Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lapisan Tanah Dasar Perkerasan (Subgrade)

Subgrade adalah tanah dasar di bagian paling bawah lapis perkerasan

jalan. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah

aslinya baik atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang

distabilisasi dan lain lain.

Subgrade pada proyek jalan raya memegang peranan penting dalam

menentukan kualitas perkerasan jalan. Kekuatan dan keawetan konstruksi

perkerasan jalansangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar

Gambar 2.1. Susunan Jenis Lapisan Perkerasan Jalan Raya

Pada prosedur pekerjaan lapisan subgrade, sebelum kegiatan

penghamparan perkerasan dilakukan, bagian lapisan subgrade harus sudah dalam

keadaan siap (kuat, padat, bersih dan dibentuk sesuai rencana). Adapun langkah-

langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1. Apabila tanah eksisting lebih tinggi dari elevasi rencana, maka dilakukan

pekerjaan galian. Sedangkan apabila tanah eksisting lebih rendah dari elevasi

Universitas Sumatera Utara


rencana, maka dilakukan pekerjaan timbunan. Pada pekerjaan galian, tanah

dasar dibentuk permukaan tanahnya dengan cara mengupas dengan cangkul.

 Pekerjaan galian dimaksudkan untuk mendapatkan bagian tanah dasar

(subgrade) yang akan menentukan kekuatan dari susunan perkerasan di

atasnya yang sesuai dengan rencana struktur.

 Pada pekerjaan timbunan, bagian-bagian yang harus ditimbun sampai

mencapai ketinggian yang ditentukan, harus ditimbun menggunakan tanah

timbunan yang cukup baik, bebas dari sisa (rumput/akar-akar lain-lainya).

Penimbunan harus dilakukan lapis demi lapis. Tebal maksimal hamparan

30 cm setiap lapisan. Kemudian tanah tersebut dilembabkan sebelum

dilakukan pemadatan.

2. Pemadatan lapisan subgrade menggunakan Vibrator Roller atau Static Roller

(sambil diberi air secukupnya untuk mencapai kadar air optimum).

3. Setelah pemadatan tanah dasar selesai, lalu dilakukan perataan menggunakan

Motor Grader.

Lapisan subgrade harus sesuai dengan spesifikasi perencanaan jalan raya

yang telah diatur didalam Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Divisi 3

mengenai pekerjaan tanah yang diterbitkan oleh binamarga. Spesifikasi tersebut

menjelaskan tentang parameter bahan yang bisa digunakan untuk sebagai syarat

bahan lapisan subgrade. Disamping bahan yang digunakan, perlu diperhatikan

proses pemadatan dilapangan yang menggunakan alat-alat berat.

Sementara itu spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan memberikan

syarat bahan/material untuk digunakan sebagai bahan subgrade adalah sebegai

berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. OL, OH, Pt tidak boleh digunakan.

2. GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM, SC bisa digunakan dengan syarat

harus keras dan tidak memiliki sifat khas.

3. CH, MH dan A-7-6 tidak untuk dipergunakan 30 cm dibawah dasar

perkerasan , kecuali mencapai CBR 6% setelah perendaman 4 hari bila

dipadatkan 100% kepadatan kering maksimum.

4. Tanah ekspansif dengan nilai aktif >1,25 tidak boleh digunakan.

2.2. Pemeriksaan/Pengujian Material Subgrade

Secara umum ada lima pemeriksaan di laboratorium terhadap material

subgrade sebelum melaksanakan pengujian Kompaksi (Bowles, J.E., 1993), yaitu

pemeriksaan Kadar Air (Water Content Test), Berat Jenis (Specific Gravity Test),

Konsistensi Atterberg (Atterberg Limit Test) dan Analisa Saringan (Sieve Analysis

Test) serta Klasifikasi Tanah (USCS dan AASHTO):

A. Pemeriksaan Kadar Air (Water Content Test)

Pemeriksaan ini dilakukan mengacu pada ASTM D 2216-92, Test Method

for Laboratory Determination of Water (Moisture) Content of Soil and Rock”

untuk mendapatkan besaran kadar air (w). Kadar air tanah (w) didefinisikan

sebagai perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam

tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air tanah (w) dapat

dinyatakan dalam persamaan:

( ) ( )

Universitas Sumatera Utara


Cara memperolehnya, contoh tanah basah mula-mula ditimbang, kemudian

dikeringkan di dalam oven pada suhu 230° F (110° C) hingga mencapai berat

konstan. Berat contoh setelah dikeringkan adalah berat partikel solid. Perubahan

berat yang terjadi selama proses pengeringan setara dengan berat air. Untuk tanah

organik, terkadang disarankan untuk menurunkan suhu pengeringan hingga

mencapai 140° F (60° C). Kadar Air (w) diperlukan untuk menentukan properties

tanah dan dapat dikorelasikan dengan parameter-parameter lainnya.

B. Pemeriksaan Berat Jenis (Specific Gravity Test)

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan ASTM D 854-92, “Standard Test

Method for Specific Gravity of Soils”. Metoda ini digunakan pada contoh tanah

dengan komposisi ukuran partikel lebih kecil daripada saringan No. 4 (4.75 mm).

Untuk partikel dengan ukuran lebih besar dari saringan tersebut, prosedur

pelaksanaan mengacu pada “Test Method Specific Gravity and Absorptionof

Coarse Aggregate (ASTM C 127-88)”.

Berat jenis tanah (Gs), didefinisikan sebagai perbandingan massa volume

partikel tanah di udara dengan massa volume air pada suhu kamar (umumnya

68°F {=20°C}). Berat jenis tanah dapat dinyatakan dalam persamaan:

( )
( ) ( )

dimana:

Gs = Berat jenis tanah

w1 = Berat piknometer kosong

w2 = Berat piknometer + sampel tanah kering

Universitas Sumatera Utara


w3 = Berat piknometer + sampel tanah + air suling

w4 = Berat piknometer + air suling

w4’ = w4 x factor koreksi suhu [k]

Berat jenis tanah (Gs) ditentukan berdasarkan jumlah dari pycnometer yang

sudah dikalibrasi, dimana massa dan suhu dari contoh tanah deaerasi/air distilasi

diukur. Specific gravity dari tanah diperlukan untuk menentukan hubungan antara

berat dan volume tanah, dan digunakan untuk perhitungan test Laboratorium

lainnya.

C. Pemeriksaan Konsistensi Atterberg (Atterberg Limit Test)

Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan ASTM D 4318-95, ”Test Method

for Liquid Limit, Plastic Limit and Plasticity Index of Soils”.

Kadar air pada saat Batas Cair (Liquid Limit=LL) diperoleh dengan cara

meletakkan pasta tanah dalam mangkuk kuningan kemudian digores tepat

ditengahnya dengan alat penggores standar. Kemudian engkol pemutar

digerakkan, sehingga mangkuk naik turun dari ketinggian 0.4 inci (10 mm)

dengan kecepatan 2 drop/detik. Liquid limit dinyatakan sebagai kadar air dari

tanah yang dibutuhkan untuk menutup goresan yang berjarak 0.5 inci (13 mm)

sepanjang dasar contoh tanah dalam mangkuk sesudah 25 pukulan.

Kadar air pada saat Batas Plastis (Plastic Limit=PL) ditentukan dengan

mengetahui secara pasti kadar air terkecil, dimana pasta tanah dapat digulung

hingga diameter 0.125 inci (3.2 mm) tanpa mengalami keretakan. Sedangkan

10

Universitas Sumatera Utara


Indeks Plastisitas (Plasticity Index=PI) diperoleh dari selisih nilai kadar air pada

saat Batas Cair (LL) dengan nilai kadar air pada saat Batas Plastis (PL).

D. Pemeriksaan Analisa Saringan (Sieve Analysis Test)

Prosedur pelaksanaan pemeriksaan ini mengacu pada ASTM C 136-

95a,”Method for sieve Analysis of Fine and Coarse Aggregates”.

Pengujian ini dilakukan dengan cara menyaring sejumlah sampel tanah

dengan satu unit saringan berukuran 4,75mm (no.4) hingga 0,0075mm (no.200).

Saringan tersebut lalu digetarkan dengan menggunakan sieve shaker machine.

Setelah itu, berat sampel yang tertahan pada tiap-tiap saringan ditimbang

beratnya. Lalu akan didapatkan persentase butiran yang lolos dari tiap-tiap

saringan.

E. Pemeriksaan Klasifikasi Tanah (USCS dan AASHTO)

Dari uji indeks properties tanah, grain size analysis dan atterberg limit

dapat digunakan dalam mengklasifikasikan tanah. Sistem klasifikasi tanah yang

digunakan dalam penelitiaan ini adalah AASHTO (American Association of State

Highway Transportation Official) dan USCS (Unified Soil Classification System).

AASHTO (American Association of Highway and Transportation

Officials) memberikan standar kriteria tanah subgrade sebagaimana pada Tabel

2.1.

11

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Karakteristik tanah subgrade oleh AASHTO

Sumber : Bowles, J.E., 1993

Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation

Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan

jalan subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7

kelompok, A-1 sampai dengan A-7 (seperti terlihat pada Tabel 2.2). Tanah dalam

tiap kelompok dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam

rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai

batas-batas Atterberg.

12

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

Sumber : Bowles, J.E., 1993

Pada Unified Soil Clasification System (USCS), suatu tanah diklasifikasikan

ke dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50% lolos

saringan nomor 200 dan diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan

lempung) jika lebih dari 50% lewat saringan nomor 200. Simbol-simbol yang

digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya: kerikil (gravel/G), pasir

(sand/S), lempung (clay/C), lanau (silt/M), lanau atau lempung organic (organic

silt or clay/O), bergradasi baik (well-graded/W), bergradasi buruk (poor-

graded/P), plastisitas rendah (low-plasticity/L), plastisitas tinggi (high-

plasticity/H), sebagaimana terlihat pada Tabel 2.3.

13

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Klasifikasi Tanah Unified Soil Classification System

Sumber : Bowles, J.E., 1993

2.3 Pemadatan Tanah

Pemadatan tanah (earthwoks compaction) adalah proses mekanis dimana

sejumlah tanah yang terdiri dari partikel padat (solid particles), air dan udara

direduksi volumenya dengan menggunakan beban. Beban tersebut dapat berupa

beban yang bergerak (rolling), beban yang dipukulkan (tamping) maupun beban

14

Universitas Sumatera Utara


yang digetarkan (vibrating). Kepadatan didapat dengan keluarnya udara dari

antara butiran tanah dimana proses ini merupakan kebalikan dari proses

konsolidasi yang merupakan keluarnya air dari antara butir-butir tanah.

Lapisan tanah dasar pada konstruksi jalan raya harus dipadatkan dimana

kekuatan dan keawetan perkerasan jalan itu sangat tergantung pada sifat-sifat dan

daya dukung tanah dasar. Tujuan pemadatan adalah untuk meningkatkan

kepadatan (density), meningkatkan stabilitas, meningkatkan kekuatan tahanan

(bearing strength) subgrade, mengurangi sifat kemudahan ditembus oleh air

(permeability), mengurangi potensi likuifaksi dan mencegah erosi.

Tabel 2.4 Defenisi-definisi dari parameter pemadatan (kompaksi)

Istilah Defenisi

Pemadatan adalah suatu proses dimana


Pemadatan udara pada pori-pori tanah dikeluarkan
dengan cara mekanis
Kepadatan yang didapat dari pemadatan
Berat isi kering maksimum
tanah dengan daya pemadatan tertentu
(MDD)
pada kadar air optimum (wopt)
Kadar air yang menghasilkan nilai
Kadar air optimum (OMC)
kepadatan maksimum (γd max)
Kondisi dimana pori-pori tanah tidak
mengandung udara sama sekali
Zero Air Void
sehingga tercapai berat volume
maksimum

15

Universitas Sumatera Utara


2.3.1 Jenis-jenis Pemadatan Tanah

Metode pemadatan tergantung kepada jenis pemadatan tanah yang akan

dilakukan, ada pemadatan di lapangan dan pemadatan di laboratorium.

A. Pemadatan di Lapangan

Untuk pekerjaan pelaksanaan pemadatan di lapangan kita perlu memilih alat

pemadat yang digunakan. Pemadatan di lapangan umumnya menggunakan alat-

alat berat seperti, Three Wheel Roller, Tandem Roller, Pneumatik Tired Roller

(PTR) dan lain-lain. Untuk pemadatan tanah sebagai badan jalan/subgrade maka

pada umumnya digunakan vibratory roller (Surendro B, 2014). Alat ini cocok

digunakan untuk pemadatan granular material (material berbutir). Selain vibratory

roller ada beberapa alat yang dipakai untuk memadatkan tanah maupun batu-

batuan. Secara garis besar alat pemadat dibagi menjadi 3 group:

1. Rollers, termasuk didalamnya smooth-wheeled, pneumatic-tired, tamping

rollers juga pemadatan oleh beban lalu lintas kendaraan.

2. Vibrators, termasuk didalamnya rollers dan plates.

3. Rammers, termasuk didalamnya power rammers, tampers dan falling weight.

Smooth-wheeled rollers (Gambar 2.2) memiliki 3 roda dari drum besi atau

tandem dibagian belakang. Alat ini juga memiliki roda besi tunggal berbentuk

drum dibagian depan. Beratnya antara 1.7-17 ton dan dapat diperberat lagi dengan

mengisi pasir atau air di roda besinya. Beban yang terpakai dibagi selebar

rodanya. Kecepatan bergeraknya antara 2.5-5 km/jam.

16

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Smooth Wheeled Roller (Surendro B, 2014)

Pneumatic-tired rollers (Gambar 2.3), mempunyai 2 sumbu dengan roda


dari karet, dimana jumlah roda depan dan belakang berselisih satu dan letak roda
depan belakang berselang seling hingga yang tidak terinjak oleh roda depan dapat
terinjak oleh roda belakang demikian sebaliknya. Kecepatan bergeraknya berkisar
1.6 hingga 24 km/jam.

Gambar 2.3. Pneumatic-tired rollers (Surendro B, 2014)

17

Universitas Sumatera Utara


Menurut Djatmiko Soedarmo (1993) Vibratory rollers (Gambar 2.4) atau

sering disebut vibro saja, mempunyai kisaran berat 0.5-17 ton, yang mempunyai

sumbu tunggal (1 roda) biasanya ditarik traktor sedangkan yang mempunyai

mempunyai sumbu ganda menggunakan mesin sendiri untuk bergerak. Frekuensi

getarannya tergantung pabrik pembuatnya namun untuk yang besar berkisar

antara 20-35 Hz dan 40-75 Hz untuk vibratory roller yang kecil. Pada umumnya

alat bisa diatur getarannya menjadi 3 posisi: kecil, menengah dan besar. Untuk

alat yang ditarik traktor kecepatannya 1.5-2.5 km/jam sedangkan untuk alat yang

bergerak sendiri kecepatannya 0.5-1 km/jam. Apabila sedang menggetarkan

rodanya maka kecepatannya semakin rendah.

Gambar 2.4 Vibratory rollers (Surendro B, 2014)

Vibrating plate compactors (Gambar 2.5) sering disebut stamper.

Mempunyai kisaran berat 100 kg- 2 ton dan luasan pelat antara 0.16-1.6 m2. Alat

ini cocok untuk memadatkan luasan yang kecil atau tempat yang terbatas untuk

dipadatkan seperti daerah pinggiran perkerasan.

18

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5 Vibrating plate compactors (Surendro B, 2014)

B. Pemadatan di Laboratorium

Pengujian pemadatan di laboratorium ada dua metode, yaitu: pengujian

Pemadatan Standar (Standard Proctor Test) dan Pengujian Pemadatan Modified

(Modified Proctor Test).

Pada Uji Pemadatan Standar, tanah dipadatkan dalam sebuah cetakan

silinder bervolume 12,400 ft-lbf/ft³. Diameter cetakan silinder tersebut 4 in

(=10,16 cm). Selama percobaan di laboratorium, cetakan itu dikelam pada sebuah

pelat dasar dan di atasnya diberi perpanjangan. Tanah dicampur air dengan kadar

yang berbeda-beda dan kemudian dipadatkan dengan menggunakan penumbuk

khusus. Berat penumbuk 5,5lb (= 2,5 kg) dan tinggi jatuh 12 in. (=30,48 cm).

Jumlah tumbukan tiap lapisan sebanyak 25 kali. Prosedur pelaksanaan pemadatan

ini dilakukan untuk 3 (tiga) lapisan. Uji Pemadatan Standar mengacu pada ASTM

D-698 dan AASHTO T-99.

19

Universitas Sumatera Utara


Pada Pengujian Pemadatan Modified, tanah dipadatkan dalam sebuah

cetakan silinder bervolume 56,000 ft-lbf/ft³. Diameter cetakan silinder tersebut 4

in (=10,16 cm). Selama percobaan di laboratorium, cetakan itu dikelam pada

sebuah pelat dasar dan di atasnya diberi perpanjangan. Tanah dicampur air dengan

kadar yang berbeda-beda dan kemudian dipadatkan dengan menggunakan

penumbuk khusus. Berat penumbuk 10lb (= 4,5 kg) dan tinggi jatuh 18 in.

(=45,72 cm). Jumlah tumbukan tiap lapisan sebanyak 25 kali. Prosedur

pelaksanaan pemadatan ini dilakukan untuk 5 (lima) lapisan. Uji Pemadatan

Standar mengacu pada ASTM D-698 dan AASHTO T-99.

Perbandingan alat Uji Pemadatan Standar dengan Uji Pemadatan Modified

dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Perbandingan alat Uji Pemadatan Standar dengan Uji Pemadatan Modified

Pengujian pemadatan tanah baik Uji Pemadatan Standar maupun Uji

Pemadatan Modified memiliki dua parameter penting, yaitu Berat Isi Kering

Maksimum (γdmaks) dan Kadar Air Optimum (wopt).

20

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Parameter Pemadatan Tanah/Kompaksi

A. Berat Isi Kering Maksimum (γdmaks)

RR Proctor (1993) dalam Kamarudin F.B (2005) mengatakan untuk suatu

jenis tanah yang dipadatkan dengan daya pemadatan tertentu, kepadatan yang

dicapai tergantung pada banyaknya air (kadar air) tanah tersebut. Besarnya

kepadatan tanah, biasanya dinyatakan dalam nilai berat isi kering (ᵞd) nya.

Apabila tanah dipadatkan dengan adanya pemadatan yang tetap pada kadar

air yang bervariasi, maka pada nilai kadar air tertentu akan tercapai kepadatan

maksimum (γdmaks). Kadar air yang menghasilkan kepadatan maksimum disebut

kadar air optimum (wopt).

Derajat kepadatan tanah dinyatakan dalam istilah berat isi kering (γd),

yaitu perbandingan berat butiran tanah dengan volume total tanah. Berat Volume

Tanah dapat dinyatakan dalam persamaan:

( )

dimana:

= Berat isi kering tanah (gr/cm3)

= Berat isi basah tanah (gr/cm3)

1+ = kadar air tanah (%)

Redzuan, 2003 dalam Nendi (2010) mengatakan pertambahan dan

pengurangan nilai kepadatan kering tergantung kepada kadar air dalam sampel

tanah, berat pemadatan dan tenaga pemadatan.

Craig, 1993 dalam Nendi (2010) mengatakan pada umumnya penambahan

air akan memenuhi ruang antar partikel yang sebelumnya dipenuhi udara.

21

Universitas Sumatera Utara


Disamping itu, air juga akan merespon dengan partikel tanah dan menambah

kemampuan tanah. Peningkatan kemampuan tanah akan mengurangi sifat kaku

tanah untuk dipadatkan dan menghasilkan berat isi kering (γd) yang lebih tinggi.

Sedangkan penambahan volume air yang terlalu besar akan menyebabkan

sebagian volume tanah akan dipenuhi air dan akan mengurangi berat isi kering

tanah (γd).

Selain persamaan (2.3) juga terdapat persamaan lain dalam mengontrol

berat isi kering tanah (γd) pada kondisi tanpa rongga udara (zero air void/ZAV)

yaitu:

( )

Dimana:

γd = Berat isi kering tanah (gr/cm3)

γ = Berat isi basah tanah (gr/cm3)

Gs = Berat jenis tanah

1+ wGs = kadar air

Menurut Dandung Novianto (2012), untuk suatu kadar air tertentu, berat isi

kering maksimum (ᵞdmax) secara teoritis didapat bila pada pori-pori tanah sudah

hamper tidak ada udara lagi, yaitu pada saat dimana derajat kejenuhan tanah sama

dengan 100%. Kondisi ini disebut Zero Air Voids (ZAV).

B. Kadar Air Optimum (wopt)

Menurut Bambang Surendro (2014) suatu tanah yang kohesif (lempung)

dalam keadaan kering keras dan berbongkah-bongkah, sangat sukar dipadatkan.

22

Universitas Sumatera Utara


Untuk memudahkan pemadatan, tanah lempung perlu dibasahi, karena semakin

basah tanah akan mudah dihancurkan. Namun, bila terlalu basah akan

menghasilkan tanah yang kurang padat.

Dengan peningkatan kadar air, partikel tanah memiliki lapisan air

disekelilingnya, sehingga lapisan air ini menjadi pelicin/pelumas, sehingga lebih

mudah untuk digerakkan. Kepadatan maksimum akan diperoleh pada saat tanah

memiliki kondisi kadar air optimum (wopt) yakni pada saat berai isi kering

maksimum (ᵞdmax). Hubungan antara kadar air optimum dengan berat isi kering

tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Hubungan kadar air optimum dengan berat isi kering maksimum.

Untuk memastikan apakah pemadatan dilapangan sudah sesuai dengan

spesifikasi maka perlu diuji di lapangan, kemudian sampel dibawa ke

laboratorium agar dapat diketahui nilai kepadatannya. Menurut spesifikasi umum

kepadatan dilapangan harus mencapai 100% dari pemadatan di laboratorium dan

95% untuk material granural. Jika kondisi tersebut tidak tercapai maka pemadatan

dinyatakan gagal atau tidak memenuhi syarat.

23

Universitas Sumatera Utara


( )

Dalam pemadatan tanah, ada 4 faktor yang mempengaruhi kontrol

pemadatan, yaitu : tipe tanah dan gradasi, kadar air optimum (wopt), berat isi

kering (γd), energi pemadatan (compaction effort).

Pemadatan tanah merupakan fungsi dari kadar air, karena pada saat ini air

berperan sebagai pelembut (softening agent) atau lubrikasi pada partikel tanah

yang akan membantu menyusun partikel tanah mengisi rongga udara menjadi

lebih padat. Namun, kelebihan air tidak akan membantu tanah mencapai densitas

yang padat, karena rongga udara telah terisi oleh air yang bersifat inkompresibel

yang membuat partikel tanah akan mengalir atau kehilangan friksi dan energi

pamadatan langsung diterima oleh air.

Tipe tanah serta gradasi juga akan mempengaruhi kurva pemadatan.

Umumnya tanah yang dominan berbutir halus atau fine grain akan membutuhkan

kadar air lebih untuk mencapai pemadatan optimum, sebaliknya tanah dominan

berbutir kasar atau coarse grain membutuhkan sedikit kadar air untuk mencapai

kadar air pemadatan optimum. Hal ini juga terkait pada sifat plastisnya dimana

tanah berbutir halus atau fine grain seperti lempung kelanauan memiliki sifat

plastis dibanding tanah berbutir kasar seperti pasir kelanauan yang memiliki

indeks plastis rendah.

Secara umum, semakin tinggi derajat pemadatannya maka kemampuannya

menahan gaya geser (shearing force) akan semakin rendah penurunannya. Namun

demikian, Capper dan Cassie (1969) dalam Surendro B. (2016) menyatakan

bahwa apabila dibandingkan kekuatan geser dan kadar air tanah pada kondisi

24

Universitas Sumatera Utara


kepadatan tertentu, akan diperoleh nilai kekuatan geser tertinggi dicapai pada saat

kadar air dibawah kondisi optimum pada pemadatan yang maksimum.

2.3.3 Energi Pemadatan

Proses pemadatan dipengaruhi oleh hubungan antara Kadar Air (wopt)

dengan Berat Isi Kering (γdmaks). Energi pemadatan yang lebih besar akan

menghasilkan kondisi tanah yang lebih padat. Energi pemadatan bergantung

kepada beberapa faktor seperti berat penumbuk, tinggi jatuh penumbuk, jumlah

tumbukan perlapisan dan jumlah lapisan.

Hubungan antara energi pemadatan (E) untuk Proctor Standard dengan

factor-faktor yang yang mempengaruhinya dapat ditulis sebagai berikut:

( ) ( ) ( ) ( )

Energi pemadatan tanah akan mempengaruhi suatu karakteristik kurva

pemadatan, dimana semakin besar energi pemadatan yang diterima tanah maka

efek densifikasinya akan semakin besar, sehingga nilai kadar air optimum (wopt)

akan bergeser lebih kecil namun akan diperoleh nilai berat isi kering maksimum

(γdmaks) yang lebih besar. Hubungan kadar air optimum (wopt) dan berat isi kering

maksimum (γdmaks) sebagai berikut :

25

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.8. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering dengan beberapa jenis tanah yang
telah dipadatkan (HoltzandKovacs,1981, Das,1998)

2.4 Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna

memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula, stabilisasi tanah adalah

usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi

syarat teknis tertentu.

Dalam pembangunan perkerasan jalan, stabilisasi tanah didefinisikan

sebagai perbaikan material jalan lokal yang ada, dengan cara stabilisasi mekanis

atau dengan cara menambahkan suatu bahan tambah (additive) ke dalam tanah.

2.4.1 Tipe-Tipe Stabilisasi

Umumnya, stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

26

Universitas Sumatera Utara


1. Stabilisasi mekanis, dilakukan dengan cara mencampur atau mengaduk dua

macam tanah atau lebih yang bergradasi berbeda untuk memperoleh material

yang memenuhi syarat kekuatan tertentu. Pencampuran tanah ini dapat

dilakukan di lokasi proyek, di pabrik, atau di tempat pengambilan bahan

timbunan (borrow area). Material yang telah dicampur ini, kemudian

dihamparkan dan dipadatkan di lokasi proyek. Stabilisasi mekanis dapat juga

dilakukan dengan cara menggali tanah buruk ditempat dan menggantinya

dengan material granuler dari tempat lain.

2. Stabilisasi dengan bahan tambah, bahan tambah (additives) adalah bahan

hasil olahan pabrik yang bila ditambahkan kedalam tanah dengan

perbandingan yang tepat akan memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, seperti

kekuatan, tekstur, kemudahan dikerjakan (workability), dan plastisitas.

Contoh-contoh bahan tambah adalah kapur, semen portland, abu terbang (fly

ash), aspal (bitumen), dan lain-lain.

2.4.2 Pemilihan Bahan Tambahan

Hicks (2002) dalam Alaska Departement of Transportation and Public

Facilities Research & Technology Transfer mengusulkan petunjuk cara pemilihan

bahan stabilisasi seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.5. Dalam metode ini,

distribusi ukuran butiran dan batas-batas atterberg digunakan sebagai dasar

penilaian macam stabilisasi yang akan digunakan. Petunjuk dalam Tabel 2.5

hanya sebagai pertimbangan awal dan dapat digunakan untuk maksud modifikasi

tanah, seperti stabilisasi dengan kapur untuk membuat material lebih kering dan

mengurangi plastisitasnya.

27

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.5 Petunjuk awal untuk pemilihan metode stabilisasi

Material lolos > 25 % lolos saringan < 25 % lolos saringan


saringan no.200 no.200 (0,075 mm) no.200 (0,075 mm)
≤ 6 (PI x
Persen lolos
Indeks Plastisitas ≤ 10 10-20 ≥ 20 saringan ≤ 10 ≥ 10
no.200 ≤ 60
)
Bentuk stabilisasi :
Semen dan Tidak
Cocok Ragu Cocok Cocok Cocok
campuran pengikat Cocok
Tidak
Kapur Ragu Cocok Cocok Ragu Cocok
Cocok
Tidak
Aspal (bitumen) Ragu Ragu Cocok Cocok Ragu
Cocok
Aspal/semen Tidak
Cocok Ragu Cocok Cocok Ragu
dicampur Cocok
Tidak Tidak
Granuler Cocok Cocok Cocok Ragu
Cocok Cocok
Tidak Tidak
Lain-lain campuran Cocok Cocok Ragu Cocok
Cocok Cocok
Sumber : Hicks,2002

2.4.3 Stabilisasi Tanah Kapur

Kapur adalah kalsium oksida (CaO) yang dibuat dari batuan karbonat yang

dipanaskan pada suhu sangat tinggi. Kapur tersebut umumnya berasal dari batu

kapur (limestone) atau dolomite. Kapur yang sering dipakai untuk bahan

stabilisasi adalah kapur tohor (CaO). Penambahan kapur dalam tanah akan

merubah tekstur tanah. Tanah lempung yang dicampur dengan kapur

memperlihatkan pengurangan secara signifikan partikel berukuran lempung

(<0,002 mm) dibandingkan dengan lempung aslinya. Kapur juga memiliki sifat

mengikat sehingga campuran tanah lempung merah dan kapur dapat meningkat

kekuatannya. Selain itu kapur dapat menurunkan nilai plastisitasnya.

28

Universitas Sumatera Utara


Umumnya, tujuan stabilisasi tanah menggunakan kapur ada 2, yaitu:

1. Kapur untuk memodifikasi sifat-sifat tanah, yaitu untuk mengurangi

plastisitas, menambah mudah dikerjakan, menambah diameter butiran dan

lain-lain. Di sini, kriteria untuk stabilisasi campuran secara mekanik

diterapkan.

2. Kapur ditujukan untuk stabilisasi tanah secara permanen. Untuk hal ini,

kriteria didasarkan pada kapasitas dukung, keawetan dan sebagainya.

Maksud dari tujuan stabilisasi pada penelitian ini adalah untuk memodifikasi

sifat-sifat tanah yakni merubah sifat-sifat tanah pada kadar kapur minimal yang

dapat mempertahankan daya tahannya sampai ke tingkat tertentu yang diinginkan.

Neubauer dan Thomson (1972) dalam Hardiyatmo (2010) memperlihatkan

bahwa campuran tanah-kapur yang dipadatkan pada usaha pemadatan tertentu,

akan mempunyai berat volume kering maksimum (γd-mak) yang lebih rendah

dibandingkan dengan tanah asli tanpa kapur. Selain itu, kadar air optimum (Wopt)

juga bertambah dengan naiknya kadar kapur (Gambar 2.9). Demikian pula, jika

campuran tanah-kapur diberi waktu untuk terjadinya sementasi, maka kepadatan

akan berkurang dan kadar air optimum bertambah.

29

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9 Pengaruh kadar kapur terhadap berat volume kering (Nubauer dan Thompson, 1972).
a)Lempung Vickdburg Buckshot;b) Ava B (1 pcf=0,16 KN/m3)

Umumnya, tanah yang mempunyai kadar lempung yang tinggi atau tanah

dengan PI tinggi, membutuhkan kadar kapur yang lebih banyak, untuk berubah

menjadi tidak plastis.pada awal pencampuran tanah dengan kapur, reduksi

plastisitas sangat menonjol. Namun, jika kapur ditambahkan terus, reduksi

plastisitasnya menjadi tidak signifikan. Thompson (1967) memperlihatkan

pengaruh kadar kapur terhadap plastisitas campuran lempung-kapur, seperti yang

ditunjukkan dalam Tabel 2.6.

30

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.6 Pengaruh kadar kapur pada plastisitas

Sumber : Thompson, 1967

2.5 Hubungan Parameter Kompaksi dengan Index Properties

Beberapa penelitian dalam memprediksi nilai kompaksi tanah (berat isi

kering maksimum dan kadar air optimum) telah banyak dikembangkan.

Penelitian-penelitian tersebut menggunakan beberapa parameter geoteknik, seperti

batas plastis (plastic limit), batas cair (liquid limit), specific gravity, energi

kompaksi (compaction energy), analisa distribusi butiran (Grain Size

Distribution) dan klasifikasi tanah. Penelitian untuk mengetahui hubungan antara

parameter kompaksi dilakukan pertama kali oleh Johnson dan Sallberg (1962).

Nilai-nilai tersebut dihubungkan dengan cara regresi linear berdasarkan nilai

indeks properties (Siagian, D.W dan Muis, Z.A., 2013).

Besaran prediksi berat isi kering maksimum (γdmaks) dan kadar air optimum

(wopt) juga dapat dihitung dari model yang disarankan oleh Goswami (Muis, Z.A.,

1998) dengan persamaan sebagai berikut:

Y = m Log G + k (2.6)

31

Universitas Sumatera Utara


dimana:

Y = Berat isi kering maksimum (ᵞdmax) dan kadar air optimum (wopt)

m = Kemiringan kurva

k = Konstanta

G = Konstanta gradasi (1 + F) (AX1 + BX2 + CX3)

X1 = % berat tertahan saringan 4,75 mm

X2 = % berat saringan 4,75 mm dan tertahan saringan 0,075 mm

X3 = % berat saringan lewat 0,075 mm

A, B, C = Konstanta nomor saringan

F = % butiran halus

Konstanta m dan k diperoleh dari grafik hubungan antara Log G dengan

nilai berat isi kering maksimum serta nilai kadar air optimum dari hasil percobaan

di laboratorium. Sedangkan F merupakan % butiran halus yang ditentukan

berdasarkan persen lewat saringan 0,075 mm dan nilai Indeks Plastisitas (IP).

Tabel 2.7 Penentuan Nilai F

% Lewat Saringan 0,075 Nilai F


mm IP < 10% IP > 10%
0 – 25 0,0 0,0
26 – 40 0,2 0,2
41 – 60 1,0 1,0
61 – 85 1,0 0,0
86 – 100 1,0 1,0

32

Universitas Sumatera Utara


2.6 Penelitian Terdahulu

Al-Khafaji (1993) dalam Nendi (2010) telah melakukan penelitian sampel

di Irak dan Amerika, untuk memperoleh persamaan-persamaan parameter

kompaksi yaitu berat isi kering maksimum (Maximum Dry Density=MDD) dan

kadar air optimum (Optimum Mouisture Content=OMC). Al-Khafaji merumuskan

hubungan antara nilai kompaksi dengan nilai batas-batas Atterberg (LL dan PL).

Untuk tanah di Irak,

MDD = 2.44 – 0.22PL – 0.008LL (2.7)

OMC = 0.24LL + 0.63PL – 3.13 (2.8)

Untuk tanah di Amerika,

MDD = 2.27 – 0.19PL – 0.003LL (2.9)

OMC = 0.14LL + 0.54PL (2.10)

Blotz, et.al (1998) dalam Nendi (2010), mencoba untuk memperoleh

persamaan yang diperoleh dari memplot 22 sampel tanah (Tabel 2.8) yang

menyatakan bahwa hubungan linear antara berat isi kering maksimum (γdmax)

dengan energi pemadatan (E). Hasil dari korelasi dinyatakan melalui persamaan

regresi linear sebagai berikut:

MDD= (2.27 log LL – 0.94) Log E – 0.16 LL+ 17.02 (2.11)

OMC = (12.39 – 12.21 log LL) log E + 0.67 LL + 9.21 (2.12)

Walaupun demikian standar deviasi yang dibuat menunjukkan persen

kesalahan yang tinggi. Untuk OMC persen kesalahan maksimum dan minimum

masing-masing adalah 1,11 % dan 1,7 %. Standar untuk OMC adalah 1,03 % .

Sementara untuk MDD, persen kesalahan maksmimum dan minimum masing-

33

Universitas Sumatera Utara


masing adalaha 0,7 kN/m3 sampai 1,2 kN/m3 dan standar deviasinya adalah 0,94

kN/m3. Oleh karena persen kesalahan tersebut beliau mengusulkan agar

persamaan tersebut hanya digunakan bagi tanah yang mempunyai nilai batas cair

17 LL 70.

Tabel 2.8 Sampel tanah yang digunakan untuk membentuk persamaan

Sumber : Blotz,1998 dalam Nendi, 2010

Metacalf, J.B dan Romanoschi, S.A. (2008), memprediksi nilai berat isi

kering maksimum dan kadar air optimum dengan menggunakan metode

persaamaan regresi linear dengan persamaan:

MDD (t/m3) = 2,0513 – 0,0513*PL – 0,000016*PM + 0,2901*GR2 (2.13)

R2 = 0,81; Standard Error = 0.074 (t/m3)

OMC (%) = 9,4169 + 0,0041*PM – 0,3095*GC + 0,3107*PL (2.14)

R2 = 0,78; Standard Error = 2,46 (%)

dimana:

34

Universitas Sumatera Utara


PL =Batas Plastis

PM = Modulus Plastis = IP * P0.425 (% lolos ayakan diameter 0.425)

GR2 = P0.075/P0.425 (%lolos ayakan diameter 0.075/ % lolos ayakan

diameter 0.425)

GC = Koefisien Gradien = P4.75*(P.26 – P2) / 100

Gambar 2.10. MDD Prediksi vs MDD lab (Metacalf, J.B dan Romanoschi, S.A. (2008)

Gambar 2.11. OMC Prediksi vs OMC lab (Metacalf, J.B dan Romanoschi, S.A. (2008)

Kemudian Ugbe (2012) mengusulkan persamaan dalam memprediksi berat

isi kering maksimum (γd) dan kadar air optimum (wopt) dengan mengunakan nilai

35

Universitas Sumatera Utara


index properties (persentase butiran halus, batas cair dan berat jenis). Ugbe

mengambil 152 sampel tanah dari Delta Negara Nigeria, kemudian melakukan

pengujian index properties dan menghasilkan statistik data tanah (Tabel 2.9).

Tabel 2.9 Statistik hasil pengujian

Sumber : Ugbe (2012)

Sebuah analisis regresi berganda (regresi bertahap) dilakukan untuk

memilih variabel yang paling diperhitungkan untuk prediksi karakteristik

pemadatan dikehadiran variabel lain.

Karakteristik pemadatan (berat isi kering maksimum dan kadar air

optimum) digunakan sebagai dependent variabel sementara persentase butiran

halus, berat jenis padatan danbatas cair digunakan sebagai variabel independent.

Adapun dari hasil regresi Ugbe (2012) diperoleh persamaan sebagai berikut:

MDD = 15.665SG + 1.526LL-4.313F + 2011.960 (2.15)

R2 = 0.895

OMC = 0.129F-0.0196LL-1.4233SG + 11.399 (2.16)

R2 =0.795

dimana:

MDD = Maximum Dry Density (Berat isi kering maksimum)

OMC = Moisture Content (Kadar air optimum)

36

Universitas Sumatera Utara


SG = Specific Gravity (Berat jenis)

F = Fines Percent (Persen butiran)

LL = Liquid Limits (Batas Cair)

Ugbe (2012) menggunakan 3 variabel, sehingga dianggap dapat mewakili

semua data indeks properties tanah. Disamping itu pengujian keakuratan korelasi

yang digunakan Ugbe (2012) memiliki rentang yang cukup besar yakni mencapai

angka 80% untuk MDD dan 90% untuk OMC.

Kemudian Australia Stabilisation Industry Association (AustStab)

melakukan suatu project yang membahas studi lapangan dan pengembangan

desain berbahan campuran yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja jangka

panjang dari jalan terbuka melalui stabilisasi bahan subgrade jalan. Ini

menjelaskan desain campuran dan kriteria bahan tambahan pengikat.

Lokasi percobaan yang diusulkan adalah di 4 kota yang berada di barat

daya New South Wales yaitu Kota Griffith, Wombat, Jerilderie dan

Temora.Tujuan dari stabilisasi pada percobaan ini adalah untuk membentuk ikatan

material yang ringan (unbound material) setelah stabilisasi. Hasil yang diperoleh

pada test kebutuhan kapur dilakukan pada awal program mix design laboratorium

untuk memberikan tanda jika kadar minimum atau dasar dari kapur terhidrasi

sebesar 3% cukup untuk stabilisasi jangka panjang.

Tabel berikut menjelaskan tipe binder dan persen bahan tambah yang

dipilih untuk konstruksi pada lokasi percobaan.

37

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.10 Tipe binder dan persen bahan tambah untuk jalan beraspal

Nama Jalan Kota Tipe Binder Persen Aplikasi


Barber Rd Griffith Kapur hidrasi 3%
Woodlands Rd Wombat Semen/slag 3%
(70:30) 2%
PR11L
Old Corowa Rd Jerilderie Kapur hidrasi 3%
PR11L 2%
Four corners Rd Semen/slag 4%
(80:20)
Back Mimosa Rd Temora Kapur hidrasi 3%
PR11L 2%

Sumber: Australia Stabilisation Industry Association (AustStab)

38

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai