Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DASAR EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PENERAPANNYA

DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING


Disajikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi dan Supervisi BK
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd.

Disusun Oleh:

Arif Fajar Romadhon (18713251045)

Muhammad Rizky Nurprakoso (18713251050)

Kelas BK C

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019

1
A. Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka memberikan
pertimbangan atau nilai dalam mengambil keputusan berdasarkan kriteria tertentu
(Tohirin,2007: 347) dan (Widoyoko, 2017:4). Pendapat lain mengenai evaluasi diartikan
sebagai proses pemberian penilaian pada pencapaian suatu program berdasarkan hasil
pengumpulan berbagai data, mengolah data, dan hasil analisis data yang menjadi landasan
dalam membuat kebijakan baru yang lebih baik (Badrujaman,2011:17). Menurut Gibson &
Mitchell (2011:580), evaluasi adalah proses untuk menilai efektifitas program atau
aktifitas.
Definisi evaluasi program diartikan sebagai proses yang dapat membantu seseorang
untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan pada saat program berlangsung untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan di awal (Ridwan, 2008: 274). Lebih spesifik
mengenai evaluasi program pendidikan menurut Ralph Tyler (dalam Rusdiana,2017: 22)
menjelaskan bahwa evaluasi program merupakan proses untuk mengetahui tujuan
pendidikan. Melalui proses evaluasi ini, akan banyak membantu seseorang dalam
menemukan berbagai kesenjangan atau masalah atas hasil yang dicapai saat itu dengan hasil
yang diharapkan pada program pendidikan yang sedang berjalan. Sehingga, nantinya dapat
mempermudah dalam mencapai tujuan yang dibuat sebelumnya karena berhasil
menemukan segala kekurangan untuk diperbaiki. Pendapat senada mengenai evaluasi
program pendidikan merupakan kegiatan secara sengaja dan cermat untuk menentukan atau
melihat tingkat keterlaksanaan suatu program pendidikan baik yang sedang berjalan atau
yang sudah terlaksana terhadap tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Sukardi, 2015:3).
Kegiatan evaluasi digunakan untuk keperluan mengambil kebijakan dalam menentukan
atau membuat kebijakan selanjutnya yang lebih komprehensif.
Kaitannya dengan program layanan bimbingan dan konseling (BK), proses evaluasi
sangat diperlukan. Kegiatan evaluasi program bimbingan dan konseling terdapat dua pokok
yang menjadi fokus bersama. Pertama tentang ilmu mengenai evaluasi dan ilmu layanan
bimbingan dan konseling itu sendiri. Salahudin, Anas (2010: 217) menerangkan terkait
evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling ialah usaha untuk menilai
efektivitas pemberian layanan bimbingan dan konseling demi peningkatan kualitas program
layanan bimbingan dan konseling. Adapun caranya melalui pengumpulan data, menarik
2
kesimpulan dari data, menafsirkan, merencanakan langkah perbaikan, pengembangan dan
pengarahan. Menurut Tohirin (2007: 347) dan Sukardi & Kusmawati (2008: 96)
menegaskan bahwa evaluasi program BK bermaksud menelaah program layanan BK yang
sudah maupun yang sedang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan, pencapaian tujuan,
memperbaiki dan mengembangkan program bimbingan dan konseling khususnya dan
program pendidikan di sekolah pada umumnya. Hal ini bertujuan untuk menggambarkan
sejauh mana program bimbingan dan konseling direncanakan dengan baik oleh konselor
atau guru BK. Evaluasi program juga bisa digunakan sebagai prosedur penelitian diri untuk
mengetahui bagaimana program yang disusun memenuhi pedoman penyusunan program
bimbingan dan konseling atau tidak, sudah baik atau belum.
Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi program layanan bimbingan dan konseling
adalah kegiatan atau proses mengumpulkan data atau informasi tentang efektifitas program
layanan BK yang sudah maupun yang sedang dilakukan didasarkan pada pedoman
penyusunan program, tingkat keberhasilan dan pencapaian tujuan, yang selanjutnya
digunakan sebagai upaya memperbaiki dan mengembangkan program layanan BK dan
program pendidikan sekolah.
B. Tujuan Evaluasi Program Layanan Bimbingan dan Konseling
Pelaksanakan evaluasi pendidikan dalam bimbingan dan konseling yaitu guna
mencapai tujuan-tujuan yang hendak dicapai terkait evaluasi dari program pendidikan yang
dilaksanakan. Dalam hal ini, tujuan dari evaluasi pendidikan dalam bimbingan dan
konseling dibedakan menjadi dua macam yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan-
tujuan tersebut dapat dibagi sebagai berikut:

1. Tujuan Umum
Secara umum, tujuan evaluasi pendidikan menurut Sudijono (2011: 16) dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti
mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh peserta didik,
setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam waktu tertentu. Tujuan umum
dari evaluasi dalam pendidikan adalah untuk memperoleh data pembuktian yang
didapat setelah peserta didik menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu
yang telah ditentukan, dimana data pembuktian tersebut akan dijadikan sebagai
3
petunjuk untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemampuan dan keberhasilan
peserta didik dalam pencapaian tugas-tugas kurikuler.
b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah
dipergunakan dalam proses pembelajran selama jangka waktu tertentu. Selain untuk
mengukur sejauh mana tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik, tujuan
adanya evaluasi pendidikan adalah untuk mengukur dan menilai sampai di manakah
efektivitas mengajar dan metode-metode mengajar yang telah diterapkan atau
dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh
peserta didik.
2. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari adanya kegiatan evaluasi dalam bidang
pendidikan sebagai berikut:
a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
Adanya evaluasi menimbulkan suatu kegairahan atau rangsangan pada diri peserta
didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing agar lebih
baik dari periode hasil pembelajaran sebelumnya.
b. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan
ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga
dapat dicari dan ditemukan alternatif jalan keluar atau pemecahan-pemecahan
masalah dalam memperbaiki kekurangan tersebut. (Sudijono, 2011:17).
Dalam lingkup lebih spesifik terutama dalam layanan bimbingan dan konseling,
Sukardi & Sukmawati (2008: 96) mengungkapkan bahwa tujuan dari penilaian layanan
bimbingan dan konseling di sekolah bersangkutan adalah bertujuan untuk:
1. Membantu mengembangtumbuhkan kurikulum sekolah ke arah kesesuaian dan
kebutuhan peserta didik.
2. Membantu guru-guru dalam memperbaiki cara mengajar di kelas.
3. Memungkinkan program bimbingan dan konseling berfungsi lebih efektif.
Adanya kegiatan evaluasi dalam lingkup layanan BK sangat penting. Selain sebagai
tugas formalitas yang wajib dipenuhi ternyata evaluasi memiliki tujuan yang harus dicapai
guna memberikan pelayanan yang efektif dalam pemenuhan kebutuhan konseli. Oleh
karena itu, memiliki tujuan yang sangat membantu pelaksaan layanan bimbingan dan
4
konseling ke depan. Selain itu, menurut Depdiknas (2008:230) dan Badrujaman, Aip
(2011: 19), tujuan diadakannya evaluasi program layanan bimbingan dan konseling yaitu:
1. Mengungkap berbagai kelebihan dan kekurangan program layanan BK (umpan balik).
2. Memperbaiki program layanan BK yang kurang relevan. Program yang kurang atau
bahkan tidak relevan dengan tujuan awal harus segera diperbaiki atau bahkan diganti.
3. Meningkatkan akuntabilitas berkenaan program layanan BK di sekolah. Program
yang akuntabel adalah program yang mampu menjelaskan sejauh mana keterlakasaan
dan ketercapaian program tersebut. Adanya evaluasi yang paling penting adalah
mampu menjelaskan pada pimpinan, guru, orang tua, dan siswa itu sendiri berkaitan
dengan latar belakang mengapa perlu diadakan program tersebut.
C. Fungsi Evaluasi Program Layanan Bimbingan dan Konseling
Selain memiliki tujuan dalam kegiatan evaluasi program bimbingan dan konseling
juga memiliki fungsi evaluasi. Menurut Gibson & Mitchell (2011:581-582), memaparkan
bahwa fungsi evaluasi program yaitu :
1. Memverifikasi atau menolak praktik-praktik dengan menyediakan bukti mengenai
apakah itu berfungsi, berguna atau derajat efektivitasnya
2. Mengukur penyempurnaan agar mengetahui tingkat kemajuannya
3. Mengembangkan probabilitas pertumbuhan
4. Membangun kredibilitas
5. Menyediakan pemahaman yang semakin baik
6. Meningkatkan dan menyempurnakan partisipasi di dalam pengambilan keputusan
7. Menempatkan tanggung jawab yang benar ke pihak yang tepat
8. Menyediakan rasionalitas yang benar bagi upaya yang dibuat
Pendapat lain terkait kegiatan evaluasi program bimbingan dan konseling memiliki
dua fungsi menurut Depdiknas (2008: 230) dan Permana (2015: 146), meliputi:
1. Memberikan umpan balik (feed back) pada guru BK atau konselor untuk memperbaiki
atau mengembangkan program bimbingan dan konseling. Pemberian umpan balik
juga akan menimgkatkan kualitas Guru BK atau konselor dalam memberikan layanan
yang efektif.
2. Memberikan informasi pada pihak pimpinan sekolah, guru mata pelajaran (mapel),
orang tua siswa mengenai perkembangan sikap dan perilaku bahkan tingkat
5
ketercapaian tugas perkembangan siswa. Adanya pemberian informasi ini akan
mampu menciptakan kerjasama dalam meningkatkan kualitas program BK di sekolah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa fungsi kegiatan evaluasi program BK memiliki fungsi
sebagai umpan balik dan memberikan informasi pada semua pihak yang membutuhkan.
D. Prinsip Evaluasi Program Layanan Bimbingan dan Konseling
Evaluasi yang dilaksanakan terkadang masih saja belum maksimal terkadang malah
menambah masalah karena evaluator belum memahami berbagai prinsip evaluasi. Maka
dari itu, evaluator harus memiliki prinsip-prinsip dasar evaluasi agar evaluasi dapat berjalan
sesuai harapan. Evaluasi program pendididikan memiliki beberapa prinsip. Untuk mencapai
tujuan dalam pelaksanaan program layanan BK diperlukan pengelolaan yang seefisien
mungkin dengan berdasarkan prinsip-prinsip program BK. Salahudin, Anas (2010: 219)
menerangkan berbagai prinsip yang harus ada dalam pelaksanaan evaluasi program BK
meliputi:
1. Perlu adanya kejelasan mengenai tujuan yang ingin dicapai dalam proses evaluasi.
2. Memerlukan kriteria pengukuran yang jelas.
3. Melibatkan berbagai ahli atau pihak professional dalam bidang bimbingan dan
konseling.
4. Menuntut adanya feed back (umpan balik) serta tindak lanjut yang nantinya akan
memunculkan kebijakan atau keputusan baru yang komprehensif.
5. Evaluasi program BK merupakan proses yang sistematis dan berkesinambungan. Hal
ini menunjukkan bahwa evaluasi dalam program BK merupakan proses terus menerus
yang bertujuan untuk menyempurnakan program sebelumnya agar semakin efektif
melayani konseli.
Adapun pendapat lain mengenai prinsip-prinsip evaluasi program layanan bimbingan
dan konseling meliputi (Mashudi, 2013: 39) :
1. Objektif. Artinya, pelaksanaan monev (monitoring dan evaluasi) harus dilakukan atas
dasar indikator-indikator yang sudah disepakati bukan berdasarkan asumsi pribadi.
2. Transparan. Artinya pelaksanaan evaluasi harus dilakukan secara terbuka dan
diinformasikan kepada seluruh pihak yang terkait terutama dengan pelaksanaan
evaluasi program BK.

6
3. Partisipatif. Artinya pelaksanaan evalusi harus melibatkan secara aktif dan interaktif
para pelakunya.
4. Akuntabilitas. Artinya pelaksanaan evaluasi dapat dipertanggung jawabkan secara
internal maupun eksternal.
5. Tepat waktu. Artinya pelaksanaan evaluasi harus sesuai jadwal yang ditetapkan.
6. Berkesinambungan. Artinya hasil evaluasi harus dapat digunakan sebagai umpan
balik penyempurnaan pada kebijakan.
Menurut Mada Sutapa (dalam Rusdiana, 2017:27) adapun prinsip yang dimiliki dalam
evaluasi program pendidikan yang meliputi:
1. Komprehensif
Cakupan pelaksanaan evaluasi harus menyeluruh di segala bidang sasaran. Bidang
sasaran baik berupa aspek personal, materiil, maupun aspek operasional.
2. Komparatif
Kegiatan evaluasi program pendidikan dan layanan harus dilaksanakan dengan saling
bekerjasama antara semua pihak yang terlibat dalam program pendidikan dan
layanan. Sehingga, dapat mencapai keobyektifan dalam evaluasi.
3. Kontinu
Proses evaluasi seharusnya dilaksanakan secara berkesinambungan selama
pelaksanaan program. Evaluasi dilaksanakan sejak perumusan program sampai tahap
laporan. Hal ini bertujuan memonitoring keberhasilan setiap tahapan program.
4. Objektif
Dalam evaluasi program harus dinilai dengan keadaan yang sebenarnya. Data dan
fakta diperlukan agar evaluasi lebih obyektif kemudian ditarik suatu kesimpulan.
Semakin lengkap data dan fakta yang dikumpulkan akan semakin obyektif.
5. Valid
Kriteria penilaian atau evaluasi program harus memiliki kekonsistenan. Hal ini
dilakukan agar dalam proses evaluasi memiliki standar yang jelas. Kriteria evaluasi
harus konsisten dengan tujuan yang ditetapkan.
6. Fungsional

7
Hasil evaluasi program bersifat fungsional yang berarti dapat digunakan untuk
memperbaiki program maupun situasi saat ini. Hasil evaluasi juga bisa dimanfaatkan
untuk penelitian atau keperluan lainnya.
7. Diagnostik
Evaluasi program hendaknya mampu mendiagnosis atau mengidentifikasi
kekurangan yang dievaluasi sehingga mampu untuk segera diperbaiki. Hasil evaluasi
program perlu didokumentasikan untuk mendukung mempermudah menemukan
kekurangan dalam program untuk dicarikan pemecahannya.
Pendapat lain mengenai prinsip dasar evaluasi dalam program layanan bimbingan dan
konseling terdiri dari tujuh prinsip utama yang dipaparkan oleh Badrujaman (2011: 20)
sebagai berikut.
1. Memerlukan kejelasan terhadap tujuan-tujuan awal program layanan BK.
2. Memerlukan tolok ukur pengukuran yang valid.
3. Pengukuran harus valid terhadap kriteria yang sudah ditetapkan.
4. Harus melibatkan semua pihak yang memiliki kepentingan atau ahli.
5. Membutuhkan umpan balik.
6. Harus direncanakan dan berkesinambungan selama proses berlangsung.
7. Menekankan nilai-nilai positif.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan prinsip evaluasi
program bimbingan dan konseling terdiri dari: komprehensif; obyektif (sesuai tujuan);
transparan (diinformasikan ke semua pihak); partisipatif/ komparatif (ada kerjasama dan
melibatkan semua ahli BK); valid (memiliki tolok ukur yang jelas dan konsisten); adanya
umpan balik (feed back); kontinu (berkesinambungan dan sesuai waktu); mampu
mendiagnosis kelemahan program; dan fungsional (memiliki nilai positif dalam
memperbaiki program selanjutnya).
E. Kriteria Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling
Sebuah program layanan BK dapat dikatakan berhasil manakala mampu memenuhi
tolok ukur atau kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria adalah landasan utama
yang digunakan untuk melakukan kegiatan evaluasi program. Tanpa kriteria suatu program
pendidikan terlebih program layanan BK akan mustahil untuk dilakukan evaluasi karena
tidak memiliki acuan akan keberhasilan. Tolok ukur yang dipakai Guru BK atau konselor
8
untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan program layanan BK harus mengacu pada
terpenuhinya kebutuhan siswa dan pihak lain yang membantu siswa dalam mengubah
tingkah laku ke arah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Depdiknas (2008:
230) menegaskan bahwa kriteria yang dipakai untuk menilai tingkat keberhasilan
pelaksanaan program layanan BK di sekolah harus melihat beberapa indikator yang
meliputi:
1. Tingkat ketercapaian kompetensi akademik maupun non-akademik siswa
2. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan siswa baik dalam lingkup pendidikan,
pribadi-sosial, dan karir.
3. Terpenuhinya kebutuhan pihak yang terlibat yang berperan membantu siswa
memperoleh perubahan pribadi dan tingkah laku ke arah yang positif.
Sukardi dan Kusmawati (2008:97) memaparkan berbagai kebutuhan-kebutuhan
dalam menentukan kriteria penilaian atau evaluasi program BK di sekolah meliputi :
1. Kebutuhan siswa untuk mampu memahami dan menerima diri, mengembangkan
potensi diri, dan mampu membuat keputusan untuk rencana perkembangan
selanjutnya.
2. Kebutuhan seluruh staf sekolah baik dari pimpinan, guru, pegawai memahami dan
mengerti akan lingkungan pendidikan yang cocok dan mendukung untuk
perkembangan siswa.
3. Kebutuhan guru dan orang tua akan informasi tentang perkembangan siswa
4. Kebutuhan berbagai macam bantuan yang bersumber dari luar sekolah berupa
informasi karir, maupun bantuan pihak lain yang relevan untuk anak tertentu yang
membutuhkan.
Selain itu, berbagai kriteria atau tolok ukur keberhasilan program layanan bimbingan
dan konselng di lingkup sekolah juga bisa dilihat melalui hal-hal berikut ini.
1. Taraf keberhasilan konseli dalam belajar dalam tingkat satuan pendidikan yang
lebih tinggi.
2. Perasaan puas dalam memangku jabatan di masyarakat.
3. Aspirasi yang realistis dalam menyusun rencana masa depan dapat berupa
keputusan akademik dan karir.

9
4. Frekuensi pengungkapan masalah yang mengganggu ketenangan hidup konseli
berkurang.
5. Hasil belajar di lingkup sekolah atau madrasah lebih baik (meningkat).
6. Keterlibatan konseli dalam belajar atau akademik meningkat.
7. Jumlah siswa atau konseli yang menimbulkan kasus berkurang.
8. Lebih banyak konseli yang memiliki kesadaran dalam memanfaatkan layanan-
layanan bimbingan yang disediakan sekolah, baik berupa layanan konseling
individu atau layanan lainnya. (Tohirin, 2007:352).
Dari beberapa pendapat di atas, penulis sependapat dengan Tohirin dalam menentukan
kriteria atau tolok ukur pelaksanaan evaluasi program BK karena telah mencakup semua
pendapat sebelumnya.
F. Sasaran yang Dievaluasi dalam Program Layanan Bimbingan dan Konseling
Sudijono (2011: 25) mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengenal atau
mengetahui obyek dari evaluasi pendidikan adalah dengan memfokuskan obyek yang
dievaluasi ke dalam tiga segi, yaitu segi input, transformasi, dan output, dimana input
dijabarkan sebagai “bahan mentah yang akan diolah”, transformasi dijabarkan sebagai
“dapur tempat mengolah bahan mentah”, dan output dijabarkan sebagai “hasil pengolahan
yang dilakukan di dapur dan siap untuk dipakai”
Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input atau
bahan mentah yang siap untuk diolah adalah para calon peserta didik, seperti: calon murid,
calon siswa, calon mahasiswa, dan sebagainya. Dilihat dari segi input ini, maka obyek dari
evaluasi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu: 1) aspek kemampuan, 2) aspek kepribadian,
dan 3) aspek sikap.
1. Aspek Kemampuan
Untuk dapat diterima sebagai calon peserta didik dalam rangka mengikuti program
pendidikan tertentu, maka para calon peserta didik itu harus memiliki kemampuan yang
sesuai atau memadai, sehingga dalam mengikuti proses pembelajaran pada program
pendidikan tersebut, peserta didik tidak akan mengalami banyak hambatan atau
kesulitan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka bekal kemampuan yang dimiliki oleh
para calon peserta didik perlu untuk dievaluasi terlebih dahulu, guna mengetahui
sampai sejauh mana kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing calon peserta didik
10
dalam mengikuti program pendidikan yang ditempuh. Adapun alat atau instrumen yang
biasa digunakan dalam rangka mengevaluasi kemampuan peserta didik adalah tes
kemampuan (aptitude test).
2. Aspek Kepribadian
Sebelum mengikuti program pendidikan tertentu, para calon peserta didik perlu
terlebih dahulu dievaluasi kepribadiannya masing-masing, sebab baik buruknya
kepribadian mereka secara psikologis akan dapat mempengaruhi keberhasilan mereka
dalam mengikuti program pendidikan tertentu. Evaluasi yang dilakukan untuk
mengetahui atau mengungkap kepribadian seseorang adalah dengan jalan
menggunakan tes kepribadian (personality test). Contoh: tes kepribadian yang
dikenakan terhadap calon pilot pesawat terbang, calon pramugara dan pramugari udara,
calon tenaga pengajar, dan sebagainya.
3. Aspek Sikap
Sikap merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam
pergaulan, maka diperolehnya informasi mengenai sikap seseorang adalah penting
sekali. Oleh karena itu, aspek sikap perlu dinilai atau dievaluasi terlebih dahulu bagi
para calon peserta didik sebelum mengikuti program pendidikan tertentu. Untuk menilai
sikap digunakan instrumen berupa tes sikap (attitude test) atau sering dikenal dengan
skala sikap (attitude scale), sebab tes tersebut berbentuk skala.
Selanjutnya, apabila disoroti dari segi transformasi, maka obyek dari ecaluasi
pendidikan itu meliputi: 1) kurikulum atau materi pelajaran, 2) metode mengajar dan teknik
penilaian, sarana atau media pendidikan, 4) sistem administrasi, 5) guru dan unsur-unsur
personal lainnya yang terlibat dalam proses pendidikan. Transformasi diibaratkan sebagai
mesin pengolah yang bertugas mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi, dimana akan
memegang peranan yang sangat penting, sehingga transformasi dapat menjadi faktor
penentu yang dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dalam upaya pencapaian
tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Penggunaan metode-metode mengajar yang kurang tepat teknik penilaian hasil belajar
yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip dasar evaluasi itu sendiri, sarana pendidikan
yang tidak atau kurang memadai, sistem administrasi yang bersifat acak-acakan, pimpinan
lembaga pendidikan, tenaga pengajar dan karyawan yang tidak profesional, beberapa hal
11
tersebut sangat mempengaruhi proses “pengolahan bahan mentah” menjadi “bahan jadi
yang siap untuk dipakai”.
Adapun dari segi output, yang menjadi sasaran evaluasi pendidikan adalah tingkat
pencapaian atau prestasi belajar yang berhasil diraih oleh masing-masing peserta didik,
setelah mereka terlibat dalam proses pendidikan selama jangka waktu yang telah
ditentukan. Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang
diraih oleh para peserta didik tersebut, digunakan alat atau instrumen berupa Tes Prestasi
Belajar atau Tes Hasil Belajar, yang biasa dikenal dengan istilah tes pencapaian
(achievement test).
Sedangkan kaitannya dalam evaluasi program layanan bimbingan dan konseling
sasaran atau obyek evaluasi memiliki kekhususan dalam hal evaluasi atau penilaian proses
dan hasil. Depdiknas (2008: 231) menyebutkan bahwa terdapat dua macam aspek dalam
kegiatan penilaian program kegiatan bimbingan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil.
Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana keefektifan layanan
bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk
memperoleh informasi keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari hasilnya. Aspek yang
dinilai baik proses maupun hasil antara lain:
1. Kesesuaian antara program dengan pelaksanaan
2. Keterlaksanaan program
3. Hambatan-hambatan yang dijumpai
4. Dampak pelayanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar
5. Respon peserta didik, personel sekolah/madrasah, orang tua, dan masyarakat terhadap
pelayanan bimbingan
6. Perubahan kemajuan peserta didik dilihat dari pencapaian tujuan pelayanan
bimbingan, pencapaian tugas-tugas perkembangan dan hasil belajar, dan keberhasilan
peserta didik setelah menamatkan sekolah/madrasah baik pada studi lanjutan ataupun
pada kehidupannya di masyarakat.

G. Model Evaluasi Program Layanan Bimbingan dan Konseling


Model secara umum dapat diartikan sebagai pola (contoh, ragam, dan sebagainya)
dari suatu hal yang akan dibuat atau dihasilkan. Model berfungsi sebagai penyederhanaan
yang digunakan para evaluator untuk memperoleh pemahaman. Sukardi (2015: 34)
12
berpendapat bahwa model evaluasi muncul karena adanya usaha eksplanasi secara kontinu
yang diturunkan dari perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha
menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak. Model yang
dimaksud termasuk pada bidang ilmu pendidikan, perilaku, dan seni. Lebih lanjut, Sukardi
(2015: 35) meringkas beberapa model evaluasi ke dalam enam macam dilihat dari
penekanan dalam penilaiannya, yaitu:
1. Goal Oriented Model atau Model Tyler
Penerapan evaluasi ditekankan tercapainya tujuan pada perkembangan dan efektivitas
inovasi pendidikan.
2. Evaluasi Berorientasi pada Keputusan
Penerapan evaluasi ditekankan pada memfasilitasi pertimbangan cerdas terhadap
pembuatan keputusan yang ditentukan.
3. Penilaian Transaksional
Penerapan ditekankan pada penjabaran dan penerangan proses dan nilai perspektif
subjek kunci
4. Goal Free Evaluation
Penerapan evaluasi didasari pada pengaruh program pada kriteria dari konsep kisi-kisi
kerja itu sendiri
5. Advisory Evaluation
Penerapan evaluasi ditekankan pada kasus komparatif yang dihadirkan untuk
mendapatkan informasi unggulan program diambil
6. Evaluasi Sumatif dan Formatif
Evaluasi formatif merupakan evaluasi dengan tujuan peningkatan mutu layanan,
sedangkan evaluasi sumatif memiliki tujuan yang berkaitan dengan tingkatan
kompetensi yang dicapai para lulusan.
Menurut Badrujaman (2011: 39), khusus dalam bidang Bimbingan dan Konseling,
model-model evaluasi yang sering digunakan untuk mengevaluasi program Bimbingan dan
Konseling adalah model goal attaintment yang dikembangkan oleh Tyler, model evaluasi
Formative dan Summative yang dikembangkan oleh Scriven, model evaluasi responsif yang
dikembangkan oleh Stake, serta model CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam dan

13
kawan-kawan. Berikut karakteristik dari setiap model evaluasi, meliputi pengertian evaluasi,
fokus evaluasi, metode evaluasi, serta kelebihan dan kelemahan model evaluasi.
1. Model Evaluasi Goal Attainment
Tyler (dalam Badrujaman, 2011: 40) mengungkapkan bahwa penekanan evaluasi
pada aspek hasil ini didasarkan pada pemahaman bahwa tujuan
pendidikan/pembelajaran adalah adanya perubahan tingkah laku yang diinginkan pada
peserta didik. Oleh sebab itu, penerapan evaluasi diarahkan untuk memeriksa sejauh
mana perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan telah terjadi pada peserta
didik. Informasi yang diperoleh mengenai sejauh mana tujuan-tujuan dicapai, dapat
diambil keputusan tentang tindakan yang perlu diambil sehubungan dengan perbaikan
sistem pendidikan dan peserta didik yang bersangkutan.
Kegiatan evaluasi harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara berkelanjutan. Perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar tidak hanya terbatas pada segi pengetahuan (kognitif)
saja, tetapi mencakup dimensi keterampilan dan nilai atau sikap. Bervariasinya tujuan
pendidikan tersebut memberikan implikasi pada penggunaan alat ukur/instrumen
evaluasi. Evaluasi tidak cukup hanya menggunakan tes tertulis, melainkan juga tes
perbuatan, lembar pengamatan, serta inventori.
2. Model Evaluasi Formative dan Summative
Model evaluasi formative dan summative dikemukaan oleh Scriven yang
memberikan definisi berbeda mengenai evaluasi. Scriven mendefinisikan evaluasi
sebagai proses mengumpulkan dan mengkombinasikan data perfomance dengan
seperangkat tujuan yang telah ditetapkan (Badrujaman, 2011: 43). Selaras dengan
pendapat tersebut, Badrujaman (2011: 44) mendefinisikan evaluasi formatif dalam
konteks Bimbingan dan Konseling sebagai suatu proses pengumpulan data untuk
menentukan keberhasilan atau menilai tentang kelebihan dan kelemahan suatu program
ketika program tersebut masih dalam tahap pengembangan (proses kegiatan sedang
berjalan).
Badrujaman (2011: 48) menambahkan bahwa evaluasi sumatif merupakan model
pelaksanaan evaluasi yang dilakukan setelah berakhirnya kegiatan belajar mengajar.
Pola evaluasi tersebut dilakukan apabila pendidik bermaksud untuk memahami dan
14
mengetahui tahap perkembangan terakhir dari tingkat pengetahuan atau penguasaan
materi yang telah dicapai oleh peserta didik. Hasil penilaian tersebut merupakan
indikator mengenai taraf keberhasilan proses belajar mengajar dengan berdasarkan pada
asumsi bahwa hasil belajar merupakan totalitas sejak awal hingga akhir. Oleh sebab itu,
dengan hasil evaluasi yang didapat maka dapat ditentukan pula apakah dapat
dilanjutkan pada program baru atau harus diadakan pelajaran pengulangan. Dalam
Bimbingan dan Konseling, layanan atau program yang telah diberikan dievaluasi oleh
konselor untuk dianalisis apakah program atau layanan yang diberikan kepada konseli
berjalan dengan baik atau perlu diperbaiki sesuai dengan kebutuhan konseli.
3. Model Evaluasi Responsif
Evaluasi responsif dipandang sebagai program evaluasi yang bertujuan untuk
mencari pengertian isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, yang
berminat, dan yang berkepentingan dalam program. Keistimewaan dari evaluasi
responsif adalah kemampuan reaksi terhadap isu kunci atau masalah yang dikenal
masyarakat di lapangan, dengan fokus utamanya adalah menunjukkan perhatian dan isu
peserta/stakeholders. Tujuan, kerangka, dan fokus (dari dan tentang) evaluasi responsif
muncul dari interaksi dengan unsur, dan pengamatan terhadap interaksi, hal tersebut
bermakna bahwa evaluasi responsif berkembang sepanjang evaluasi dilakukan,
sepanjang data-data dikumpulkan.
4. Model Evaluasi CIPP
Stufflebeam (dalam Badrujaman, 2011: 54) berpendapat bahwa evaluasi
seharusnya memiliki tujuan untuk memperbaiki (to improve) bukan untuk
membuktikan (to prove). Model evaluasi CIPP berangkat dari asumsi Stufflebeam
tersebut bahwa evaluasi yang sistematis adalah yang mencakup empat komponen dasar
yaitu context, input, process, serta product. Model evaluasi CIPP dapat disimak sebagai
berikut:
a. Evaluasi Konteks (Context Evaluation)
Orientasi utama dari evaluasi konteks adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan suatu objek, seperti institusi, program, populasi target, atau orang, dan
juga untuk menyediakan arahan untuk perbaikan.
b. Evaluasi Input (Input Evaluation)
15
Orientasi utama dari evaluasi input adalah untuk membantu menentukan program
yang membawa pada perubahan yang dibutuhkan.
c. Evaluasi Proses (Process Evaluation)
Orientasi utama dari evaluasi proses adalah untuk mengidentifikasikan atau
memprediksi dalam proses pelaksanaan, seperti cacat dalam desain prosedur dan
implementasinya.
d. Evaluasi Produk (Product Evaluation)
Orientasi utama dari evaluasi produk adalah untuk mengumpulkan deskripsi dan
penilaian terhadap luaran (outcome) dan menghubungkan itu semua dengan
objektif, konteks, input, dan informasi proses, serta untuk menginterpretasikan
kelayakan dan keberhargaan program.
Dari keempat komponen tersebut, dapat dipahami bahwa evaluasi konteks
merupakan evaluasi yang dilakukan untuk merencanakan keputusan melalui penelaahan
kebutuhan untuk menetapkan tujuan. Setelah tujuan ditetapkan, maka untuk
menstrukturisasikan keputusan dalam arti agar tujuan dapat tercapai maka diperlukan
strategi. Menentukan strategi yang tepat ditentukan melalui evaluasi input. Strategi yang
telah dirancang kemudian diterapkan dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan, hal
tersebut mengindikasikan bahwa evaluasi konteks dan evaluasi produk dilakukan secara
simultan. Evaluasi proses untuk melihat implementasi dari strategi yang dipilih,
sedangkan evaluasi produk untuk melihat apakah tujuan telah tercapai. Evaluasi produk
ini kemudian menjadi dasar untuk menentukan keputusan mengenai program.

H. Langkah-Langkah dalam Evaluasi Program Layanan Bimbingan dan Konseling


Langkah-langkah dalam mengevaluasi kegiatan atau program bimbingan dan konseling di
sekolah menurut Sukardi dan Kusmawati (2008: 100-101) sebagai berikut.
1. Fase Persiapan
Pada fase ini kegiatan yang dilakukan adalah menyusun kisi-kisi evaluasi. Dalam
penyusunan kisi-kisi langkah dilakukan meliputi:
a. Langkah pertama (menetapkan aspek yang akan dievaluasi)
1) Merumuskan masalah yang hendak dipecahkan atau menentukan tujuan yang
akan dicapai
2) Program kegiatan BK
16
3) Personal
4) Fasilitas Material
5) Pengeloaan dan adminstrasi
6) Pembiayaan
7) Partisipasi personal
8) Proses Kegiatan
9) Akibat sampingan
b. Langkah kedua : penetapan kriteria keberhasilan evaluasi
c. Langkah ketiga : penetapan alat atau instrumen yang digunakan
d. Langkah keempat : penetapan prosedur evaluasi BK
e. Langkah kelima : penetapan waktu evaluasi BK
2. Fase Persiapan Alat atau Instrumen
Memilih instrumen evaluasi yang sesuai kebutuhan. Instrumen dapat menggunakan
yang sudah ada atau mengembangkan sesuai kebutuhan kegiatan evaluasi. Setelah itu
memperbanyak instrumen untuk digunakan dalam proses evaluasi.
3. Fase Pelaksanaan Kegiatan Evaluasi Bimbingan dan Konseling
Fase ini evaluator menjalankan dua kegiatan utama berupa persiapan pelaksanaan
kegiatan evaluasi BK dan melaksanakan kegiatan evaluasi sesuai jadwal yang dibuat.
Kegiatan pelaksanaan berupa pengumpulan data atau informasi yang terdapat di
lingkup program BK.
4. Fase Menganalisis Hasil Bimbingan dan Konseling
Pada fase analisis ini dilakukan berdasarkan jenis data yang diperoleh. Adapun
langkahnya meliputi tabulasi data dan menganalisis hasil pengumpulan data
menggunakan statistik atau non statistik.
5. Fase Penafsiran (interpretasi) dan Laporan Hasil Evaluasi
Langkah penafsiran ini dengan membandingkan hasil analisis data, dengan kriteria
keberhasilan. Setelah itu, diinterpretasikan dengan memberi kode tertentu untuk
memudahkan dalam memahami hasil evaluasi. Langkah terakhir adalah pelaporan hasil
evaluasi yang pastinya bisa digunakan untuk memperbaiki program layanan BK di
sekolah.

17
Menurut Depdiknas (2008: 232) dan Salahudin, Anas (2010: 223) dalam
melaksanakan evaluasi program ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu sebagai
berikut.
1. Merumuskan masalah maupun beberapa pertanyaan.
Konselor perlu mempersiapkan instrumen tentang hal-hal yang akan dievaluasi. Dari
hasil evaluasi ini nanti akan digunakan untuk mengambil keputusan Adapun
pertanyaan-pertanyaan itu terkait tingkat keterlakasanaan program dan tingkat
ketercapaian tujuan program.
2. Mengembangkan dan menyusun instrumen pengumpulan data.
Untuk mendapatkan data di lapangan terkait keterlakaanaan dan ketercapaian program
maka perlu untuk menyusun instrumen. Data yang akan dikumpulkan berkaitan dengan
tingkat ketercapaian program dan tingkat keterlaksanaan. Instrumen dapat berupa
inventori, pedoman wawancara, pedoman observasi dan studi dokumentasi.
3. Mengumpulkan dan menganalisis data yang sudah diperoleh.
Dalam tahap ini melaksanakan kegiatan evaluasi program BK dengan memngumpulkan
berbagai data di lapangan yang diperlukan. Kemudian semua data yang terkumpul
dilakukan suatu proses analisis data. Proses analisis ini menelaah program mana saja
yang sudah dan belum dilaksanakan serta tujuan apa saja yang sudah dan belum
tercapai.
4. Melakukan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis data sebelumnya (follow up).
Kegiatan tindak lanjut ini berupa memperbaiki hal-hal yang dipandang lemah, kurang
relevan dengan tujuan dan mengembangkan program, baik dengan mengubah atau
menambah beberapa hal yang dipandang mampu meningkatkan efektivitas dan kualitas
program.

18
Daftar Pustaka

Badrujaman, Aip. (2011). Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: Indeks

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan


Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Dirjen
Dikti.

Gibson, R. L., & Mitchel, M. H. (2011). Bimbingan dan Konseling. Alih Bahasa: Yudi Santoso.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mashudi, Farid. (2013). Panduan Evaluasi dan Suvervisi Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Diva Press.

Permana, Eko J. (2015). Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling di Madrasah Aliyah
Negeri 2 Banjarnegara. Psikopedagogia. Vol 4(2). 143-151.

Ridwan. (2008). Penanganan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Rusdiana, H.A. (2017). Manajemen Evaluasi Program Pendidikan Konsep, Prinsip, dan
Aplikasinya di Sekolah/Madrasah. Bandung: Pustaka Setia.

Salahudin, Anas. (2010). Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.

Sudijono, Anas. (2011). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sukardi. (2015). Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardi Dewa.K, & Kusmawati, Desak.P.E. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Widoyoko, Eko P. (2017). Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis bagi Pendidik
dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

19

Anda mungkin juga menyukai