Anda di halaman 1dari 17

BAB II

ISI

A. Definisi Mekanisme Adaptasi Sel


Manusia sesungguhnya, berupa kelompok sel-sel yang tersusun rapi dan
rumit. Kesehatan perorangan berasal dari kesehatan selnya. Penyakit
mencerminkan disfungsi sejumlah penting sel-sel.
Semua tekanan atau pengaruh berbahaya berdampak pertama-tama pada
tingkat molekul. Perubahan molekul dan fungsi selalu mendahului perubahan
morfologi. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan perubahan yang
tampak pada adaptasi sel, jejas dan kematian berbeda-beda sesuai dengan
kemampuan pemilihan cara-cara yang dipakai untuk mendetiksi perubahan
tersebut.
Sel melakukan perubahan fungsi dan struktur dalam usahanya
mempertahankan kondisi keseimbangan tubuh normal. Apabila tubuh
mengalami stres fisiologis ataupun adanya proses yang abnormal, maka sel
akan melakukan adaptasi. Kegagalan adaptasi sel berakibat pada cedera sel
yang bisa bersifat reversible (dapat kembali normal) ataupun irreversible
(tidak kembali normal). Apabila cedera sel sangat berat sehingga tidak dapat
kembali normal maka sel akan mati melalui 2 cara yaitu apoptosis (bunuh
diri, sebagai kematian sel yang alami) atau nekrosis (rusak, sehingga mati).
Adaptasi sel merupakan respons sel terhadap cedera yang tidak mematikan
dan bersifat menetap (persistent). Ada 4 cara yang dilakukan yaitu atrofi,
hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia.

Respon Adaptasi Sel terhadap Rangsang Patologis

Dalam menjalankan aktivitasnya, sel mendapat rangsang dari


lingkungan. Sel cenderung untuk mempertahankan kondisi yang sesuai
dengan lingkungannya tersebut. Untuk itu sel melakukan adaptasi. Adaptasi
sel sendiri adalah reaksi sel terhadap rangsang dari luar untuk
mempertahankan fungsi sel tersebut. Adaptasi sel ini dapat berupa atrofi,
hipertrofi, hyperplasia, metaplasia, dan induksi.

1. Atrofi

Penyusutan ukuran sel akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan


dan organ yang tersusun atas sel tersebut menjadi lebih kecil. Sel yang
mengalami atrofi akan mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel tersebut
tidak mati. Atrofi dapat disebabkan oleh penurunan load kerja
(misalimobilisasi), kehilanganinervasi, penurunan suplai darah, nutrisi tidak
adekuat, kehilangan stimulasi endokrin, penuaan (senile atrophy).

2. Hipertrofi

Pertambahan ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang tersusun atas sel
tersebut menjadi lebih besar pula. Pada organ yang mengalami hipertrofi,
tidak dijumpai sel baru melainkan hanya selnya saja yang bertambah besar.
Sel tersebut menjadi lebih besar karena sintesis komponen dan struktur sel
yang bertambah. Contoh hipertrofi patologis adalah pembesaran jantung pada
penderita hipertensi. Hal ini terjadi karena hormone adrenal diproduksi
berlebih sehingga memacu jantung untuk memompa darah lebih cepat. Kerja
jantung menjadi lebih berat sehingga terjadilah hipertrofi pada jantung.

3. Hyperplasia

Pertambahan jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga jaringan
atau organ menjadi lebih besar ukurannya dari normal. Pada hyperplasia
terjadi pembelahan sel atau mitosis. Hal inilah yang mengakibatkan jumlah
sel bertambah. Hyperplasia patologis biasanya disebabkan oleh sekresi
hormone yang berlebihan. Misalnya hiperplasia endometrium yang terjadi
akibat adanya gangguan keseimbanganantara estrogen dan progesteron, yang
menyebabkan mentruasi abnormal. Kutil pada kulit disebabkan oleh
peningkatan ekspresi berbagai factor transkripsi oleh papillomavirus, setiap
stimulasi tropik minor pada sel oleh faktor pertumbuhan menghasilkan
aktivitas mitotic.
4. Metaplasia

Perubahan reversible dalam tipe sel dewasa (epithelial atau mesenchimal)


yang digantikan oleh tipe sel dewasa lain. Pada tipe adaptasi sel ini, sel-sel
sensitive kepada stress khusus digantikan oleh tipe sel lain yang lebih baik
untuk dapat bertahan terhadap lingkungan yang merugikan. Misal pada
perokok : sel epitel silindris bersilia pada trakea dan bronchi diganti dengan
epitel pipih berlapis.2

5. Induksi

Merupakan hipertrofi pada reticulum endoplasmic, tempat kemampuan


adaptasi sel pada bagian sub seluler. Misalnya pada waktu individu yang
menggunakan obat tidur dalam waktu lama, reticulum endoplasmic sel
hepatosit akan melakukan hipertrofi terhadap obat tidur ini. Hal ini
disebabkan oleh barbiturate akan didetoksifikasi di hepar sehingga untuk
dapat tidur memerlukan dosis obat yang semakin besar.

B. Degenerasi dan Infiltrasi Sel


Degenerasi adalah keadaan terjadinya perubahan biokimia di dalam sel yang
mengganggu proses metabolism dan menyebabkan perubahan morfologi sel.
Perubahan morfologi sel tersebut bias bersifat reversible (cedera subletal)
atau irreversible (cederaletal). Hal itu bergantung kepada intensitas
stimulusnya. Degenerasi yang masih termasuk dalam kategori ringan adalah
degenerasi bengkak keruh dan degenerasi vacuolar/vacuolar change,
sementara di kategori yang lebih berat adalah fatty change/degenerasi
lemak/infiltrasilemak. Berikut ini adalah jenis-jenis degenerasi dan
penjelasannya:
1. Degenerasi bengkak keruh
- Terjadi akumulasi cairan yang tersimpan pada sitoplasma
- Akumulasi cairan dalam jumlah banyak di sitoplasma tersebut
menghasilkan pembengkakan sel, pengeruhan warna sitoplasma, dan
adanya granula kasar
- Sering terjadi pada ginjal, hati, dan jantung
2. Degenerasi albumin
- Terjadinya penimbunan protein yang berlebihan pada suatu sel.
- Sel membengkak sehingga mendesak kapiler-kapiler.
3. Degenerasi vakuoler/hidrofik (vacuole change)
- Organ yang sel-selnya mengalami degenerasi hidrofik akan bertambah
besar dan bertambah berat, sel tampak membengkak, sitoplasma
memucat, inti tetap di tengah.
- Terjadi karena kekurangan oksigen, atau keberadaan toksik yang
mempengaruhi tekanan osmotik.
- Biasa terjadi pada hamil anggur (molahidatidosa) dan pembesaran vili
(vilikolearis). Molahidatidosa terjadi ketika zigot yang dihasilkan dari
proses fertilisasi tidak memiliki kromosom dari ibu dan hanya memiliki
kromosom dari ayah. Hal ini biasanya diakibatkan oleh pembuahan
ovum kosong oleh dua buah sperma. Pada keadaan ini, jaringan plasenta
akan terbentuk dan rahim akan membesar, level sekresi HCG akan
meningkat namun tidak ada fetus melain kangerombolan mole berisi
cairan yang membentuk seperti anggur. Penderita molahidatidosa akan
mengalami pendarahan
4. Degenerasi lemak/steatosis/infiltrasilemak (fatty change)
- Adanya penimbunan lemak berbentuk trigliserida atau kolestrol secara
abnormal di sel parenkim yang menyebabkan pergeseran posisi inti sel
kepinggir.
- Sering terjadi pada hati dan jantung
- Terjadi dalam keadaan malnutrisi, diabetes mellitus, atau alkoholik.
- Degenerasi lemak di jantung biasanya terjadi akibat anoksia
- Degenerasi lemak sering terjadi di hati terjadi karena hati merupakan
tempat terjadinya proses metabolism lemak.
- Apabila keadaan terjadi terus menerus, sel akan mengalami nekrosis.
5. Degenerasi Hialin
- Menghasilkan pembentukan massa bulat
- Terjadi pada kolagen jaringan berserat tua, ototpolosarteriola, rahim, dan
sebagian sel parenkim
- Biasanya jika terjadi pada otot menyebabkan serabut otot terurai, otot
pucat, dan terdapat penimbunan gas yang menyebabkan krepitasi
- Sering terjadi pada usia lanjut
6. Degenerasi zenker : Kelanjutan dari degenerasi hialin yang terus menerus
sehingga mengakibatkan nekrosis pada sel.
7. Degenerasi mucin/meksomatosa: Mucin yang berada di dalam sel
mendesak inti sel hingga ke tepi sehingga sel membentuk cincin (Signet Ring
Cell).
Proses penyembuhan dan pemulihan jaringan. Penyembuhan luka merupakan
suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak dengan jaringan baru dan
sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan sembuh apabila
permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan jaringan yang
mencapai normal. Penyembuhan luka meliputi 2 kategori yaitu, pemulihan
jaringan ialah regenerasi jaringan pulih seperti semula baik struktur maupun
fungsinya dan repair ialah pemulihan atau penggantian oleh jaringan ikat
(Mawardi-Hasan,2002).

C. Mekanisme Pemulihan
Pemulihan jaringan yang cedera dilakukan dengan pemusnahan dan
pembuangan jaringan yang rusak, regenarasi sel atau pembentukan jaringan
granulasi.
1. Pemulihan melalui regenerasi parenkim yang rusak Kemampuan
regenerasi sel tergantung pada jenis sel
a. Sel labil. Sel ini mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi
terjadi pada penggantian terus menerus, mengganti sel yang rusak pada
proses fisiologis. Sel labil mempunyai fase Go yang singkat (fase
istirahat). Sel yang hilang merupakan stimulus untuk sel. Contoh : sel
limfoid, sel hematopoetik, sel epiteltraktus digestivus, saluran nafas,
epitel traktus urinarius, sel germinal alat kelamin pria dan wanita, dan
sel basal epitel. Pemulihan jaringan yang mengandung sel labil dapat
terjadi bilamana masih dijumpai sel labil yang cukup.
b. Sel stabil. Mempunyai kapasitas regenerasi terbatas, mengganti sel
yang mati. Sel-sel tersebut berada pada fase Go pada waktu yang lama.
Tetapi mempunyai kemampuan untuk masuk siklus mitosis sel dimana
dibutuhkan. Contoh : sel hati, sel pancreas, kelenjar eksokrin dan
pembuluh darah. Pemulihan jaringan dpat terjadi bilamana terdapat
jaringan penunjang sel parenkim masih baik.
c. Sel permanen. Sel ini tidak dapat diganti bila rusak. Sel permanen
tidak mempunyai kemampuan membelah setelah kehidupan post natal.
Contoh : neuron saraf pusat maupun saraf tepi, otot jantung. Pemulihan
jaringan hanya terjadi melalui pembentukan jaringan ikat. Tidak terjadi
regenerasi. Kerusakan sel permanen merupakan kelainan ireversibel
dan bilamana luas akan mengakibatkan gangguan fungsional permanen.
2. Pemulihan jaringan dengan pembentukan jaringan granulasi Jaringan
yang rusak akan diganti oleh jaringan granulasi

D. Kematian jaringan/nekrosis sel


1. Definisi Nekrosis
Nekrosis merupakan suatu peristiwa matinya sel pada organisme yang
masih hidup. Perbedaan apoptosis dan nekrosis terlihat pada hilangnya
integritas membran sel, pelepasan enzim hidrolisis, serta debris yang
dilepaskan ke CES pada akhirnya memicu serangkaian reaksi inflamasi.
Meskipun terdapat beberapa proses yang dapat menjadi penanda terjadinya
nekrosis, proses-proses ini pada umumnya tidak Nampak jika dilihat melalui
mikroskop hingga beberapa jam setelah awal terjadinya nekrosis.
Perubahan morfologis ini sebenarnya diakibatkan oleh adanya
denaturasi protein intraselular dan pencernaan enzimatis sel yang telah
menaglami jejas seluler letal. Sel yang mengalami nekrosis menunjukkan
peningkatan eosinofil pada hematoksilin dan eosin. Sel ini juga akan tampak
lebih mengkilap dibanding sel disekelilingnya. Setelah enzim lisosom
melakukan autodigestion pada organel sitoplasmik, sitoplasma akan
mengalami vakuolisasi. Sel yang telah mati akan digantikan massa fosfolipid
berukuran besar yang disebut myelin figure—berasal dari membran sel yang
telah rusak. Struktur ini kemudian akan mengalami presipitasi dan kemudian
difagosit sel-sel disekelilingnya atau mengalami degradasi menjadi asam
lemak.
2. Proses Terjadinya Nekrosis
Proses terjadinya nekrosis diawali dengan perubahan morfologis pada sel
yaitu piknosis, kariorheksis, dan kariolisis. Pada tahapan piknosis, nukleus
mengalami kondensasi, batasnya menjadi tak teratur, serta berwarna gelap.
Kemudian inti akan hancur mnejadi fragmen-fragmen, proses ini disebut
kariorheksis. Tahapan terakhir adalah hancurnya nukleus secara keseluruhan,
proses ini disebut kariolisis.

3. Jenis-Jenis Nekrosis
Berdasarkan lokalisasi dan luas area yang mengalami nekrosis dibagi menjadi
beberapa jenis:
a. Nekrosis fokal: apabila nekrosis hanya terjadi pada lobulus sel, misalnya
lobulus hepatosit.
b. Nekrosis zonal: terjadi pada seluruh area lobulus akibat adanya kesamaan
fungsi. Nekrosis jenis ini dibagi lagi menjadi tiga yaitu (1) nekrosis
sentral, (2) nekrosis midzonal, dan (3) nekrosis tepi.
c. Nekrosis masif dan submasif: ditemukan pada nekrosis sentral yaitu
pembentukan jembatan nekrosis antar lobulus berdampingan.
Akibat terjadinya nekrosis tentu saja tubuh kehilangan fungsi dari area yang
mati. Area yang mengalami nekrosis akan menjadi sumber infeksi bagi sel
disekelilingnya, bahkan jika tidak terinfeksi sekalipun adanya sel yang
mengalami nekrosis akan mengakibatkan perubahan sestemik tertentu seperti
demam, peningkatan jumlah leukosit, dan beberapa gejala lain.
Nekrosis terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Coagulative nekrosis, biasanya nekrosis ini trjadi di ginjal, hati dan
miokard. Nekrosis koagulative ialah akibat hipoksia, dimana menyebabkan
terjadinya denaturasi protein dalam albumin.
2. Liquefactive necrosis/nekrosis mencair.Nekrosis ini terjadi apabila
autolysis dan heterolysis melebih denaturasi protein. Daerah nekrotik
melunak, kemudain terisi oleh cairan. Nkerosis mencair biasa terlihat dalam
otak dan infeksi bakteri local (abses).
3. Caseous necrosis. Nekrosis ini khas terjadi dalam penyakit tuberculosis.
Secara makroskopik, terlihat sebagai bahan lunak,rapuh dan menyerupai keju.
Sedangkan secara mikroskopik, terlihat seperti kepingan-kepingan. Nekrosis
Caseous terjadi pada penyakit tuberculosis. Adanya reaksi hipersensitivitas
menyebabkan adanya peradangan dan nekrosis. Nekrosis bagian sentral lesi
menggambarkan bentuk yang padat, menyerupai keju.. Ini yang disebut
dengan nekrosis kaseous. Daerah yang mengalami nekrosis kaseous dapat
mengalami respon pencairan dan bahan cair lepas ke brankeous yang
kemudian menimbulkan kavitas
4. Fat necrosis. Biasa terjadi di payudara dan pancreas. Hal ini disebabkan
karena adanya disolusi sel oleh enzim lipase. Hasilnya yang berupa asam
lemak, kemudian bergabung dengan natrium, calcium dan magnesium.
Penggabungan ini membentuk endapan putih. Secara histologik, lemak
nekrotik menunjukkan bayang-bayang sel dan bintik-bintik basofilik karena
deposisi kalsium

E. Apoptosis
Apoptosis merupakan kematian terprogam sel, di mana sel mengaktifkan
enzim untuk menghancurkan inti sel dan protein sitopklasmik. Apoptosis
berasal dari bahasa Yunani yang berarti falling off atau gugur, terjadi
pelepasan organ-organ/protein dalam inti sel ke sitoplasma serta kondensasi
dan fragmentasi DNA, namun membrane sel tetap utuh. Karakteristik
apoptosis adalah hilangnya integritas membrane sel, kebocoran konten
seluler, serta pencernaan enzimatis dalam sel (makrofag mencerna badan
apoptotic).

Kematian terprogram sel ini penting untuk menjaga kestabilan proliferasi


dan eliminasi sel, misalnya:

1. Menjaga ketetapan ukuran organ dewasa (agar mencapai ukuran normal,


tidak berkembang menjadi lebih besar)

2. Pembentukkan dan perkembangan organ tubuh pada embrio, misalnya


penghancuran selaput pada jari tangan dan kaki.

3. Atrofi fisiologis dan involusi, seperti yang terjadi pada sel tumor, kanker,
serta leukemia.

a. Tahapan Apoptosis

Secara umum, proses apoptosis terjadi melalui dua tahap penting yaitu tahap
kematian sel serta tahap eliminasi sel yang dilakukan oleh sel lain seperti
makrofag.

1) Tahap Kematian

Akibat perubahan metabolic dalam sel yang tidak dapat diadaptasi oleh sel,
terjadi kondensasi inti sel dan sitoplasma, namun membrane plasma tetap
utuh.

Kemudian terjadi fragmentasi DNA dan pemecahan sel menjadi badan


apoptotic yang masing-masingnya dikelilingi oleh membrane plasma, di
mana beberapa badan mengandung hasil fragmentasi DNA.

2) Tahap Eliminasi Sel

Badan apoptotic mensekresikan signal-signal pengenal yang dapat


diidentifikasi oleh makrofag, sehingga sel lain/makrofag mengelilingi dan
memakannya. Fagositosis badan apoptosis oleh makrofag

b. Mekanisme Apoptosis
Mekanisme apoptosis pada sel melalui sebuah tahapan penting yaitu aktivasi
enzim kaspase/caspase (cystein proteases that cleave proteins after aspartic
residues). Cystein yang aktif akan menuju sel dan mendegenerasi DNA dan
enzim intrasel serta menghancurkan nucleoprotein dan protein sitoskeletal
yang menyebabkan kerusakan integritas membrane sel. Terdapat dua jalur
pengaktivasi kaspase, yaitu intrinsic atau jalur mitokondrial serta ekstrinsik
atau jalur death reseptor.

1) Jalur mitokondrial / intrinsic

Mitokondria mengandung beberapa sitokrom c yaitu protein yang dapat


memicu terjadinya apoptosis. Pilihan sel untuk hidup atau mati ditentukan
oleh permeabilitas mitokondira yang dikontrol oleh lebnih dari 20 macam
protein, di mana prototype-nya adalah enzim Bcl-2.

Sel yang tidak mampu untuk beradaptasi terhadap stimulus, mengalami


kerusakan DNA. Hal ini akan mengaktivasi inhibitan protein Bcl-2 yang
kemudian mengaktivasi dimer pro-apoptotis yaitu Bax dan Bak. Dimer ini
akan masuk ke membrane mitokondria, membentuk saluran pelepas
sitokrom c, sehingga protein mitokondria keluar ke sitoplasma.

Sitokrom c dan beberapa kofaktor lain mengaktigkan caspase-9, sedangkan


protein lain menghambat enzim antagonis caspase. Hasil akhir dari aktivasi
caspase ini adalah fragmentasi DNA. Jika sel diekspos ke dalam faktor
pemicu pertumbuhan/faktor survival lain akan terjadi aktivasi protein Bcl-2
dan Bcl-x1 yaitu protein pro-apoptosis yang menyebabkan keseimbangan
dalam sel kacau, akhirnya berujung pada kematian sel.

2) Jalur death reseptor / ekstrinsik

Beberapa sel memiliki molekul ekstrinsik yang memicu apoptosis,


disebut juga death receptor. Kebanyakan molekul tersebut adalah anggota
dari Tumor Necrosis Factor (TNF) yang mengandung daerah kematian,
merupakan mediator interaksi antar sel. Prototype death receptor adalah
TNF tipe 1 dan Fas (CD95). Ligan fas adalah protein membrane yang
diekspresikan saat aktivasi limfosit T. Ketika limfosit T emnemukan target
(ekspresor Fas), molekul Fas bertautan dengan ligan Fas membentuk
protein adapter yang bisa mengikat caspase-8. Pengikatan beberapa caspase
memicu terjadinya apoptosis. Capspase-8 membelah dan mengaktivasi
anggota Bcl-2 yaitu Bid, protein pro-apoptosis, yang dapat berlanjut pada
jalur mitokondrial. Kombinasi kedua jalur menyebabkan sel pecah dan
letal.

Protein sel sebenarnya mengandung protein FLIP yang menghalangi


aktivasi caspase (antagonis dengan caspase). Pada beberapa virus, FLIP
digunakan untuk mempertahankan sel yang terinfeksi.

Tahapan akhir dari apoptosis sel adalah perubahan membrane, di mana


phosphadatildilserine yang pada normalnya hanya tedapat di bagian dalam
membrane sel berputar menghadap sisi luar membrane yang dapat
diindentifikasi oleh makrofag sebagai badan apoptotic, sehingga akan
dicerna olehnya.

F. Nekrosis
Nekrosis merupakan suatu peristiwa matinya sel pada organisme yang
masih hidup. Perbedaan apoptosis dan nekrosis terlihat pada hilangnya
integritas membran sel, pelepasan enzim hidrolisis, serta debris yang
dilepaskan ke CES pada akhirnya memicu serangkaian reaksi inflamasi.
Meskipun terdapat beberapa proses yang dapat menjadi penanda terjadinya
nekrosis, proses-proses ini pada umumnya tidak nampak jika dilihat melalui
mikroskop hingga beberapa jam setelah awal terjadinya nekrosis. Perubahan
morfologis ini sebenarnya diakibatkan oleh adanya denaturasi protein
intraselular dan pencernaan enzimatis sel yang telah menaglami jejas seluler
letal. Sel yang mengalami nekrosis menunjukkan peningkatan eosinofil pada
hematoksilin dan eosin. Sel ini juga akan tampak lebih mengkilap dibanding
sel disekelilingnya. Setelah enzim lisosom melakukan autodigestion pada
organel sitoplasmik, sitoplasma akan mengalami vakuolisasi. Sel yang telah
mati akan digantikan massa fosfolipid berukuran besar yang disebut myelin
figure—berasal dari membran sel yang telah rusak. Struktur ini kemudian
akan mengalami presipitasi dan kemudian difagosit selsel disekelilingnya
atau mengalami degradasi menjadi asam lemak.

1. Proses Terjadinya Nekrosis

Proses terjadinya nekrosis diawali dengan perubahan morfologis pada sel


yaitu piknosis, kariorheksis, dan kariolisis. Pada tahapan piknosis, nukleus
mengalami kondensasi, batasnya menjadi tak teratur, serta berwarna gelap.
Kemudian inti akan hancur mnejadi fragmen-fragmen, proses ini disebut
kariorheksis. Tahapan terakhir adalah hancurnya nukleus secara keseluruhan,
proses ini disebut kariolisis. Berdasarkan lokalisasi dan luas area yang
mengalami nekrosis dibagi menjadi beberapa jenis:

a. Nekrosis fokal: apabila nekrosis hanya terjadi pada lobulus sel, misalnya
lobulus hepatosit.

b. Nekrosis zonal: terjadi pada seluruh area lobulus akibat adanya kesamaan
fungsi. Nekrosis jenis ini dibagi lagi menjadi tiga yaitu:

(1) nekrosis sentral

(2) nekrosis midzonal

(3) nekrosis tepi.

c. Nekrosis masif dan submasif: ditemukan pada nekrosis sentral yaitu


pembentukan jembatan nekrosis antar lobulus berdampingan. Akibat
terjadinya nekrosis tentu saja tubuh kehilangan fungsi dari area yang mati.
Area yang mengalami nekrosis akan menjadi sumber infeksi bagi sel
disekelilingnya, bahkan jika tidak terinfeksi sekalipun adanya sel yang
mengalami nekrosis akan mengakibatkan perubahan sestemik tertentu seperti
demam, peningkatan jumlah leukosit, dan beberapa gejala lain.

2. Jenis-Jenis Nekrosis

Nekrosis terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :


a. Coagulative nekrosis, biasanya nekrosis ini trjadi di ginjal, hati dan
miokard. Nekrosis koagulative ialah akibat hipoksia, dimana menyebabkan
terjadinya denaturasi protein dalam albumin.

b. Liquefactive necrosis/nekrosis mencair Nekrosis ini terjadi apabila


autolysis dan heterolysis melebih denaturasi protein. Daerah nekrotik
melunak, kemudain terisi oleh cairan. Nkerosis mencair biasa terlihat dalam
otak dan onfeksi bakteri local (abses).

c. Caseous necrosis Nekrosis ini khas terjadi dalam penyakit tuberculosis.


Secara makroskopik, terlihat sebagai bahan lunak,rapuh dan menyerupai keju.
Sedangkan secara mikroskopik, terlihat seperti kepingan-kepingan. Nekrosis
Caseous terjadi pada penyakit tuberculosis. Adanya reaksi hipersensitivitas
menyebabkan adanya peradangan dan nekrosis. Nekrosis bagian sentral lesi
menggambarkan bentuk yang padat, menyerupai keju.. Ini yang disebut
dengan nekrosis kaseous. Daerah yang mengalami nekrosis kaseous dapat
mengalami respon pencairan dan bahan cair lepas ke brankeous yang
kemudian menimbulkan kavitas

d. Fat necrosis Biasa terjadi di payudara dan pancreas. Hal ini disebabkan
karena adanya disolusi sel oleh enzim lipase. Hasilnya yang berupa asam
lemak, kemudian bergabung dengan natrium, calcium dan magnesium.
Penggabungan ini membentuk endapan putih. Secara histologik, lemak
nekrotik menunjukkan baying-bayang sel dan bintik-bintik basofilik karena
deposisi kalsium.

3. Nekrosis pada Penyakit Diabetes

Nekrosis pada penyakit diabetes terjadi seperti berikut

Pada orang diabetes, kadar glukosannya tinggi sehingga daerahnya pun


pekat. Akibatnya, aliran darah pun melambat. Aliran yang lambat
menyebabkan lemak-lemak yang terkandung dalam darah, mengendap atau
menempel di pembuluh darah. Inilah yang disebut dengan artherosklerosis,
yang menyebabkan darah pun tersumbat. Aliran di kapiler darah pun ikut
tersumbat. Alhasil, sel pun kekurangan nutrisi. Inilah yang menyebabkan
nekrosis dan kemudian membentuk gangrene.

G. Proses Penuaan (Aging Process)

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Nugroho, 2000)

Secara umum terdapat beberapa teori penuaan;

1. Sel memiliki keterbatasan proses pembelahan

2. Perbaikan DNA yang tidak efisien, kerusakan radikal bebas, kegagalan


katobolisme protein

3. Kumulatif injury

a. Faktor yang Mempengaruhi Penuaan

Penuaan pada manusia dipengaruhi oleh

1) Faktor genetik

2) Diet

3) Kondisi osial

4) Adanya penyakit yang berhubungan dengan usia seperti arterosklerosis,


diabetes, serta osteoartritis

b. Perubahan Saat Proses Penuaan

Dalam proses penuaan, terdapat beberapa perubahan baik perubahan


fungsional maupun morfologik. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

Penurunan fungsi metabolik

1) Produksi ATP mitokondria menurun


2) Sintesis protein struktural enzimatik dan regulatorik menurun

3) Kemampuan ambilan nutrien menurun

4) Kerusakan DNA meningkat dan perbaikannya menurun

5) Akumulasi cedera oksidatif pada protein dan lipid, misalnya pigmen


lipofusin

6) Akumulasi produk akhir glikasi lanjut, mengakibatkan ikatan silang protein

Perubahan morfolofik

1) Nukelus dengan lobus yang abnormal dan iregular

2) Mitokondria yang tampak pleomorfik dengan vakuola

3) Retikulum endoplasma berkurang

4) Kelainan pada aparatus Golgi

c. Mekanisme penuaan sel

Terdapat tiga proses yang saling terkait dan kemungkinan turut


menyebabkan penuaan sel:

1) Senesensi replikatif yaitu kemampuan replikasi yang terbatas

Senesensi replikatif Senesensi seluler, atau penuaan sel, disimpulkan


dari penelitian yang menyatakan bahwa sel tersebut memiliki jam
(bedasarkan teori Hayflick). Ada banyak perubahan dalam ekspresi gen
yang menyertai senesensi selular, meliputi perubahan yang menghambat
progresi siklus sel. Telomer adalah rangkaian DNA berulang yang
pendek dan menysusun ujungujung kromosom, rangkaian DNA ini
sangat penting untuk memastikan replikasi ujung kromosom yang
lengkap dan untuk melindungi ujung terminal kromosom terhadap
penggabungan serta degradasi. Properti dari telomer itu sendiri meliputi:
Setiap kali sel membelah, beberapa telomer hilang. Saat telomer menjadi
terlalu pendek, maka kromosom tidak dapat bereplikasi dan sel menjadi
tua dan mati oleh apoptosis. Penyusutan telomer dapat bersifat sebagai
jam yang menentukan umur dari sel. Ketika sel sel mengadakan
replikasi, sebagian kecil telomer tidak bereplikasi. Setelah terjadi
pembelahan sel yang berkali-kali, telomer memendek secara progresif
serta akhirnya mengeluarkan sinyal checkpoint pertumbuhan, dan sel-sel
tersebut menua.

2) Gen yang mempengaruhi proses penuaan

Gen yang mempengaruhi proses penuaan Sejumlah penelitian


menunjukan bahwa setiap gen dapat mempengaruhi panjangnya umur,
jadi, berkurangnya pengeluaran sinyal lewat reseptor IGF-1 (insulin-like
growth factor-1) dapat menyebabkan pemanjangan rentang usia; sinyal
downstream reseptor IGF-1 dapat meredam gen pemicu penuaan

3) Akumulasi progresif kerusakan metabolik dan genetik

Akumulasi kerusakan metabolik dan genetik Penuaan sel dapat terjadi


karena gangguan keseimbangan antara kerusakan akibat kejadian
metabolik dalam sel dan respons molekuler penyeimbang yang dapat
memperbaiki jejas tersebut. Sebagai contoh, metabolit oksigen reaktif,
produk sampingan fosforilasi oksidatif normal, menyebabkan modifikasi
kovalen protein, lipid dan asam nukleat. Jumlah kerusakan oksidatif
meningkat bersamaan dengan pertambahan usia. Respons selular
protektif akan mengimbangi kerusakan yang progresif tersebut. Sistem
ini meliputi:

- Mekanisme pertahanan antioksidan. Penurunan mekanisme


pertahanan seperti vitamin E, yang berkorelasi dengan rentang usia
yang memendek

- Pengenalan dan perbaikan DNA yang rusak. Contohnya pada


sindrom Werner. Defek enzim helikase DNA menyebabkan sindrom
ini dan mengakibatkan akumulasi kerusakan kromosom yang cepat
dengan menyerupai jejas yang secara normal meningkat sejalan
dengan penuaan. Ketidakstabilan genetik juga menjadi ciri khas
kelainan lainnya yang berkaitan dengan penuaan prematur.

Radikal bebas (ROO°,RO °, OH °) yaitu atom atau molekul yg


dibawa oleh elektron tak berpasangan sangat reaktif sebagai akibat
kecendrungan atom tidak berpasangan mencari pasangannya sehingga
mudah bereaksi dengan biomolekul dalam sel yang penting untuk
kehidupan sel.

Secara fisiologis molekul tersebut merupakan "hasil sampingan" pada


proses pernafasan sel organisme aerobik, karena mempunyai elektron
yang tidak berpasangan, seperti protein, fosfolipid, asam nukleat dan
gula. Reaksi-reaksi tersebut akan menimbulkan kerusakan.

Agar radikal bebas tidak menjadikan molekul lainnya terimbas maka


tubuh membutuhkan antioksidan yang dipakai sebagai bahan aditif
makanan, diperoleh di alam mencakup vitamin E (tokoferol) yang larut-
lemak dan urat serta vitamin C yang larut-air, selenium β karoten dpt
diperoleh dari buah - buahan dan sayuran

Para ahli menyimpulkan bahwa salah satu karakteristik penuaan adalah


adanya penurunan bertahap kemampuan cadangan pada berbagai sistem
organ. Walaupun penuaan mempunyai pola yang kurang lebih sama pada
semua individu, namun terdapat variasi individual dalam hal kecepatan
terjadinya perubahan.

Anda mungkin juga menyukai