Kelas : C 22-05-2018
NIM : 3335160071
Pengertian
Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik, hewan
atau limbah organic (contohnya jerami, sekam, rumput-rumputan dan sampah kota). (Sutejo, 2002)
Komposting adalah cara alami dari pengolahan ulang (recycle) dari material organik.
Merupakan proses dimana material yang biodegradable (mudah untuk terdegradasi secara biologi)
dihancurkan dan dipecah oleh mikroorganisme dengan atau tanpa bantuan oksigen. Produk yang
dihasilkan dinamakan kompos, dimana sangat menguntungkan lingkungan sebagai pupuk alami
untuk pertanian dan perkebunan.
Tujuan
Menurut Isroi (2008), untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam proses pengomposan
yang merupakan proses biologi, perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan, seperti:
Ration C/N (karbon dan notrogen) dimana karbon dibutuhkan sebagai sumber energi
sedangkan nitrogen untuk pembentukan selnya, perbandingan C/N yang optimum yakni
berada pada rentang 30:1 hingga 40:1. (Murbandono, 2000)
Ukuran dan porositas, ukuran bahan mentah kompos yang lebih kecil memungkinkan
untuk terjadi kontak yang lebih luas antara bahan dengan mikroba serta porositas (ruang
antara partikel) juga besar yang nantinya akan diisi oleh air dan udara (oksigen).
Aerasi, dimana pengomposan lebih cepat terjadi pada kondisi aerob (yang cukup oksigen),
sedangkan untuk anaerob lebih lama dan menghasilkan bau yang lebih tajam. (Gaur, 1983).
Dan menurut Budiman (2008), kadar oksigen yang optimum berada pada rentang 10-18%.
Pembalikan pada tumpukan diperlukan agar asupan oksigen tersebar merata.
Kelembaban, untuk pengomposan diperlukan kelembaban antara 40-60% dengan
kandungan air terbaik adalah 50%. (Rochaeni dkk, 2003).
Menurut Murbandono (2000), suhu optimum pengomposan berada pada rentang 30-45°C.
pH, kisaran untuk memperoleh kecepatan pengomposan yang optimum berada di rentang
pH 6,5-7,5 (Yuwono, 2005).
Tahapan
Menurut Jurnal dengan judul : “DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI
KECIL” - Gatot Pramuhad
Gambar 1. Hopper
Selanjutnya sampah memasuki proses pencacahan atau pemotongan dengan alat Chopper
menjadi bagian yang lebih kecil dan halus sehingga mudah bereaksi dengan mikroba.
Dalam jurnal ini dijelaskan dan dibandingkan antara 2 macam pencacah, yakni tipe bolts
dan tipe rectangular blades, hasil uji coba menunjukkan bahwa rectangular blades lebih
baik, karena dapat memotong sampah kering maupun basah dan sampah tidak mudah
tersangkut pada blades dengan hasil pencacahan < 30 mm dengan kapasitas pencacahan
mencapai 200kg/jam.
Setelah tercampur sempurna antara bahan mentah kompos (sampah organik) dengan
mikroba (bio-aktivator), hasil pencampuran tersebut dimasukkan kedalam tempat
penyimpanan untuk melangsungkan fermentasi biasanya dalam suatu kontainer.
Membutuhkan 10-14 hari untuk menjadi kompos matang.
Daftar Pustaka
Wahhaab, A., G. Rahmayanti, N. Wahyudi, S.N. Ikhwan, dan G. Pramuhadi. 2010. Mesin
Komposter Listrik Skala Industri Kecil Sebagai Pendegradasi Sampah Organik. Laporan
Akhir Program Kreativitas Mahasiswa bidang Teknik (PKMT) Institut Pertanian Bogor.
Sutedjo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Penggunaan. Jakarta : Rineka.Cipta.
Isroi. 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia,. Bogor.
Murbandono, L.H.S. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya,. Jakarta.
Gaur, A.C. 1983. A Manual of Rural Composting. FAO., USA.
Budiman, C. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rochaeni, A. dkk. 2003. Pengaruh Agitasi Terhadap Pengomposan Sampah Organik. Infomatik.,
Surabaya
Yuwono. 2005. Biologi Molekuler. Yogyakarta : Penerbit Erlangga.
Pramuhadi, G. 2010. DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL. [pdf].
(http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/56501/1/GPH_Perteta%202010.pdf).
Diakses 24 Mei 2018.