ukur 100 mL
6. Pipet volume 25 mL
7. Spatula
8. Stopwatch
9. Tabung reaksi
10. Termometer

3.1.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. HCl (Asam klorida) 0,1 N ; 0,2 N ; 0,3 N ; 0,4 N dan 0,5 N 5 mL
2. Serbuk Mg (Magnesium)

3.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah :
1. Dimasukkan 5 mL HCl 0,1 N ke dalam tabung reaksi.
2. Diamati temperaturnya dengan teliti.
3. Dimasukkan serbuk Mg ke dalam tabung reaksi dan diaduk hingga
homogen.
4. Diamati waktu yang diperlukan untuk menaikkan temperatur campuran
sebanyak 2℃.
5. Diulangi percobaan sebanyak 3 kali untuk setiap konsentrasi HCl berbeda.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil pengamatan
Temperatur Pengulangan Waktu
No Konsentrasi (℃) Rata-rata
(N) Awal Akhir I (s) II (s) III (s) (s)
1. 0,1 29 31 18,99 21,26 20,87 20,37
2. 0,2 29 31 12,81 16,57 16,87 15,42
3. 0,3 29 31 06,32 06,67 05,38 06,12
4. 0,4 29 31 04,71 03,81 04,67 04,40
5. 0,5 29 31 02,68 01,64 01,90 02,07

4.2 Pembahasan
Percobaan ini menentukan kecepatan reaksi dengan patokan kenaikan
temperatur pada beberapa konsentrasi yang berbeda dan didapat perbedaan waktu
yang berbeda-beda pula bergantung pada konsentrasinya.
Di konsentrasi HCl 0,1 N naiknya temperatur hingga sebesar 2℃
memerlukan waktu 18,99 detik ; 21,26 detik dan 20,87 detik dengan rata-rata
20,37 detik. Kemudian konsentrasi 0,2 N didapat waktu yang dibutuhkan untuk
temperatur naik adalah 12,81 detik ; 16,57 detik dan 16,87 detik dengan rata-rata
15,42 detik. Pada HCl 0,3 N waktu yang dibutuhkan adalah 06,32 detik ; 06,67
detik dan 05,38 detik dengan rata-rata 06,12 detik dan untuk HCl 0,4 N adalah
04,71 detik ; 03,81 detik dan 04,67 detik. Terakhir untuk HCl 0,5 N waktu yang
dibutuhkan agar temperatur sistem naik sebesar 2℃ adalah 02,68 detik ; 01,64
detik dan 01,90 detik dengan rata-rata 02,07 detik. Kenaikan temperatur sistem
dari temperatur sistem 29℃ sampai 31℃.
Sistem memiliki temperatur 29℃ namun ketika serbuk Mg dimasukkan
dan dihomogenkan temperatur sistem menjadi naik 31℃. Hal ini dikarenakan
reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermik dengan reaksi :
Mg + 2HCl Mg2+ + H2 + 2Cl-
Pada praktikum ini diketahui bahwa semakin pekat atau tinggi konsentrasi
HCl maka waktu yang dibutuhkan untuk temperatur sistem naik adalah semakin
cepat, ini dikarenakan konsentrasi mempengaruhi laju reaksi karena banyaknya
partikel pada konsentrasi yang tinggi memungkinkan lebih banyak tumbukan dan
ini membuka peluang semakin banyak tumbukan efektif yang menghasilkan
perubahan, dalam hal ini perubahan temperatur. Faktor magnesium yang
berbentuk serbuk juga mempengaruhi kecepatan reaksi pada sistem. Persamaan
laju reaksi pada HCl adalah :
∆ [ HCl]
k [HCl] = -
∆t
Tanda negatif menunjukkan bahwa konsentrasi HCl sebagai pereaksi berkurang
sejalan dengan waktu reaksi.
Dengan menghubungkan log 1/trata-rata dengan log [H+] seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.1 maka diperoleh slope dan intercept yang digunakan
untuk mencari tetapan kecepatan reaksi.

0
-1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0
-0.2

-0.4

-0.6
Log 1/t rata-rata

-0.8

-1

-1.2

-1.4
y = 1,3883x - 0,0378
R² = 0,8954 -1.6
Log [H+]

Gambar 4.1 Plot log [H+] versus log 1/trata-rata


Berdasarkan gambar yang dibuat pada Microsoft Excel dan perhitungan
menggunakan metode Regresi Linear didapat intercept sebesar -0,0378. Intercept
ini merupakan nilai dari log k’ dan slope sebesar 1,3883 adalah sebagai n didapat
tetapan kecepatan reaksi baru (k’) antara HCl dengan Mg adalah 0,9158.
Sementara untuk tingkat reaksi (n) yang didapat di dalam reaksi antara HCl dan
Mg adalah 1,3876.
Tetapan laju reaksi (k’) ini bergantung pada suhu percobaan. Jika
temperatur sistem di dalam percobaan berbeda maka nilai k’ juga berbeda. Pada
percobaan temperatur sistem reaksi adalah 29℃ dan berubah menjadi 31℃. Laju
atau kecepatan reaksi dapat ditentukan melalui pengukuran peningkatan
konsentrasi suatu zat setiap selang waktu.
Tetapan kecepatan reaksi pada HCl 0,1 N adalah -0,00491 N/s pada HCl
0,2 N adalah -0,01297 N/s, kemudian pada HCl 0,3 N adalah -0,04902 N/s, pada
HCl 0,4 N adalah -0,09091 N/s dan pada HCl 0,5 N adalah -0,24155 N/s. Tanda
negatif ini menunjukkan bahwa konsentrasi HCl sebagai pereaksi berkurang
sejalan dengan waktu reaksi. Tetapan kecepatan reaksi ini adalah tetapan sebelum
reaksi. Dapat dilihat bahwa semakin pekat atau tinggi konsentrasi HCl maka
semakin kecil nilai tetapannya yang berarti pengurangan pereaksinya semakin
tinggi seiring naiknya konsentrasi pereaksi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Reaksi antara HCl dengan Mg merupakan reaksi eksotermik dengan
naiknya temperatur sistem dari 29℃ menjadi 31℃.
2. Semakin tinggi konsentrasi HCl maka akan mempunyai sifat yang semakin
baik untuk melarutkan serbuk Mg serta akan mempercepat waktu yang
dibutuhkan untuk bereaksi yang ditandai dengan naiknya temperatur
sistem.
3. Peningkatan suhu paling cepat adalah pada HCl 0,5 N dengan waktu rata-
rata adalah 02,07 detik.
4. Percobaan ini sesuai dengan teori tumbukan yang menyatakan bahwa laju
reaksi akan semakin cepat jika tumbukan antarpartikel zat yang bereaksi
lebih banyak.
5. Tetapan kecepatan reaksi baru (k’) yang diperoleh adalah 0,9158.
6. Tingkat reaksi (n) yang diperoleh adalah 1,3876.

5.2 Saran
Sebaiknya hati-hati saat membuat larutan baku karena larutan yang dipakai
adalah asam pekat. HCl dapat digantikan dengan asam kuat lain seperti H2SO4
atau HNO3.

DAFTAR PUSTAKA

Antasari, Ina. 2012. Metode Juara Kimia. Yogyakarta : Easymedia


Shillady, Don. 2012. Dasar - Dasar Kimia Fisika. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran

Smith, C. Julian, Peter Harriot dan Warren I. Mc Cabe. 1999. Operasi Teknik
Kimia. Jakarta : Erlangga

Sunarya, Yayan. 2012. Kimia Dasar 2. Bandung : Yrama Widya

Zemansky, M. W. dan Sears, F. W. 1995. University Physic. New York : Addison


Wesley Publishing Company. Inc

Anda mungkin juga menyukai