Airway Management
Airway Management
PENATALAKSANAAN JALAN
NAPAS
Tulang di daerah laring terdiri dari sembilan kartilago (terdapat tiga pasang
ditambah tiga lainnya),yang secara bersama-sama tulang rawan ini membentuk
“rumah” bagi plika vokalis, yang terbentang dari anterior sampai poterior
(kartilago thiroid sampai kartilago arytenoid). Kartilago thyroid yang berbentuk
seperti tameng, bertindak sebagai pelindung di bagian anterior bagi pita suara.
Otot-otot laring terdiri dari dua grup otot yaitu otot ekstrinsik yang bertugas
menggerakkan laring, dan otot intrinsik yang tugasnya berhubungan dengan otot-
otot pada kartilago laring. Laring dipersarafi secara bilateral oleh dua cabang
saraf dari nervus vagus: nervur laringeus superior dan nervus laringeus rekuren.
Oleh karena nervus laringeus rekuren mempersarafi otot intrinsik laring (kecuali
kartilago krikothiroid), adanya trauma pada saraf ini dapat menyebabkan
kerusakan pita suara. Sebagai akibat dari trauma saraf unilateral, fungsi jalan
napas masih baik, tetapi kemampuan laring mencegah terjadinya aspirasi menjadi
menurun.
Membran krikothiroid memberikan perlindungan di ruang krikotiroid.
Membran ini, berukuran 9mm x 3mm, terdiri dari jaringan kekuningan yang
elastis yang terletak tepat di bawah jaringan subkutan kulit dan di daerah wajah.
Membran ini terletak di daerah anterior leher, yang berbatasan dengan kartilago
thyroid di superior dan kartilago krikoid di inferior. Membran ini dapat dirasakan
1-1,5 jari di bawah tonjolan laringeal (thyroid notch, atau Adam’s apple). Dua
pertiga atas dari membran ini dilalui oleh anastomosis dari arteri krikothiroid
superior kiri dan kanan yang berjalan secara horisontal. Di tengah membran
terdapat suatu tonjolah yang disebut conus elasticus, dan dua tonjolan besar
lainnya yang terletak di daerah lateral, yang lebih tipis dan melekat di mukosa
laring. Akibat adanya variasi anatomis terhadap jalannya pembuluh vena dan
arteri serta letaknya yang berdekatan dengan plika vokalis ( yaitu 0,9cm di atas
ligamen teratas), maka disarankan bahwa segala bentuk insisi dan pungsi terhadap
membran ini, dapat dilakukan pada sepertiga bawah dan diarahkan ke posterior.
Pada bagian dasar dari laring, terdapat karilago krikoid yang berbentuk
cincin, dan kartilago ini “menggantung” dari bagian bawah membran krikotiroid.
Kartilago krikoid berukuran 1cm di anterior dan 2cm di daerah posterior. Trakhea
dihubungkan dengan kartilago krikoid oleh ligamen krikotrakheal. Trakhea
memiliki panjang ~15cm pada orang dewasa dan terdiri dari 17-18 buah kartilago
yang berbentuk “C” dan di daerah posterior terdapat membran yang berbatasan
dengan esofagus.
Cincin trakhea yang pertama , sejajar dengan tulang servikal keenam (C6).
Tulang-tulang rawan trakhea saling dihubungkan dengan jaringan fiborelastik,
yang memudah peregangan dari trakhea baik panjang dan diameternya pada saat
proses inhalasi/ekspirasi dan pada saat fleksi/ekstensi leher. Trakhea berakhir di
karina, yaitu pada vertebra thorakalis kelima (Th5), dan bercabang menjadi dua
cabang bronki. Bronkus kanan memiliki diameter yang lebih besar bila
dibandingkan dengan yang kiri dan membentuk sudut yang lebih besar dengan
trakhea. Karena bronkus ini merupakan cabang langsung dari trakhea, maka
bahan-bahan yang teraspirasi, atau bahkan tube, cenderung lebih mudah masuk ke
bronkus kanan. Cincin tulang rawan akan melindungi bronki sampai tujuh
percabangan terakhir.
Sungkup Anestesi
Sungkup anestesi adalah salah satu alat yang paling sering digunakan
untuk mengalirkan gas anestesi dan oksigen, serta sebagai alat ventilasi pasien
dalam keadaan apnea.
Untuk menguasai penggunaan sungkup wajah yang benar adalah suatu
tantangan dan meskipun banyak terdapat kemajuan dalam hal penatalaksanaan
jalan napas, tetap saja sungkup wajah lebih terpilih karena memiliki fungsi utama
sebagai alat untuk mengalirkan gas anestesi dan sebagai alat resusistasi. Ketika
induksi dimulai, status kesadaran pasien yang mulanya sadar, dengan jalan napas
jalan kompeten dan terlindungi, menjadi tidak sadar dimana jalan napas menjadi
tidak terlindungi dan berpotensi timbul obstruksi. Pada saat induksi terjadi
depresi pusat pernapasan akibat pengaruh obat anestesi yang disertai dengan
relaksasi otot-otot saluran pernapasan atas sehingga kemungkinan dapat timbul
hiperkapnea dan hipoksia. Oleh karena itu, ventilasi dengan bantuan sungkup
wajah sangat berperan penting dalam penatalaksanaan jalan napas.
Posisi pasien yang benar merupakan kunci sukses penggunaan sungkup
wajah yang tepat. Posisi pasien dalam keadaan supine, dimana kepala dan leher
diposisikan dalam keadaan menghirup (sniffing position). Dengan posisi ini,
ventilasi berlangsung baik karena basis lidah terdorong ke arah anterior dan
terbentuk suatu jalur mulai dari rongga mulut, faring dan trakhea sehingga
memudahkan laringoskopi.
Sungkup diletakkan pada wajah pasien, meliputi mulut dan hidung,
dengan menggunakan tangan kiri. Tali pengikat yang elastis digunakan agar
sungkup tidak bergeser; dapat digunakan pada pasien yang sadar, maupun yang
tidak sadar karena pembiusan dengan pernapasan spontan dan tidak terdapat
obstruksi. Tali pengikat ini sangat membantu bagi seorang klinisi yang memiliki
jari-jari yang pendek. Tetapi, perlu diingat bahwa pemakaian tali pengikat yang
terlalu lama dan ketat dapat meyebabkan neuropraksia sensoris dan motoris.
Setelah dilakukan induksi, sungkup dipegang dengan erat, yaitu dengan
cara meletakkan ibu jari dan telunjuk pada sungkup, sedangkan tiga jari lainnya
memegang rahang bawah pasien. Mandibula diusahakan ditarik ke atas. Pada
saat memegang sungkup, connector atau sambungan sungkup terletak di antara
ibu jari dan telunjuk ahli anestesi lebih ke arah kanan, sehingga sungkup di bagian
kanan tertutup, sementara telapak tangan kiri menahan bagian kiri sungkup. Saat
menahan rahang bawah, jari tengah berada tepat di bawah mentum, dan jari
lainnya berada di bawah sudut temporomandibula, sepanjang temporomandibular
ridge. Manuver ini dikenal sebagai jaw thrust, yang berfungsi untuk mendorong
jaringan lunak ke arah anterior sehingga daerah faring bebas obstruksi dan
ventilasi terjadi dengan lancar. Pada pasien dengan kegemukan, memiliki
kelainan gigi, berjanggut, diperlukan dua tangan atau tali pengikat agar sungkup
benar-benar tertutup. Karena diperlukan dua tangan, maka dibutuhkan operator
kedua untuk melaksanakan proses ventilasi.
Tabel 23-2. Sindrom yang berperan sebagai penyulit dalam tatalaksana jalan napas
Keadaan Patologis Keadaan Klinis yang Mempengaruhi Jalan Napas
Kongenital
Sindroma Pierre Robin Micrognasia, makroglossia, glossoptosis, cleft soft palate
Sindroma Treacher Collins Defek telinga dan mata, hipoplasi malar dan mandibula,
(dysostosis mandibulofacial) mikrostomia, atresia choane
Sindroma Goldenhar’s (okulo- Defek telinga dan matal; hipoplasia malar dan mandibula;
aurikula-vertebral) oksipitalisasi tulang atlas
Sindroma Down Jembatan hidung tidak terbentuk dengan baik;
makroglosia;mikrosefalus;kelainan tulang servikal
Sindrom Klippel-Feil Penyatuan tulang servikal, terbatasnya gerakan leher
Sindrom Alpert Hipoplasia maksila; cleft soft palate; kelainan tulang rawan di
tracheobronchial
Sindrom Beckwith (infantile Makroglossia
gigantisme)
Cherubism Lesi menyerupi tumor di mandibula dan maksila di rongga
Cretinismus mulut
Hilangnya jaringan thiroid; makroglossia; goiter; penekanan
Sindrom Cri du Chat pada trakhea, deviasi laryng atau trakhea
Abnormalitas kromosom 5P; mikrosepal; mikrognathia;
Sindrom Meckel laryngomalacia, stridor
Von Recklinghausen disease Mikorsepalus, mikrognasia, celah pada epiglotis
Meningkatnya kejadian pheochromocytoma; tumor dapat
Sindrom Hurler muncul di laryng dan
Kaku sendi, obstruksi saluran napas atas akibat infiltrasi
Sindrom Hunter jaringan limfoid; abnormalitas kartilago trakeobronkial; ISPA
berulang
Sindrom Pompe Sama dengan sindrom Hurler, tetapi lebih berat; pneumonia
Spondilitis ankilosis
Ankilosis sendi temporomandibula, artritis krikoarytenoid,
deviasi laryng, terbatasnya gerakan leher
Tumor Jinak Ankilosis tulang servikal, jarang terjadi di daerah
Kistik higroma,lipoma, temporomandibula, terbatasnya gerakan leher.
adenoma, goiter
Tumor Ganas Stenosis atau distorsi jalan napas
Karsinoma lidah, laryng, thiroid
Desain LMA
LMA terdiri dari sebuah sungkup kecil, yang dibuat agar dapat masuk ke
hipofaring, dengan lubang di bagian permukaan anterior yang berhadapan dengan
jalan masuk dari laring. Bagian pinggir dari sungkup terdiri dari cuff silikon yang
dapat ditiup dan cuff ini akan mengisi ruang hipofaring, membentuk suatu segel
yang memungkinkan masuknya tekanan positif ventilasi hingga mencapai 20 cm
H2O. Segel yang adekuat ini tergantung dari penempatan yang tepat dan ukuran
yang sesuai. Segel ini tidak tergantung pada tekanan udara dalam cuff. Pada
bagian posterior dari sungkup ini terdapat barel ( airway tube) yang memanjang
mulai dari bagian sentral sungkup hingga mulut dan dapat disambungkan dengan
ambu bag atau sirkuit anestesi.
Berbagai macam ukuran tersedia, mulai dari LMA untuk pasien neonatal
hingga dewasa. Pemilihan ukuran LMA sangat penting, agar tatalaksana jalan
napas berlangsung dengan baik dan juga segala bentuk komplikasi pada saat
pemakaian dapat dicegah.
Para produsen LMA merekomendasi bahwa sebaiknya para klinisi
memilih ukuran yang paling besar yang dapat masuk ke dalam rongga mulut,
kemudian meniupkan cuff dengan tekanan minimum, sehingga tekanan ventilasi
dapat mencapai 20 cm H2O tanpa adanya kebocoran. Tekanan di dalam cuff tidak
boleh melebihi 60 cm H2O (dan harus selalu dimonitor secara periodik bila N2O
digunakan untuk anestesi). Bila segel yang adekuat tidak dapat dicapai hingga
tekanan 60 cm H2O, ada kemungkinan terjadi malposisi LMA atau ukurannya
tidak sesuai. Anestesia yang ringan juga dapat menyebabkan segel menjadi
kurang sempurna atau mengakibatkan timbulnya spasme laring parsial atau
komplit.
Insersi LMA
Insersi LMA, seperti digambarkan oleh penemunya Dr. Archie J.L. Brain,
telah mengalami banyak modifikasi oleh beberapa penulis. Dalam tulisan ini akan
dibahas berbagai variasialternatif tersebut. Pemikiran awal Dr. Brain tentang
tentang alat ini adalah sebuah prose alami dan rutin kita alami yaitu menggantikan
“benda asing” di hipofaring – makanan. Dr. Brain berniat meniru penempatan
makanan di hipofaring sehingga memungkinkan untuk menempatkan sebuah alat
yang kemudian berfungsi sebagai jalan nafas.
Untuk mengerti teknik insersi, kita harus mengetahui terlebih dahulu
proses deglutinasi : lubrikasi oleh saliva, pembentukan bolus makanan oleh lidah,
dimulainya refleks menelan akibat stimulasi makanan, peningkatan tekanan lidah
menghimpit bolus makanan terhadap palatum; mengarahkan bolus kearah dinding
faring posterior, masuk ke dalam hipofaring mengikuti bentuk palatum dan
dinding faring; ekstensi kepala dan fleksi leher membuka ruangan di belakang
laring sehingga memungkinkan perjalanan bolus kedalam hipofaring sampai
akhirnya mencapai spingter esophagus bagian atas kemudian memasuki
esophagus. Fungsi tersebut memungkinkan makanan mencapai esophagus dengan
sendirinya, menghindari struktur faring anterior dan respon refleks yang berarti
melindungi jalan nafas.
Metode insersi prototype melingkupi rotasi sampai 180º dan diawali
dengan penggunaan introducer untuk menghindari epiglottis terlipat ke bawah.
Teknik yang dewasa ini dianjurkan, diilustrasikan pada gambar 23-10 terbukti
kurang traumatik dan mempunyai tingkat kesuksesan 98%. Pada teknik ini,
sungkup dilubrikasi dengan lubrikan non silikon yang tidak mengandung anestesi
lokal (diumpamakan sebagai saliva), kemudian dikempiskan sampai membentuk
baji datar dan tipis (seperti makanan yang telah dikunyah). Tanganoperator yang
tidak dominan ditempatkan dibawah oksiput untuk mememfleksikan leher ke dada
dan mengektensikan kepala terhadap sendi atlanto-occipital (membuat ruang di
belakang laring: tindakan ini bertujuan untuk membuka mulut). Jari telunjuk
tangan yang dominan ditempatkan di celah antara sungkup dan barrel. Hard
Palatum diperlihatkan dan permukaan superior sungkup ditempatkan di daerah
tersebut. Dengan menggunakan jari telunjuk diberikan gaya keatas kearah kepala
pasien. Hal ini akan mnyebabkan sungkup menempel pada palatum dan mengikuti
bentuk palatum selama menyusuri faring dan hipofaring. Jari telunjuk tetap
memberi tekanan di celah tersebut sampai dirasakan adanya tahanan dari spingter
esofagus superior. Kesalahan yang biasa dilakukan adalah memberikan tekanan
kearah vektor posterior. Hal ini cederung menyebabkan ujung LMA melekat pada
dinding faring posterior sehingga terlipat yang berakibat kesalahan letak dan
trauma.
Pada saat insersi selesai, untuk mengeluarkan tangan yang digunakan
untuk insersi dilakukan dengan menstabilkan barrel LMA mengunakan tangan
yang tidak dominan. Sebelum dihubungkan dengan sirkuit anestesi, LMA
dikembangkan dengan sejumlah gas untuk mementuk tutup yang efektif.
Meskipun sulit menentukan jumlah gas yang diperlukan, operator harus
memeriksa balon pilot ketika dikembangkan pada tekanan maksimal yang
dianjurkan yaitu 60 cm H2O. Sejalan dengan itu, harus ada yang memperhatikan
kenaikan karitilago krikoid dan tiroid serta pengangkatan barrel keluar sekitar 1
cm saat sungkup mengangkat spingter atas esofagus. Sungkup difiksasikan pada
posisinya dengan membawa barrel ke dagu dan diplester tepat di garis tengah
sambil memberikan sedikit tekanan terhadap palatum. Jika posisi midline tidak
memungkinkan karena proses operasinya atau posisi pasien, penggunaan LMA
yang fleksibel perlu dipertimbangkan. Pengunaan bite block direkomendasikan
untuk menghindari barrel LMA tergigit atau oklusi.
Fleksibel LMA
Kehadiran fleksibel LMA telah meluaskan penggunaan LMA untuk
berbagai kasus dimana jalan nafas harus berbagi dengan tim operasi (misalnya
operasi THT). Fleksibel LMA berbeda dari pendahulunya dalam penampilan
dinding yang tipis, diameter yang kecil, tabung yang berkawat, sehingga dapat
diposisi diluar midline tanpa berakibat pada posisi hipofaring sungkup. Alat ini
didesain untuk digunakan pada sumbatan tonsilar saat dilakukan operasi mulut
dan faring. Fleksibel LMA juga terbukti bermanfaat saat tutup yang tebal
diletakkan di atas kepala dan jalan nafas, ketika ada gerakan posisi kepala selama
operasi atau ketika tabung LMA tidak dapat diamankan dimidline. Pengunaan
sungkup ini pada operasi di atas hipofaring terbukti memiliki beberapa kelebihan
dibanding intubasi trakea.
Jika ditempatkan dengan benar, sungkup LMA menghalangi jalan nafas
dari darah, sekresi dan debris diatasnya, jika dibandingkan dengan intubasi trakea
yang tidak melindungi trakea dari cairan yang masuk ke dalam faring.
LMA dan Bronkospasme
Sebagai jalan nafas supraglotik, LMA sangat cocok untuk pasien dengan
riwayat asma. Menggunakan LMA, operator dapat mengontrol jalan nafas, tanpa
harus memasukkan benda asing ke dalam trakea. Karena itu hal ini merupakan
alat yang ideal bagi penderita asma yang tidak beresiko refluks maupun aspirasi.
Karena anastesi inhalasi halogenasi merupakan bronkodilator yang potensial,
maka saat dihentikan pasien yang mempunyai risiko mengalami bronkospasme
biasanya menjadi wheezing. Pada pasien yang dipasang LMA, tidak ada benda
asing dalam bronkus yang sensitif, dan pasien dapat sadar sepenuhnya saat
pelepasan alat ini. Pada keadaan bronkospasme yang tidak terkontrol selama
operasi intubasi dapat dilakukan melalui LMA atau setelah LMA dilepas.
Pelepasan LMA
Waktu untuk melepaskan LMA saat akhir operasi juga penting. LMA harus
dilepas jika pasien teranastesi dalam atau setelah refleks protektive kembali dan
pasien dapat membuka mulut dengan perintah. Pengangkatan selama tahap
eksitasi dapat disertai dengan batuk dan atau laringospasme. Banyak klinisi
mengangkat LMA dalam keadaan mengembang karena hal itu sekaligus berfungsi
sebagai sendok untuk sekresi di atas sungkup, untuk dibawa keluar dari jalan
nafas. Hal ini sangat bermanfaat pada operasi THT.
LMA-Proseal
Meskipun LMA original dan fleksibel LMA telah sukses digunakan untuk
ventilasi tekanan positif, keduanya tidak sesuai untuk hal ini karena dua alasan :
pertama, jika kedudukan tidak stabil di hipofaring, dapat terjadi inflasi gaster,
kedua, tekanan penutup terbatas sekitar 20 cm H2O. Pada tahun 1994 sebuah
prototipe LMA yang termasuk gastric drain didesain. Diyakini desain semacam ini
akan menurunkan risiko pengembangan gaster dan risiko aspirasi isi refluks
gaster. Selanjutnya diketahui bahwa desain tersebut yang juga terdiri dari cuff
kedua, dapat menerima ventilasi tekanan positif sampai 40 cm H 2O.
Prototipesungkup jenis ini, dinamakan LMA-Proseal telah digunakan pada pasien
dan saat ini sedang menjalani penelitian multisenter (komunikasi personal dengan
Archie Brain).
Keuntungan lain dari desain ini adalah gastric drain dapat menjadi alat
bantu dalam menentukan posisi masker yang tepat, karena malposisi (misalnya
nasofaring, intratrakeal) sering disertai dengan kebocoran udara dari lumen. Hal
ini dapat terlihat dengan mengisi beberapa cm bagian proksimal lumen dengan
lubrikan yang larut dalam air dan memeriksa adanya gelembung atau pergerakan
meniskus.
Desain LMA-Proseal juga mendayagunakan fleksibel LMA, membuatnya
lebih aman dari displacement dengan pergerakan kepala. Kedua, gastric drain
selalu terbuat dari silikon yang lembut, menempel di lateral tuba jalan nafas.
Gastric tube yang kecil dapat dimasukkan ke dalam lambung lewat lumen ini.
Sebuah block bite silicon berada diantara kedua tuba. Karena tambahan
komponen setinggi level gigi geligi, maka LMA-Proseal kemungkinan akan lebih
sulit dimasukkan ke dalam jalan nafas. Untuk alasan ini, disertakan alat insersi
dari stainless steel. Setelah pemasangan, alat insersi dilepas. Diharapkan desain
baru ini akan menambah kemampuan dan kenyamanan operator dalam
menggunakan LMA dengan aman pada ventilasi tekanan positif untuk pasien
berisiko aspirasi isi lambung.
Intubasi Trakea
Laringoskopi rutin
Persiapan laringoskopi dan usaha terbaik
Meskipun laringoskopi dilakukan pada pasien sadar ataupun tidak, usaha yang
berulang sering menyebabkan edema dan perdarahan struktur jalan nafas atas
bagian anterior (lidah, valekula, epglotis, struktur laring), mempersulit visualisasi
dan meningkatnya obstruksi jalan nafas. Karena itu penting untuk memastikan
bahwa usaha pertama adalah usaha yang terbaik.
Pertama, ketika kita menghadapi pasien kritis, orang yang melakukan
larigoskopi haruslah yang paling ahli. Dalam kasus yang tidak gawat, peranan ini
dapat dilakukan oleh yang seang berlatih. Kedua, keberadaan alat untuk
melakukan laringoskopi dan intubasi harus dipastikan, begitu juga dengan alat
yang dibutuhkan untuk menjaga kemungkinan kegagalan intubasi. Jika tersedia
dalam berbagai ukuran, sediakan satu ukuran yang diperkirakan tepat, satu ukuran
diatasnya dan satu ukuran dibawahnya. (Tabel 23-6)
Alat lain yang melengkapi daftar peralatan namun belum tentu tersedia
disemua tempat termasuk monitoring end-tidal CO2 (contoh kapnografi atau
kolorimetri), pulse oxymetri, LMA, kateter ventilasi jel transtrakeal, dan sumber
oksigen tekanan tinggi.
Ketinggian pasien haruslah setinggi kartilago xiphoideus operator, dengan
tempat tidur yang dikunci sehingga tidak bergerak. Tidak ada yang menghalangi
akses operator ke kepala pasien.
Laringoskopi direk. Laringoskopi yang sukses termasuk distorsi anatomi
permukaan jalan nafas supralaringeal untuk menghasilkan visualisasi yang jelas
antara mata operator dan laring; hal ini membutuhkan lurusnya aksis mulut, faring
ddan laring. Sejumlah kriteria harus dipenuhi, antara lain:
Pembukaan mulut harus adekuat
Lidah harus kecil dan mudah dilipat
Mandibular space harus dapat menampung lidah saat dipindahkan oleh
laringoskop
Dengan kepala berada diposisi netral yaitu basis oksiput sejajar dengan
vertebra thorakal bagian bawah, wajah akan menghadap ke atas, tidak ada
overlaping dari ketiga axis sehingga visualisasi kurang baik. Untuk mengatasi hal
ini, optimal “sniff” atau posisi Magill harus dilakukan. Posisi ini , leher sedikit
fleksi terhadap thoraks (35%) dan kepala ekstensi terhadap leher pada sendi
atlantooccipital, menghasilkan alignment terbaik dari mulut, faring dan laring.
(gbr 23-15B). Posisi snif dapat disimulasikan dengan membayangkan posisi leher
dan kepala pada pelari jarak jauh. Posisi seperti ini membuka jalan nafas secara
maksimal, memindahkan epiglotis dari garis visual dan mengurangi resistensi
jalan nafas secara maksimal. Posisi Magill dapat dicapai dengan menempatkan
bantal kecil (10 cm) di bawah kepala, sementara bahu tetap datar (gb 23-15B).
Kegagalan mempertahankan posisi ini selama laringoskopi adalah penyebab
tersering visualisasi yang buruk.
Bantal pada posisi snif yang nyaman untuk pasien sadar, tetapi mudah
dibentuk kembali setelah induksi anestesi yang ideal untuk posisi sniff telah
dikembangkan oleh Dr. Kaiduan Pi (gb. 23-16).
Overekstensi kepala pada leher dan/atau pergerakan mandibula ke anterior
setelah masuknya muscle relaxan dapat menggerakan kartilago tiroid dan laring
ke anterior sehingga menghalangi pandangan ke arah laring.
Pasien dengan obesitas mungkin membutuhkan pengaturan posisi lebih
lanjut untuk menghindarkan massa di dada menghalangi laringoskop saat masuk
ke dalam mulut. Hal ini bisa dilakukan dengan menempatkan bantal di bawah
skapula, bahu dan tengkuk. Mengangkat leher dan kepala diatas thoraks, agar ada
pengaruh gravitasi.
Jika pada saat laringoskopi tidak didapatkan pandangan yang baik,
manuver BURP (backward-upward-rightward pressure) mungkin dapat
memperbaikinya. Pada manuver ini, operator kedua mendorong laring ke
belakang melawan vertebra servikal sesuperior mungkin sedikit ke kanan dengan
bantuan tekanan dari luar melalui kartilago krikoid. Manuver BURP telah terbukti
dapat memperbaiki lapang pandang, mengurangi tingkat kesulitan intubasi pada
1993 pasien dari 4,8% menjadi 1,8%. Jika operator bertangan kidal dan
menggunakan laringoskop untuk orang kidal, laring sebaiknya dipindahkan ke
kiri.
Jika alignment telah terpenuhi, mulut dibuka dengan satu atau dua teknik
(gb 23-18). Yang pertama membuat hiperekstensi pada sendi atlantooccipital
kepala dengan menggunakan tangan yang dominan di bawah oksiput. Manuver
ini akan membuka mulut dan dapat diperkuat dengan menekan dagu ke arah
kaudal oleh jari kelingking tangan yang tidak dominan (gb 23-18a). Teknik
kedua,lebih efektif tetapi membutuhkan kontak antara tangan dengan gigi
penderita. Ibu jari menekan gigi molar dimandibula kearah kaudal sedangkan jari
telunjuk menekan gigi molar pada maksila ke arah yang berlawanan. Tujuan
utama kedua teknik diatas adalah untuk rotasi dan translasi sendi
temporomandibular untuk mendapatkan gap antarincisivus yang paling jauh.
Pasien, baik sadar atau tidak sekarang siap untuk laringoskopi.
Penggunaan blade laringoskop. Penggunaan blade laringoskop yang tepat
sangat vital pada teknik penatalaksanaan jalan nafas. Ada dua jenis blade yang
sering dipakai dan masing-masing memiliki teknik tersendiri (gb 23-19). The
curved (macintosh) blade digunakan untuk menarik epiglotis keluar garis
penglihatan dengan menegangkan ligamen glossoepiglotik, dan straight blade
(Miller) menekan epiglotis ke basis lidah. Kedua blade mempunyai bagian disisi
kiri yang berguna untuk menyapu lidah ke bagian kiri mulut.
Pada umumnya pada bagian sisi tersebut juga terdapat sumber cahaya.
Ukuran blade haruslah cukup panjang untuk mencapai tujuannya. Karena
itu,ukuran blade harus dipilih secara tepat dan kalau perlu ditukar jika gagal.
Blade Macintosh, lebih baik digunakan jika hanya ada sedikit ruang untuk
melewatkan ETT, sedangkan blade Miller lebih baik digunakan pada pasien yang
mempunyai mandibular space, gigi taring dan epiglotis yang besar.
Dengan tangan kiri memegang laringoskop, blade dimasukkan kebagian
kanan mulut dengan hati-hati agar bibir tidak terjepit. Dengan menggunakan
bagian sisinya bibir dipinggirkan ke arah kiri. Ketika mencpai basis lidah, lengan
dan bahu mengangkat ke arah anterior dan kaudal.
Penting untuk diingat, operator harus berusaha untuk menghindair
memutar pergelangan tangan dan handel laringoskop kearah kepala, membawa
blade berlawanan arah gigi taring atas.
Pada anak-anak, karena ukuran oksiput yang relatif lebih besar maka
elevasi kepala seperti yang dilakukan pada orang dewasa tidak dibutuhkan. Pada
kondisi tertentu justru kitaperlu menaikkan dada. Leher yang relaif pendek
membuat tanda posisi anterior laring. Seringkali untuk dapat melihat inlet laring
dibutuhkan tekanan posterior krikoid. Straight blade lebih membantu untuk
memindahkan epiglotis yang kaku, berbentuk omega dan tinggi letaknya. Karena
kartilago krikoid merupakan daerah paling sempit sampai usia 6-8 tahun, operator
harus sensitif terhadap tahanan dan selanjutnya ETT yang telah mudah melewati
pita suara. Hiperekstensi pada sendi atlantoocccipital dapat menyebabkan
sumbatan jalan nafas karena elastisitas relatif trakea. Pada anak-anak terdapat
risiko yang lebih tinggi saat intubasi atau ekstubasi endotrakea dangan pergerakan
kepala karena ukuran trakea yang pendek.
Dengan laringoskopi, lapang pandang laring dapat komplit, parsial atau
tidak terlihat sama sekali. Sistem penilaian lapang pandang laring yang telah
diterima secara umum dikembangkan oleh Cormack dan Lehane, yang
menjelaskan 4 tingkatan lapang pandang laring. Tingkat I termasuk visualisasi
seluruh permukaan glotis. Tingkat II visualisasi bagian posterior glotis. Tingkat III
visualisasi ujung epiglotis. Tingkat IV hanya memperlihatkan soft palatum. (Gb.
23-22) Sistem ini telah terbukti berguna tidak hanya sebagai alat untuk mencatat
lapang pandang laring pada seorang pasien, tetapi juga sebagai perediksi jalan
nafas preoperatif.
Setelah laring dapat terlihat, trakeal tube dimasukkan dengan tangan
kanan, hati-hati agar tidak merusak lapang pandang terhadap pita suara. Trakeal
tube harus dimasukkan minimal 2 cm di bawah pita suara agar terletak di mid
trakea. Ini kira-kira ukuran 21-23 cm pada skala. Pilihan ukuran tracheal tube
untuk dewasa apat digeneralisir, untuk wanita ukuran 7-8 cm id
Sedian Dosis
Injeksi/larutan topikal 1 %, 2 %, 4 %
Larutan lengket 1 %, 2 %
Salep 1 %, 5 %
Aerosol 10 %
Tetrakain adalah anestesi lokal golongan amida dengan lama kerja yang
lebih panjang daripada kokain dan lidokain. Tersedia dalam bentuk larutan 0,5 %,
1% dan 2 %.
Diabsorpsi cepat dari saluran nafas dan pencernaan dan toksisitas setelah
pemberian secara nebulisasi pernah dilaporkan dengan dosis serendah 40 mg,
walaupun dosis aman pada dewasa adalah 100 mg.
Benzokain terkenal di antara beberapa klinisi karena onsetnya yang sangat
cepat (< 1 menit) dan durasinya yang singkat ( 10 menit). Tersedia dalam bentuk
larutan 10 %, 15 % dan 20 %. Pernah dikombinasikan dengan tetrakain
(Hurricaine, Beutlich Pharmaceuticals) untuk memperpanjang masa kerja.
Pemberian 0,5detik aerosol Hurircaine mengantarkan 30 mg benzocain, dosis
toksisnya 100 mg. Sedian lain yang umum adalah spray Cetacaine, merupakan
kombinasi antara benzocaine dan Tetracaine, butylaminobenzoate, benzalkonium
klorida, dan cetyyldimethylethyl ammonium bromide. Benzocaine mungkin
menghasilkan methemoglobinemia , yang bisa diatasi dengan pemberian
methylene blue.
Ada tiga area anatomis dimana klinisi memberikan anestesi lokal : kavum
nasi/nasofaring, faring/basis lidah, dan laring/trakea. Kavum nasi dipersarafi oleh
nervus palatina mayor dan minor (inervasi dari konkha dan septum nasi) dan
nervus ethmoidalis anterir (inervasi nares dan sepertiga anterior septum nasi).
Kedua nervus palatina keluar dari ganglion sphenopalatina, berada di posterior
dari konkha media. Dua teknik untuk blok saraf telah dijelaskan. Ganglion dapat
dicapai melalui nasal appproach noninvasive : dengan aplikator dari kapas (cotto-
tipped applicator) yang telah direndam pada obat anestesi lokal, aplikasikan
sepanjang batas atas dari konkha media sampai dinding nasofaring posterior.
Dibiarkan selama 5-10 menit. Pada oral approach, jarum dimasukkan melalui
foramen palatina mayor, yang dapat dipalpasi di sebelah posterior bagian lateral
palatum durum, 1 cm medial dari gigi molar satu dan dua rahang atas. Larutan
anetesi (1-2%) dinjeksikan dengan jarum spinal dengan arah superior/posteror
dengan kedalaman 2-3 cm. Hati-hati jangan sampai masuk ke dlam arteri
sphenopalatina. Nervus ethmoidalis anterior dapat diblok dengan cara aplikasi
cotton-tipped yang direndam dalam anestesi lokal sepanjang permukaan dorsal
dari hidung sampai tercapai bagian anterior lempeng kribriformis. Aplikator
didiamkan di tempatnya selama 5-10 menit.
Orofaring dipersarafi oleh cabang nervus vagus, fasialis dan
glossafaringeal. Nervus glossofaringeal (GPN) berjalan ke anterior sepanjang
permukaan lateral faring, tiga cabangnya memberikan persarafan sensoris untuk
1/3 posterior lidah, valekula, permukaan posterior epiglotis (cabang lingual),
dinding faring (cabang faring), dan tonsil (cabang tonsil). Banyak variasi teknik
yang dapat digunakan untuk menganestesi bagian dari airway ini. Teknik yang
paling sederhana menggunakan anestesi lokal larutan aerosol atau “swish and
swallow” volunter. Sepanjang klinisi merencanakan untuk menganestesi struktur
yang sesuai, telah memberikan cukup waktu untuk bekerja, dan tetap pemberian
kontinyu sampai dosis total dari anestesi lokal diperlukan, sebagian besar pasien
akan teranestesi secara adekuat dengan cara ini.
Beberapa pasien mungkin memerlukan blok GPN, khususnya ketika
teknik topikal tidak adekuat untuk menekan refleks muntah. Cabang dari saraf ini
sebagian besar mudah untuk dicapai ketika menyilang lipatan palatoglosus.
Lipatan ini terlihat sebagai tepian jaringan lunak dari aspek posterior palatum ke
basis lidah, bilateral (Gambar 23-27).
Gambar 23-27
Gambar 23-27. Arkus palatoglosus (panah) adalah lipatan jaringan lunak yang
merupakan kelanjutan dari tepi posterior dari palatum molle ke basis lidah.. Kapas
(swab) yang telah direndam dalam anestesi lokal ditempatkan dalam parit
sepanjang basis lidah dan dibiarkan selama 5-10 menit.
Gambar 23-28. Ketika akan dilakukan blok SLN, kornu superior hioid
kontralateral ditekan untuk membantu mengidentifikasi anatomisnya. Jarum
diinsersikan setinggi membran tirohioid sediki di bawah kornu kartilago tiroid
mayor.
Persarafan sensoris dari pita suara dan trakea berasal dari nervus laringeus
rekuren. Penyuntikan anestesi lokal transtrakeal mudah untuk dilakukan untuk
menghasilkan analgesia yang adekuat dan tekniknya dibicarakan secara detil di
bawah ini (Lihat intubasi retrograd) (gambar 23-29B). Disuntikan 4 ml Lidokain
2% atau 4%.
Teknik yang efektif dan noninvasif untuk analgesia topikal dengan
menggunakan bronkhoskopi fiberoptik. Kerugian teknik ini, cairan yang berada di
dalam saluran ini akan mengkaburkan lensa. Hal ini dapat diatasi dengan
menggunakan kateter epidural, diinsersikan melalui saluran, seperti diuraikan oleh
Ovassapian.141 Bukan hanya mencegah pengkaburan pandangan, tetapi juga
memungkinkan tujuan tempat spesifik dari gelombang anestesi.
Gambar 25-30.
Gambar 25-30. FOB mungkin akan berguna untuk diagnosis dan terapi struktur di
bawah pita suara termasuk segmen brokhus dan tolit (lihat gambar 23-3). (A)Web
laringeal. (B) tumor bronkhus.
Kontraindikasi FOB-aided intubation adalah relatif, dan berhubungan
dengan keterbatasan alat (Tabel 23-14).
Efek samping ESO dilaporkan oleh Dr. Michael Frass, critical care
physician di Vienna, Austria tahun 1986. Face mask ESO digantikan oleh ballon
orofaringeal, membersihkan jalan napas atas dan menahan peralatan pada
palatum. Dengan ESO, perforasi pada level hipofaringeal mengakibatkan
masuknya udara didekat laring, sementara di distal (esofagus) tetap tertutup.
Modifikasi ESO ini tidak menyelesaikan masalah obstruksi jalan napas yang
komplit jika peralatan secara tidak sengaja masuk ke trakhea. Untuk
menyelesaikan masalah ini modifikasi terakhir oleh Dr. Frass mencakup lumen
kedua, menetap dari proksimal hingga ujung distal, tanpa perforasi. Desain ini
dinamakan kombitube trakheal esofageal, berfungsi bila dimasukkan ke esofagus
(ventilasi tercapai melalui lumen esofagus, via perforasi hipofaringeal) atau
didalam trakhea (ventilasi tercapai melalui lumen trakhea, via apertura distal).
Pada kasus lain, ballon bagian proksimal melingkupi saluran oral dan nasal, dan
trakheal tube bagian distal memisahkan sistem respiratory dari sistem
gastrointestinal. Alat tersedia dalam 2 ukuran: 41Fr untuk dewasa (tinggi > 5,5
kaki) dan 37Fr untuk dewasa dengan tinggi 4-6 kaki. (gambar 23-36).
Penggunaan kombitube esofageal trakheal. kombitube esofageal trakheal
dimasukkan. Operator mengangkat rahang bawah dan lidah ke anterior dengan
satu tangan, kombitube esofageal trakheal dimasukkan dengan arah kebawah,
dengan gerakan ke kauda sampai indikator kedalaman proksimal (2 cincin hitam
tercetak pada double lumen tube) setinggi gigi. Ballon orofaringeal dipompa
dengan 100 ml udara melalui pilot ballon plastik biru (85 ml pada ukuran dewasa
yang kecil) sementara di distal dipompa dengan 5-15 ml (via pilot ballon putih).
Ambu bag atau sirkuit anestesia diletkkan di ujung proksimal lumen esofagus
(disusun dari blue polyvinyl chloride), dan ventilasi dikonfirmasi dengan
auskultasi atau cara lainnya. Karena 90% kombitube esofageal trakheal
menghasilkan posisi esofagus, ventilasi terjadi via perforasi lumen hipofaringeal.
Jika tidak ada suara napas dengan auskultasi atau terjadi inflasi gaster, kombitube
esofageal trakheal harus diposisikan di trakhea. Tanpa reposisi, ventilasi akan
berubah ke ujung distal lumen (clear polyvinyl chloride). Jika tidak ada manuver
yang meningkatkan ventilasi, alat berada di esofagus, tapi sudah berada lebih
dalam, dengan cuff orofaringeal mengobstruksi jalan napas. Pada kasus ini, cuff
harus di rendahkan, alat dibenamkan 2 cm dan ventilasi diulang.
Keuntungan kombitube esofageal trakheal antara lain mengontrol jalan
napas dengan cepat, proteksi trhadap regurgitasi, mudah digunakan oleh operator
yang tidak berpengalaman, tidak ada persyaratan untuk memvisualisasi laring,
memlihara leher pada posisi netral. Hal ini berguna untuk pasien dengan
perdarahan gastrointentinal atas yang massive atau muntah, cedera tulang cervical
atau deformitas (adanya cervical collar yang kaku dapat membuat insersi jadi
susah atau tidak bisa), sebagai peralatan penyelamat pada kegagalan induksi yang
cepat atau intubasi yang tidak dapat di antisipasi. Ini juga berguna pada orang
yang obesitas, pada bronkhospasme akut, selama resusitasi kardiopulmonal, dan
untuk ventilasi yang diperpanjang setelah pembebasan jalan napas. Beberapanya
telah didemonstasikan dan bernilai pada management jalan napas prerumah sakit.
Teknik untuk mengganti kombitube esofageal trakheal menjadi
endotrakheal tube telah dijelaskan.
Kontraindikasi kombitube esofageal trakheal antara lain obstruksi
esofagus atau abnormalitas lainnya, tertelannya agent caustic, benda asing pada
sal.napas atasatau massa, obstruksi jalan napas bawah, tinggi kurang dari 4 kaki,
reflek sumbatan. Karena kombitube esofageal trakheal terdiri dari latex, alat ini
seharusnya tidak digunakan pada orang yang alergi latex.
Komplikasi yang berhubungan dengan kombitube esofageal trakheal yaitu
laserasi ke sinus piriformis dan dinding esofagus yang menimbulkan emfisema
subkutaneus, pneumomediastinum, pneumoperitoneum, dan ruptur esofageal.
Kasus 4: Gagalnya rapid-sequence induksi dan LMA
Seorang pria berusia 39 tahun datang untuk uvulofaringopalatoplasti. Dia tidak
mempunyai riwayat operasi sebelumnya. Maksimal insisor gapnya 5 cm, jarak
thyromental 7 cm, gambaran orofaringealnya Samsoon-Young kelas 2. Tidak ada
keterbatasan pada fkelsi dan ekstensi leher dan kepala. Selama studi sleep apneu,
dia memiliki 15 apneu/jam.. Pasien memiliki riwayat refluk gastrointestinal yang
bermakna, dan rapid-sequence induksi direncanakan. Setelah pemberian pentotal,
succinilcholine, dan tekanan krikoid (manuver Sellick), laringoskopi direk dengan
3 laringoskopi blade Macintosh memperlihatkan epiglotis yang besar menutupi
gambaran lipatan vokal (Cormark-Lehane grade 3). Hiperplasia signifikan pada
dasar lidah, yang mencegah perpindahan komplit. Macintosh 4 dan Miller 3 blade
digunakan dan tidak meningkatkan gambaran. Saturasi oksigen, yang awal
induksi adalah 100%, sekarang tinggal 92%, dan face-mask ventilasi di inisiasi
dengan manuver Sellick. Obstruksi komplit terhadap ventilasi ditemukan,
walaupun chin dan/ jaw lift, ventilasi 2 orang, dan pengurangan derajat tekanan
krikoid. Saturasi oksigen turun menjadi 85% dan ukuran 5 LMA di masukkan
dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan segera, jalan napas yang
bersih tercapai, dan tekanan Sellick tetap. Dosis pentotal kedua diberikan, dan
pasien diintubasi dengan 7-id ETT via LMA. LMA kemudian dikeluarkan dengan
menggunakan Cook airway exchange catheter (Cook Critical Care, Bloomington,
IN) seperti stylet, dan kasus operasi berhasil.
LMA pada kegagalan jalan napas. Salah satu keuntungan LMA yang pasti
adalah penggunaannya pada kegagalan jalan napas. Telah banyak kasus yang
dilaporkan tentang kegagalan ventilasi dengan mask dan intubasi yang ditolong
dengan LMA. Permet et al memperkirakan bahwa 1:800,000 pasien tidak dapat
dilakukan LMA, 80 kali peningkatan pada margin of safety dibandingkan
1:10,000 pasien yang tidak dapat di ventilasi dengan mask atau intubasi dengan
cara tradisional. Kepustakaan menjelaskan penggunaan LMA pada management
kesulitan jalan napas pada pasien sadar dan tidak sadar, pada situasi yang
terantisipasi atau tidak, pada cedera tulang cervikal, dan pada sindrom dismorfik
pediatrik. Karakteristik LMA yang merupakan keunggulannya adalah dapat
ditoleransi dengan baik oleh pasien, merangsang peregangan alami jaringan
hipoparingeal oleh makanan, insersinya mengikuti jalur intrinsik, tidak
memerlukan adanya distorsi jaringan (seperti dengan laringoskopi), yang mungkin
tidak pada semua pasien dapat dilakukan. Akhirnya, ini adalah teknik yang tidak
dihambat oleh darah, sekresi, debris dan edema. Karena mudahnya insersi LMA
yang tidak tergantung pada anatomi yang dapat dilakukan pada pemeriksaan fisik
rutin, pemeriksaan jalan napas tertentu tidak dilakukan. Kerugian utama dari LMA
pada resusitasi adalah kurangnya proteksi mekanik terhadap regurgitasi dan
aspirasi. Rata-rata regurgitasi lebih rendah selama CPR (3,5%) daripada dengan
bag-valve mask ventilasi (12,4%). Bahkan regurgitasi, aspirasi pulmo adalah
kejadian yang jarang pada LMA. Sayangnya, penggunaan manuver Sellick dapat
mencegah lokasi yang tepat untuk LMA pada kasus minoritas. Ini memrlukan
pemindahan tekanan krikoid sampai LMA telah berada pada posisi yang tepat.
Tekanan krikoid efektif dengan LMA insitu. Bila telah tersedia, Fastrack-LMA
juga merupakan alat ideal pada skenario ini.
Peralatan Lainnya
Peningkatan jumlah management peralatan jalan napas telah tersedia
secara komersial. Walaupun cakupan ensklopedia alat yang dijelaskan pada bab
ini masih kurang, namun dapat dilihat ringkasannya dibawah ini.
Lighted Stylets
Alat ini bertumpu pada transilluminasi jalan napas. Sumber cahaya di
masukkan ke trakhea yang akan menghasilkan nyala dengan batas tegas pada
jaringan diatas laring dan trakhea. Cahaya yang sama diletakkan di esofagus tidak
akan menghasilkan nyala atau menghasilkan nyala difus.Sejumlah peralatan telah
tersedia, termasuk disposable, sebagian disposable, fully reusable. Walaupun
banyak kasus intubasi yang dilaporkan berhasil dengan alat ini, beberapa masalah
ditemui: secara umum, cahaya untuk operasi harus redup agar batas nyala terlihat
jelas, stylet tip harus sukses terletak di trakhea, tapi tidak di arah anterior, dapat
memberikan false-negative, kadang susah memindahkan stylet semi kaku dari
ETT setelah intubasi.
Airway Bougie
Merupakan seri dari stylet padat atau hampa, semimalleable yang dapat
dimanipulasi ke trakhea. ETT kemudian dimasukkan diatas bougie dan diteruskan
ke trakhea. Bougie ini murah dan dapat dengan mudah dipindahkan. Penemunya
Eschmann (Eschmann Health Care, Kent, England) tahun 1949. Panjangnya 60
cm, 15Fr-gauge, dan sudut 40 derajat 3,5 cm dari ujung distalnya (gambar 23-37).
Dibentuk dari basa polyester, dapat ditempa. Ini dapat sangat membantu ketika
laring tidak dapat dilihat dengan laringoskopi. Aalat ini (juga dikenal dengan gum
elastic bougie) dapat dimanipulasi dibawah epiglotis, segmen sudutnya langsung
keanterior laring. Sekali telah mamasuki laring dan trakhea, rasa tertahan timbul
ketika melewati struktur kartilago.
KESIMPULAN
Selain monitoring, management jalan napas rutin merupakan tugas utama
terpenting bagi anestesiologist bahkan selama pemberian anestesi regional,
pernapasan harus dimonitor dan disupport. Sayangnya, tugas rutin sering
diabaikan. Namun konsekuensi hilangnya pernapasan sangat luas sehingga klinisi
tidak dapat menopang dengan pendekatan.
Meskipun pendekatan penyulit jalan napas ASA telah menyumbangkan
kepada masyarakat medis sesuatu alat yang bernilai dalam pendekatan terhadap
pasien dengan penyulit jalan napas, algoritme ini harus dipandang hanya sebagai
titik awal. Penilaian, pengalaman, situasi klinis, dan sarana yang tersedia
keseluruhan mempengaruhi ketepatan dalam pemilihan jalur, atau pengembangan
dari algoritme tersebut. Klinisi tidak diharapkan ahli dalam segala peralatan dan
teknik yang tersedia saat ini. Meskipun demikian, rentang yang luas dari
pendekatan harus dikuasai, sehingga kegagalan yang sebelumnya dapat menjadi
kesuksesan. Demikian pula halnya, komunitas pengembang medis dan klinisi
pengamat menyediakan untuk konsep produk-produk manajemen jalan napas,
telah mensuplai berbagai macam alat-alat. Banyak yang mempersiapkan konsep
dan masing-masingnya telah memiliki pendukung dan penyulit. Tidak satupun alat
yang dianggap lebih superior dibanding alat lain. Klinisi dan sumber dayanya
(peralatan dan personil) serta penilaian yang menentukan keefektifan dari teknik
manapun.
perubahan indeks jantung perubahan tekanan atrium kanan atau vena sentral
aktivitas otot yang dipersarafi nervus simpatis menit setelah induksi propofol
menit menit