Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

EKLAMPSIA

2.1. Definisi
Preeklampsia merupakan gejala yang timbul pada ibu hamil di atas usia 20
minggu, bersalin dan dalam masa nifas yang ditandai dengan adanya: hipertensi
dan proteinuria. Sedangkan seorang wanita dikatakan eklampsia bila memenuhi
kriteria preeclampsia dan disertai dengan kejang-kejang (yang bukan disebabkan
oleh penyakit neurologis seperti epilepsy) dan atau koma. Ibu tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda atau hipertensi sebelumnya. 1,3,4
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata
tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba
tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang
disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma. Eklampsia merupakan
kasus akut dari penderita preeklampsia yang disertai kejang menyeluruh dan
koma. Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia
dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual yang hebat, nyeri epigastrium dan hiperreflexia. Preeklampsia yang diikuti
dengan tanda-tanda ini disebut dengan impending eklampsia.3
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan salah satu atau lebih
gejala dan tanda di bawah ini:2
1. Tekanan darah dalam keadaan istirahat sistolik ≥ 160mmHg dan diastolik
≥ 110 mmHg
2. Proteinuria ≥5 gr/ jumlah urine selama 24 jam atau dipstick +4
3. Oliguria: produksi urine 400-500cc/24jam
4. Kenaikan kreatinin serum
5. Edema paru dan sianosis
6. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran kanan atas abdomen
7. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata,
dan pandangan kabur

1
8. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanin dan aspartat amino
transferase
9. Hemolisis mikroangiopati
10. Trombositopenia < 100.000/mm3
11. Sindroma HELLP

Menurut saat timbulnya, eklampsia dibagi atas: 4


1. Eklampsia antepartum (eklampsia gravidarum) yaitu eklampsia yang
terjadi sebelum masa persalinan.
2. Eklampsia intrapartum (eklampsia parturientum) yaitu eklampsia yang
terjadi pada saat persalinan.
3. Eklampsia post partum (eklampsia puerperium) yaitu eklampsia yang
terjadi setelah persalinan, umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam
pertama setelah persalinan.

2.2. Frekuensi
Preeklampsia terjadi pada primigravida sebanyak 5,8% dan 0,4% gravida
kedua. Eklampsia adalah komplikasi yang jarang namun serius dari
preeklampsia serta merupakan penyulit. Menurut WHO pada tahun 1987
insiden preeklampsia dan eklampsia berkisar antara 0,5%-38,4%. Di Amerika
Serikat sekitar 3-5% dari seluruh kehamilan. Satu dari 2000 kehamilan di
Eropa, dan antara 1:100 sampai 1:1700 kehamilan di negara berkembang. Di
Inggris penyakit hipertensi dalam kehamilan menyebabkan 18,6% kematian
ibu, dimana eklampsia menyebabkan 10% kematian tersebut. Insidensi dari
preeklampsia dan eklampsia lebih tinggi di negara-negara berkembang,
dengan angka kejadian preeklampsia tertinggi di Zimbabwe yaitu 7,1% dari
seluruh kelahiran dan eklampsia di Colombia sebesar 0,81% dari kelahiran. Di
RSUD Pirngadi Medan, insidens preeklampsia dan eklampsia tahun 1990
adalah 6,94% dan tahun 1991 adalah 6,35%. Di RSCM pada tahun 1993-1994
adalah 14,3%. 3,4

2
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang
lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya
pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup
dan penanganan preeklampsia yang sempurna. Di negara-negara sedang berkembang
frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedang di negara-negara
maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%.3,4

2.3. Etiologi
Sampai saat ini penyebab eklampsia belum diketahui secara pasti dan belum dapat
menjawab semua pertanyaan memuaskan. Zweifel (1916) menyebutkan bahwa
preeklampsia adalah ”The disease of theories”.3
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal tersebut:3
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion dan mola hidatidosa
2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian
janin dalam uterus
4. Sebab jarangnya kejadian-kejadian preeklampsia pada kehamilan-
kehamilan berikutnya
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma

Saat ini ada 4 hipotesis utama yang paling banyak diteliti :


1. Iskemik Plasenta
Menurut kelompok Oxford, PE merupakan penyakit plasenta yang terdiri
atas 2 tahap. Pada tahap pertama iskemik mempengaruhi arteri spiralis
sehingga terjadi defisiensi aliran darah utero plasenta. Tahap kedua adalah
merupakan kelanjutan iskemik plasenta baik pada ibu maupun janin.

2. VLDL versus aktivitas anti toksin


Pada PE, asam lemak bebas sudah meningkat 15-20 minggu sebelum onset
penyakit. Diantara asam lemak bebas ini, asam oleat, asam linoleat dan
asam plamitat meningkat sebesar berturut-turut 37%, 25% dan 25%.

3
Inkubasi asam linoelat menurunkan kadar monofosfat guanosin siklik pada
endotel sampai 70% sehingga kemampuannya untuk menginhibisi
agregasi platelet sebesar 40%. Plasma albumin merupakan zat isoelektrik
dengan kadar isoelektrik ISO (isoelectric point) pl 4,8 – 5,6. Semakin
banyak asam lemak bebas terikat ke albumin maka pH 5,6 akan menurun
menjadi 4,8 yang akan mengakibatkan toksisitas VLDL tidak tercegah dan
terjadi PE.

3. Maladaptasi Imun
Pada manusia, transplantasi organ akan ditolak bila terdapat perbedaan
HLA donor resipien. Pada kehamilan normal tampak bahwa sel-sel
trofoblas yang berhubungan dengan darah ibu tidak mengandung MHC
kelas I dan kelas II alloantigen, sedang yang berhubungan dengan darah
ibu mengandung adalah MHC kelas I positif. Sel-sel desidua banyak
mengandung CD45 yang berasal dari sumsum tulang. Pada endometrium

fase sekresi lanjut akan ditemukan CD 56 yang tidak umum dijumpai,


suatu marker leukosit granul besar pada pembuluh darah perifer yang
bersifat dominan. Leukosit ini sangat mirip dengan ”natural killer – NK”
(penghancur alamiah) sel-sel walaupun tidak sekuat sel-sel NK pada
pembuluh darah perifer.

4. Genetic Imprinting
Cooper dan Liston meneliti bahwa penyakit PE dan E diwariskan melalui
suatu gen tunggal. Hipotesa ini baru hanya sampai pada lambat
berkembang mungkin disebabkan besarnya dana yang dibutuhkan serta
teknologi dan peralatan yang sangat kompleks dan mahal yang dibutuhkan
untuk membuktikan hipotesa ini. Namun menarik untuk diperhatikan
bahwa salah satu predisposisi PE dan E yang kita kenal bukanlah lagi
primigravida tetapi ”primi paternal”. Walaupun seorang ibu multigravida,
tetapi bila ia hamil dengan suami yang baru maka ia mempunyai
kemungkinan yang sama besarnya untuk menderita PE/E dibanding

4
dengan primigravida. Demikian juga kehamilan secara inseminasi buatan
atau bayi tabung dengan menggunakan sperma donor.
2.4. Patofisiologi
Etiologi dan preecl pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui secara
pasti. Teori timbulnya preeclampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu
sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi dengan
bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin
intrauterine, sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia.3
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi tropoblast
ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Infasi tropoblast juga memasuki jaringan
sekitar arteri spiralis sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan
umen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi
lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi preeklampsia, dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta.
Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan “preeclamps arteri spiralis”. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak
terjadi invasi sel-sel trofoblast pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan deras
sehingga lumen arteri spriralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis preeclam mengalami vasokonstriksi dan
terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemik plasenta. Dampak iskemik plasenta
akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan preeclampsia
hipertensi dalam kehamilan sebelumnya.

2. Iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel

5
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblast, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” dengan akibat plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadao
preeclam sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak preeclam
se yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak akan merusak preeclam sel juga akan merusak preecla dari
protein sel endotel. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis akan
beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah yang akan merusak preeclam sel
endotel. Kerusakan preeclam sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel yang disebut dengan
“disfungsi endotel”, yang akan mengakibatkan terjadinya: gangguan preeclamps
prostaglandin, agregasi trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan,
perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus, peningkatan permeabilitas
kapiler, peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor dan peningkatan preecl
koagulasi.

3. Teori Intoleransi imunologik antara ibu dan janin


Pada perempuan hamil normal, respon imunologik tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga
ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblast janin dari lisi oleh sel natural killer ibu. Selain itu adanya HLA-G akan
mempermudah infasi sel trofoblast ke dalam jaringan desidua ibu. Pada hipertensi
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di
desidua daerah plasenta akan menghambat invasi trofoblast ke dalam desidua.

4. Teori adaptasi kardiovaskular preecla


Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.
Refrakter berarti, pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan

6
vasopressor atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi. Pada hipertensi
dalam kehamilan, kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan
ternyata kepekaan terhadap bahan vasopressor. Fakta ini dapat dipakai sebagai
prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

5. Teori defisiensi gizi


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa
konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeclampsia. Minyak ikan
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.

6. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal plasenta juga melepaskan debris trofoblast sebagai sisa-sisa proses
apoptosis dan nekrotik trofoblast, akibat reaksi stress oksidatif dimana jumlahnya
masih dalam batas wajar sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeclampsia dimana terjadi
peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik juga
meningkat. Hal ini menyebabkan reaksi inflamasi yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan pada hamil normal. Respon inflamasi ini akan mengaktifasi
sel endotel dan sel-sel makrofag, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi
sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeclampsia.

2.5. Faktor Predisposisi


Seorang gravida cenderung dan mudah mengalami hipertensi dalam kehamilan
bila mempunyai faktor predisposisi sebagai berikut:1,2,3
1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi yang ekstrem,
yaitu umur remaja muda (teenager) atau umur 35 tahun keatas (primitua).

7
2. Multigravida dengan kondisi klinis:
a. Kehamilan ganda dan hidrops fetalis
b. Penyakit vaskuler termasuk hipertensi essensial kronik
c. Penyakit-penyakit ginjal
d. Hidrops fetalis
3. Riwayat keluarga preeklampsia-eklampsia
4. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
5. Faktor nutrisi, genetika, ras dan golongan etnik

2.6. Gejala dan Tanda


Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan
proteinuria, merupakan kelaninan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil.
Pada waktu keluhan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat. 1,3

Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak
mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah
peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda
prognostik yang lebih andal dibandingkan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik
sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukkan keadaan abnormal. 1,3

Kenaikan Berat badan


Peningkatan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba dapat mendahului serangan
preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan
tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45
kg per minggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kilo dalam seminggu
atau 3 kilo dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus
dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama
disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala

8
edema nondependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak,
kedua tangan atau kaki yang membesar. 1,3

Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukkan adanya suatu penyebab
fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada
kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10
gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudia dibandingkan dengan hipertensi
dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. 1,3

Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada
kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan
oksipitalis dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita
hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir dipastikan
mendahului serangan kejang pertama. 1,3

Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupaan keluhan yang seting
ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menunjukkan serangan kejang
yang dapat terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar
akibat edema atau perdarahan. 1,3

Gangguan Penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau
total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan petekie pada korteks
oksipital. 1,3

9
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia
dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual yang hebat, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal
dan tidak segera diobati, akan timbul kejang; terutama pada persalinan bahaya ini besar.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni:3
1. Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)
Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan
gerakan-gerakan kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa

melihat, kelopak -mata dan tangan bergetar. Setelah beberapa detik seluruh
tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlangsung
selama sekitar 30 detik.

2. Stadium kejang tonik


Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam
dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai
kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira
20 - 30 detik.

3. Stadium kejang klonik


Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulangulang
dalam tempo yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah
berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti
dan sianotik. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya sehingga
penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung
selama 1 - 2 menit, kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur.
4. Stadium koma
Lamanya koma ini beberapa menit sampai berjam jam. Secara
perlahan-lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara
kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam
keadaan koma

10
Setelah terjadi koma, penderita tidak akan mengingat serangan kejang
tersebut atau, pada umumnya kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring
dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya
yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai
bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang
jarang, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang
bersangkutan tampak mengalami kejang yang berkepanjangan dan hampir
kontinu. Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita
yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan.
Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan.
Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan
pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat
diikuti oleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya kematian tidak
terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernafasan setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat
mencapai 50 kali permenit, mungkin sebagai respons terhadap hiperkarbia akibat
asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat

dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39°C atau lebih adalah tanda yang buruk
karena dapat merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.
Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin
kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria.
Setelah melahirkan, peningkatan pengeluaran urin biasanya merupakan tanda
awal perbaikan. Proteinuria dan edema biasanya hilang dalam seminggu.
Pada sebagian besar kasus, tekanan darah kembali ke normal dalam beberapa
hari sampai 2 minggu setelah melahirkan. Pada eklampsia antepartum, tanda-
tanda persalinan dapat mulai segera setelah kejang dan berkembang cepat.
Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat
meningkat dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami
hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami

11
bradikardia setelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5
menit; apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan,
misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.1,3,8
Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Paling tidak terdapat
dua mekanisme penyebab:
1. Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila
kejang disertai oleh muntah.
2. Gagal jantung yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat dan
pemberian cairan intravena yang berlebihan.
Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak terjadi
bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak masif.
Perdarahan subletal dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar
kemungkinannya pada wanita yang lebih tua dengan hipertensi kronik. Walaupun
jarang, perdarahan tersebut mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma beri (berry
aneurysm) atau malformasi arteriovena. Pada sekitar 10 persen wanita, sedikit
banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang. Kebutaan juga dapat timbul
spontan pada preeklampsia paling tidak terdapat dua kausa:
1. Ablasio retina dengan derajat bervariasi
2. Iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis
Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik
dan biasanya tuntas dalam seminggu.1,3,4

2.7. Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya
tanda dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah
diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian,
eklampsia harus dibedakan dari:9
1. Epilepsi ; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau
pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada.
2. Kejang karena obat anestesi; apabila obat anestesi lokal tersuntikkan ke
dalam vena, dapat timbul kejang.

12
3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,
ensefalitis dan lain-lain.

2.8. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia atau eklampsia.
Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia3,10
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
atau lebih sering terjadi pada preeklampsia. Di RS dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinis hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan
pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel
darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada
autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia
serebri.
6. Edema paru

13
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dan 69 kasus eklampsia,
hal ini disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia - eklampsia merupakan akibat
vasospasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel
hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low
platelet.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat
kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation).
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.

2.9. Prognosis
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan dengan
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Diketahui kematian ibu berkisar 9,8%
- 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%.
Sebaliknya kematian ibu dan janin di negara maju lebih kecil. Kematian ibu
biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema
paru-paru, _ payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan
sewaktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterine dan
prematuritas.3,11

Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia :

14
1. Koma yang lama (prolonged coma)
2. Nadi diatas 120

3. Suhu 103°F atau 39,4°C atau lebih


4. Tekanan darah di atas 200 mmHg
5. Konvulsi lebih dari 10 kali
6. Proteinuria 10 gr atau lebih
7. Tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas eklampsia masuk kelas
ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk kelas berat dan prognosis akan lebih
jelek. Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan
oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita eklampsia
sering datang terlambat; karenanya terlambat memperoleh pengobatan yang tepat
dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni, tidak menyebabkan
hipertensi menahun.3,4

2.10. Pencegahan
Mencegah timbulnya eklampsia jauh lebih penting dari mengobatinya, karena
sekali ibu hamil mendapat serangan, prognosa akan jauh lebih jelek. Pada
umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.3
Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri dari :
1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsia
bukanlah penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka
masyarakat awam.
2. Meningkatkan jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta
mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan kehamilannya
sejak hamil muda.
3. Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu mencari pada tiap-tiap
pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya sedini mungkin
bila dijumpai
4. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas, apabila setelah dirawat mondok; tanda-tanda tidak dapat menghilang.

15
2.11. Penanganan2,4,12
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan preeklampsia berat. Dengan
tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri
kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu
mengizinkan. Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena
penyebab eklampsia belum diketahui dengan pasti.
Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan medikamentosa
dan obstetrik. Prinsip penanganan eklampsia adalah:
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Mengatasi hipertensi dan penyulit
3. Mengatasi oksigenasi jaringan/mencegah asidosis
4. Terminasi kehamilan

Dasar-dasar pengelolaan eklampsia menurut Pedoman Pengelolaan Hipertensi di


Batam 2005 :
1. Terapi supotif untuk stabilisasi pada ibu
a. Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Pastikan jalan nafas atas tetap tebruka
c. Mengatasi dan mencegah kejang
d. Koreksi hipoksemia dan academia
e. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
f. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang
tepat.
2. Perawatan kejang:
a. Tempatkan pendenta di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu
terang
b. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi
trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi
c. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna
mencegah aspirasi pneumonia

16
d. Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas
e. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
f. Rail tempat tidur harus terpasang dan terkunci dengan kuat.
3. Perawatan koma
a. Derajat kedalaman koma diukur dengan "Glasgow-Coma Scale"
b. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
c. Hindari decubitus
d. Perhatikan nutrisi
4. Pengobatan Medisinal
a. MgSO4

1) Loading dose
- MgSO4 20% (4gr) dalam larutan 10 cc IV/bolus selama 5-10 menit
- MgSO4 40% (4gr) dalam larutan 10 cc IV/bolus selama 5-10 menit
2) Maintenance dose
- IVFD RL + MgSO4 40% (12gr) 30 cc  14 gtt/i
3) Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20% 2 gram IV

Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.


Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat
diberikan Phenobarbital 3-5 mg/kgBb IV perlahan-lahan
b. Infus Ringer Laktat sebanyak 1000 cc kemudian disambung dengan
Dextrose 5% 500 cc. Jumlah cairan selama 24 jam sekitar 2000 cc.
c. Antibiotika dengan dosis yang cukup
d. Perawatan pada serangan kejang
- Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang
- Masukkan tongue spatel ke mulut penderita
- Kepala direndahkan dan lendir dihisap dari daerah nasofaring
- Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna
menghindari fraktur
- Pemberian oksigen
- Pasang kateter menetap
e. Perawatan pada penderita koma :

17
- Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai ”Glasgow
Pittsburg Coma Scale” Skor Tanda Vital (STV)
- Perlu diperhatikan pencegahan terhadap dekubitus
- Pada koma yang lama (> 24 jam) diberikan makanan melalui naso
gastric tube (NGT) – sonde feeding
f. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika terdapat edem paru, gagal
jantung dan edema anasarka. Anti hipertensi bila setelah pemberian
MgSO4 TD sistole  180 mmHg atau diastole  120 mmHg

g. Kardiotonikum (cedilanid) jika ada indikasi


h. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangan
seksio sesarea

2.12. Tindakan Obstetrik2


Pengelolaan eklampsia berdasarkan Pedoman Pengelolaan Hipertensi di Batam
2005 :
1. Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin
2. Terminasi kehamilan
Sikap dasar: bila sudah terjadi stabilisasi dalam 4-8 jam, yaitu setelah salah
satu atau keadaan dibawah ini :
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir
d. Penderita mulai sadar
e. Pada penderita koma dipakai Skor Tanda Vital (STV)
STV = 10 : boleh terminasi
STV = 9 : tunda 6 jam, bila tidak ada perubahan lakukan terminasi
3. Persalinan
Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil.

Cara persalinan :

18
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya,
maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.
1. Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas
kejang dengan atau tanpa amniotomi
2. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forseps.
Bila janin mati embriotomi.
3. Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi), kepala janin masih
tinggi; atau ada kesan disproporsi sefalopelvik; _ atau ada indikasi obstetrik
lainnya; sebaiknya dilakukan seksio sesaria (bila janin hidup).

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F. Bary; Williams Obstetrics ; 21st edition; McGraw Hill, USA,


2001 in Hypertensive Disorders in Pregnancy ; 567 - 609.
2. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman Pengelolaan
Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia; edisi kedua; 2005.
3. Winknjosastro H; Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga; Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo Jakarta, 1994 dalam Preeklampsia dan Eklampsia; hal
281 – 301.

19
4. Mochtar Rustam; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi; Edisi
5; 1995; Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 218-230.
5. Foley R Michael; Strong Thomas; Obstetric Intensive Care; A
Practical Manual; WB Saunders Company; 1997; page 63 - 75.
6. Miller Alistrair WF; Callander Robin; Obstetrics Illustrated; Fourth edition;
Churchill Livingstone; Hypertension in Pregnancy ; 169 - 175.
7. Cohen Wayne R; Complications of Pregnancy ; Fifth Edition; Lippincott
Williams & Wilkins 2000; Preeklampsia and Hypertensive Disorders ; 207 -
233.
8. Alarm International; a Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity;
Second edition; Pregnancy Induced Hypertension; 85 - 91.
9. Ratnam SS; Arulkumaran S; Problem Oriented Approach to Obstetrics and
Gynaecology ; Oxford University Press; 1997; Hypertension in Pregnancy ;
75 - 79.
10. Saifuddin AB; Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta 2002.
11. De Cherney AH, Phernol ML. Current Obstetric and Gynecologyic. Diagnosis

and Treatment, 8th ed, Appleton ang Lange, Norwalk 1994 : 380-8
12. Arias Fernando. Preeklampsia and Eklampsia: Practical Guide To High

Pregnancy and Delivery, 2nd ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210

20

Anda mungkin juga menyukai