FITOKIMIA
PERCOBAAN KE 2
IDENTIFIKASI TANIN DARI DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.)
LABORATURIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA
YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN
Yogyakarta, …………………..
Dosen Pembimbing, Mahasiswa,
A. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat memahami dan dapat melakukan identifikasi tanin dari
daun sirih hijau berikut analisis kualitatif golongan senyawa tersebut dengan
metode kromatografi lapis tipis.
B. Dasar Teori
Klasifikasi daun sirih
Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )
Superkingdom : Trachebionta ( Tumbuhan berpembuluh )
Super Divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan biji )
Divisi : Magnoliopsida ( Tumbuhan berbunga )
Kelas : Magnoliopsida ( berkeping dua / dikotil )
Sub kelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae ( suku sirih – sirihan )
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati
dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit, yang mana ekstraksinya
dilakukan secara infundasi. Infundasi merupakan penyarian yang umum
dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-
bahan nabati. Penyarian dengan metode ini menghasilkan ekstrak yang tidak
stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Umumnya infus selalu
dibuat dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak yang mengandung
minyak atsiri, dan zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama.
Keuntungan dan kekurangan metode infundasi:
a. Keuntungan:
1. Unit alat yang dipakai sederhana
2. Biaya operasionalnya relatif rendah
3. Dapat menyari simplisia dengan pelarut air dalam waktu singkat
b. Kerugian:
1. Zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap kembali,
apabila kelarutannya sudah mendingin.
2. Menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman
dan kapang.
Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan
tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu
fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile), pemisahan tergantung pada
gerakan relatif dari dua fasa tersebut. Cara-cara kromatografi dapat
digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat
padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal
sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi
partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada
empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan yang terdiri
dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi
padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta kromatografi
kolom kapiler (Hostettmann, K., dkk., 1995).
KLASIFIKASI TANIN
Senyawa tanin termasuk kedalam senyawa poli fenol yang artinya senyawa yang
memiliki bagian berupa fenolik. Klasifikasi senyawa poli fenol telah dibahas
pada babyang lain jadi untuk bab ini hanya difokuskan pada klasifikasi senyawa
tanin.Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu yaitu tani yang terhidrolisis dan
tanin yang terkondensasi. Jenis-jenis senyawa diatas akan dibahas lebih lanjut
sebagai berikut :
1. Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins).Tanin ini biasanya berikatan
dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu
tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam
klorida. Salah satu contoh jenis tanin iniadalah gallotanin yang merupakan
senyawa gabungan dari krbohidrat dengan asam galat. Senyawa.
2. Tanin terkondensasi (condensed tannins).Tanin jenis ini biasanya tidak dapat
dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasimeghasilkan asam klorida. Tanin jenis
ini kebanyakan terdiri dari polimerflafonoid yang merupakan senyawa fenol
dan telah dibahas pada bab yang lain.Nama lain dari tanin ini adalah
Proanthocyanidin merupakanpolimer dari flavonoid yang dihubungan dengan
melalui C 8 dengan C4. Salahsatu contohnya adalah Sorghum procyanidin,
senyawa ini merupakan trimeryang tersusun dari epiccatechin dan catechin.
C. ALAT DAN BAHAN
ALAT
1. Seperangkat alat infus
2. Seperangkat alat KLT
BAHAN
1. Daun sirih hijau segar 4. Asam asetat
2. Aquadest 5. Aquadest
3. N-butanol 6. Plat silica gel 254
D. CARA KERJA
1. EKSTRAKSI DAN ISOLASI
Timbang 40 gram sebuk bahan, masukkan dalam panci infus dan tambahkan
240 ml air. Didihkan selama 15 menit 90ᴼC. Saring campuran melalui corong
Buchner sehingga diperoleh filtrat yang jernih dan pindahkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml yang bersih. Simpan dalam lemari es selama 1 minggu
sehingga terbentuk kristal amorf putih kekuningan. Tuangkan sebagian besar
larutan jernih dengan hati-hati agar kristal tidak ikut tertuang, kemudian
saring kristal yang ada pada dasar erlenmeyer melalui kertas saring yang telah
ditara. Jika masih ada kristal yang menempel pada dasar erlenmeyer bilas
dengan air suling dan tuangkan bilasan ke kertas saring, cuci kristal dengan 10
ml air es. Keringkan kertas saring bersama endapan pada suhu 50ᴼC, sampai
kering kemudian ditimbang untuk memperoleh rendemen dari hasil yang
didapat.
2. IDENTIFIKASI FLAVONOID
Larutan dianalisis secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis dengan
kondisi sebagai berikut:
a. Fase diam : Silika gel GF 254
b. Fase gerak : n-butanol – asam asetat – air (5:1:4)
c. Cuplikan : larutan sampel dan pembanding larutan asam tanat
d. Deteksi : UV 366
Catat harga Rf dan warna yang terbentuk.
E. Hasil Pengamatan
Nama simplisia : Piper Bettle
Metode ekstaksi : Infus
Jumlah pelarut yang diperlukan : 250 ml (aquadest)
Jumlah siklus :-
Hasil ekstrasi : 155 ml
Rendemen ekstrak : 155/240 x 100% = 64.583%
Pemerian ekstrak
Aroma : Khas aromatik
Warna : Hijau Kekuningan
Bentuk/tekstur : -
Rf : 6.7 cm
Positif mengandung senyawa tanin
F. Pembahasan
Pada percobaan ini praktikan melakukan identifikasi senyawa yang
terkandung dalam sirih hijau menggunakan prinsip kromatografi lapis tipis
(KLT), sirih merah sendiri mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu
tanin.
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang
digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat
silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin
dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen.
Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan
semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem
yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk
dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar
seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan
Dalam kromatografi, eluent adalah fase gerak yang berperan penting
pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam
(adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan
terjadinya pemisahan komponen. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran
kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben
dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau
sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik
pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut
yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika).
Eluen – eluen yang dipergunakan pada percobaan ini memiliki nilai
perbandingan yang telah ditentukan. Eluen yang dipergunakan antara lain n-
butanol : asam asetat : air ( 5 : 1 : 4 )
Seperti yang yang telah diketahui bahwa daun sirih merah mengandung
tannin. Tanin merupakan suatu senyawa golongan yang terbesar dari senyawa
kompleks yang tersebar luas pada dunia tumbuhan. Tanin dianggap senyawa
kompleks yang dibentuk dari campuran polifenol yang sangat sukar
dipisahkan karena tidak dapat dikristalkan. Tanin umumnya terdapat dalam
organ daun, buah, kulit batang, dan kayu. Tanin bersifat polar sehingga dapat
larut dalam senyawa polar.
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi
yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan
berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Untuk
pelat yang dicelupkan pada eluen n-butanol : asam asetat : air ( 5 : 1 : 4 )
terbentuk warna yaitu warna cokelat berjarak 6,7 cm. Dan nilai Rf yang
diperoleh tersebut adalah 0,8375. Dari nilai Rf yang diperoleh dapat diketahui
bahwa senyawa – senyawa yang terkandung dalam sirih hijau sebagian
bersifat polar. Warna yang terbentuk itu merupakan hasil pengamatan
berdasarkan penglihatan mata, dan digunakan sinar UV untuk dapat melihat
noda – noda yang benar – benar terbentuk pada pelat KLT dan pengukuran
jarak – jarak noda lebih akurat.
KESIMPULAN
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang
digunakan.
Pada eluen n-butanol : asam asetat : air ( 5 : 1 : 4 ) hanya terbentuk noda
berwarna coklat, dengan jarak tempuh 6,7 cm dan nilai Rf yang diperoleh
0,8375.
DAFTAR PUSTAKA