Anda di halaman 1dari 30

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang

sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung

selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak

sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan

pielonefritis kronis. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal,

tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal.

Pielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga

karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.

Pielonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat

inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan

terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk

jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses

perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang

berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.

B. Etiologi

Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus

besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan

penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.coli bakteri lain

yang juga turut serta dapat mengakibatkan pielonefritis seperti Klebsiella,

golongan Streptokokus. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang

naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini

biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan

organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.

1
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau

pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam

ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga

bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Keadaan

lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:

a. Kehamilan

b. kencing manis

c. keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan

tubuh untuk melawan infeksi.

C. Tanda dan gejala

Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba

berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan

muntah. Selain itu, beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran

kemih bagian bawah biasanya sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.

Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut

berkontraksi kuat. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan

nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena

adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.

Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih

sulit untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya

bersifat samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama

sekali.

Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan

utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus

balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil).

Pielonefritis kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak

2
dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal). Berikut tanda dan

gejala pielonefritis akut dan pielonefritis kronis.

a. Pielonefritis akut

1. Demam

2. Menggigil

3. nyeri panggul

4. nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)

5. lekositosis

6. adanya bakteri dan sel darah putih pada urin

7. disuria

8. biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial sel-sel

inflamasi.

b. Pielonefritis kronis

1. tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.

2. keletihan

3. sakit kepala

4. nafsu makan rendah

5. poliuria

6. haus yang berlebihan

7. kehilangan berat badan

8. infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai

gagal ginjal pada akhirnya.

D. Patofisiologi

Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis,

Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal

berasal dari luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah

3
(uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagian

atas yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal,

yang kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu

24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat

seperti kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila

terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang mempersulit

pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor.

Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung

dari banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme

penyebab. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria

atau dari uretra. Beberapa faktor predisposisi pielonefritis adalah obstruksi

urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks. Bakteri uropatogenik

yang melekat pada pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas

otot polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter.

Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri

tersebut.

Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang

berfungsi sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme

invasi bakteri seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat

melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus

epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat

naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of

fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila

hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme

otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency)

atau miksi berulang kali (frekuensi), dan sakit waktu miksi (disuria). Mukosa

4
vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi

ginjal dapat terjadi melalui collecting system.

Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh

tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat

ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak,

infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi

ginjal dapat terganggu.

Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat

mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut

ginjal (renal scarring).

E. Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir

(mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan

jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik

disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu).

Pielonefritis kronis Bila diagnosis pielonefritis kronis terlambat dan

kedua ginjal telah menyusut pengobatan konserfatif semata-mata untuk

mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh.

F. Pengobatan

1. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram

negatif. Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari

atau ampisilin 500 mg 4x sehari selama 5 hari. Setelah diberikan terapi

antibiotik 4– 6 minggu, dilakukan pemeriksaan urin ulang untuk

memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.

2. Pada penyumbatan, kelainan struktural atau batu,mungkin perlu

dilakukan pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.

5
3. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks,

maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-

masalah tersebut.

4. Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk

membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita

harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi

lubang urethra oleh bakteri feces.

Penatalaksanaan medis :

1. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial

seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra),

gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau

ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.

2. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan

rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih

menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan

anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-

Banthine)

3. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan

ginjal secara progresif.

G. Pencegahan

Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang

harus dilakukan:

a. Minum banyak air (sekitar 2,5 liter) untuk membantu pengosongan

kandung kemih serta kontaminasi urin.

b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal

c. Banyak istirahat di tempat tidur.

6
d. Terapi antibiotika.

Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak

pernah mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan

cara membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa

membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal

tersebut untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air

besar agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu

pemasangan kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar

tidak terjadi infeksi.

7
PATHWAY

Diabetes
Penurunan Kehamilan
Imunitas
Peradangan Obstruksi kandung
Bakteri : E.coli,
Klebsielle, kemih, VUR
ISK bawah
Streptococus

Peyebaran bakteri memasuki sal. Kemih atas di bagian medulla-kortek

Infeksi tubulus dan penyebaran ke interstitial

Pengeluaran hormone
PIELONEFRITIS
Stress tubuh stress “
katekolamin “
Terjadi reaksi inflamasi Adanya lesi di
pelvis ginjal
Antigen
Kerusakan Reaksi antigen-antibodi
mengeluargan Peningkatan asam
parenkim ginjal
endositosik Keluarnya eritrosit lambung
Pelepasan mediator inflamasi
terbawa oleh urin

Ep “Perangsangan pusat
endogen pirogen “ Nyeri akibat
Kalekrein Histamin
Histamin
thermostat di peradangan
hipotalamus parenkim ginjal
Pengaktifan Merangsang pusat
prostaglandin sensori nyeri 8

Peningkatan
Peningkatan tersmostat
suhu tubuh
tubuh
Anemia Mual-muntah
Vasodilatasi
pembuluh darah
Nyeri menyebar ke Oksihemoglobin
pinggang
Peningkatan aliran
darah pembuluh renal Nausea
Otot kekurangan
Nyeri pinggang
Peningkatan vol. darah energi
aa. afferent
Hipertermi Nyeri Akut
Kelemahan
Peningkatan suplai
Gangguan pola tidur darah filtrasi

Peningkatan GFR Intoleransi


aktivitas

Laju filtrasi > Defisiensi


Gangguan dalam kecepatan reabsorsi
pemekatan kemih reabsorsi

Gangguan dalam Laju filtrasi > kecepatan


Defisiensi
pemekatan kemih reabsorsi reabsorsi

9
Terbentuknya urin encer Elektrolit dan air Penurunan
Penurunan
hanya sedikit dapat eabsorsi K+ dan
transport cairan ke
diserap ion lainnya
sel

Peningkatan vol. urin Penurunan kontraktilitas


Dehidrasi sel2 otot polos dan
Cairan dlm lumen tubuh penurunan peristaltik
banyak
Peningkatan frekuensi
berkemih Penurunan nafsu makan
Hipovolemia dan mual-muntah

Poliuri Pengeluaran cairan


berlebih
Deficit nutrisi

Gangguan
Eliminasi Urin

10
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

a. Nama

Berisi nama lengkap klien yang mengalami pielonefritis.

b. Jenis Kelamin

Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan pada pria. Penyakit infeksi ini lebih sering terjadi pada

wanita dibandingkan dengan laki-laki, karena anatomi dari sistem

perkemihan wanita (terutama uretra) yang lebih pendek dari pria

sehingga mudah terserang infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

c. Usia

Anak-anak dan orang dewasa memiliki resiko tinggi terhadap

penyakit pielonefritis ini. Dan pielonefritis kronis terjadi lebih sering

pada bayi dan anak-anak muda dibandingkan dengan anak yang lebih

tua dan orang dewasa.

d. Alamat

Lingkungan tempat tinggal yang kotor dan tidak sehat dapat

meningkatkan resiko terkena penyakit pielonefritis terutama temapt

sanitasi yang buruk, karena dapat menjadi tempat berkembang

biaknya bakteri yang menyebabkan infeksi.

e. Agama

Agama tidak mempengaruhi sesorang untuk terkena penyakit

pielonefritis.

11
f. Pekerjaan

Seseorang yang bekerja di tempat dan gaya hidup yang tidak bersih

maka akan berisiko lebih tinggi terkena infeksi pielonefritis.

2. Status Kesehatan

a. Keluhan Utama

Klien dengan penyakit pielonefritis biasanya mengeluhkan nyeri di

punggung bagian bawah, dan juga gejala yang timbul secara tiba-tiba

berupa demam, menggigil, mual dan muntah.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Kaji seberapa lamanya gejala berlangsung (saat proses masuknya

bakteri ke kandung kemih sehingga menyebabkan infeksi), nyeri

abdomen atau punggung belakang, demam atau gejala peradangan

lainnya, perubahan selera makan, penurunan berat badan, dan

kebiasaan buang air kecil/BAK (frekuensi, warna, dll). Perhatikan

juga adanya riwayat transfusi darah, dan penggunaan obat-obat

intravena.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji penyakit kesehatan terdahulu Klien yang dapat berhubungan

dengan timbulnya penyakit pielonefritis yang diderita. Misalnya

infeksi saluran kemih/ISK, kencing manis, batu ginjal, riwayat

kehamilan pada wanita yang memungkinkan terjadinya infeksi oleh

bakteri yang naik dari saluran kemih bawah, dipermudah oleh stasis

urine akibat adaptasi kehamilan.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

12
Kaji riwayat penyakit keluarga apakah ada keluarga yang memiliki

penyakit infeksi atau gangguan sistem perkemihan. Namun penyakit

pielonefritis bukan penyakit genetik.

e. Riwayat Imunisasi

Imunisasi berfungsi sebagai penunjang sistem pertahanaan tubuh,

sehingga apabila seorang anak tidak diberikan imunisasi tepat pada

usianya maka anak tersebut dapat beresiko terserang oleh bakteri yang

dapat memicu terjadinya penyakit pielonefritis.

3. Pola fungsi kesehatan

a. Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit

Pada anak yang mengalami penyakit pielonefritis pola hidup sehat

harus ditingkatkan dalam menjaga kebersihan diri, perawatan, gaya

hidup sehat. Ibu juga berkewajiban rutin memeriksakan anaknya dan

melakukan imunisasi secara rutin. Ibu hamil harus sering melakukan

pemeriksaan urin untuk mengetahui penyakit secara dini.

b. Pola Nutrisi – Metabolisme

Pada umumnya setelah menderita penyakit ini pola makannya tidak

teratur karena mengalami penurunan nafsu makan, dan juga nausea

dan vomitus. Sehingga berat badan Klien akan menurun dan terlihat

lemah karena intake nutrisi yang tidak adekuat dan gangguan

metabolisme.

c. Pola Eliminasi

Klien yang mengalami pielonefritis akan mengalami gangguan pada

pola eliminasi, seperti disuria saat berkemih pada pielonefritis akut

dan poliuria pada pielonefritis kronis. Selain itu juga terdapat nyeri

13
saat berkemih, hal ini bisa diakibatkan karena kejang ureter dari hasil

infeksi.

d. Pola Istirahat dan Tidur

Istirahat dan tidur klien pielonefritis biasanya tidak bisa nyenyak,

sering terbangun karena terganggu akibat nyeri yang dirasakan pada

punggung belakang. Biasanya nyeri disebabkan oleh kejang ureter

karena adanya infeksi.

e. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Klien dengan penyakit pielonefritis jarang mengalami gangguan

konsep diri, hanya saja menimbulkan kecemasan atau kekhawatiran

karena kurangnya pengetahuan terhadap penyakit yang dialami.

f. Pola Latihan dan Aktivitas

Aktivitas yang dilakukan oleh klien dengan penyakit pielonefritis

terbatas dan terganggu, tidak dapat melakukannya secara bebas. Hal

ini dikarenakan nyeri pada punggung bagian belakang. Selain itu klien

juga merasakan lemas.

g. Pola Hubungan dan Peran

Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik.

Hubungan dengan keluarga yang baik akan memberikan dukungan

pada Klien untuk cepat sembuh, dapat terlihat dengan adanya keluarga

yang menemaninya di rumah sakit. Hubungan Klien dengan tim medis

maupun perawat yang baik dan kooperatif akan memudahkan proses

perawatan.

h. Pola Reproduksi/ Seksual

Kaji apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang

berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita

14
pielonefritis bisa saja mengalami gangguan dalam reproduksi, apabila

infeksi yang terjadi pada saluran perkemihan menimbulkan

komplikasi pada sistem reproduksi yang secara letak anatomi dekat

dengan sistem perkemihan.

i. Pola Koping dan Toleransi Stres

Dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam memotivasi klien

untuk mengurangi tingkat stres atau kecemasan yang dirasakan.

j. Pola Keyakinan dan Nilai

Meyakini bahwa penyakit yang diderita merupakan takdir dan

kehendak Tuhan. Klien tetap bisa menjalankan ibadah sesuai dengan

agama yang diyakininya. Kaji apakah ada keyakinan yang dapat

memperparah infeksi.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Seorang anak dengan penyakit pielonefritis didapatkan keadaan

umum yang lemah dan lemas.

b. Kesadaran

Klien dengan pielonefritis umumnya tidak mengalami penurunan

kesadaran dan kompos mentis.

c. Tanda-tanda vital

Tekanan darah klien mengalami peningkatan tekanan darah atau

hipertensi, denyut nadi juga meningkat, suhu tubuh meningkat dapat

mencapai 40°C, dan frekuensi pernapasan pada klien juga meningkat

di atas 24x/menit.

d. Berat badan

15
Berat badan biasanya ditemukan mengalami penurunan karena klien

yang mengalami mual dan muntah sehingga intake nutrisi tidak

adekuat.

e. Kepala

Bentuk kepala biasanya simetris, tidak ada nyeri tekan. Tidak ada

kelainan pada bagian kepala.

f. Wajah

Wajah simetris, ekspresi wajah meringis bila terjadi kejang ureter

yang mengakibatkan nyeri, dan tidak adanya nyeri tekan.

g. Mata

Pada mata klien dengan pielonefritis tampak simetris, sklera terlihat

putih, konjungtiva tidak anemis (kecuali pada klien yang mengalami

hemolisis akibat endotoksin sehingga klien mengalami anemia akut),

gerakan bola mata normal, refleks pupil terhadap cahaya normal (jika

diberi cahaya pupil akan mengecil), keadaan bulu mata normal, dan

tidak adanya nyeri tekan.

h. Hidung dan Sinus

Tidak ada kelainan pada bagian ini. Hidung tampak simetris dan tidak

adanya nyeri tekan.

i. Leher

Pada kelenjar tiroid tidak mengalami pembengkakan. Perlu juga dikaji

apakah ada peningkatan tekanan vena jugularis atau tidak.

j. Thorax

Bentuk dada klien yang menderita pielonefritis biasanya simetris.

Sekitar 1 sampai 2 persen wanita dengan pielonefritis anterpartum

mengalami insufisiensi pernapasan dengan keparahan beragam akibat

16
edema paru dan cedera alveolus yang disebabkan oleh endotoksin.

Pada beberapa wanita, paru-paru mengalami gangguan berat disertai

timbulnya sindrom distres pernapasan akut yang memerlukan ventilasi

mekanis.

k. Genetalia dan anus

Pada penderita pielonefritis tidak ditemukannya kelainan pada organ

genetalia dan anus.

l. Abdomen

Pada klien dengan penyakit pielonefritis ditemukan adanya nyeri

pegal di satu atau kedua daerah pinggang lumbal dan nyeri tekan pada

sudut kostovertebra. Dapat juga terjadi pembesaran di salah satu atau

kedua ginjal saat dilakukan palpasi dan terkadang otot perut

mengalami kontraksi yang kuat.

m. Ekstermitas

Pada ekstermitas tidak terdapat kelainan/normal.

5. Pemeriksaan Urologi

a. Pemeriksaan ginjal

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran atau

pembengkakan pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas dan

mengkaji ada atau tidaknya nyeri tekan. Ginjal teraba membesar.

b. Pemeriksaan Buli-Buli

Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau

jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis.

c. Pemeriksaan Neurologi

Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik

yang mengakibatkan kelainan pada sistem urogenetalia, seperti pada

17
lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab

dari buli-buli neurogen.

1. Inspeksi

a) Dapat dilihat ada atau tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau

abdomen sebelah atas

b) Ekspresi atau mimik wajah meringis

c) Klien tampak menggigil

d) Klien tampak memegang area pinggang atau abdomen

e) Klien tampak tidak bisa menahan BAK

2. Palpasi

Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua

tangan. tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat

ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.

a) Terdapat nyeri pada pinggang dan perut

b) Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)

c) Dahi dan kulit tubuh teraba panas

3. Perkusi

Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu

sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra). Pada

klien pielonefritis akan terdengar suara tenderness

4. Auskultasi

Suara usus melemah seperti ileus paralitik.

6. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Urinalisis

18
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-

kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:

1) Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine

2) Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein,

dan gula dalam urine

3) Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast

(silinder), atau bentukan lain di dalam urine.

Pada Klien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan urinalisis

ditemukan adanya piuria, bakteriuria (terdapat bakteri di dalam

urine), dan hematuria (terkandung sel-sel darah merah di dalam

urine).

1) Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting

adanya infeksi saluran kemih atau ISK. Leukosuria positif bila

terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)

sediment air kemih

2) Hematuria positif bila terdapat 5-10 eritosit/LPB sediment air

kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis

baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

b. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar

hemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan

hitung trombosit. Pada Klien dengan pielonefritis, hasil

pemeriksaan darah rutinnya menunjukkan adanya leukositosis

(menurunnya jumlah atau kadar leukosit di dalam darah) disertai

peningkatan laju endap darah.

c. Test Faal Ginjal

19
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan

kadar kreatinin, kadar ureum, atau BUN (blood urea nitrogen), dan

klirens kreatinin. Pemeriksaan BUN, ureum atau kreatinin di dalam

serum merupakan uji faal ginjal yang paling sering dipakai di

klinik. Sayangnya kedua uji ini baru menunjukkan kelainan pada

saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya.

Maka daripada itu, Klien pielonefritis baru akan menunjukkan

adanya penurunan faal ginjal bila sudah mengenai kedua sisi ginjal.

d. Kultur Urine

Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran kemih.

Pada pria, urine yang diambil adalah sample urine porsi tengah

(mid stream urine), pada wanita sebaiknya diambil melalui

kateterisasi, sedangkan pada bayi dapat diambil urine dari aspirasi

suprapubik atau melalui alat penampung urine.

Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam medium

tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus sensitifitas

kuman terhadap antibiotika yang diujikan. Pada Klien dengan

pielonefritis, hasil pemeriksaan kultur urinenya terdapat

bakteriuria.

2. Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)

a. Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah

foto skrinning untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Klien

dengan pielonefritis, pada hasil pemeriksaan foto polos abdomen

menunjukkan adanya kekaburan dari bayangan otot psoas dan

mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu saluran kemih.

20
b. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP)

atau dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah

foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui

bahan kontras radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan

adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal.

Hasil pemeriksaan PIV pada Klien pielonefritis terdapat bayangan

ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram.

c. Sistografi

Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Dari

sistogram dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam

buli-buli. Pemeriksaan ini juga dapat untuk menilai adanya

inkontinensia stress pada wanita dan untuk menilai adanya refluks

vesiko-ureter.

d. Uretrografi

Adalah pencitraan urethra dengan memakai bahan kontras.

pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui dan menilai panjang

striktura urethra, trauma urethra, dan tumor urethra atau batu non-

opak pada urethra.

e. Pielografi Antegrad

Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan dengan cara

memasukkan kontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal.

f. Pielografi Retrograd (RPG)

Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas (dari ginjal hingga

ureter) dengan cara memasukkan kontras radio-opak langsung

melalui kateter ureter yang dimasukkan transurethra.

21
B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem

urinaria

2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada saluran kemih

3. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi

4. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan laju metabolik (demam)

dan pengeluaran cairan yang berlebih (poliuri)

5. Deficit nutrisi berhubungan dengan penurunan nafsu makan akibat dari

penurunan kontraktilitas otot polos dan penurunan peristaltic

6. Nausea berhubungan dengan peningkatan asam lambung

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keluarnya otot kekurangan

energi

8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan demam

22
C. Intervensi

Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan Nyeri akut menurun a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
dengan proses inflamasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
dan infeksi pada sistem b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
urinaria yang ditandai c. Bantu Klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dengan klien mengeluh tindakang kenyamanan yang efektif yang pernah dilakukan,
nyeri pada bagian seperti distraksi, relaksasi, atau kompres hangat/dingin.
pinggang dan sulit d. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
tidur, suhu tubuh seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
meningkat, dan leokosit e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
meningkat. f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk memberikan intervensi yang
tepat
g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
h. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
2 Gangguan eliminasi Gangguan eliminasi urin membaik a. Kaji pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urin
urinarius berhubungan b. Tentukan pola berkemih normal Klien dan perhatikan variasi
dengan infeksi pada c. Dorong peningkatan pemasukan

23
saluran kemih yang di d. Kaji keluhan kandung kemih penuh.
tandai dengan klien e. Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin.
sering berkemih, f. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin.
jumlah volume urin g. Kolaborasikan dalam pemberian antibiotik
meningkat
3 Hipertermia Hipertermi menurun a. Monitor suhu sesering mungkin
berhubungan dengan b. Monitor warna dan suhu kulit
proses peradangan atau c. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
infeksi yang ditandai d. Monitor penurunan tingkat kesadaran
dengan suhu tubuh e. Monitor intake dan output
meningkat (380 C), kulit f. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian anti piretik dan
hangat dan menggigil. analgesik
g. Selimuti Klien
h. Berikan kompres dingin kepada Klien pada lipat paha dan
aksila
i. Tingkatkan sirkulasi udara
j. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
k. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
l. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
m. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran
mukosa)
4 Hipovolemia Hipovolemia membaik a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
berhubungan dengan b. Pasang kateter urin jika diperlukan
peningkatan laju c. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
metabolik (demam) dan Hmt , osmolalitas urin)
pengeluaran cairan d. Monitor tanda-tanda vital
yang berlebih (poliuri) e. Monitor masukan makanan / cairan
yang di tandai dengan f. Monitor status nutrisi

24
klien terlihat lemas, g. Berikan diuretik sesuai interuksi
frenkuensi berkemih h. Monitor berat badan
meningkat i. Monitor elektrolit
j. Monitor tanda dan gejala dari odema
k. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena leher, asites)
l. Kaji lokasi dan luas edema
5 Defisit nutrisi Deficit nutrisi membaik Manajemen nutrisi
berhubungan dengan 1. Observasi
penurunan nafsu makan a. Identifikasi adanya alergi makanan
akibat dari penurunan b. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
kontraktilitas otot polos c. Monitor turgor kulit
dan penurunan d. Monitor mual dan muntah
peristaltic ditandai 2. Terapeutik
dengan Klien terlihat a. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan.
lemah dan makanan b. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
Klien utuh. 3. Edukasi
a. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat
nutrisi
b. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
harian.
4. Terapeutik
a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
b. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN.
6 Nausea berhubungan Nausea berkurang Manajemen mual
dengan peningkatan 1. Observasi

25
asam lambung ditandai a. Identifikasi pengalaman mual
dengan Klien mengeluh b. Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
sering mual dan c. Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
muntah. d. Identifikasi faktor penyebab mual
e. Identifikasi antiemetic untuk mencegah mual
f. Monitor mual
g. Monitor supan nutrisi dan kalori
2. Terapeutik
a. Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual
b. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
c. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
d. Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan
tidak berwarna, jika perlu
3. Edukasi
a. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
b. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika
merangsang mual
c. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat rendah lemak
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberia antiemetik
7 Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas membaik Manajemen energy
berhubungan dengan a. Observasi
keluarnya otot Identifikasi status fisiologis pasien yang menyebabkan
kekurangan energi kelelahan
ditandai dengan Klien b. Terapeutik
merasa lemah dan diam Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal
di tempat tidur, klien mengenai keterbatasan yang dialami

26
mudah lelah, terlihat c. Edukasi
pucat dan lemas. Bantu pasien untuk memahami prinsip konservasi energy
(misalnya, kebutuhan untuk membatasi aktivitas dan tirah
baring)
d. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
8 Gangguan pola tidur Gangguan pola tidur membaik Dukungan tidur
berhubungan dengan 1. Obserbasi
nyeri dan demam yang a. Identifikasi pola dan aktivitas tidur
dirasakan Klien b. Identifikasi faktor pengganggu tidur
ditandai dengan Klien c. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
sering terbangun di d. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
malam hari akibat nyeri 2. Terapeutik
yang dirasakannya a. Modifikasi lingkungan
b. Batasi waktu tidur siang
c. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
d. Tetapkan jadwal tidur rutin
e. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
f. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur-terjaga
3. Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
c. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur
d. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
e. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap

27
gangguan pola tidur
f. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologis
lainnya

28
DAFTAR PUSTAKA

Indra, Ibaadi. 2011. Infeksi Saluran Kemih-Pielonefritis.


http://ibaadi.com/2011/09/infeksi-saluran-kemih-pielonefritis.html
Kusnawar, Yanto. 2011. Hubungan Infeksi Saluran Kemih dengan Partus
Prematurus. Tesis.
Muttaqin, Arif, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification. Edisi 5. Edisi
Bahasa Indonesia. Editor Intansari Nurjannah. Elsevier : Mocomedia

Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification. Edisi 5. Edisi


Bahasa Indonesia. Editor Intansari Nurjannah. Elsevier : Mocomedia

NANDA. 2018. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. 2018-2020.


Jakarta: EGC.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnosis. Edisi I. Cetakan III (Revisi). Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnosis. Edisi I. Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.
Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Brunner & Suddarth
Edisi 8 Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.

Tambayong, jan. 2010. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 9. Jakarta :


EGC

29
30

Anda mungkin juga menyukai