Pembaharuan tasawuf Al-Ghazali, yaitu upayanya menehan gerakan yang wakatnya melebih-lebihkan itu tidak berhasil, walaupun pengaruhnya luar biasa.Gerakan mistisme menjadi sulit dikendalikan dan tidak dominan lagi.Umat mengalami kemunduran yang selama dua abad terakhir ini mereka berupaya keras mengatasi kemunduran ini. Ahli-ahli tetap mendisiplinkan manusia untuk mematuhi Tuhan dan menjalankan syariat, memperdalam komitmennya terhadap Islam dan menyucikan serta mengangkat jiwanya pada jalan kebenaran, tasawuf menjadi penyakit yang menyebabkan atau bahkan memperburuk gejala-gejala berikut: 1. Kasyf (pencerahan genostik) menggantikan pengetahuan. Di bawah tasawuf, dunia muslimmeninggalkan komitmennya untuk mencari pengetahuan ilmiah yang rasional, dengan upaya mendapatkan visi pengalaman mistis. Kaum muslim mengabaikan pertimbangan dan pembuktian secara kritis dari berbagai alternatif terhadap pernyataan esoterik, amalan, dan otoritarian dari syekh (pemimpin) sufi. Bila sikap pikiran terhadap realitas berubah dan cenderung subjektif-esoteris mengambil alih, semua ilmu pengetahuan akan tersingkir. Bila manusia percaya kebenaran dapat diperoleh pengetahuan kritis, rasional, dan empiris akan padam. Pada waktunya, matematika, tercampur aduk dengan numerologi, astronomi, dengan astrologi, kimia dengan alkemi, dan pada umumnya, rekayasa alam dengan sihir. 2. Karamah (mukjizat kecil), yang diajarkan tasawuf hanya mungkin dalam keadaan pernyatuan atau komuni dengan Tuhan. Karamah yang dibenarkan tasawuf sebagai anugerah yang dilimpahkan Tuhan kepada orang yang sangat saleh, merusak perhatian muslim terhadap hubungan sebab-akibat alamiah dan mengajarkannya untuk mencapai hasil melalui metode konduksi spiritualistic. Menurut pemikiran, hubungan alamiah sebab dengan akibat, sarana dengan tujuan, dihancurkan dan digantikan oleh hubungan denganguru sufi yang mampu menampakan karamah untuknya. 3. Taabbud, kerelaan untuk meninggalkan aktivitas sosial dan ekonomi untuk melakukan ibadah spiritulistik sepenuhnya, dan komitmen untuk mencurahkan segenap energi untuk berdzikir menjadi tujuan utama. Sebenarnaya, Islam memerintakan pelaksanaan lima rukun Islam, tetapi Islam memerintahkan juga pelaksanaan khilafah dan amanat Tuhan. 4. Tawakal, kepasrahan total pada faktor spiritual untuk menghasilkan hasil-hasil empiris, menggantikan keyakinan muslim terhadap kemujaraban yang pasti dari hokum Tuhan dalam alam dan dari keharusan mutlak campur tangan manusia kedalam rangkaian (nexus) sebab- akibat alam, jika tujuan yang diproyeksikannya akan direalisasikan. 5. Qismat, penyetujuan secara sembunyi-sembunyi dan pasif terhadap hasil tindakan kekuatan di alam yang berubah-ubah mengantikan taklif, atau kewajiban manusia untuk merajut, memotong, dan membentuk ulang ruang-waktu untuk merealisasikan pola Ilahiyah di dalamnya. Bukannya Amanah, atau asumsi manusia terhadap maksud Ilahiyah untuk ruang- waktu sebagai alasan keberadaan pribadinya sendiri, tasawuf justru mengajarkan jalan pintas melalui dzikir dan memperbesar harapan untuk memanipulasi kekuatan adialam, yang membuka pintu bagi sihir, azimat, dan klenik. 6. Fana’ dan Adam, bukan realitas, efemeralitas dan ketidakpentingan dunia, mengantikan keseriusan muslim menyangkut eksistensi. Ini menutupi kesadaran muslim akan status kosmisnya sebagai satu-satunya jembatan untuk merealisasikan kehendak Tuhan sebagai nilai moral dalam ruang dan waktu. Taswuf mengajarkan bahwa hidup didunia tak lain hanyalah perjalanan singkat menuju alam baka. Bertentangan dengan prinsip Islam bahwa realisasi akhir dari kemutlakan dalam ruang-waktu bukan satu-satunya kemungkinan pasti, melainkan tugas mulia manusia,tasawuf justru bahwa dunia bukanlah teater seperti itu, bahwa realisasi alam baka. Seperti kata Al-Ghazali, realisasi ini menepatkan dunia di luar akal dan pikiran waras. 7. Taat, kepatuhan mutlak dan total kepada syekh dari salah satu tarekat sufi menggantikan tauhid, pengakuan bahwa tak ada Tuhan, kecuali Allah. Pencapaian pengalaman mistis meniadakan syariat atau pelaksanaan kewajiban sehari-hari dan kewajiban seumur hidup. Ini, bersama metafisika panteistik tasawuf, mengaburkan semua gagasan etika Islam. Gejala-gejala ini merusak kesehatan masyarakat muslim selama paruh masa seribu tahun, sejak jatuhnya Baghdad ke tangan kaum Tatar pada 655/1257 sampai munculnya Wahhabiyah, gerakan pembaharuan antisufi pertama, pada 1159/1747. Di bawah pesona sufi, orang Muslim menjadi apolitis, asocial, amiliter, anetika, dan tidak produktif. Mereka tidak peduli umat (persaudaraan dunia di bawah hukum moral), menjadi individualis, dan menjadi egois yang tujuan utamanya adalah keselamatan diri, terserap dalam keagungan Tuhan.Dia tak bergeming dengan kesengsaraan, kemiskinan, dan keberataan masyarakat sendiri, serta nasib umat dalam sejarah.1
1 Isma’il R. Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, terj. Ilyas Hasan, Mizan, Bandung, 2000,