Anda di halaman 1dari 4

Nama : Elsifa Bintang Madania

NIM : 16340126
Matkul : Resolusi Konflik/ kelas A

1. Pengertian konflik dan sengketa dan perbedaan antara konflik dan sengketa :
a) Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih
(bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
b) Sengketa atau dalam bahasa inggris disebut dispute adalah pertentangan atau konflik
yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai
hubungan atau kepentingan yang sama atas objek kepemilikan, yang menimbulkan
akibat hukum antara satu dengan yang lain.
c) Perbedaanya, konflik ialah suatu proses sosial dimana kelompok manusia atau orang
perorang yang berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi tujuannya tersebut dengan
jalan menentang pihak lain disertai dengan kekerasan dan ancaman. Sedangkan
sengketa ialah perselisihan khusus mengenai fakta, hukum atau kebijakan di mana
klaim atau pernyataan dari salah satu pihak bertemu dengan penolakan, gugatan balik
atau penolakan oleh orang lain.
2. Jelaskan aturan mana yang mengatur penyelesaian huju secara litigasi !
Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang
terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim.
Penyelesaian melalui Litigasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, mengatur penyelasaian melalui peradilan umum,
peradilan militer, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan khusus
seperti peradilan anak, peradilan niaga, peradilan pajak, peradilan penyelesaian hubungan
industrial dan lainnya. Tuntutan hukum dan litigasi dapat disebabkan adanya laporan
keuangan yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya sehingga merugikan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan. Tuntutan litigasi dapat ditimbulkan dari beberapa phak
yaitu kreditor, investor dan pemangku kepentingan lainnya
3. Penyelesaian sengketa menggunakan jalur litigasi dan non litigasi dah segi – segi kebaikan
masing- masing :
a) Litigasi adalah proses menyelesaikan perselisihan hukum di pengadilan dimana setiap
pihak yang bersengketa mendapatkan kesempatan untuk mengajukan gugatan dan
1
bantahan. Segi kebaikan litigasi ialah litigasi dapat dijadikan sebagi shock terapi untuk
pihak lawan, keputusan yang dibuat bersifat final dan memaksa, dan berorientasi pada
fakta-fakta hukum yang ada.
b) Non-litigasi adalah penyelesaian masalah hukum diluar proses peradilan, tujuannya
adalah memberikan bantuan dan nasehat hukum dalam rangka mengantisipasi dan
mengurangi adanya sengketa, pertentangan dan perbedaan, serta mengantisipasi adanya
masalah-masalah hukum yang timbul. Beberapa bentuk non-litigasi ialah negosiasi,
mediasi, dan arbitrase. Segi kebaikan non-litigasi ialah waktu yang relatif lebih singkat
dan tidak banyak menyita waktu, biaya yang dikeluarkan lebih sedikit, win-win
solution, berdasarkan konsensus, dan rahasia.
4. Karena non-litigasi ini secara tradisional telah banyak dipakai dalam masyarakat melalui
proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Secara yuridis, ketentuan mengenai
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini telah diatur dalam Undang-undang
No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
Penyelesaian sengketa secara musyawarah sebenarnya memiliki nilai yang luhur dan telah
dipraktekkan dalam masyarakat di Indonesia. Hukum-hukum lokal yang terdapat dan
dianut oleh masyarakat memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang
terjadi dalam masyarakat tersebut. Hukum lokal merupakan hukum yang hidup dan
berlaku dalam suatu komunitas tertentu yang secara nyata diwujudkan dalam mengatur
perbuatan anggota masyarakat pendukungnya yang dapat berupa hukum adat, hukum
agama, maupun perpaduan dari keduanya. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan
memiliki prinsip fundamental yang bersumber dari hukum adat yang telah banyak
dipraktekkan masyarakat adat di banyak daerah di Indonesia. Beberapa prinsip tersebut
antara lain mengusahakan agar mendapat kesepakatan, penyelesaian sengketa secara
damai, mencapai persetujuan atau kesepakatan dan mendapatkan pemecahan atas
persoalan yang timbul akibat konflik tersebut.1
5. Faktor-faktor yang dapat memicu atau memantik terjadinya suatu konflik :
Adanya perbedaan antarindividu, perbedaan antarkebudayaan, perbedaan kepentingan,
perbedaan etnis, perbedaan ras, dan perbedaan agama. Tingkat kebutuhan hidup yang
berbeda-beda seringkali menyebabkan adanya perbedaan kepentingan antar individu dan
kelompok. Perbedaan kepentingan ini menyangkut kepentingan ekonomi, politik, sosial,
dan budaya. Dalam masyarakat yang multikultural, sering terjadi pergesekan sistem nilai

1
http://supiantoyamin.blogspot.com/2016/12/keunggulan-keunggulan-alternatif.html

2
dan norma sosial antara etnis yang satu dengan etnis yang lainnya. Adanya fenomena
primordialisme dan etnosentrisme yang tumbuh pada masing-masing etnis, maka akan
tumbuh pertentangan-pertentangan yang memicu terjadinya konflik sosial.
6. Gelaja-gejala yang menjadi tanda adanya suatu konflik :
Sanksi yang diterapkan dalam peraturan tidak tegas dan bersifat lemah, dalam hal
penyampaian tujuan, banyak norma sosial yang tidak berfungsi, masyarakat merasa
bingung dan gelisah karena beberapa diantara dari mereka yang berperilaku tidak sesuai
dengan hukum yang berlaku atau melanggar norma, banyak masyarakat yang bertindak
melawan hukum dan tidak sesuai dengan norma yang berlaku, banyak terdapat perbedaan
antar kelompok, seperti tujuan, hal dalam mengerjakan sesuatu, dan perbedaan lainnya,
dan terjadi proses yang mengarahkan kepada sebuah persaingan yang tidak sehat atau
dalam kata lain proses (proses disosiatif).
7. Macam-macam tipe konflik :
a) Tidak ada konflik : secara umum situasi non-konflik dianggap merupakan kondisi yang
lebih baik (ideal), karena situasi social ditandai oleh kehidupan yang rukun tanpa
konflik. Akan tetapi situasi non-konflik ini hanya bisa diraih jika kelompok-kelompok
social masyarakat yang berbeda yang mau hidup berdamai, haruslah bersemangat,
dinamis serta kreatif bukan hanya dalam memanfaatkan dan mengarahkan potensi
konflik perilaku dan tujuan, tetapi perlu juga mengelola potensi konflik secara kreatif.
b) Konflik laten : maksudnya wujud konflik laten cenderung masih tersembunyi. Akan
tetapi jangan sampai konflik laten menjadi suatu kontravensi yakni keadaan yang terus
menumpuk dendam, dengki benci yang membara (semacam api dalam sekam), maka
perlu diangkat ke permukaan melalui apa yang disebut sebagai praktek dan pola
‘mengintensifkan konflik’. Pengintensifan konflik adalah cara mengungkapkan konflik
laten ke permukaan dan menjadikannya terbuka, sehingga dapat ditangani secara efektif
guna mencapai suatu tujuan tanpa perlu melibatkan kekerasan.
c) Konflik dipermukaan : adalah wujud konflik yang memiliki akar yang dangkal atau
tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat
diatasi dengan meningkatkan komunikasi. Sering terjadi bahwa suatu konflik mencuat
dapat digiring intensitas dan eskalasinya menjadi suatu konflik terbuka melalui suatu
mekanisme atau cara ‘meningkatkan konflik’. Upaya ‘Peningkatan Konflik’ sebetulnya
merujuk pada suatu situasi yang menunjukkan adanya peningkatan tingkat ketegangan
dan kekerasan dalam wujud konflik terbuka.

3
d) Konflik terbuka : adalah wujud konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan
memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.
8. Dimensi-dimensi konflik :
a) Konflik destruktif merupakan sebuah situasi konflik yg pada akhirnya memberi efek
negatif pada salah satu atau seluruh pihak yg terlibat konflik.
b) Konflik konstruktif merupakan sebuah situasi konflik yg pada akhirnya malah
membangun pihak yg terlibat konflik tanpa merugikan pihak lain.
c) Konflik horizontal adalah konflik yang melibatkan pihak-pihak yang derajat, strata,
atau tingkatannya setara, seperti konflik antarumat beragama, konflik antaretnis,
konflik antarsuku, dll.
d) Konflik vertikal adalah konflik yang melibatkan pihak-pihak yang memilik perbedaan
derajat, strata, atau tingkatan, seperti konflik antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, konflik antara siswa dengan guru, konflik antara pegawai dan atasannya, dll.
e) Konflik terbuka adalah wujud konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan
memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya..
f) Konflik tertutup merupakan konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau
kelompok yang terlibat konflik.

Anda mungkin juga menyukai