PENDAHULUAN
Sepsis merupakan penyebab tersering kesakitan dan kematian akibat infeksi di seluruh
dunia. Dilaporkan hampir 500.000 kematian ibu hamil/bersalin/nifas terjadi tiap tahun
yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan dan persalinan, kematian ini 99% terjadi di
hamil/bersalin/nifas per 100.000 kelahiran, sedangkan di Afrika terjadi 100 kematian ibu
hamil/bersalin/nifas per 10.000 kelahiran (Sandhu AK, 2008). Di Obstetri dan Ginekologi
RSU dr.Soetomo Surabaya angka kejadian sepsis 28,13% tertinggi kedua setelah kejadian
perhatian serius karena berdampak tingginya angka kematian ibu hamil atau pasca salin
Akhir-akhir ini kejadian sepsis pada ibu hamil cenderung menurun, Martin dkk
melaporkan penurunan dari 0,6% menjadi 0,3% dari tahun 1979-2000.1 Menurut data
WHO kejadian sepsis bervariasi dari 0,9 sampai dengan 7,04 per 1000 wanita dengan
usia 15-49 tahun. Kejadian sepsis pada wanita hamil dihubungkan dengan komplikasi
infeksi seperti infeksi saluran kemih, korioamnionitis, endometritis, luka infeksi dan
abortus septik. Penyebab sepsis non obstetrik pada wanita hamil diantaranya malaria,
HIV dan pneumonia. Infeksi saluran kemih sering dikaitkan sebagai penyebab infeksi
tersering pada kehamilan. Hal ini dikarenakan terjadinya perubahan secara anatomi dan
1
memudahkan pertumbuhan kuman patogen sebagai penyebab infeksi. Korioamnionitis
sering dihubungkan dengan kejadian ketuban pecah dini. Lamanya waktu ketuban pecah
dengan proses persalinan sangat mempengaruhi kejadian ini. Endometritis dan luka
infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada operasi seksio sesaria.
Telah diketahui ada 5 penyebab utama kematian ibu di seluruh dunia yaitu, perdarahan,
sepsis, hipertensi, persalinan lama dan unsafe abortion. Sebagian besar kematian ibu
yang disebabkan oleh ke lima hal tersebut sebenarnya dapat dicegah dengan memberikan
Angka kematian ibu (AKI) yang disebabkan oleh kondisi medis langsung terbanyak
(25%) disebabkan karena perdarahan, diikuti oleh infeksi (15%), unsafe abortion (13%),
eklampsia (12%), persalinan lama dengan/ tanpa pecah ketuban (8%) dan penyebab
sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan bakteremia
dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhi Multi Organ Dysfunction
2
BAB II
SYOK SEPTIK
2.1. DEFINISI.
Syok adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya gangguan sistem sirkulasi
metabolisme aerobik sel secara normal. Syok disebut sebagai suatu sindrom yang diawali
oleh hipoperfusi akut yang mengarah ke hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital.
Syok kelainan sistemik yang mempengaruhi sistem organ. Perfusi dapat turun secara
Syok septik adalah gangguan sistem sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya
perfusi dan oksigenasi jaringan yang disebabkan oleh adanya sistemik inflamatory
2.2. ETIOLOGI
Infeksi bisa berasal dari faktor endogen dan eksogen, sebab obstetri dan non obstetri
serta penularan nosokomial. Infeksi dari bidang obstetri misalnya korioamnionitis, post
partum endometritis, aborsi septik, infeksi luka episiotomi dan seksio sesaria serta akibat
Aborsi septik, infeksi postpartum dan khorioamnion, pyelonefritis dan infeksi traktus
respiratorius. Ketuban pecah dalam waktu yang lama, tertinggalnya hasil konsepsi,
3
peralatan yang berhubungan dengan traktus genitourinaria adalah faktor-faktor resiko
Penyebab non-obstetri bisa karena radang apendiks, kholesistitis, infeksi saluran kemih,
pyelonefritis akibat batu dan abses renalis, pneumonia serta terakhir ini bisa karena
infeksi HIV dan malaria. Infeksi pelvik sering polimikrobial dengan bakteri yang paling
aureus yang amat virulen karena eksotoksinnya. Group B streptococcus (GBS) dalam
saluran reproduksi dapat bersifat pathogen dan bisa menimbulkan neonatal sepsis (Schrag
SJ et al., 2004). Infeksi yang berasal dari radang pyelonefritis saat kehamilan sering
disebabkan oleh spesies E. coli dan Klebsiela. Kejadian syok septik dapat juga
disebabkan oleh patogen lain yaitu streptococci aerob dan anerob, bacteroides dan
Banyak faktor langsung maupun tidak langsung, yang berpengaruh memudahkan terjadi
infeksi dan sepsis pada kehamilan, persalinan dan nifas. Beberapa kondisi tersebut antara
lain :
A. Sosial ekonomi rendah
E. Partus lama
4
F. Masyarakat yang : - ignorance / tidak tahu - partus dukun
2.4 PATOFISIOLOGI
sitokin, hal ini memicu respon peradangan. Mediator-mediator dari sepsis adalah
hipotensi. Lebih jauh lagi, hal ini dapat menyebabkan berkurangnya disribusi aliran
darah, perfusi yang tidak adekuat pada beberapa organ, kerusakan sel, kerusakan banyak
parenkim paru, dan hal ini dapat menyebabkan edema paru. Sewaktu sepsis, kerusakan
pada pneumocytes tipe II mengurangi produksi surfaktan, hal ini dapat menimbulkan
kolapsnya alveolar, penurunan compliance paru, dan hipoksemia berat. Kumpulan gejala
5
2.5 DIAGNOSIS SYOK SEPTIK
a. Tanda sistemik
HR > 90 x/menit
Takipneu
Hiperglikemia (glukosa plasma > 140mg/dL atau 7,7 mmol/L) dan tidak
diabetes
b. Tanda inflamasi
c. Hipoperfusi jaringan
Hipotensi arteri (tekanan darah sistolik < 90mmHg, MAP < 70 mmHg, atau tekanan
darah sistolik turun > 40 mmHg pada dewasa atau lebih rendah dua standar deviasi
Disfungsi Organ:
2. Oliguria akut (jumlah urin < 0,5 mL/Kg/jam selama minimal 2 jam meskipun
meliputi pemeriksaan darah, urin, dan kultur dari berbagai cairan tubuh, evaluasi
mikrobiologis dari darah, urin, sputum atau dari luka yang belum sembuh atau
uterin.
Hasil kultur darah yang positif menguatkan adanya infeksi yang serius. Karena
keterbatasan teknik kultur hanya 30% kuman penyebab dapat dikenali disamping secara
klinis infeksi bisa masih terbatas lokal dan belum menstimulasi reaksi sistemik.
7
BAB III
serta biaya. Pemberian antibiotika segera harus dilakukan tanpa menunggu hasil kultur
dan dapat dimulai secara empiris dengan antibiotika spektrum luas. Apabila hasil kultur
dan tes sensitifitas sudah ada, maka jenis antibiotika harus disesuaikan dengan hasil tes
sensitifitas yang ada, untuk menghindari timbulnya resistensi antibiotika tersebut. Pada
infeksi yang berat dipilih cara pemberian intravena untuk mempercepat kerja obat (Rusel,
2006).
A. Pada umumnya untuk infeksi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, yang
dicurigai dengan infeksi aerob dan anaerob masih dapat diberikan kombinasi penisilin
dan klindamisin.
B. Sebagai alternatif, pada pasien pasien yang tidak mengalami neutropenia dapat
diberikan sefalosposrin generasi ke dua atau ke tiga. Sefalosporin generasi ketiga atau
Cefepine atau Ceftazidime dapat dipertimbangkan pada infeksi yang berat atau pada
8
C. Pada beberapa rumah sakit, terdapat bakteri gram negatif yang resisten terhadap
sefalosporin generasi ke dua, tiga dan empat. Pada kondisi ini dapat diberikan
dapat diberikan Ceftazidime, Cefepime atau Meropenem. Strain Enerokokal yang saat
atau Fluorokuinolon.
D. Obat anti jamur tidak dianjurkan untuk diberikan secara rutin, kecuali pada pasien
pasien yang mengalami penurunan imunitas dan kondisi kondisi tertentu yang
9
Tabel 1. Pilihan Antibiotika untuk sepsis/sepsis berat/syok sepsis (Cunha, 2008)
10
3.2. Resusitasi cairan
Salah satu komplikasi utama pasien sepsis adalah adanya vasodilatasi umum yang
diakibatkan oleh pelepasan Nitric Oxide ( NO ) dalam jumlah besar (Saude, 2004).
Disamping itu pada sepsis, syok hipovolemik juga bisa disebabkan oleh adanya
yang menurun, kehilangan cairan melalui keringat, dan pernapasan ) atau karena adanya
5-15 menit, setelah itu dipertahankan sesuai dengan tekanan darah, yaitu
mempertahankan tekanan darah sistolik minimal 90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata
(MAP) 60 - 65 mmHg, dan volume urine ≥ 0,5 mL/kg berat badan/jam. Bila setelah
pemberian cairan tersebut secara klinis, tekanan darah tidak ada perubahan / masih
hipotensif, frekuensi denyut jantung tidak menurun, isi nadi tidak cukup, kulit dan
ekstermitas dingin, produksi urin tidak membaik, dan kesadaran tidak membaik, maka
Pressure ( CVP ) yang dipertahankan pada tekanan 8 - 12 mmH2O, atau yang lebih tepat
dengan memonitor tekanan ventrikel kiri dan tekanan diastolik dengan pemasangan
11
mmHg. Suplai oksigen sistemik tergantung dari cardiac output dan oxygen carrying
capacity dari darah. Kadar Hb yang ideal untuk pasien sepsis adalah 8 hingga 10 gr/dl
tergantung keadaan klinis penderita. Semua tindakan ini dilakukan di ruang perawatan
Apabila tekanan darah tetap tidak naik setelah pemberian cairan dan peningkatan
hemoglobin, maka diperlukan pemberian obat vasopresor. Vasopresor yang dipilih harus
mempertimbangkan efek kardiak dan vaskular perifer dari obat tersebut. Norepinefrin
lebih sering dipakai karena tidak banyak menyebabkan peningkatan frekuensi denyut
jantung. Pada syok septik, norepinefrin juga lebih baik dalam meningkatkan cardiac
output dibandingkan dengan dopamin, demikian juga dalam perbaikan aliran darah ke
ginjal dan produksi urin. Bila cardic output tetap tidak baik,yang ditandai oleh perfusi
perifer yang tidak adekuat, serta indek kardiak < 2,5 L/min/m2, maka dapat diberikan
obat obat inotropik, seperti Dobutamin, yang dimulai dengan dosis 2,5 μg/kg berat badan/
menit dan dinaikkan setiap 30 menit, sampai tercapai perfusi yang normal atau frekuensi
jantung >140 x/menit atau hilangnya hipotensi. Akhirnya apabila kombinasi vasopresor
dan obat intropik sudah diberikan dan hasilnya belum optimal maka dapat diberikan
Vasopresin dengan dosis 0,01 sampai 0,04 unit/menit dengan tujuan untuk mencegah
iskemiia arteria koroner dan splanikus. Pemberian bikarbonat pada asidosis tidak
Pemberian resusitasi cairan harus dilakukan dengan pengawasan hemodinamik yang ketat
yaitu, tekanan darah, nadi, cardiac output, PCWP, produksi urine, dan kadar asam laktat
12
darah. Hati-hati dalam pemberian cairan koloid pada pasien yang mengalami gangguan
fungsi ginjal, sebab dapat mempengaruhi fungsi filtrasi ginjal yang pada akhirnya dapat
Pada pasien sepsis yang mengalami ancaman gagal nafas ( frekuensi nafas > 35 kali/menit),
penurunan kesadaran, dan hipoksemia berat, maka dilakukan intubasi endotrakeal dan
pemasangan ventilasi mekanik. Adapun kriteria yang dapat dipakai untuk menentukan
apakah seseorang sudah ada dalam kondisi kegagalan nafas yang mengancam adalah sebagai
berikut :
A. Mekanikal :
B. Oksigenasi :
C. Ventilasi :
D. End Respiratory lung inflation inadequate for adequate gas exchange (Schiel, 2003).
13
3.4. Pemberian kortikosteroid
kortikosteroid ini juga tidak terbukti menimbulkan perdarahan saluran cerna, terjadinya
superinfeksi dan hiperglikemia. Dengan demikian maka terapi kortikosteroid dapat diberikan
pada pasien pasien sepsis dan syok septik. Rekomendasi dosis yang dberikan adalah
hidrokortison 50 - 100 mg intravena setiap 6 - 8 jam atau 0,8 mg/kg BB/jam per infus
bertahap sesuai dengan kondisi klinis. Pemberian physiologic doses of corticosteroid tersebut,
dapat diberikan pada kadar kortisol yang normal atau tinggi, dengan asumsi terjadi efek
down regulasi reseptor adrenergik disertai dengan respon desensitisasi (Cooper, 2003).
(MODS), dilakukan pemberian terapi insulin untuk mengendalikan kadar gula darah pada
kadar 80 - 100 mg/dL, dan harus dilakukan monitoring ketat terhadap adanya tanda tanda
hipoglikemik. Pada pasien pasien sepsis yang mengalami hiperglikemia terjadi penurunan
fungsi fagositosis netropil, dan pemberian insulin mampu meningkatkan fungsi tersebut.
Potensi insulin yang lainnya adalah kemampuan insulin untuk menurunkan kejadian
apapun mekanismenya, pengendalian gula darah pada pasien pasien kritis penting
14
dilakukan, dengan catatan tetap melakukan monitoring adanya hipoglikemik yang dapat
membahayakan jaringan otak (hypoglycemic brain injury). Kadar gula darah yang
Tabel dibawah ini dapat dipakai sebagai pedoman pemberian dan monitoring insulin pada
15
3.6. Pengakhiran kehamilan
kondisi pasien dan umur kehamilan ( kecuali intra uterine infection ). Apabila pemberian
terapi yang adekuat terhadap sepsis tetap tidak memberikan perbaikan kondisi ibu, atau
dapat dipertimbangkan karena dapat memperbaiki venous return dan volume paru
(Hochkiss, 2003).
16
BAB IV
ALGORITMA PENATALAKSANAAN SEPSIS MATERNAL
< 8-12
< 65
MAP ? Vasopressor
≥ 65
< 30%
Transfusi
Central
< 70% Hct ?
Venous O2
saturation ? Penyesuaian
≥ 30% dosis
dobutamin
17
BAB V
KESIMPULAN
5.1. KESIMPULAN
2. Syok septik adalah sepsis berat dan hipotensi yang persisten, meskipun telah
3. Begitu diagnosis ditegakkan maka rangkaian terapi harus dimulai secara agresif
dan adekuat dalam waktu kurang dari 6 jam. Patokan yang disebut
18
DAFTAR PUSTAKA
Hochkiss RS, Karl IE. The Pathophysiolgy and treatment of sepsis. The New England
Journal of Medicine, 348:2, January, 9, 2003; 138- 148.
Kaur D,kaur V , Yuel VI. Alarmingly High Maternal Mortality 1n 21st Century. JK
Science. Vol 9,No 3, july-September 2007, 123- 12.
Kvale G, Olsen BE, Hinderaker SG, Ulstein M, Bergsjo P. Maternal deaths in
developing countries : A preventable tragedy. Norsk Epidemiology 2005; 15 (2) :
141-149. Larosa SP . Sepsis: Menu of new approaches replaces one therapy forall.
Cleveland Clinic Journal of Medicine,vol 69,number 1,January 2002.65-70.
Rusel JA. Management of sepsis. The New England Journal of Medicine. October
19, 2006. 1699- 171.
Sandhu AK, Mustafa FE. Maternal mortality in Bahrain 1987-2004 : an audit of causes
of avoidable death. Eastern Mediteranian Health Journal, Vol 14, No 3, 2008.
Saifudin AB, Adrianz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D (Eds). Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama, Jakarta,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2003:3-9.
Saude GR. Maternal sepsis. Obstetric Intensive care manual. 2nd Edition. The Mc
Graw-Hill Companies Ltd, 2004 : 113 – 118.
Schiel X, Hebart H, Kern WV, Kiehl MG, Solch JP, Wilhelm S.et al. Sepsis in
neutropenia. Guidelines of the Infectious Diseases Working Party of the German
Society of Hematology and Oncology. Annual Hematol (2003) 82 (supp 2): s158-
166.
Schrag SJ, Arnold KE, Mohle-Boetani et al. Prenatal screening for infectious diseases
and opportunities for prevention. Obstet Gynecol 102:753. 2003.
19
Schrag SJ , Zywicki S, et al. Group B streptococcal disease in the era of intrapartum
antibiotic prophylaxis . N Engl J Med 342: 15, 2000
Vincent JL, Abraham E, Annane D, Bernard G, Rivers E, Berghe G. Reducing
Mortality in Sepsis : new directions. Supplement. Critical Care, December
2002,vol 6,Suppl 3.
20