Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuntansi adalah kegiatan jasa yang berfungsi menyajikan informasi keuangan dari suatu
entitas yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi di
antara berbagai alternatif tindakan. Output utama dari sistem akuntansi adalah informasi
keuangan yang tersajikan dalam bentuk seperangkat laporan keuangan. Informasi keuangan
yang tersaji di dalam laporan keuangan tersebut kemudian digunakan oleh para pengguna
sebagai dasar pengambilan keputusan.

Pada akuntansi pemerintahan, output yang dihasilkan dari sistem akuntansi pemerintahan
juga sama yaitu berupa seperangkat laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan
pemerintah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai
akuntabilitas dan membuat keputusan, baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Para
pengguna laporan keuangan pemerintah meliputi masyarakat, para wakil rakyat, lembaga
pengawas, lembaga pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi,
investasi, dan pinjaman dan pemerintah. Akan tetapi, masing-masing pengguna laporan
keuangan tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda-beda terhadap laporan keuangan.
Misalnya, masyarakat yang membutuhkan laporan keuangan pemerintah dalam rangka
menilai akuntabilitas pemerintah terhadap pengelolaan uang negara/daerah, wakil rakyat
yang membutuhkan laporan keuangan dalam rangka menilai pelaksanaan anggaran oleh
eksekutif, lembaga pemeriksa yang membutuhkan laporan keuangan pemerintah dalam
rangka menjalankan tugasnya sebagai auditor dan berbagai kebutuhan lainnya oleh
pengguna yang berbeda. Oleh karena itu, penyajian laporan keuangan pemerintah harus
mampu memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna laporan keuangan.

Laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari
masing-masing kelompok pengguna. Maka dari itu, pengaturan mengenai penyajian laporan
keuangan untuk tujuan umum perlu dirumuskan agar seluruh laporan keuangan pemerintah,
baik pemerintah pusat maupun daerah dapat memenuhi kebutuhan informasi dari semua

1
kelompok pengguna dan informasi yang tersaji dalam laporan keuangan tersebut dapat
dipahami dengan mudah oleh seluruh kelompok pengguna laporan keuangan tanpa harus
memiliki pengetahuan akuntansi yang mendalam.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka makalah ini akan membahas secara rinci mengenai
penyajian laporan keuangan pemerintah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) yang berlaku, meliputi:

 Apa tujuan laporan keuangan pemerintah untuk tujuan umum berdasarkan PSAP 1 ?
 Apa dan bagaimana penyajian komponen-komponen laporan keuangan pemerintah
sesuai dengan PSAP 1 ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:

 Untuk mengetahui dan memahami tujuan laporan keuangan pemerintah untuk tujuan
umum berdasarkan PSAP 1
 Untuk mengetahui dan memahami penyajian komponen-komponen laporan
keuangan pemerintah sesuai dengan PSAP 1

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual No. 01 Tentang


Penyajian Laporan Keuangan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan


(SAP) tertanggal 22 Oktober 2010 yang termuat dalam Lampiran I.02, Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan mengatur
mengenai penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial
statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap
anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah
laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna
laporan. Pengguna laporan keuangan pemerintah adalah masyarakat, termasuk Dewan
Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR/DPRD) selaku lembaga
legislatif, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor (pemeriksa), lembaga
pengawas, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman,
serta pemerintah pusat/daerah. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak
dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna.

PSAP No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan versi Lampiran I.02 berlaku efektif
untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai Tahun
Anggaran 2010. Akan tetapi, dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
tersebut, maka entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP No. 01 versi Lampiran II.02
(disebut PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual) adalah paling lama empat tahun setelah Tahun
Anggaran 2010 yaitu hingga Tahun Anggaran 2014. Perbedaan yang mendasari PSAP No.
1 versi Lampiran I.02 dengan versi Lampiran II.02 adalah basis akuntansi yang digunakan.
Pada PSAP No. 01 versi Lampiran II.02, basis akuntansi yang digunakan dalam laporan
keuangan pemerintah yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer dan
pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Sedangkan
pada PSAP No. 01 versi Lampiran I.02, basis akuntansi yang digunakan dalam laporan
keuangan pemerintah adalah basis akrual. Oleh karena itu, entitas pelaporan

3
menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan basis
akrual baik dalam pengakuan pendapatan dan beban, maupun pengakuan aset, kewajiban
dan ekuitas. Selain itu, pada PSAP No. 01 versi Lampiran I.02 dinyatakan bahwa Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) disajikan berdasarkan basis yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan tentang anggaran di mana hingga saat ini anggaran masih disusun
berdasarkan basis kas. Akan tetapi, paragraf standar ini dimaksudkan apabila terjadi
perubahan basis anggaran maka penyajian LRA dilakukan berdasarkan basis anggaran yang
berlaku.

2.2 Tujuan PSAP 01

Mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose


financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik
terhadap anggaran, antarperiode, maupun antarentitas. Laporan keuangan untuk tujuan
umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama
sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini
menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman
struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan
keuangan disusun dengan menerapkan basis akrual. Pengakuan, pengukuran, dan
pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, diatur dalam
standar akuntansi pemerintahan lainnya.

2.3 Basis Akuntansi

Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan kapan


pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis
akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas (cash basis of accounting) dan basis akrual
(accrual basis of accounting).
Dalam akuntansi berbasis kas, transaksi ekonomi dan kejadian lain diakui ketika kas
diterima oleh kas pemerintah (Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah) atau dibayarkan dari
kas pemerintah (Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah). Sedangkan dalam akuntansi
berbasis akrual berarti suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa-
peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam periode

4
laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau ekuivalen
kas diterima atau dibayarkan. Contoh transaksi yang membedakan basis kas dan basis akrual
adalah dalam peristiwa pada saat pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Pajak
(SKPP). Dalam basis kas, saat terbitnya SKPP tersebut belum diakui sebagai pendapatan,
karena pemerintah belum menerima kas. Namun, dalam basis akrual, terbitnya SKPP
tersebut oleh pemerintah sudah diakui sebagai pendapatan, walaupun pemerintah belum
menerima kas atas pendapatan pajak tersebut.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah
diwajibkan menerapkan basis akuntansi akrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan belanja negara paling lambat tahun anggaran 2008. Sedangkan basis
akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah pada saat ini
menurut PSAP Nomor 01 adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer,
dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Basis
kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada
saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Sedangkan basis akrual adalah basis akuntansi
yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa
itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.

Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan akuntansi dan penyajian


laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual (fully accrual basis), baik
dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan
aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun, entitas pelaporan tersebut tetap menyajikan
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) berdasarkan basis kas. Rekonsiliasi dari LRA berbasis
akrual ke LRA berbasis kas wajib disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

2.4 Struktur Dan Isi Laporan Keuangan

A. Jenis Laporan Keuangan

Dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD setiap entitas baik pemerintah pusat,


kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, dan satuan kerja di tingkat pemerintah
pusat/daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan

5
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, laporan keuangan
pemerintah pokok setidak-tidaknya terdiri atas:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
b) Neraca,
c) Laporan Arus Kas (LAK),
d) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan disajikan oleh setiap entitas pelaporan. Hal ini berarti setiap
gubernur/bupati/walikota wajib menyusun dan menyajikan keempat laporan keuangan di
atas. Sedangkan Laporan Arus Kas hanya disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi
perbendaharaan (Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara dan
Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah. Dengan demikian kepala
SKPD sebagai entitas akuntansi tidak menyusun dan menyajikan Laporan Arus Kas.

Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas pelaporan


diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis akrual dan Laporan
Perubahan Ekuitas. Laporan Kinerja Keuangan adalah laporan yang menyajikan pendapatan
dan beban serta surplus/defisit selama suatu periode yang disusun berdasarkan basis akrual.
Laporan Perubahan Ekuitas adalah laporan yang menyajikan mutasi atau perubahan saldo
ekuitas dana pemerintah selama suatu periode.

1. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan realisasi pendapatan, belanja, dan


pembiayaan selama suatu periode.

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah


pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/APBD dengan menyajikan
ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh
pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan. LRA menggambarkan
perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.

LRA menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut:

6
a. Pendapatan
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan
yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

b. Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

c. Transfer
Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

d. Surplus/defisit
Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu
periode pelaporan.

e. Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah
terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.

f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran


Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang
antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD selama satu periode
pelaporan.

Unsur-unsur dari LRA dapat digambar dalam tabel di bawah ini:

a. Pendapatan Rp xxx
b. Belanja Rp xxx

c. Transfer Rp xxx

d. Surpus (Defisit) = (a – (b+c)) Rp xxx

e. Pembiayaan (Neto) Rp xxx

7
f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran = (d – f) Rp xxx

2. Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas (LAK) adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai
sumber, penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan
saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan,
dan nonanggaran. Penyajian LAK dan pengungkapan yang berhubungan dengan arus
kas diatur dalam PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.

3. Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah bagian yang tak terpisahkan dari
laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan
keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. CaLK ditujukan agar laporan
keuangan dapat dipahami dan dibandingkan dengan laporan keuangan entitas lainnya.
CaLK sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai berikut:

1). informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target


Undang-Undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang
dihadapi dalam pencapaian target;
2). ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
3). informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan
akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-
kejadian penting lainnya;
4). pengungkapan informasi yang diharuskan oleh PSAP yang belum disajikan dalam
lembar muka laporan keuangan;
5). pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul
sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan
rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
6). informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak
disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

8
CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos
yang disajikan dalam LRA, Neraca, dan LAK. Termasuk pula dalam CaLK adalah
penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh SAP serta pengungkapan-
pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan
keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.

Bagian kebijakan akuntansi pada CaLK setidak-tidaknya menjelaskan hal-hal


sebagai berikut:

1). basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;


2). sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan
ketentuan-ketentuan masa transisi SAP diterapkan oleh suatu entitas pelaporan;
dan
3). setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan
keuangan.

Untuk menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu diungkapkan,


manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan tersebut dapat membantu
pengguna untuk memahami setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan.
Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk disajikan meliputi,
tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:

1). Pengakuan pendapatan;


2). Pengakuan belanja;
3). Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
4). Investasi;
5). Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud;
6). Kontrak-kontrak konstruksi;
7). Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
8). Kemitraan dengan fihak ketiga;
9). Biaya penelitian dan pengembangan;
10). Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
11). Dana cadangan;
12). Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.

9
Suatu entitas pelaporan juga dapat mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila
belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu:

1). domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas tersebut
beroperasi;
2). penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
3). ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan operasionalnya.

Catatan atas Laporan Keuangan diatur secara detail dalam PSAP Nomor 04 tentang
Catatan atas Laporan Keuangan.

B. Periode Pelaporan

Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Penyajian


laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD
diwajibkan untuk setiap periode tahun anggaran APBN/APBD, di mana dalam masa 1 (satu)
tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Dengan
demikian, periode pelaporan keuangan tahunan adalah per tanggal 31 Desember untuk
Neraca, dan untuk tahun yang berakhir 31 Desember untuk LRA dan LAK.

Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan keuangan
tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun,
misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun anggaran. Contoh selanjutnya adalah
dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan mengubah
tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi yang berada dalam entitas pelaporan untuk
memungkinkan penyusunan laporan keuangan konsolidasian. Dalam kondisi seperti itu
entitas pelaporan harus mengungkapkan informasi mengenai alasan penggunaan periode
pelaporan tidak satu tahun, dan fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan
tertentu seperti arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.

Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas waktu
penyampaian laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
Dengan demikian, kegunaan laporan keuangan tersebut berkurang bilamana laporan tidak
tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. Faktor-faktor
yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan bukan merupakan alasan
yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat waktu.

10
Selain laporan keuangan tahunan, setiap entitas pelaporan juga diwajibkan
menyusun laporan keuangan interim, yaitu setidak-tidaknya setiap semester sebagaimana
diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

C. Hubungan antar Komponen Laporan Keuangan

Pos-pos yang terdapat dalam masing-masing laporan keuangan adalah saling terkait
satu sama lain.

1. Laporan Realisasi Anggaran dengan Laporan Arus Kas.

Pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang disajikan dalam Laporan


Realisasi Anggaran (LRA) pada dasarnya sama dengan pos-pos yang disajikan dalam
Laporan Arus Kas (LAK), karena Laporan Realisasi Anggaran disusun berdasarkan
basis kas. Perbedaan utama antara LRA dan LAK adalah disajikannya transaksi
nonanggaran di LAK tetapi tidak disajikan di LRA. Disamping itu juga terdapat
perbedaan klasifikasi anggaran karena perbedaan tujuan pelaporannya.

2. Laporan Realisasi Anggaran dengan Neraca

Keterkaitan antara Laporan Realisasi Anggaran dengan Neraca adalah dalam


penghitungan Saldo Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA). SiLPA
/SiKPA dalam Laporan Realisasi Anggaran yang merupakan selisih antara
surplus/defisit dan total pembiayaan akan dimasukkan pada perkiraan ”Sisa
Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran” dalam Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar.
Perkiraan ”Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran” dalam Neraca tersebut
merupakan akumulasi SiLPA/SiKPA dalam LRA dari tahun-tahun sebelumnya.

3. Neraca dengan Laporan Arus Kas

Keterkaitan antara Neraca dan LAK adalah dalam penyajian saldo kas. Selisih
antara saldo awal dan akhir Kas di Bendahara Umum Negara/Kas di Kas Daerah dalam
Neraca merupakan kenaikan/penurunan kas sebagaimana yang disajikan dalam LAK.
Dengan kata lain selisih saldo awal dan akhir kas di Kas Daerah dalam Neraca harus
sama dengan kenaikan/penurunan kas dalam Laporan Arus Kas. Selain itu saldo akhir

11
kas di Kas Daerah dalam Neraca harus sama dengan saldo akhir kas di Kas Umum
Negara/Daerah dalam Laporan Arus Kas.

4. Catatan atas Laporan Keuangan dengan Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Laporan Arus Kas

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari LRA, Neraca, dan LAK, karena CaLK menjelaskan/ mengungkapkan lebih rinci
atas pos-pos dalam LRA, Neraca, dan LAK tersebut.

2.5 Neraca

Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas


pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal pelaporan. Neraca
disusun dengan sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dengan Sistem sentralisasi, neraca
disusun secara terpusat oleh bagian akuntansi suatu entitas pelaporan. Sedangkan dengan
desentralisasi neraca disusun oleh entitas-entitas akuntansi yang kemudian digabung oleh
entitas pelaporan. Pada pemerintah daerah, SKPD merupakan entitas akuntansi yang
berkewajiban menyusun laporan keuangan yang akan digabungkan oleh SKPKD menjadi
Neraca Daerah. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun neraca
SKPD dan SKPKD serta mengeliminasi akun-akun timbal balik.

Neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana (net asset). Ekuitas dana
merupakan selisih dari aset setelah dikurangi kewajiban, atau dalam persamaan akuntansi
dapat dirumuskan:

Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana

Hubungan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dapat digambarkan sebagai berikut:

Neraca

Aset Rp XXX Kewajiban Rp XXX

Ekuitas Dana Rp XXX

Total Rp XXX Total Rp XXX

12
A. Aset

Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di
masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta
dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.

Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh oleh
pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Aset diakui
pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Jika suatu
entitas memiliki aset moneter dalam mata uang asing maka harus dijabarkan dan dinyatakan
dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut menggunakan kurs tengah
bank sentral pada tanggal neraca. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan aset
nonlancar.

1. Aset Lancar

Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:

1. diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam
waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
2. berupa kas dan setara kas.

Aset lancar disajikan dalam neraca meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
piutang, dan persediaan.

a). Kas dan Setara Kas

Kas diakui pada saat diterima atau pada saat kepemilikannya dan/atau
kepenguasaannya berpindah. Kas dicatat sebesar nilai nominal artinya disajikan
sebesar nilai rupiah tersebut. Apabila terdapat kas dalam valuta asing, maka kas
tersebut dikonversi menjadi rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI pada
tanggal laporan. Termasuk dalam klasifikasi kas adalah kas di bank, kas yang
dipegang bendahara, dan deposito berjangka kurang dari 3 (tiga) bulan. Dalam

13
neraca pemerintah daerah, kas biasanya disajikan meliputi kas di kas daerah, kas di
bendahara penerimaan, dan kas di bendahara pengeluaran. Pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) kas meliputi Kas di Bendahara Penerimaan dan Kas di
Bendahara Pengeluaran.

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di dalam neraca daerah adalah


Hutang PFK dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang dapat
digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek
Utang PFK Rp
Ekuitas Dana Lancar XXX
Kas di Kas Daerah Rp SILPA Rp
XXX XXX

* SILPA disajikan di Neraca sebagai


Ekuitas Dana Lancar.

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara Pengeluaran


dalam neraca SKPD adalah Uang Muka dari BUD, yang dapat digambarkan dalam
diagram sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban
Kas di Bendahara
Pengeluaran Rp Uang Muda dari BUD Rp
XXX XXX

14
Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara Pengeluaran
dalam neraca Daerah adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang dapat
digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Kas di Bendahara
Pengeluaran Rp SILPA Rp
XXX XXX

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara Penerimaan


dalam neraca SKPD adalah Pendapatan yang Ditangguhkan, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban
Kas di Bendahara Pendapatan yang
Penerimaan Rp Ditangguhkan Rp
XXX XXX

* Pendapatan yang Ditangguhkan


disajikan di Neraca sebagai
Kewajiban Jangka Pendek

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara Penerimaan


dalam neraca Daerah adalah Pendapatan yang Ditangguhkan, yang dapat
digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar

15
Kas di Bendahara Pendapatan yang
Penerimaan Rp Ditangguhkan Rp
XXX XXX

* Pendapatan yang Ditangguhkan


disajikan di Neraca sebagai
Ekuitas Dana Lancar.

Pada neraca SKPD, kas disajikan sebagai berikut:

Aset
Aset Lancar
Kas dan Setara Kas
Kas di Bendahara Pengeluaran Rp XXX

Kas di Bendahara Penerimaan Rp XXX

Total Kas dan setara kas Rp XXX

Pada neraca, kas disajikan sebagai berikut:

Kas dan Setara Kas


Kas di Kas Daerah Rp XXX
Kas di Bendahara Pengeluaran* Rp XXX

Kas di Bendahara Penerimaan* Rp XXX

Deposito (2 bulan)** Rp XXX

Total Kas dan setara kas Rp XXX

*) Rincian kas di bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran pada


beberapa SKPD dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

16
**) Apabila pemerintah daerah memiliki deposito berjangka kurang dari 3
bulan pada beberapa bank, maka rincian atau daftar dari deposito tersebut
dapat diungkap dalam catatan atas laporan keuangan.

b). Investasi Jangka Pendek

Investasi jangka pendek diakui pada saat terjadinya pemindahan


kepemilikan, yaitu pada saat pemerintah menerima bukti investasi. Pos-pos investasi
jangka pendek antara lain deposito berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan
dan surat berharga yang mudah diperjualbelikan. Investasi jangka pendek dicatat
sebesar nilai perolehan. Jenis-jenis deposito beserta jangka waktunya perlu diungkap
dalam catatan atas laporan keuangan. Akuntansi investasi jangka pendek diatur lebih
detail dalam PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi.

Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka Pendek dalam


neraca Daerah adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang dapat
digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Investasi Jangka Pendek Rp SILPA Rp
XXX XXX

c). Piutang

Pos-pos piutang antara lain terdiri dari piutang pajak, piutang retribusi,
bagian lancar tagihan penjualan angsuran, bagian lancar tuntutan ganti rugi, dan
piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
tanggal pelaporan. Piutang dicatat sebesar nilai nominalnya.

Penjualan aset, seperti rumah dinas kepada pegawai negeri sipil biasanya
diangsur lebih dari 12 bulan. Penjualan tersebut oleh pemerintah disebut sebagai
Tagihan Penjualan Angsuran (TPA). Dalam neraca, TPA akan disajikan sebagai aset

17
lainnya, sedangkan TPA yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah
tanggal pelaporan, akan direklasifikasi dan disajikan tersendiri dalam aset lancar
sebagai Bagian Lancar TPA. Reklasifikasi TPA ini dilakukan hanya untuk tujuan
penyusunan neraca karena pembayaran atas tagihan penjualan angsuran akan
mengurangi perkiraan Tagihan Penjualan Angsuran bukan Bagian Lancar Tagihan
Penjualan Angsuran.

Perkiraan pasangan (balancing account) Piutang Pajak, Piutang Retribusi,


Bagian Lancar TPA, dan Bagian Lancar TP/TGR dalam neraca Daerah dan Neraca
SKPD adalah Cadangan Piutang, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Piutang Pajak Rp Cadangan Piutang* Rp
XXX XXX
Piutang Retribusi Rp
XXX

Bagian Lancar TPA Rp


XXX

Bagian Lancar TP/TGR Rp


XXX

* Cadangan Piutang disajikan


di Neraca sebagai Ekuitas
Dana Lancar.

Rincian jenis piutang pajak, retribusi, bagian lancar TPA dan TP/TGR dapat
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

d). Persediaan

Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan


untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak

18
habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti
komponen bekas. Jenis-jenis persediaan beserta nilainya perlu diungkap dalam
catatan atas laporan keuangan.

Pada umumnya metode pencatatan persediaan ada 2 metode, yaitu metode


periodik dan metode perpetual. Dalam metode periodik, persediaan dicatat
berdasarkan penghitungan/ inventarisasi fisik persediaan yang dilakukan pada akhir
periode pelaporan. Sedangkan dalam metode perpetual, persediaan dicatat setiap
terjadi transaksi yang mengakibatkan penambahan atau pengurangan persediaan.
Metode periodik biasanya digunakan untuk persediaan yang berjumlah banyak
dengan harga relatif rendah, sedangkan metode perpetual biasanya digunakan untuk
persediaan yang berjumlah relatif sedikit dengan harga relatif tinggi.

Sesuai dengan PSAP 01, Persediaan dicatat sebesar:


- biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
- biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
- nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.

Biaya perolehan atas persediaan sebagaimana dimaksud di atas meliputi


harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang
secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Sedangkan potongan
harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Dalam rangka
penyajian nilai wajar, nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan
persediaan yang terakhir diperoleh.

Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan


persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara
sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan
rencana kerja dan anggaran.

Perkiraan pasangan (balancing account) Persediaan dalam neraca Daerah


dan Neraca SKPD adalah Cadangan persediaan, yang dapat digambarkan sebagai
berikut:

19
Debet Kredit
Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
Persediaan Rp Cadangan Persediaan* Rp
XXX XXX

* Cadangan Persediaan yang


disajikan di Neraca sebagai Ekuitas
Dana Lancar.

Akuntansi mengenai persediaan diatur secara rinci dalam PSAP Nomor 05 tentang
Akuntansi Persediaan.

Secara keseluruhan, penyajian aset lancar dalam neraca adalah:

Aset Lancar
Kas Rp XXX
Investasi Jangka Pendek Rp XXX

Piutang Pajak Rp XXX

Piutang Retribusi Rp XXX

Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX

Bagian Lancar Tagihan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi Rp XXX

Persediaan Rp XXX

Total Aset Lancar Rp XXX

2. Aset Nonlancar

Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset tak berwujud,
yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang
digunakan masyarakat umum. Yang termasuk dalam aset nonlancar adalah aset yang tidak
memenuhi kriteria sebagai aset lancar sebagaimana diuraikan terdahulu.

20
Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana
cadangan, dan aset lainnya.

a). Investasi Jangka Panjang

Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki


selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya
perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh
kepemilikan yang sah atas investasi tersebut. Investasi jangka panjang terdiri dari
investasi nonpermanen dan investasi permanen. Investasi nonpermanen adalah
investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak
berkelanjutan. Investasi nonpermanen terdiri dari:

1. Pinjaman kepada perusahaan negara/daerah;

2. Pembelian Obligasi Daerah atau Surat Utang Negara;


3. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
kepada pihak ketiga; dan
4. Investasi nonpermanen lainnya.

Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk


dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanen terdiri dari:

1. Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/ perusahaan daerah,


lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan internasional
dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
2. Investasi permanen lainnya.

Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka Panjang dalam


neraca Daerah adalah Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:

21
Debet Kredit
Investasi Jangka Panjang Ekuitas Dana Investasi
Pinjaman kepada Perusahaan Negara Rp Diinvestasikan dalam
XXX
Pinjaman kepada Perusahaan Daerah Rp Investasi Jangka Panjang* Rp
XXX XXX

Investasi Obligasi Rp
XXX

Investasi Nonpermanen Lainnya Rp


XXX

Penanaman Modal Pemerintah Rp


XXX

Investasi Permanen Lainnya Rp


XXX

* Diinvestasikan dalam Investasi


Jangka Panjang disajikan di Neraca
sebagai Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian Investasi Jangka Panjang dalam neraca adalah:

Investasi Jangka Panjang


Investasi Nonpermanen Rp XXX
Pinjaman kepada Perusahaan Negara Rp XXX

Pinjaman kepada Perusahaan Daerah Rp XXX

Investasi Obligasi Rp XXX

Investasi Nonpermanen Lainnya Rp XXX


Total Investasi Nonpermanen Rp XXX

Investasi Permanen Rp XXX

22
Penanaman Modal Pemerintah Rp XXX

Investasi Permanen Lainnya Rp XXX

Total Investasi Permanen Rp XXX

Total Investasi Jangka Panjang Rp XXX

Rincian atas masing-masing jenis investasi jangka panjang dapat diungkapkan


dalam catatan atas laporan keuangan.

Akuntansi Investasi tidak diselenggarakan oleh SKPD tetapi hanya diselenggarakan


oleh SKPKD pada pemerintah daerah.

Akuntansi Investasi Jangka Panjang diatur secara rinci dalam PSAP Nomor 06
tentang Akuntansi Investasi.

b). Aset Tetap

Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian aset
tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan, maka nilai aset
tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Selain tanah dan konstruksi
dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan
karakteristik aset tersebut. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara
swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik,
sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
pembangunan aset tetap tersebut.

Aset tetap terdiri dari:


1. Tanah
2. Peralatan dan Mesin
3. Gedung dan Bangunan
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
5. Aset Tetap Lainnya

23
6. Konstruksi dalam Pengerjaan.

Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Tetap dalam neraca Daerah dan neraca
SKPD adalah Diinvestasikan dalam Investasi Aset Tetap, yang dapat digambarkan
sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Tetap Ekuitas Dana Investasi
Tanah Rp Diinvestasikan dalam
XXX
Peralatan dan Mesin Rp Aset tetap* Rp
XXX XXX

Gedung dan Bangunan Rp


XXX

Jalan, irigasi, dan Jaringan Rp


XXX

Aset Tetap Lainnya Rp


XXX

Konstruksi dalam Pengerjaan Rp


XXX

* Diinvestasikan dalam Aset Tetap


disajikan di Neraca sebagai
Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian aset tetap dalam neraca adalah:

Aset Tetap
Tanah Rp XXX
Peralatan dan Mesin Rp XXX

24
Gedung dan Bangunan Rp XXX

Jalan, Irigasi, dan Jaringan Rp XXX

Aset Tetap Lainnya Rp XXX

Konstruksi dalam Pengerjaan Rp XXX

Total Rp XXX

Dikurangi:

Akumulasi Penyusutan (Rp XXX)

Total Aset Tetap Rp XXX

Jenis, umur, dan kondisi dari masing-masing aset tetap dapat diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan. Akuntansi Aset Tetap diatur lebih rinci
dalam PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap

c). Dana Cadangan

Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan


yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran. Pembentukan dana cadangan diakui pada saat dilakukan penyisihan uang
untuk tujuan pencadangan dimaksud.

Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya. Peruntukan dana


cadangan harus diatur dengan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat
digunakan untuk peruntukan yang lain. Pembentukan dana cadangan dapat
dilakukan jika keadaan keuangan pemerintah mengalami surplus anggaran.
Pembentukan dana cadangan dilakukan dengan persetujuan DPRD, demikian juga
pada waktu pencairan dana tersebut. Pemerintah dapat membentuk lebih dari satu
Dana Cadangan. Apabila terdapat lebih dari satu dana cadangan, maka dana
cadangan harus diungkapkan dan dirinci sesuai dengan tujuannya.

Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005


tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dana cadangan yang dibentuk pemerintah
daerah dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah kecuali yang

25
bersumber dari DAK, pinjaman daerah, dan penerimaan lain yang penggunaannya
dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 juga dinyatakan bahwa
penggunaan dana cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan
pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang bersangkutan, kemudian seluruh
hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana cadangan akan menambah dana cadangan
yang bersangkutan dan dicatat sebagai pendapatan.

Akuntansi Dana Cadangan hanya diselenggarakan oleh SKPKD dan tidak


diselenggarakan oleh SKPD.

Perkiraan pasangan (balancing account) Dana Cadangan dalam neraca


Daerah adalah Diinvestasikan dalam Dana Cadangan, yang dapat digambarkan
sebagai berikut:

Debet Kredit
Dana Cadangan Ekuitas Dana Cadangan
Dana Cadangan Rp Diinvestasikan dalam
XXX Dana Cadangan Rp
XXX

Penyajian Dana Cadangan di neraca adalah:

Dana Cadangan
Dana Cadangan Rp XXX
Total Dana Cadangan Rp XXX

Informasi mengenai jenis dana cadangan dapat diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan.

d). Aset Lainnya

Yang termasuk dalam aset lainnya adalah:

26
1. Aset Tak Berwujud
2. Tagihan Penjualan Angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas)
bulan
3. Tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi yang jatuh tempo lebih dari
12 (dua belas) bulan
4. Aset Kerjasama dengan Fihak Ketiga (Kemitraan).

Aset tak berwujud (intangible asset) adalah aset nonkeuangan yang dapat
diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan
dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk
hak atas kekayaan intelektual. Aset tak berwujud meliputi :

Software komputer
Lisensi dan franchise
Hak cipta (copyright), paten, goodwill dan hak lainnya
Hak jasa dan operasi
Aset tak berwujud dalam pengembangan.

Tagihan Penjualan Angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima


dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah.
Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak penjualan aset
yang bersangkutan. Contoh tagihan penjualan angsuran antara lain adalah penjualan
rumah dinas dan penjualan kendaraan dinas.

Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi menggambarkan tagihan


kepada pegawai pemerintah yang terbukti menyalahgunakan uang negara atau
menghilangkan aset pemerintah. Tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi dinilai
sebesar nilai nominal dalam Surat Ketetapan Tanggung jawab Mutlak atau Surat
Keputusan Pembebanan dari pejabat yang berwenang.

Kemitraan dengan Pihak Ketiga menggambarkan nilai hak yang akan


diperoleh atas suatu aset yang dibangun dengan cara kemitraan pemerintah dan
swasta berdasarkan perjanjian. Kemitraan dengan pihak ketiga dinilai sebesar nilai
kontrak kerjasama antara pemerintah dengan pihak ketiga. Bentuk kemitraan
tersebut antara lain Bangun Kelola Serah (BKS)/Built operate Transfer (BOT) ,
Bangun Serah Kelola (BSK)/Built Transfer Operate (BTO) dan bentuk kemitraan
lainnya.

27
Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Lainnya dalam neraca Daerah
dan Neraca SKPD adalah Diinvestasikan dalam Aset Lainnya, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:

Debet Kredit
Aset Lainnya Ekuitas Dana Investasi
Aset Tak Berwujud Rp Diinvestasikan dalam
XXX
Tagihan Penjualan Angsuran Rp Aset Lainnya* Rp
XXX XXX

Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rp


Rugi XXX

Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp


XXX

* Diinvestasikan dalam Aset


Lainnya disajikan di Neraca
sebagai Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian aset lainnya dalam neraca adalah:

Aset Lainnya
Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX
Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi Rp XXX

Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp XXX

Aset Tak Berwujud Rp XXX

Aset Lain-lain Rp XXX

Total Aset Lainnya Rp XXX

Informasi mengenai jenis dari masing-masing komponen aset lainnya dapat


diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

28
B. Kewajiban

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Kewajiban diakui jika besar
kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan
untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban tersebut
mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban diakui pada saat
dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul.

Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing
dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing
menggunakan kurs tengah bank sentral (Bank Indonesia) pada tanggal neraca.

Kewajiban diklasifikasikan menjadi kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka


panjang.

1. Kewajiban Jangka Pendek

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan


dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka
pendek dapat dikategorikan dengan cara yang sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban
jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan
suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. Kewajiban
jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan
setelah tanggal pelaporan. Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek kepada pihak
ketiga, utang perhitungan fihak ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.

Kewajiban jangka pendek antara lain terdiri atas:

a. Bagian lancar utang jangka panjang


Bagian lancar utang jangka panjang merupakan bagian utang jangka panjang
yang diharapkan akan dibayar dua belas bulan sesudah tanggal pelaporan.
Contohnya Pemerintah daerah XYZ meminjam uang kepada Pemerintah Pusat
sebesar Rp20 miliar pada tanggal 1 Oktober 2005. Pinjaman tersebut dibayar
mulai tahun 2006 sampai 2015 (selama 10 Tahun). Pemda XYZ akan melaporkan
Bagian Lancar Utang kepada Pemerintah Pusat sebesar yang akan dibayar pada
tahun 2006 yaitu Rp2 miliar.

29
b. Utang Bunga
Utang bunga merupakan utang yang timbul pada akhir periode pelaporan
sehubungan dengan adanya bunga terutang akibat dari adanya pinjaman yang
diambil pemerintah.

c. Utang PFK
Utang PFK merupakan utang yang timbul akibat pemerintah kurang menyetor
kepada pihak lain atas pungutan Penerimaan Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)
yang dilakukannya. Dengan kata lain Utang PFK adalah Penerimaan PFK
dikurangi Pengeluaran PFK. Sebagai contoh, Pemerintah daerah ABC
melakukan pemotongan dari gaji untuk iuran Tabungan Asuransi Pensiun
(Taspen) Rp10 juta selama tahun 2005. Tetapi Pemerintah daerah tersebut baru
menyetor ke rekening PT Taspen sebesar Rp8 juta selama tahun 2005. Utang
PFK yang dilaporkan adalah sebesar Rp2 juta.

Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban Jangka Pendek (kecuali Utang


PFK) dalam neraca adalah Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka
Pendek, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Debet Kredit
Kewajiban Jangka Pendek
Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Rp XXX

Utang Bunga Rp XXX

Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX

Ekuitas Dana Lancar

Dana yang Harus Disediakan untuk


Pembayaran Utang Jangka Pendek * (Rp XXX)

30
* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang
Jangka Pendek disajikan di Neraca sebagai pengurang
Ekuitas Dana Lancar.

Apabila terdapat pungutan PFK yang belum disetor berarti saldo uang tersebut masih
berada di Kas Daerah. Oleh karena itu, perkiraan pasangan (balancing account) Utang PFK
dalam neraca adalah Kas di Kas Daerah, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai
berikut:

Debet Kredit
Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek
Kas di Kas Daerah Rp Utang PFK Rp
XXX XXX

Khusus pada SKPD terdapat akun Uang Muka dari BUD sebagai akun lawan dari Kas Di
bendahara Pengeluaran, dan Akun Pendapatan yang ditangguhkan sebagai akun lawan dari
Kas Di Bendahara penerimaan.

Penyajian Kewajiban Jangka Pendek dalam neraca adalah:

Kewajiban Jangka Pendek


Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Rp XXX
Utang Bunga Rp XXX

Utang PFK Rp XXX

Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX

Total Kewajiban Jangka Pendek Rp XXX

Informasi lebih rinci mengenai jenis dari kewajiban jangka pendek dapat diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan.

31
2. Kewajiban Jangka Panjang

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika diharapkan


dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Suatu entitas pelaporan tetap
mengklasifikasikan kewajiban jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh
tempo dan untuk diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
jika:

1. jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan;
2. entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dasar
jangka panjang; dan
3. maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan kembali
(refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap pembayaran, yang
diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.

Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya
mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau digulirkan (roll over)
berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan tidak akan segera menyerap dana
entitas. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari
pembiayaan jangka panjang dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun
dalam situasi di mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam
kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat
dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos jangka
pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan
laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah
jangka panjang.

Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu (covenant) yang


menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban jangka pendek (payable on
demand) jika persyaratan tertentu yang terkait dengan posisi keuangan peminjam dilanggar.
Dalam keadaan demikian, kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
panjang hanya jika:
1. pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai
konsekuensi adanya pelanggaran, dan
2. tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan
setelah tanggal pelaporan.

32
Kewajiban jangka panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Utang Dalam Negeri-Sektor Perbankan


Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah melakukan
pinjaman kepada perbankan dalam negeri

b. Utang Dalam Negeri- Obligasi


Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah melakukan
penarikan dana dari masyarakat melalui pengeluaran surat utang/obligasi.

c. Utang Luar Negeri


Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah melakukan
pinjaman kepada negara/lembaga asing. Penarikan pinjaman luar negeri ini dapat
dilakukan melalui penerbitan obligasi yang diperuntukkan bagi pihak asing.

d. Utang Jangka Panjang Lainnya


Merupakan utang jangka panjang yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam Utang
Dalam Negeri- sektor Perbankan, Utang Dalam Negeri-Obligasi, Utang Luar
Negeri. Misalnya Utang Kepada Pemerintah Pusat/Daerah Otonom Lainnya.

Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban Jangka Panjang dalam neraca


adalah Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:

Debet Kredit
Kewajiban Jangka Panjang
Utang Dalam Negeri-Perbankan Rp
XXX
Utang Dalam Negeri-Obligasi Rp
XXX

Utang Luar Negeri Rp


XXX

Utang Jangka Panjang Lainnya Rp


XXX

33
Ekuitas Dana Investasi

Dana yang Harus Disediakan untuk


Pembayaran Utang Jangka Panjang * Rp
XXX

* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang


Jangka Panjang disajikan di Neraca sebagai pengurang
Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian Kewajiban Jangka Panjang di neraca adalah:

Kewajiban Jangka Panjang


Utang Dalam Negeri-Perbankan Rp XXX
Utang Dalam Negeri-Obligasi Rp XXX

Utang Luar Negeri Rp XXX

Utang Jangka Panjang Lainnya Rp XXX

Total Kewajiban Jangka Panjang Rp XXX

Informasi lebih rinci mengenai jenis dari masing-masing kewajiban jangka panjang
dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Akuntansi kewajiban lebih rinci diatur dalam PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi
Kewajiban.

C. Ekuitas Dana

Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset
dan kewajiban pemerintah. Ekuitas Dana diklasifikasikan menjadi Ekuitas Dana Lancar,
Ekuitas Dana Investasi, dan Ekuitas Dana Cadangan.

34
1. Ekuitas Dana Lancar

Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban jangka pendek.
Ekuitas Dana Lancar terdiri dari:

- Sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA), yang merupakan akun pasangan yang
menampung kas dan setara kas serta investasi jangka pendek.
- Pendapatan yang Ditangguhkan, yang merupakan akun pasangan untuk menampung
Kas di Bendahara Penerimaan.
- Cadangan Piutang, yang merupakan akun pasangan yang dimaksudkan untuk
menampung piutang lancar.
- Cadangan Persediaan, yang merupakan akun pasangan dari persediaan.
- Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek, merupakan akun
pasangan dari kewajiban jangka pendek lainnya.

Penyajian Ekuitas Dana Lancar di neraca adalah:

Ekuitas Dana Lancar


SiLPA Rp XXX
Pendapatan yang Ditangguhkan Rp XXX

Cadangan Piutang Rp XXX

Cadangan Persediaan Rp XXX

Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Rp XXX


Pendek
Total Ekuitas Dana Lancar Rp XXX

2. Ekuitas Dana Investasi

Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam


investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi dengan kewajiban jangka
panjang. Ekuitas Dana Investasi terdiri dari:

35
- Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang merupakan akun pasangan dari
Investasi Jangka Panjang.

- Diinvestasikan dalam Aset Tetap merupakan akun pasangan dari Aset Tetap,

- Diinvestasikan dalam Aset Lainnya, yang merupakan akun pasangan Aset Lainnya.

- Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang (contra
account), yang merupakan akun pasangan dari seluruh Utang Jangka Panjang.

Penyajian Ekuitas Dana Investasi di neraca adalah:

Ekuitas Dana Investasi


Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang Rp XXX
Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp XXX

Diinvestasikan dalam Aset Lainnya Rp XXX

Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka


Panjang
Rp XXX

Total Ekuitas Dana Lancar Rp XXX

3. Ekuitas Dana Cadangan

Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang dicadangkan


untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ekuitas Dana Cadangan
terdiri dari:

Penyajian Ekuitas Dana Investasi dalam neraca adalah:

Ekuitas Dana Cadangan


Ekuitas Dana Cadangan Rp XXX
Total Ekuitas Dana Cadangan Rp XXX

Contoh Aplikasi Penyajian Laporan Keuangan Berdasarkan SAP dan Peraturan


Perundang-undangan Yang Berlaku

36
PSAP No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan mengatur mengenai penyajian laporan
keuangan untuk tujuan umum. Beberapa pembahasan pada PSAP No. 01 diatur secara rinci
pada PSAP berikutnya, meliputi PSAP No. 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis
Kas, PSAP No. 03 tentang Laporan Arus Kas, PSAP No. 04 tentang Catatan atas Laporan
Keuangan, PSAP No. 05 tentang Akuntansi Persediaan, PSAP No. 06 tentang Akuntansi
Investasi, PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap, PSAP No. 08 tentang Akuntansi
Konstruksi Dalam Pengerjaan, PSAP No. 09 tentang Akuntansi Kewajiban, PSAP No. 11
tentang Laporan Keuangan Konsolidasian dan PSAP No. 12 tentang Laporan Operasional.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan disajikan contoh kasus mengenai perlakuan
akuntansi terhadap Piutang dan juga ilustrasi penyajian laporan keuangan pada tingkat
pemerintah daerah, baik PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) maupun SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah) berdasarkan PSAP No. 01 dan Permendagri No. 64 Tahun
2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah
Daerah.

37
CONTOH FORMAT NERACA

NERACA
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0

(Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0
1 ASET
2
3 ASET LANCAR
4 Kas di Kas Daerah xxx xxx
5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx
6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx
7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx
8 Piutang Pajak xxx xxx
9 Piutang Retribusi xxx xxx
10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx
11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx
13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx
14 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
15 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
16 Piutang Lainnya xxx xxx
17 Persediaan xxx xxx
18 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 17) xxx xxx
19
20 INVESTASI JANGKA PANJANG
21 Investasi Nonpermanen
22 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx
23 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx
24 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx
25 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx
26 Jumlah Investasi Nonpermanen (22 s/d 25) xxx xxx
27 Investasi Permanen
28 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx
29 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx
30 Jumlah Investasi Permanen (28 s/d 29) xxx xxx
31 Jumlah Investasi Jangka Panjang (26 + 30) xxx xxx
32
33 ASET TETAP
34 Tanah xxx xxx
35 Peralatan dan Mesin xxx xxx
36 Gedung dan Bangunan xxx xxx
37 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx
38 Aset Tetap Lainnya xxx xxx
39 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx
40 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx)
41 Jumlah Aset Tetap (34 s/d 40) xxx xxx
42
43 DANA CADANGAN
44 Dana Cadangan xxx xxx
45 Jumlah Dana Cadangan (44) xxx xxx
46
47 ASET LAINNYA
48 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
49 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
50 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx
51 Aset Tak Berwujud xxx xxx
52 Aset Lain-Lain xxx xxx
53 Jumlah Aset Lainnya (48 s/d 52) xxx xxx
54
55 JUMLAH ASET (18+31+41+45+53) xxxx xxxx

38
56
57 KEWAJIBAN
58
59 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
60 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx
61 Utang Bunga xxx xxx
62 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx
63 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx
64 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (60 s/d 63) xxx xxx
65
66 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
67 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx
68 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx
69 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx
70 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (67 s/d 69) xxx xxx
71 JUMLAH KEWAJIBAN (64+70) xxx xxx
72
73 EKUITAS DANA
74
75 EKUITAS DANA LANCAR
76 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx
77 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx
78 Cadangan Piutang xxx xxx
79 Cadangan Persediaan xxx xxx
80 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek (xxx) (xxx)
81 Jumlah Ekuitas Dana Lancar (76 s/d 80) xxx xxx
82
83 EKUITAS DANA INVESTASI
84 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx
85 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx
86 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx
87 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang (xxx) (xxx)
88 Jumlah Ekuitas Dana Investasi (84 s/d 87) xxx xxx
89
90 EKUITAS DANA CADANGAN
91 Diinvestasikan dalam Dana Cadangan xxx xxx
92 Jumlah Ekuitas Dana Cadangan (91) xxx xxx
93 JUMLAH EKUITAS DANA (81+88+92) xxx xxx
94
95 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (71+93) xxxx xxxx

39
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PSAP No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan mengatur mengenai penyajian laporan
keuangan untuk tujuan umum. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan
yang memuat informasi yang dapat memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok
pengguna. Oleh karena itu, laporan keuangan tida dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik
dari masing-masing kelompok pengguna.

Berdasarkan PSAP No. 01 versi Lampiran I.02 atau SAP Berbasis Akrual, pemerintah pusat dan
daerah diwajibkan menyajikan tujuh komponen laporan keuangan meliputi, Laporan Realisasi
Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan
Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Hal ini berbeda
dengan PSAP No. 01 versi Lampiran II.02 atau SAP Berbasis Kas Menuju Akrual di mana
komponen laporan keuangan hanya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Akan tetapi, mulai pelaporan pertanggungjawaban
Tahun Anggaran 2015 dan seterusnya, SAP yang berlaku adalah SAP berbasis Akrual
sebagaimana dinyatakan dalam Paragraf Standar No. 115 PSAP No. 01 versi Lampiran I.02.

3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan di atas, maka direkomendasikan agar pemerintah pusat dan daerah harus
mempersiapkan diri secara matang dalam hal pemahaman teoritis dan praktik mengenai SAP
berbasis Akrual, mengingat SAP berbasis Akrual berbeda dengan SAP berbasis Kas Menuju
Akrual, khususnya dalam hal penyajian laporan keuangan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Darise, Nurlan. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik). Jakarta: Indeks.

Rachmat. 2010. Akuntansi Pemerintahan. Bandung: Pustaka Setia.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.

________________. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.

41

Anda mungkin juga menyukai