Anda di halaman 1dari 6

Definisi

Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
kurangnya O2 pada udara respiras. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir
dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan faktor terpenting yang
dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir (BBL) terhadap kehidupan uterin.

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi
pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan
akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai apnea primer. Perlu
diketahui bahwa kondisi pernafasan megap-megap dan tonus otot yang turun juga dapat terjadi akibat
obat-obat yang diberikan kepada ibunya. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen selama
periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan. Apabila asfiksia berlanjut,
bayi akan menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea sekunder

Tatalaksana

Persiapan

Persiapan resusitasi yang baik akan memengaruhi kelancaran dan efektitas suatu resusitasi.
Persiapan resusitasi mencakup pengenalan faktor risiko, persiapan tim, persiapan lingkungan
resusitasi, persiapan perlengkapan alat resusitasi, dan pencegahan penularan infeksi yang mungkin
timbul saat melakukan resusitasi.

 Mengenali faktor resiko ibu


Berbagai keadaan ibu dan janin selama kehamilan maupun persalinan dapat menjadi faktor
risiko resusitasi saat lahir, sehingga harus cepat dikenali untuk mengantisipasi masalah yang
akan terjadi.
 Persiapan tim
anggota tim idealnya minimal 3 orang yaitu:
• Penolong pertama = kapten/pemimpin jalannya resusitasi.
- Posisi: di atas kepala bayi
- Memiliki pengetahuan dan kompetensi resusitasi yang paling tinggi dan lengkap serta dapat
menginstruksikan tugas kepada anggota tim lainnya.
- Tanggung jawab utama: ventilasi (airway dan breathing).
• Penolong kedua = asisten sirkulasi
- Posisi: sisi kiri bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan bertukar posisi antara
penolong kedua dan ketiga, dengan catatan fungsi tidak tumpang tindih)
- Tanggung jawab: sirkulasi bayi
- Meliputi: mendengarkan laju denyut jantung bayi, mengatur kebutuhan tekanan inspirasi
positif ( positive inspiratory pressure /PIP) dan fraksi oksigen (FiO2), memberikan kompresi
jantung, memasang kateter umbilikal untuk resusitasi cairan
• Penolong ketiga = asisten peralatan dan obat
- Posisi: sisi kanan bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan bertukar posisi antara
penolong kedua dan ketiga, dengan catatan fungsi tidak tumpang tindih)
- Tanggung jawab: menyalakan tombol pencatat waktu, memasang monitor saturasi, monitor
suhu, menyiapkan peralatan suction, persiapan obat-obatan dan alat-alat lainnya.
 Lingkungan resusitasi
Hal-hal yang harus diperhatikan pada ruang resusitasi yaitu: ruangan harus cukup hangat
untuk mencegah bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya, cukup terang untuk dapat menilai
status klinis ibu-bayi, dan cukup besar untuk tim resusitasi bergerak. Keadaan hipotermi atau
hipertermi akibat proses konduksi, konveksi, evaporasi maupun radiasi harus dicegah karena
akan memengaruhi efektivitas termoregulasi selama resusitasi. Keadaan tersebut dapat
dihindari dengan menjaga suhu tubuh bayi antara 36,5-37,5oC. Upaya pengaturan suhu antara
lain:
• Mengatur suhu ruangan yang hangat (24 - 26oC)
• Meletakkan bayi tidak di bawah pendingin ruangan
• Infant warmer dihangatkan sebelum bayi lahir (untuk menghangatkan matras, kain, topi, dan
selimut bayi)
• Menggunakan kain yang hangat dan kering untuk mengeringkan bayi
• Menggunakan plastik bening untuk membungkus bayi dengan berat < 1500 gram
• Memakaikan topi pada kepala bayi sesuai dengan ukurannya
• Bayi di bawah 1000 gram menggunakan matras penghangat/blanket roll
• Menggunakan inkubator transpor yang sudah dihangatkan atau transportasi dengan kontak
kulit dengan kulit (metode kangguru) pada fasilitas terbatas untuk memindahkan bayi ke
ruang perawatan.
 Peralatan
Kondisi perlengkapan resusitasi harus senantiasa dicatat dan diperiksa agar dapat berfungsi
dengan baik ketika diperlukan.
• Penghangat/ Warmer
- Kain pengering dan topi
- Handuk hangat/ pembungkus
- Kantung plastik untuk neonatus < 1500 gram
- Penghangat kepala ( overhead heater ) atau infant warmer
• Pengisap / Suction
- Suction dengan tekanan negatif (tidak boleh melebihi 100 mmHg)
- Kateter suction
- Aspirator mekoneum
• Ventilasi
- Balon mengembang sendiri/ Self-inflating bag (contoh: balon volume 250 ml) dan sungkup
wajah berbagai ukuran, dilengkapi dengan katup tekanan positif akhir ekspirasi/ positive end-
expiratory pressure (PEEP) .
- Balon tidak mengembang sendiri/ Flow-inating bag (contoh: sungkup anestesi, Jackson-
Rees) merupakan alat yang dapat memberikan PEEP terukur secara konstan,
- Peralatan intubasi (laringoskop, pipa endotrakeal, stilet)
- Sungkup laring / Laryngeal Mask Airway (LMA)
- Sungkup wajah
• Akses sirkulasi
- Perlengkapan untuk memasang akses vena perifer
- Kateter umbilikal
- Obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin), cairan (garam fisiologis dan darah)
•Transportasi: inkubator transpor yang telah dihangatkan atau peralatan metode kanguru
• Pelengkap
- Stetoskop bayi
- Alat periksa gula darah
- Pulse oximetry

Penilaian dan Langkah awal


Penilaian harus dilakukan segera setelah bayi lahir dan berlanjut sepanjang resusitasi.
Komponen utama yang wajib dinilai saat awal:
• Pernapasan
• Tonus otot
• Laju denyut jantung
Sedangkan komponen yang dinilai pada evaluasi lanjutan sepanjang resusitasi berlangsung
adalah laju denyut jantung bayi, pernapasan, tonus otot dan oksigenasi.
 Pernapasan
Pernapasan sangatlah penting untuk dinilai karena tanda yang pertama kali muncul
pada bayi dengan gangguan kardiorespirasi adalah penurunan upaya bernapas. Pernapasan
mungkin sulit dinilai pada satu atau dua menit pertama setelah lahir. Hal ini dikarenakan
setelah upaya bernapas awal, pernapasan bayi dapat berhenti selama beberapa detik, diikuti
oleh pernapasan regular yang cukup untuk memertahankan laju denyut jantung lebih dari 100
kali per menit. Bila laju denyut jantung dapat dipertahankan di atas 100 kali per menit
biasanya bayi tidak memerlukan intervensi segera selain menjaga jalan napas tetap terbuka,
yang tentunya harus tetap dilakukan. Bila laju denyut jantung tetap di bawah 100 kali per
menit, maka kemungkinan diperlukan ventilasi tekanan positif.
Pada bayi yang bernapas spontan, perlu dinilai ada atau tidaknya tanda distres
pernapasan. Retraksi atau tarikan ke dalam pada tulang iga dan sternum, merintih saat
ekspirasi merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai pada semua bayi. Hal di atas
menunjukkan kemungkinan bayi mengalami kesulitan mengembangkan paru-paru. Bila
terdapat gangguan pernapasan, bayi perlu diberikan tekanan positif berkelanjutan pada jalan
napas (continuous positive airway pressure/CPAP) atau ventilasi tekanan positif.1
Bayi dengan kondisi apnu atau dengan napas megap-megap perlu diberikan ventilasi tekanan
positif.
Demikian juga pada bayi dengan napas spontan, sianosis sentral, dan laju denyut
jantung di atas 100 kali per menit yang telah mendapat terapi oksigen aliran bebas namun
tidak membaik. Bayi prematur seringkali memiliki napas yang tidak teratur atau mengalami
periode apnu singkat berulang. Pada kondisi ini bila denyut jantung bayi di atas 100 kali per
menit, bayi umumnya membutuhkan stimulasi singkat untuk merangsang per napasannya.
Bila setelah mendapat stimulasi bayi mengalami penurunan laju denyut jantung (di
bawah 100 kali per menit), tonus yang buruk, dan pola napasnya menjadi semakin
iregular/tidak adekuat, maka pada keadaan tersebut diperlukan VTP. Bayi yang mengalami
distres pernapasan dapat segera diberikan CPAP dini. Apabila saat pemantauan bayi tersebut
mengalami sesak yang memberat atau pernapasan yang dangkal disertai penurunan laju
denyut jantung, maka bayi membutuhkan ventilasi tekanan positif.
 Tonus dan Respons terhadap Stimulasi
Tonus otot merupakan penilaian yang subyektif dan bergantung pada usia gestasi
bayi, namun cukup akurat dalam memerediksi kebutuhan resusitasi pada bayi. Seorang bayi
dengan tonus otot yang baik (menggerak-gerakkan tungkai dengan postur sesuai usia
gestasinya) umumnya tidak memerlukan resusitasi. Sebaliknya, bayi dengan tonus otot lemah
(tidak bergerak-gerak dan postur tubuh ekstensi) seringkali membutuhkan resusitasi aktif.
Sebagian besar bayi baru lahir akan langsung menggerakkan keempat tungkainya, memulai
upaya untuk bernapas dan denyut jantungnya akan meningkat di atas 100 kali per menit
segera setelah lahir. Bayi dengan kondisi ini tidak membutuhkan bantuan resusitasi dan
sebaiknya tidak dipisahkan dari ibunya.1 Bila respons bayi tidak ada atau lemah, maka
penolong dapat melakukan stimulasi dengan cara mengeringkan bayi dengan handuk secara
cepat namun lembut. Menepuk pipi, memukul pantat,menggoyang, atau menggantung bayi
secara terbalik berpotensi bahaya dan tidak boleh dilakukan. Sepanjang resusitasi, posisi bayi
harus dijaga agar kepala dan leher tetap dalam posisi netral, terutama bila tonus otot bayi
lemah.
 Laju denyut jantung
Bayi baru lahir normal memiliki laju denyut jantung sekitar 130 kali per menit segera setelah
lahir, bervariasi antara 110 hingga 160 kali per menit. Laju denyut jantung diharapkan selalu
di atas 100 kali per menit selama menit pertama kehidupan pada bayi yang sehat. Laju denyut
jantung merupakan kunci utama dalam penilaian resusitasi. Tanda pertama dari perbaikan
kondisi bayi adalah peningkatan laju denyut jantung. Laju denyut jantung dapat ditentukan
dengan mendengarkan jantung menggunakan stetoskop; pada menit-menit awal setelah lahir,
dengan meraba pulsasi pada dasar tali pusat; atau dengan menggunakan pulse oximetry.
Lokasi paling baik untuk pulsasi pada tali pusat adalah bagian dasar, namun tidak adanya nadi
di lokasi tersebut bukanlah pertanda pasti untuk tidak adanya denyut jantung. Denyut nadi
perifer dan sentral sebaiknya tidak digunakan untuk menilai laju denyut jantung karena sulit
diraba dan hasilnya kurang dapat dipercaya.
Bila laju denyut jantung bayi terus menerus kurang dari 100 kali per menit, maka ventilasi
bantuan harus dilakukan. Apabila laju denyut jantung bayi tetap kurang dari 60 kali per menit
bahkan setelah diberikan ventilasi tekanan positif yang adekuat, kompresi dada perlu
diberikan.
 Oksigenasi
Salah satu komponen penilaian resusitasi lanjutan adalah derajat oksigenasi. Untuk
menilainya dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oximetry. Adapun penilaian warna
kulit cenderung bersifat subjektif dan tidak akurat. Untuk bayi yang membutuhkan resusitasi,
pulse oximetry dapat digunakan untuk membantu keputusan menaikkan atau
menurunkan kadar oksigen pada bayi.
 Nilai Apgar
Nilai Apgar merupakan sebuah metode objektif untuk menilai kondisi bayi baru lahir
dan mudah diterapkan pada berbagai kondisi fasilitas kesehatan, namun sebaiknya nilai Apgar
tidak digunakan untuk menentukan kebutuhan dan intervensi resusitasi pada bayi baru lahir.
Penilaian ini menentukan respons bayi baru lahir ketika melewati periode transisi pada
beberapa menit awal kehidupan. Nilai Apgar ditentukan pada menit ke-1 dan 5 serta
dilanjutkan setiap 5 menit sampai nilai Apgar mencapai 7. Sebagai contoh, pada seorang bayi
baru lahir didapatkan nilai Apgar pada menit pertama nilai 2, menit kelima nilai 3, menit
kesepuluh nilai 5, menit kelima belas nilai 7.

Anda mungkin juga menyukai