Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KUNJUNGAN INDUSTRI

OLEH:
DESVIRA ARIANDA
1600007

KELOMPOK VI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
PEKANBARU
1 PT. Merapi Herbal Farma

Merapi Farma Herbal adalah salah satu kawasan wisata belanja yang berusaha

ikut berperan dalam melestarikan kekayaan budaya bangsa dengan mengembangkan

tanaman obat tradisional, dan obat tradisional. Merapi Farma Herbal berdiri pada tahun

1999, dan pemiliknya bernama Sidik Raharjo. Merapi Farma Herbal terletak di Jl.

Kaliurang Km 21,5 Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Penggunaan obat

tradisional dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat semakin meningkat.

Penggunaan tanaman obat yang dikenal sebagai obat tradisional merupakan salah satu

jawaban untuk mengatasi masalah masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan

kesehatan, karena obat tradisional lebih murah, mudah diperoleh, dan efek sampik

relative kecil. Selain itu, adanya tren masyarakat yang menggunakan bahan- bahan

alami maupun gerakan back to nature, yang menyadari efek samping dari obat kimia,

mendorong masyarakat untuk menggunakan obat tradisional. Merapi Farma Herbal

memiliki kebun koleksi yang didalamnya terdapat berbagai macam tanaman obat.

Terdapat lebih dari 200 jenis tanaman obat. Luas kebun tanaman obat tersebut adalah

6m x 25m. Saat menyusuri kebun koleksi yang tertata rapi di Merapi Farma Herbal,

pengunjung dapat mengenali setiap jenis tanaman dengan mudah, karena setiap

tanaman di pot sudah diberi keterangan nama, berikut bagian dari tanaman yang

diambil sebagai bahan jamu. 24 Tidak semua tanaman yang ada dapat dimanfaatkan

sebagai obat langsung. Adapula jenis tanaman yang berfungsi sebagai obat luar.

Misalnya tanaman Mindi yang berfungsi sebagai pestisida alami bagi tanaman. Selain

untuk pemakaian sendiri, berbagai jenis tanaman obat juga ditanam dalam berbagai

ukuran polibag untuk memudahkan konsumen yang ingin mengoleksi tanaman obat.
Berikut adalah sebagian tanaman obat yang ada di kebun koleksi Merapi Farma Herbal:

adas , jahe merah, asam jawa, jarak wulung, air mancur, dadap serep, daruju, daun

dewa, daun duduk, daun encok, daun madu, daun pedas, daun perak, daun sendok, daun

wungu, dewandaru, digitalis, dlingo, mahkota dewa, mandokaki, mangkokan, melati,

mengkudu, meniran, menta arvensis, mentha peperita, mimba, mindi, mrico perdu,

mungsi arab, murbei, olix, orang – aring, orok-orok hutan, otot – ototan, sosor bebek,

sri gading, stevia, strobery, sumba keling, tempuyung, temu giring, temu ireng, temu

lawak, temu mangga, temu putih, tolod, trembesi, tribulus, turi. Obat tradisional dapat

diperoleh diindustri jamu atau dengan membuat sendiri secara sederhana. Namun untuk

membuat obat tradisional memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang lebih. Oleh

karena itu perlu dilakukan pengenalan pemanfaatan tanaman obat serta sesuai dengan

visi dan misi untuk mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang

tanaman obat kepada masyarakat luas kan kekayaan hayati yang dimiliki oleh bangsa

Indonesia. Selain kebun koleksi , di Merapi Farma Herbal terdapat outlet yang khusus

menjual jamu godhog. Outlet jamu berada di bagian depan Merapi Farma Herbal. 25

Luas outlet tersebut adalah 8m x 13m.Di outlet jamu Merapi Farma Herbal, konsumen

data mencicipi jamu godhog yang terbuat atau diracik dari beberapa jenis herbal yang

berupa rajangan tanaman obat, yang diolah melalui beberapa proses secara bersih untuk

mendapatkan produk bermutu.


2. PT. Victoria Care

PT Victoria Care Indonesia saat ini telah menjadi mitra kerja terpercaya bagi
banyak perusahaan ritel besar di Tanah Air. Kepercayaan yang telah diraih ini tak lain
karena PT Victoria Care Indonesia senantiasa inovatif dan selalu menjaga mutu
produknya. Perusahaan lokal bertaraf internasional ini berhasil menempatkan diri pada
posisi terbaik sebagai produsen kosmetik, perlengkapan toilet, dan perawatan
kesehatan. Selain itu, produknya juga aman dipakai serta cocok untuk kebutuhan dan
kulit wanita Asia khususnya Indonesia. Pesatnya perkembangan perusahaan yang
berbasis di Kota Semarang, Jawa Tengah, ini lantaran memiliki konsep dan visi-misi
yang fokus. Faktor lainnya adalah karena manajemen yang selalu memegang teguh
komitmen untuk menyediakan produk terbaik dan aman digunakan. Begitu pula dengan
meratanya jaringan distribusi. Anak perusahaan SSS Group ini memiliki target untuk
memproduksi kosmetik lainnya agar masuk pasar dunia. Selain tentunya
mempertahankan reputasi sebagai salah satu pelopor industri manufaktur yang
mumpuni dan berdaya saing tinggi. Perusahaan ini memproduksi kosmetik,
perlengkapan mandi, dan perawatan kesehatan. Dengan total investasi sekitar USD 10
juta dan 500 pekerja di 10.000 meter persegi.
Mr Billy Hartono Salim pendiri perusahaan, mulai mengatur sendiri kecil
perusahaan jasa distribusi dan jaringan untuk produk kosmetik dan wewangian
bernama PT. Karya Asri Perdana Mandiri. Sebagai bisnis diperluas, ia kemudian
membangun pabrik sendiri bernama PT. Kosmetika Alam Pesona Mandiri (KAPM)
dan mulai diproduksi produk mandi seperti Lulur mandi (body scrub), cologne, juga
menjadi pelopor untuk Sabun Sirih produk Feminine Wash sukses. Dengan jaringan
yang luas dan pengalaman di bidang distribusi, PT. Vitalis Indonesia juga ditetapkan
sebagai distributor eksklusif. Pada tahun 2007 Billy Hartono Salim mendirikan
perusahaan baru milik PT. Victoria Care Indonesia (VCI) dan PT. Suka Sukses Sejati
(3S) sebagai distributor eksklusif di Indonesia.
Pada tanggal 26 April 2007 PT. Victoria Care Indonesia secara resmi
mengumumkan 1.000 meter persegi pabrik baru di kota Semarang - Jawa Tengah,
sampai dengan USD 10 juta total investasi. Pabrik juga telah menerima GMP (Good
Manufacturing Process) sertifikasi dari BPOM untuk memastikan bahwa setiap produk
kami diproduksi dan diproses sesuai dengan standar internasional. Dengan sekitar 500
pekerja terdiri dari Produksi, R & D dan QC didukung oleh mesin manufaktur terbaru
dengan kapasitas produksi tinggi, pabrik ini bertujuan untuk memenuhi permintaan
pasar dan juga sebagai batu loncatan untuk mencapai visi masa depan kita
Nilai-Nilai yang dipercayai oleh PT. Victoria Care Iindonesia adalah:
 Kecepatan Kerja
 Prosedur Sederhana
 Cerdas Berpikir
 Kuat Team Work
 Kepuasan Stakeholder
 Layanan Nasabah yang Unggul
 Proses dikelola Standar
 Integritas Kuat dan Tinggi

3 PT Phapros

PT Phapros, Tbk adalah perusahaan farmasi yang merupakan anak perusahaan

PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang saat ini menguasai saham sebesar 56,6%

dan sisanya dipegang oleh public termasuk karyawan. Sejak didirikan lebih dari enam

dasawarsa yang lalu, tepatnya pada 21 Juni 1954, PT Phapros, Tbk yang semula

merupakan bagian dari pengembangan usaha Oei Tiong Ham Corcern dengan nama

NV Pharmaceutical Processing Industries sejak awal menumbuhkan budaya

perusahaan yang berbasis pada profesionalisme dan berorientasi pada kualitas.

Komitmen yang tinggi pada standar kualitas serta lingkungan dibuktikan dengan

terus mengikuti perubahan standar mutu melalui implementasi dari Cara Pembuatan

Obat yang Baik/CPOB terkini (current Good Manufacturing Practices), Pembuatan


Obat Tradisional yang Baik/CPOTB terkini (current Herbal Good Manufacturing

Practices), serta persyaratan penyaluran alat kesehatan dan Cara Pembuatan Alat

Kesehatan yang Baik (CPAKB), Persyaratan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)

serta system Manajemen Mutu yang terintegrasi yang meliputi standar ISO 9001, ISO

14001, OHSAS 18001, ISO/IEC 17025 dan Manajemen Risiko.

Saat ini, perusahaan telah memproduksi lebih dari 284 macam obat, sebagian

besar diantaranya adalah hasil pengembangan sendiri (non-lisensi) yang diklasifikasi

dalam kelompok produk etikal, generic, OTC, dan Agromed. Selain memproduksi bat

yang diperdagangkan sendiri, PT Phapros, Tbk dipercaya industri farmasi lain untuk

memproduksi obat melalui kerjasama Contract Manufacturing. Produk tersebut selain

untuk kebutuhan nasional juga untuk kebutuhan negara lain melalui kerjasama ekspor

yang dirintis sejak tahun 2013. Hingga saat ini sudah ada 6 produk yang diizinkan

untuk beredar di negara tetangga, yaitu Kamboja.

Selain itu, perusahaan mulai memperluas lingkup bisnisnya pada sector non obat

berupa alat kesehatan non elektromedik yang telah memperoleh izin

pendistribusiannya dari Kementerian Kesehatan RI. Untuk meletakkan fondasi bisnis

yang kuat, manajemen berupaya menerapkan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good

Corporate Governance, GCG). Dan, yang tak kalah penting, manajemen akan terus

berupaya membangun kompetensi personel yang professional melalui program

pengembangan sumber daya manusia yang terarah, sehingga mampu membawa

perusahaan memasuki era perdagangan bebas sebagai perusahaan farmasi terkemuka

di kawasan regional.
4. Pengadaan di Industri

A. Production Planning and Inventory Control (PPIC)

PPIC merupakan bagian dari Departemen MM yang menangani perencanaan


produksi dan pengaturan persediaan.Adapun tugas dan tanggung jawab PPIC antara
lain: merencanakan dan memonitor jalannya produksi, merencanakan dan
mengendalikan pembelian bahan baku, bahan kemas dan stock obta jadi, sebagai
sumber data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi berdasarkan
forecast marketing, stock distributor, stock finished goods, work in process, dan
production capacity.

PPIC dipimpin oleh seorang asisten manajer yang membawahi tiga seksi yaitu
Production Planner, Material Planner, dan Demand Planner. Production Planner
bekerjasama dengan bagian produksi bertugas merencanakan jadwal produksi dan
menjamin produksi berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Material
Planner bertugas menjamin ketersediaan material produksi. Demand Planner bertugas
mengelola penerimaan dan pengeluaran produk jadi ke distributor. Pengadaan material
dilakukan dengan menggunakan surat pesanan yang dibuat rangkap utnuk bagian
keuangan, bagian pembelian, dan bagian supply chaim. Pengaturan bahan baku dan
bahan pengemas dilakukan oleh bagian inventory control melalui SAP (System
Application and Product in Data Processing). Pengaturan ini secara kuantitas
berdasarkan minimum order quantitiy, permintaan dan stok yang ada. Selain itu juga
berdasarkan waktu produksi dan lead time dari pemasok bahan baku dan atau bahan
pengemas.

PPIC mengeluarkan Manufacturing Order (MO) sebagai perintah produksi kepada


departemen produksi beserta Material Requirement Documented (MRD) yang
ditujukan untuk gudang sebagai permintaan barang untuk kegiatan produksi. Setelah
barang ditimbang oleh pihak dispensary, bagian gudang mengeluarkan MI
(Manufacturing Issue) yang selanjutnya diserahkan ke pihak produksi. Setelah
produksi selesai, obat jadi dikirim ke gudang obat jadi dengan dokumen PHP
(Pengiriman Hasil Produksi). Distributor memesan obat jadi dengan PO, kemudian
Accounting membuat SO (Sales Order) berdasarkan PO dan gudang mengeluarkan DO
(Delivery Order) sebagai dokumen pengeluaran barang, kemudian barang pesanan
dikirim ke distributor.

Dalam menjalankan tugasnya, PPIC merupakan penghubung antar departemen


yang ada dalam perusahaan serta mengkoordinasikan fungsi dari masing masing
departemen yang terkait. Selain itu, PPIC juga menjadi penghubung dengan industri
farmasi lainnya. Hubungan PPIC dengan departemen lain dapat dijelaskan sebagai
berikut:

a. Departemen PPIC dengan departemen R&D


Kedua departemen ini bekerjasama dalam pelaksanaan launching produk baru.
Departemen R&D akan mengajukan ide tentang pembuatan obat baru, kemudian
melakukan trial formulasi untuk memperoleh formula produk yang dianggap paling
baik. Jika formula dan cara produksi telah ditentukan, PPIC akan mengatur jadwal
produksi sediaan tersebut, baik penyediaan bahan baku maupun bahan kemas.
b. Departemen PPIC dengan bagian marketing.
Kedua departemen ini melakukan koordinasi terhadap forecast produk jadi. PPIC
akan melihat kebutuhan pasar melalui angka penjualan bulan sebelumnya dan PPIC
bertugas mengatur stok produk jadi yang ada di gudang dan menyesuaikannya dengan
rencana penjualan marketing. Bagian marketing juga bertugas mengatur dan
mempersiapkan strategi penjualan produk baru. Bagian marketing juga memberi
persetujuan atau penolakan terhadap usulan tersebut dengan mempertimbangkan
kebutuhan pasar akan produk baru tersebut.
c. Departemen PPIC dengan bagian purchasing
Kedua departemen ini bekerjasama dalam pengaturan stok bahan baku dan bahan
kemas yang dibutuhkan oleh pabrik. PPIC mengajukan kebutuhan bahan baku dan
bahan kemas kepada bagian purchasing. Selanjunya bagian purchasing
bertanggungjawab terhadap pembelian dan ketepatan kedatangan bahan baku dan
kemas tersebut sesuai dengan jadwal produksi yang dirancang PPIC.
d. Departemen PPIC dengan departemen produksi
Kedua departemen ini bekerjasama dalam koordinasi untuk kelancaran proses
produksi. PPIC dan produksi bertugas merancang weekly plan. Departemen produksi
akan melakukan produksi mingguannya berdasarkan rolling production plan yang
telah disusun oleh departemen PPIC.
e. Departemen PPIC dengan departemen pengawasan mutu (QC)
Departemen pengawasan mutu bertanggungjawab dalam pengawasan mutu produk
yang dihasilkan. Departemen pengawasan mutu akan memanfaatkan rolling
production plan yang telah disusun oleh departemen PPIC dalam memperkirakan
kebutuhan reagen untuk pelaksanaan analisis terhadap produk.
f. Departemen PPIC dengan departemen HRD
Berdasarkan rolling production plan yang telah disusun oleh departemen PPIC,
departemen HRD dapat memperkirakan kemungkinan kebutuhan peningkatan personil
demi mendukung pelaksanaan produksi yang telah direncanakan.

B. Material Management

Material Management adalah suatu alat (manajemen) untuk mencapai tujuan

pengelolaan material (bahan baku, bahan kemas, produk setengah jadi, & produk jadi)

itu sendiri. Material Management merupakan JEMBATAN antara Bagian Marketing

dengan bagian-bagian lain seperti bagian Produksi, R&D, Finance, dan lain-lain untuk

mencapai pengelolaan material secara tepat (tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan

tepat biaya).
Gambar 1. Pedekatan Sistem Manajemen Material

Tugas pokok Material Management adalah mengubah ramalan penjualan

(forecasting) menjadi perencanaan produksi dan kemudian menjadi perencanaan

bahan baku, persediaan akhir, hasil antara, peralatan pengangkutan, dan jam kerja.

Kegiatan utama dalam material management adalah Perencanaan Produksi

(production planning) dan pengendalian persediaan (inventory control) sehingga

dibanyak perusahaan, bagian/departemen ini disebut dengan Departemen

Production Planning and Inventory Control (PPIC).

a. Perencanaan Produksi (Production Plnning)

Setelah forecast dibuat oleh bagian Marketing, selanjutnya dibuat/disusun

Perencanaan Produksi (production planning) serta Rencana Anggaran Belanja

Perusahaan (RABP) sebagai acuan untuk memenuhi permintaan Marketing tersebut.

Perencanaan Produksi, terbagi menjadi Rencana Produksi Tahunan yang kemudian di-

break down ke dalam Rencana Produksi Periodik (misalnya semester atau triwulan).
Selanjutnya Rencana Produksi Periodik di-break down lagi menjadi Rencana Produksi

Bulanan, Mingguan dan Harian.

Gambar 2. Kegiatan Material Manajemen


Perencanaan Produksi dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal

(dari dalam perusahaan sendiri) maupun faktor eksternal. Faktor internal antara lain

kapasitas terpasang, kapasitas produksi, jumlah persediaan dan aktifitas lain yang

diperlukan untuk produksi. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi


perencanaan produksi antara lain kebutuhan/permintaan pasar, kondisi

perekonomian, ketersediaan bahan baku/bahan pengemas, aktifitas kompetetitor

dan kapasitas eksternal (untuk kegiatan yang di sub kontrakan).

Dampak Perencanaan yg Baik :

1. Saling pengertian antar bagian

2. Tercapainya keseimbangan dalam inventory (bahan baku, WIP, Obat jadi)

3. Terciptanya program sarana produksi yang seimbang dan stabil

4. Memaksimalkan sumber daya (orang, mesin, alat dan ruang penyimpanan)

5. Investasi minimal pada barang ½ jadi (WIP)

6. Hemat biaya penyimpanan

7. Hemat biaya tidak langsung

8. Angka kerusakan dan cacat produk rendah

9. Angka kelebihan bahan ½ jadi rendah

10. Biaya pelacakan rendah


b. Pengadaan (Purchasing/Procurement)

Dalam industri farmasi, komponen terbesar dalam struktur biaya produk adalah

biaya pengadaan barang, termasuk di dalamnya adalah pengadaan bahan awal (starting

material) yang terdiri dari bahan baku (baik bahan baku aktif maupun bahan penolong)

serta bahan pengemas. Tidak kurang dari 60 - 70% dari total biaya perusahaan

digunakan untuk melakukan pengadaan bahan awal ini.


Bagian/departemen yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pengadaan

barang adalah Departemen/Bagian Pembelian (purchasing/procurement department).

Di banyak industri farmasi, departemen ini berada langsung di bawah direksi

perusahaan (Direktur Keuangan atau Direktur Operasi/Pabrik). Beberapa industri

farmasi lain, menempatkan Departemen Pembelian di bawah Material (PPIC)

Manager. Perbedaan ini antara lain dipengaruhi oleh besar/kecilnya tanggung jawab di

masing-masing perusahaan karena bidang pengadaan terkait langsung dengan

penggunaan keuangan perusahaan. Bagian pembelian bertanggung jawab untuk

melakukan pembelian segala hal keperluan perusahaan, baik keperluan administrasi

seperti alat tulis kantor dan alat elektronik maupun keperluan yang terkait langsung

dengan produksi obat seperti bahan baku obat, bahan pengemas, spare part mesin-

mesin produksi, dan lainlain. Terdapat empat kegiatan utama dalam Pembelian, yaitu:

(1) Pemilihan supplier (pemasok), bernegosiasi mengenai harga, termint pembayaran

dan jadwal pengiriman bahan, termasuk di dalamnya menerbitkan surat pesanan

(purchase order/PO),

(2) Melakukan pemantauan pengiriman (expediting delivery) yang dilakukan oleh

supplier,

(3) Menjembatani antara supplier dengan bagian terkait dalam perusahaan, misalnya

bagian teknik, QC, Produksi, Keuangan dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah

pembelian bahan (complaint, dan lain-lain), dan

(4) Mencari produk, material atau supplier baru, yang dapat memberikan kontribusi

dan keuntungan pada perusahaan. Pemilihan Supplier Hal-hal yang perlu

dipertimbangkan dalam memilih supplier:


1. Kualitas dari bahan yang dipesan. Hal ini dapat diketahui dari Certificate of

Analysis (CoA).

2. Kontinuitas atau kesanggupan supplier dalam menyuplai barang yang

berkualitas secara terus-menerus.

3. Delivery time atau ketepatan waktu pengiriman sesuai dengan waktu

pengiriman yang telah ditentukan.

4. Layanan purna jual dan kemudahan dalam pembayaran.

Terdapat 2 sistem pembelian (pengadaan) yang biasa dilakukan di industri farmasi,

yaitu:

(1) Open Purchase Order. Pada sistem ini order pembelian dilakukan dalam jumlah

kecil, dengan nilai yang kecil serta proses transaksi dengan frekuensi yang tinggi.

Sistem pembelian dengan cara ini biasanya dilakukan untuk material yang mudah

didapat, supplier cukup banyak dan kebutuhannya fluktuatif,

(2) Blanket Purchase Order. Pada sistem ini order pembelian dilakukan dalam jumlah

besar secara total, dengan harga yang tetap tapi pengirimannya diatur dalam jangka

waktu yang panjang. Sistem pembelian dengan cara ini biasanya digunakan untuk

material yang nilainya cukup tinggi, adanya potongan harga yang cukup besar bila

order quantity-nya besar atau material tersebut sukar didapat Satau di pasaran sering

kosong. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengadaan antara lain:

(1) stok bahan yang ada baik bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi,
(2) Lead time (yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan barang mulai dari

pemesanan sampai tiba di gudang pabrik). Pembelian Tepat Waktu (JIT) Dengan

semakin meningkatnya biaya penanganan bahan (handling cost) saat ini tengah

berkembang sistem pembelian tepat waktu (Just-In Time Purchasing). Tujuan

pembelian tepat waktu adalah:

1. Menghilangkan kegiatan yang tak perlu, misalnya waktu pemeriksaan yang bertele-

tele karena supplier telah terpercaya.

2. Mengurangi inventory stock yang berlebihan, bila perlu “zero stock” karena

perencanaan dan penjadwalan pengiriman terkontrol.

3. Adanya jaminan kualitas material karena adanya seleksi ketat terhadap suplier.

4. Mengurangi resiko penyimpanan karena stock terdapat di supplier. Agar metode

pembelian tepat waktu ini dapat dilaksanakan terdapat beberapa prasyarat yang harus

dipenuhi. Prasyarat tersebut antara lain:

1. Supplier

 Hubungan terus-menerus dengan supplier yang sama.

 Analisa harga diusahakan tetap atau ditekan.

 Delivery tepat waktu.

 Kemudahan pembayaran.

2. Kualitas

 Jaminan kualitas dengan pemilihan supplier dan manufacturer yang ketat.

 Dokumen mutu lengkap (CoA, Sertifikat ISO, dan lainlain).

 Dilakukan audit vendor.


 Standar kemasan untuk menjaga kualitas material

3. Administrasi

 Jumlah pembelian konstan

 Administrasi seminimal mungkin

 Dihindari adanya over stock atau out of stock

 Kontrak pembelian jangka panjang

4. Delivery/Pengiriman

 Koordinasi pengiriman dengan bagian-bagian lain yang terkait sesuai dengan

kebutuhan, kapasitas gudang dan ketersediaan dana.

 Stock ada di supplier (sistem konsinyasi)

Pemesanan dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan titik pemesanan kembali (re order point approach/ROP)


2. Pendekatan tinjauan periodik (periodic review approach), dan
3. Material requirement planning (MRP).
4. Reorder Point (ROP) Approach
Dalam pendekatan ROP menghendaki jumlah persediaan yang tetap setiap kali
melakukan pemesanan. Apabila persediaan mencapai jumlah tertentu, maka
pemesanan kembali harus dilakukan, seperti terlihat pada gambar.
Pada gambar menunjukkan bahwa ROP dilakukan apabila persediaan cukup
untuk memenuhi kebutuhan selama tenggang waktu (lead time). Jumlah yang harus
dipesar berdasarkan pada Economic Order Quantity (EOQ). Pendekatan ROP juga
menghendaki pengecekan secara fisik ataupun penggunaan kartu catatan stock
secara teratur untuk menentukan apakah pemesanan kembali harus dilakukan.
Pendekatan ROP mempunyai resiko terjadi stock out jika jumlah permintaan selama
waktu lead time melebihi jumlah persediaan pengaman (buffer stock).

1. Periodic Review Approach


Dalam pendekatan dengan tinjauan periodik, tingkat persediaan ditinjau pada
interval waktu yang sama. Pada setiap tinjauan dilakukan pemesanan kembali agar
tingkat persediaan mencapai jumlah yang diinginkan. Jumlah pemesanan kembali
didasarkan pada tingkat maksimum yang ditetapkan untuk setiap item persediaan
yang dapat dicari dengan rumus sebagai berikut.
Pendekatan Periodic Review mempunyai resiko terjadi stock out jika
pemesanan diterima melebihi jangka waktu lead time.

2. Material Requirement Planning (MRP) Approach


Sebagaimana telah dikemukan sebelumnya bahwa metode ROP dan Periodic
Review hanya cocok digunakan jika jumlah permintaan adalah konstan, seperti
kebutuhan kemeja di toko eceran atau obat jadi, yang dianggap independent
terhadap permintaan item yang lain. Namun demikian, sistem ini secara tipikal tidak
memadai untuk berbagai tipe bahan baku maupun komponen atau subkomponen
yang digunakan untuk memproduksi suatu produk, seperti obat misalnya. MRP
merupakan sistem yang dirancang secara khusus untuk situasi permintaan yang
bergelombang (tidak konstan), yang secara tipikal karena permintaan tersebut
dependent.
Oleh karena itu tujuan dari sistem MRP:
1) menjamin tersedianya meterial, item atau komponen pada saat
dibutuhkan untuk memenuhi skedul (jadwal) produksi dan menjamin
tersedianya produk jadi bagi konsumen,
(2) menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum, serta
(3) merencanakan aktivitas pengiriman, penjadwalan dan pembelian.
Langkah- langkah dalam pengadaan bahan baku obat terdiri dari purchasing
plan, menentukan jumlah dan jenis bahan baku, mencari pemasok dan memilih
pemasok. Setelah memilih pemasok, maka dilakukan pembuatan kontrak secara tertulis
dan dilakukan persetujuan kontrak. Kemudian, pengujian sampel, penerimaan bahan
baku, pengujian mutu bahan baku, dan penyimpanan serta pengujian secara berkala
selama proses penyimpanan.
c. Penerimaan

Peneriman disini dilakukan pemeriksaan bahan awal oleh tim Quality Control
(QC) mengenai spesifikasi barang berdasarkan CoA (Certificate of Analysis) dan
kesesuaiannya dengan pemesanan. Pada GBB lantai satu ini, status barang masih
karantina. Meskipun untuk semua bahan baku diterima disini, namun untuk
penempatan bahan aktif penisilin dan sefalosporin ditempatkan pada ruangan terpisah.
Hal ini ditujukan untuk memperkecil resiko terjadinya kontaminasi silang atau
pencampuran. Pengeluaran bahan baku, berdasarkan sistem FIFO (First In First Out)
dan FEFO (First Expired First Out). Setelah bahan baku diterima, maka bahan
diperiksa kembali oleh QC. Apabila bahan telah disetujui QC untuk digunakan dalam
proses produksi dan telah dilakukan penimbangan, maka bahan baku sudah bisa diserah
terimakan ke bagian produksi. Stock Opname dilakukan setiap satu bulan sekali, untuk
memeriksa kesesuaian bahan baku dalam administrasi dengan kondisi fisiknya.

Kualitas produk farmasi sangat bergantung pada kualitas bahan baku dan bahan
aktif. Untuk mengetahui kualitas bahan baku dan bahan aktif dilakukan sampling pada
wadah bahan. Sampling yang tidak benar tidak akan mewakili keseluruhan populasi,
oleh karena itu penting untuk mengetahui teknik dan metode sampling dalam industri
farmasi. Sampling yang benar dapat memberikan keyakinan pada kita untuk melakukan
analisa. Sampling merupakan permulaan awal dari keseluruhan langkah mengetahui
kualitas dan sangat penting.

Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi


umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan
bahan, dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel
diambil oleh personil dan dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian
Pengawasan Mutu. Wadah dari mana sampel bahan awal diambil hendaklah diberi
identifikasi. Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap spesifikasi.
Dalam keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau keseluruhan terhadap spesifikasi
dapat ditunjukkan dengan sertifikat analisis yang diperkuat dengan pemastian identitas
yang dilakukan sendiri. Hendaklah diambil langkah yang menjamin bahwa semua
wadah pada suatu pengiriman berisi bahan awal yang benar, dan melakukan
pengamanan terhadap kemungkinan salah penandaan wadah oleh pemasok.

Setelah bahan baku datang, maka dilakukan pengujian kelengkapan dokumen


dan kualitas bahan.

a. Mencocokkan barang datang dengan surat pesanan

b. Expired date, memastikan barang yang datang tidak kadaluarsa.

c. Pemeriksaan secara visual kualitas kemasan, produk (utuh, warna, dan bau),
memastikan tidak terjadi perubahan selama proses pengiriman.

d. Suhu waktu datang, untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas

memastikan stabilitas tidak berubah selama proses pengiriman barang hingga


barang datang
Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan
diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal di area
penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat keterangan
paling sedikit sebagai berikut:
 nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan;
 nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan;
 status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak);
 tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu.

Anda mungkin juga menyukai