Anda di halaman 1dari 5

TANAMAN SORGUM

(Sorghum bicolor L. Moench)

Disusun Oleh:

Rifyal Ka’bah
05011281823178

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2019
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman pangan penting
kelima setelah padi, gandum, jagung, dan barley, dan menjadi makanan utama lebih
dari 750 juta orang di daerah tropis setengah kering di Afrika, Asia, dan Amerika
Latin. Di Indonesia sorgum merupakan tanaman sereal pangan ke tiga setelah padi
dan jagung. Walaupun potensi sorgum di Indonesia cukup besar dengan beragam
varietas, baik lokal maupun introduksi, tetapi pengembangannya bukan hal mudah.
Banyak masalah dihadapi termasuk sosial, budaya, dan psikologis di mana beras
merupakan pangan bergengsi (superior food) sedang sorgum kurang bergengsi
(inferior food), sementara gandum adalah bahan pangan impor yang sangat
bergengsi.
Sorgum merupakan bahan pangan pendamping beras yang mempunyai
keunggulan komparatif terhadap serealia lain seperti jagung, gandum, dan beras.
Saat ini pengembangan sorgum masih terpusat ke daerah wilayah bagian timur
Indonesia seperti di Jawa yang secara agroklimatologi agak berbeda dengan
wilayah Sumatra khususnya Sumatra Barat. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada
genotipe- genotipe sorgum yang akan dikembangkan disesuaikan dengan wilayah
setempat. Saat ini pengembangan sorgum masih terpusat ke daerah wilayah bagian
timur Indonesia seperti di Jawa yang secara agroklimatologi agak berbeda dengan
wilayah Sumatra khususnya Sumatra Barat. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada
genotipe- genotipe sorgum yang akan dikembangkan disesuaikan dengan wilayah
setempat.
Sorgum mempunyai potensi cukup besar sebagai bahan pangan, namun
pemanfaatannya belum berkembang karena pengupasan biji sorgum cukup sulit
dilaksanakan. Di Indonesia, biji sorgum digunakan sebagai bahan makanan
substitusi beras, namun karena kandung- an taninnya cukup tinggi (0,40−3,60%),
hasil olahannya kurang enak. Komoditas ini mempunyai kandungan nutrisi dasar
yang tidak kalah penting dibandingkan dengan serealia lainnya, dan mengandung
unsur pangan fungsional. Biji sorgum mengandung karbohidrat 73%, lemak 3,5%,
dan protein 10%, bergantung pada varietas dan lahan pertanaman. Kelemahan
sorgum sebagai bahan pangan adalah adanya tanin dalam biji. Senyawa polifenol
tersebut memberi warna kurang baik pada produk akhir dengan rasa agak sepat.
Selain itu, dikenal sebagai antinutrisi karena menghambat proses daya cerna protein
dan karbohidrat dalam tubuh. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka untuk
mempromosikan kelebihan sorgum sebagai bahan pangan adalah memperkenalkan
potensi pangan fungsional yang terkandung dalam bijinya. Unsur pangan
fungsional tersebut termasuk beragamnya antioksidan, unsur mineral terutama Fe,
serat makanan, oligosakarida, glukan termasuk komponen karbohidrat non-starch
polysakarida (NSP), dan lainnya.
Nutrisi dasar sorgum tidak jauh berbeda dengan serealia lainnya. Secara
umum kadar protein sorgum lebih tinggi dari jagung, beras pecah kulit, dan
jawawut, tetapi lebih rendah dibanding gandum. Kadar lemak sorgum lebih tinggi
dibanding beras pecah kulit, gandum, jawawut, dan lebih rendah dibanding jagung.
Kandungan nutrisi sorgum dibanding dengan serealia lainnya. Secara umum protein
sorgum lebih tinggi dibanding jagung, beras, dan jawawut tetapi masih di bawah
gandum. Sorgum mengandung 3,1% lemak, sementara gandum 2%, beras pecah
kulit 2,7%, dan jagung 4,6%. Lemak sorgum terdiri atas tiga fraksi, yaitu fraksi
netra (86,2%), glikolipid (3,1, dan fosfolipid (0,7%). Beberapa varietas dan galur
sorgum dievaluasi komposisi nutrisi dasar dan kadar taninnya.
Kelebihan sorgum dibandingkan dengan tanaman serealia lainnya adalah
ketahanannya terhadap kekeringan. Tahan kering ini disebabkan oleh adanya
lapisan lilin pada batang dan daunnya serta permukaan daun yang relatif kecil yang
dapat mengurangi kehilangan air karena penguapan. Sorgum adalah salah satu
sumber energy terbarukan yang mempunyai potensi untuk mensubtitusi kebutuhan
bahan bakar dunia. Kelebihan lain dari tanaman sorgum yaitu dapat dipangkas
(diratoon) sampai beberapa kali dan hasil ratoonnya dapat menyamai atau bahkan
lebih dari hasil tanaman induknya. Sorgum dapat tumbuh pada suhu optimum untuk
pertumbuhan yaitu berkisar antara 23°- 30°C dengan kelembapan relatif 20 % - 40
%. Pada daerah-daerah yang tingginya lebih dari 800 meter dari permukaan laut
dimana suhunya kurang dari 20° tanaman akan terhambat pertumbuhannya dan
umurnya menjadi panjang. Curah hujan yang diperlukan selama pertumbuhan
antara 375 – 425 mm dan distribusinya teratur. Sorgum dapat tumbuh baik pada
hampir setiap jenis tanah. Pada umumnya sorgum akan berhasil baik pada tanah-
tanah ringan. Kemasaman tanah (pH) yang baik untuk pertumbuhan sorgum terletak
di antara 5,0 – 7,5. Sorgum kurang baik tumbuh dengan jenis tanah alkalis.
Tanaman sorgum berdaya besar untuk meyerap air tanah.
Sorgum mengandung mineral Fe yang tinggi dan serat pangan yang
dibutuhkan oleh tubuh yang kurang dimiliki gandum. Unsur mineral Fe sangat
membantu dalam pembentukan sel darah merah. Selain itu sorgum kaya akan
mineral Ca, P, dan Mg. Fungsi Ca adalah membentuk tulang normal, posfor
memelihara pertumbuhan, dan Mg mempertahankan denyut jantung normal dan
kekuatan tulang. Komponen aktif unsur pangan fungsional dalam biji jagung relatif
tidak berbeda dibanding biji sorgum, demikian juga manfaatnya terhadap
kesehatan. Daya cerna sorgum yang rendah sesuai untuk penderita penyakit
obesitas, diabetes mellitus, dan diet karbohidrat. Unsur Fe yang tinggi pada sorgum
bermanfaat bagi penderita anemia. Komponen pangan fungsional sorgum yang
mengandung unsur bioaktif memberikan efek fisiologis multifungsi bagi penderita
anemia, termasuk memperkuat daya tahan tubuh, mengatur ritme kondisi fisik,
memperlambat penuaan, dan membantu pencegahan penyakit degeneratif. Selain
itu, produk olahan berbasis sorgum sesuai bagi penderita alergi gluten.
Kegunaan tanaman sorgum manis: 1)sebagai penghasil nira dari batangnya,
2) bijinya dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan dan pakan, 3) limbah tanaman
berupa daun dapat digunakan sebagai hijauan pakan, dan 4) ampas batang setelah
diperah niranya dapat digunakan untuk pakan atau sebagai bahan bakar. Pada
umumnya biji sorgum di pedesaan digunakan sebagai pengganti beras atau jagung,
sedangkan daun dan batangnya untuk pakan ternak, terutama saat paceklik.
Paceklik pangan dan pakan sering terjadi di lahan kering terutama pada musim
kemarau. Dajue dan Guangwei (2000) melaporkan hasil penelitiannya tentang
beberapa varietas sorgum manis (Wray, Keller, dan Rio) di Beijing menghasilkan
hijauan segar berturut-turut 106 t/ha, 107 t/ha, dan 82 t/ha. Sedangkan produksi biji
berturut-turut 1426 kg/ha, 1960 kg/ha, dan 2866 kg/ha. Selanjutnya dilaporkan pula
bahwa produksi hijauan sorgum manis 149% lebih tinggi daripada jagung dan
191% lebih tinggi daripada gandum. Pangan fungsional bermanfaat untuk
mencegah penyakit yang terkait dengan sistem kekebalan tubuh,endokrin, saraf,
sistem pencernaan, sistem sirkulasi, dan lain sebagainya. Perkembangan makanan
fungsional di Indonesia tidak sepesat di China, Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
Meskipun demikian, Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak merupakan
potensi yang sangat besar bagi pengembangan makanan fungsional ditunjang
dengan makanan tradisional yang diyakini oleh masyarakat dapat menjaga
kesehatan. Pangan fungsional harus mempunyai karakteristik sebagai makanan,
yaitu memberikan sifat sensori, baik warna, tekstur citarasa maupun kandungan gizi
yang mempunyai fungsi fisiologis bagi tubuh.
Sifat kontroversi tanin dan asam pitat pada sorgum adalah konsentrasi tinggi
yang bernilai negatif bagi kesehatan, sebaliknya konsentrasi tertentu akan memberi
efek positif. Hal tersebut memberi rujukan bagi peneliti nutrisi, khususnya
kimiawan untuk mempelajari lebih detail keunikan senyawa polifenol dalam biji
sorgum. Kelebihan yang paling mendasar dari sorgum adalah budi dayanya yang
mudah, murah, efisien, dan dapat dikembangkan di lahan marginal. Dengan
demikian, pengembangan sorgum dapat meningkatkan ketahanan pangan pada
daerah miskin nutrisi dan pangan fungsional Keunggulan sorgum diharapkan
menggeser citranya yang sebelumnya merupakan makanan kurang bergengsi
(inferior food) menjadi makanan bergengsi (superior food), dari sudut pandang
pangan fungsional. Hal tersebut dapat terjadi apabila masyarakat telah menyadari
pentingnya pangan fungsional bagi kesehatan menjadi hal penting dalam memilih
bahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Biba, M Arsyad. 2011. “Prospek Pengembangan Sorgum Untuk Ketahanan Pangan


Dan Energi.” Iptek Tanaman Pangan.
Kusumawati, Aries, Nurwanita Ekasari Putri, and Irfan Suliansyah. 2013.
“KARAKTERISASI DAN EVALUASI BEBERAPA GENOTIPE SORGUM
(Sorghum Bicolor L) DI SUKARAMI KABUPATEN SOLOK.” Jurnal
Agroteknologi. https://doi.org/10.24014/JA.V4I1.57.
MP., Sirappa. 2003. “Prospek Pengembangan Sorgum Di Indonesia Sebagai
Komoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan, Dan Industri.” Jurnal Litbang
Pertanian 22 (4): 133–40.
Purnomohadi, Mustikoweni. 2017. “Potensi Penggunaan Beberapa Varietas
Sorgum Manis (Sorghum Bicolor (L.) Moench) Sebagai Tanaman Pakan.”
Journal of Biological Researches.
https://doi.org/10.23869/bphjbr.12.1.20067.
Rifa, Hari, Sumeru Ashari, and Damanhuri. 2015. “Keragaman 36 Aksesi Sorgum
( Sorghum Bicolor L .) Appearance OF 36 Accessios Of Sorgum ( Sorghum
Bicolor L .).” Jurnal Produksi Tanaman.
Setyowati, Mamik, NFN Hadiatmi, and NFN Sutoro. 2017. “Evaluasi Pertumbuhan
Dan Hasil Plasma Nutfah Sorgum (Sorghum Vulgare (L.) Moench.) Dari
Tanaman Induk Dan Ratoon.” Buletin Plasma Nutfah 11 (2): 41.
https://doi.org/10.21082/blpn.v11n2.2005.p41-48.
Suarni. 2009. “Potensi Tepung Jagung Dan Sorgum Sebagai Substitusi Terigu
Dalam Produk Olahan.” Iptek Tanaman Pangan 4 (2): 181–93.
Subagio, Herman. 2013. “Pengembangan Produksi Sorgum,” 199–214.
Subagio, Herman, and M Aqil. 2014. “Pengembangan Produksi Sorgum Di
Indonesia.” In Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, Kalimantan
Selatan 2013.
Wijayanti, Alvitri. 2015. “DI KECAMATAN SRANDAKAN KABUPATEN
BANTUL Farmer Response to Innovation in Cultivation and Use of Sorghum
in Srandakan Sub District Bantul Regency” 26 (2).
Wijayanti, Alvitri, Subejo Subejo, and Harsoyo Harsoyo. 2016. “RESPONS
PETANI TERHADAP INOVASI BUDIDAYA DAN PEMANFAATAN
SORGUM DI KECAMATAN SRANDAKAN KABUPATEN BANTUL.”
Agro Ekonomi. https://doi.org/10.22146/agroekonomi.17270.

Anda mungkin juga menyukai