Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada

anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas

dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir

seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal

setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia tengggara.

Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%

kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori terutama

pneumonia.

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar

disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan

oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Menurut anatomis pneumonia pada anak

dibedakan menjadi pneumonialobaris, pneumonia interstisialis,

danbronkopneumonia. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan

gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang

terletak pada alveoli paru. Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak

kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang

1
dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada

bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus

influenzae.Penyakit bronkopneumonia dapat menimbulkan tanda serta gejala

umum gangguan pernafasan. Tanda dan gejala pernafasan adalah batuk,sputum

yang berlebihan atau abnormal, hemoptisis, dispnea dan nyeri dada. Tanda lain

pneumonia yang berat adalah timbulnya sianosis.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : By. V
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 11 bulan
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Labuhan Maringgai
Tgl Masuk : 19 Desember 2018

2.2. Anamnesis (alloanamnesis)

Riwayat penyakit pasien diperoleh secara alloanamnesa 19 Desember 2018,


terhadap ibu pasien.
KeluhanUtama:
Sesak nafas sejak 5 hari SMRS
Keluhan tambahan:
Demam, batuk berdahak, pilek
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari SMRS dan sesak nafas
yang semakin memberat 2 hari terakhir. 2 minggu SMRS pasien mengelami
demam yang naik turun dan tidak disertai kejang. Pasien mengalami batuk
berdahak (+) dan pilek (+), mual dan muntah tidak ada. Batuk berdahak dan
pilek timbul bersamaan dengan demam dan sesak napas. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca maupun aktifitas. Buang air kecil dan buang air besar
dalam batas normal. Keluarga pasien sempat memeriksakan pasien ke praktek
dokter setempat 4 hari SMRS namun kondisi tak kunjung membaik sehingga
pasien datang ke IGD RS Mardi Waluyo

3
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat batuk + Pilek : (+)
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat Batuk Lama : Disangkal
Riwayat Kehamilan : P1A0
- Bayi V dalam kandungan selama 37 minggu. Ibu pasien rutin
memeriksakan kandungannya ke bidan setempat. Berat badan sebelum
hamil serta kenaikan berat badan selama kehamilan tidak diketahui.
Perawatan antenatal
Ibu kontrol secara teratur ke bidan setiap bulan. Tidak ada masalah
selama kehamilan dan janin di dalam kandungan dinyatakan sehat.
- Penyakit selama kehamilan
Riwayat masalah dan penyakit selama masa kehamilan tidak ada.
- Obat-obatan yang diminum
Ibu pasien mendapatkan vitamin setiap kali melakukan pemeriksaan
kehamilan.
Riwayat persalinan
- Persalinan : Dirumah
- Penolong persalinan : Bidan
- Cara persalinan : Spontan pervaginam
- Masa gestasi : 37 minggu
- Ketuban pecah : pecah kira-kira 1 jam sebelum persalinan.
- Berat plasenta : Ibu tidak tahu
- Ketuban : jernih
- Jumlah air ketuban : Ibu tidak tahu
- Bayi lahir pukul : 10.00 pagi
- Keadaan bayi
- Berat lahir : 2900 gram
- Panjang badan : 43 cm
- Lingkar kepala : Ibu tidak tahu

4
Menurut Ibu, bayinya langsung menangis dan kulit bayi berwarna merah.
Tidak ada cacat.
Riwayat Imunisasi:
- BCG : (+)
- Polio : (+)
- DPT : (+)
- Hepatitis B : (+)
- Campak : (+)
Kesan: Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien merupakan anak pertama . Ayah penderita bekerja sebagai tukang
bengkel dan ibu pasien seorang ibu rumah tangga. Kesan: sosioekonomi
kurang.

2.3.Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)
- Vital Sign
 Nadi : 135x/menit
 Respirasi : 54x/menit
 Suhu : 38,9oC
 SpO2 :
91%
 Berat badan : 8 kg
 Tinggi Badan : 71 cm
Status Gizi
BB/U : > - 2SD (normal)
BB/T : > - 2 SD (normal)
IMT/U: (IMT 15,86)
>- 2 SD ( normal)
 Anemis : tidak ada
 Sianosis : (+)

5
 Ikterus : tidak ada
 Turgor kulit : baik
 Tonus : eutoni
- Kepala :
 Bentuk : Normocephali
 UUB : Rata, tidak menonjol
 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
 Mata : Tidak cekung, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-), reflek pupil (+), pupil bulat (+), isokor (+)
3mm/3mm
 Hidung : sekret (-), nafas cuping (+)
 Telinga : sekret (-)
 Mulut : mukosa mulut kering, sianosis (+)
 Tenggorok :dinding faring tidak hiperemis, T1-T1 tidak hiperemis
- Leher : simetris, deviasi trachea (-), massa (-),pembesaran
kelenjar limfe (-), tiroid normal
- Thorax :
 Cor
o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus cordis teraba
o Perkusi : Redup, batas jantung normal
o Auskultasi : BJ I=II, irama reguler, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo
o Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (+)
o Palpasi : fremitus dextra et sinistra sama, NT tekan (-)
o Perkusi : sonor pada kedua hemithorax
o Auskultasi : SDV (↑/↑), ronki basah (+/+), stridor (+),
wheezing (-/-)
- Abdomen :
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : BU (+)N
 Perkusi : Timpani (+)

6
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
- Ekstremitas :
 Atas : edema -/-, sianosis -/-, CRT < 2s
 Bawah : edema -/-, sianosis -/-, CRT < 2s

2.4. Diagnosa Banding


- Bronkopneumonia
- Bornkiolitis akut
- Bronkhitis
- Tb paru

2.5. Pemeriksaan Penunjang


 Laboratorium
No Jenis Pemeriksaaan Hasil Satuan Nilai Normal
1 Leukosit 16,64* ribu/µL 5 – 10
2 Eritrosit 3,68* juta/ µL 4,37 – 5,63
3 Hemoglobin 11,1* g/dL 14 – 18
4 Hematokrit 22,1* % 41 – 54
5 MCV 60* Fl 80 – 92
6 MCH 22* Pg 27 – 31
7 MCHC 36,7 g/dL 32 – 36
8 Trombosit 198 ribu/µL 150 – 450
9 RDW 14,3 H% 10 – 15
10 MPV 9,7 µm3 6,5 – 11
11 Gula Darah Sewaktu 101 mg/dL < 140

7
Radiologi (Rontgen Thorax)

Hasil : - Tampak infiltrat pada perihiler bilateral


 Kedua sinus costofrenicus lancip
- Kedua diafragma licin
- Cor: CTR < 0,56
- Sisterma tulang yang tervisualisasi intak
Kesan : - Bronkopneumonia
- Besar cor normal

2.6. Diagnosis
Bronkopneumonia

8
2.7. Penatalaksanaan
- IVFD D5 1/2 NS 800 cc (makro)

- Combivent + NaCl 1 ml nebulize /8 jam

- Meptin 0,3 cc nebulize /12 jam

- Ampicillin 3x300 mg IV

- Gentamicin 2x20 mg IV

- Paracetamol12 ml IV jika suhu > 390C


- Ambroxol syrup 3 x ½ cth p.o

2.8. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobaris adalah peradangan pada

parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi

berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat

disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya

bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti

suatu bronkitis atau bronkiolitis.

3.2 Etiologi

Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru

yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Etiologi pneumonia pada

neonatus dan bayi meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif

seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar

dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococus

pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus,

sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,

sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju, pneumonia pada anak disebabkan oleh virus. Virus yang

terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus,

10
dan virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus

pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Mycoplasma pneumoniae.

Etiologi bronkopneumonia berdasarkan usia dapat dilihat dalam tabel berikut

ini:

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang


Lahir - Bakteri Bakteri
20 hari  E. colli  Bakteri anaerob
 Streptococcus grup B  Streptococcus grup D
 Listeria monocytogenes  Haemophillus influenza
 Streptococcus pneumonia
 Ureaplasma urealyticum
Virus
 Cytomegalovirus
 Herpes Simplex Virus
3 Bakteri Bakteri
minggu  Chlamydia trachomatis  Bordetella pertussis
– 3  Streptococcus  Haemophillus influenza tipe
bulan pneumoniae B
Virus  Moraxella catharalis
 Adenovirus  Staphylococcus aureus
 Influenza vrius  Ureaplasma urealyticum
 Parainfluenza virus Virus
1,2,3  Citomegalovirus
 Respiratory Syncytial
Virus
4 bulan Bakteri Bakteri
– 5  Chlamydia pneumoniae  Haemophillus influenza tipe
tahun  Streptococcus B
pneumoniae  Moraxella catharalis
 Mycoplasma  Staphylococcus aureus
pneumoniae  Neisseria meningitidis
Virus Virus
 Adenovirus  Varisela Zoster Virus
 Rinovirus
 Influenza virus
 Parainfluenza virus
 Respiratory Syncytial
Virus
5 tahun Bakteri Bakteri
– remaja  Chlamydia pneumonia  Haemophillus influenza

11
 Mycoplasma  Legionella sp
pneumoniae  Staphylococcus aureus
 Streptococcus Virus
pneumonia  Adenovirus
 Epstein-Barr Virus
 Rinovirus
 Varisela Zoster Virus
 Influenza Virus
 Parainfluenza Virus
 Respiratory Syncytial Virus

3.3 Klasifikasi

Bronkopneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak

usia dibawah lima tahun (balita). Akibat tingginya angka morbiditas dan

mortalitas pneumonia pada balita, maka upaya penanggulangannya, WHO

mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman

ini terutama ditunjukan untuk pelayanan kesehatan primer dan sebagai

pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Berikut ini

adalah klasifikasi pneummonia berdasarkan pedoman tersebut.

Bayi usia < 2 bulan terbagi atas :

a. Batuk Bukan Bronkopneumonia

Batuk bukan bronkopneumonia ditandai dengan tidak adanya tarikan

dinding dada kuat dan tidak ada nafas cepat (<60 x/m)

b. Bronkopneumonia Berat

Bronkopneumonia berat ditandai dengan tarikan dinding dadabagian bawah

kedalam yang kuat (TTDK) atau adanya nafas cepat (>60 x/m)

Pada rentang usia 2 bulan-5 tahun terbagi atas :

a. Bukan Bronkopneumonia

12
Bukan bronkopneumonia ditandai dengan tidak ada TTDK dan tidak ada

nafas cepat (2 bulan-12 bulan <50 x/m dan 12 bulan-5 tahun <40 x/m).

b. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia ditandai dengan nafas cepat (2 bulan-12 bulan >50 x/mdan

12 bulan-5 tahun >40 x/m) dan tidak ada TTDK.

c. Bronkopneumonia Berat

Bronkopneumonia berat ditandai dengan TTDK, kejang, letargis.

Selain itu WHO mengklasifikasikan bronkopneumonia sebagai berikut:

a. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia ditandai dengan batuk, sulit nafas, takipneu dan tanpa

tanda bronkopneumonia berat.

b. Bronkopneumonia berat

Bronkopneumonia berat ditandai dengan tanda bronkopneumonia dan

minimal 1 tanda perkembangan dinding dada rendah, nafas cuping hidung,

atau dengkur saat ekspirasi.

c. Bronkopneumonia sangat berat

Bronkopneumonia sangat berat ditandai tanda bronkopneumonia berat dan

minimal 1 tanda tak nafsu makan, sianosis, respiratory distress syndrome,

atau gangguan kesadaran.

13
3.4 Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui

saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.

Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel

PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukan kuman di alveoli.Stadium

ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin

bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses

fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu.

Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami

degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut

stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena

akan tetap normal. Proses peradangan tersebut dapat dibagi dalam empat

stadium, yaitu :

1) Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada respon

peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah paru yang

terinfeksi.Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat

pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah

pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.Mediator-mediator tersebut

mencakup histamin dan prostaglandin.Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan

histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru

14
dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi

pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan

di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh

oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah

paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

2) Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus

terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu

(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi

padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.

3) Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa

sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih

15
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat

kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4) Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi

oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

3.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-

ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,

penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau

diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,

takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,

suara napas, melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil,

gejala dan tanda pneumonia ;lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada

perkusi dan auskultasi pada umumnya tidak ditemukan kelainan.

16
3.6 Diagnosis

Anamnesis

 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,

penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti muntah

atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,

takipneu, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi klinis seperti pekak

perkusi, suara nafas melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan

bayi kecil gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu

jelas terlihat. Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumonia

umumnya ditemukan :

- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus

dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain

yang dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel

- Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan

kemampuan makan/minum

- Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal, batuk,

krepitasi, dan penurunan suara paru

- Demam dan sianosis

- Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala

pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut,

17
terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi

muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipopnea

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya

pneumonia berat yang dirawat yang direkomendasikan untuk foto

rontgen. Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan

gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi

AP. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien

dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk

dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.

Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari :

 Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing.

 Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air

bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut

dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang

biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak

terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai

round pneumonia.

 Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada

kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas

18
hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan

peribronkial.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya

ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan

tetapi , pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yaitu 15.000-

40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis

leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas

darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat

terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan

pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

3. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin

dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk

pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,

sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pelura atau asprsasi

paru. Pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan dikarenakan pada anak

dahak tak dapat dikeluarkan sedangkan nasopharyngeal swab hanya dapat

mengidentifikasi mikroorganisme dari saluran nafas atas. Pengambilan

sampel dilakukan dengan invasive diagnostic tools sehingga hanya

dilakukan pada pasien ICU dan komplikasi.

19
3.7 Tatalaksana

a. Penatalaksaan umum

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi

perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis,

distress pernapasan, tidak mau makan/ minum, atau ada penyakit dasar yang

lain, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien.

Dasar tatalaksana pasien rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif berupa:

- Pemberian oksigen pada psien dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat

bernapas dengan udara kamar harus diberikan terapi oksigen dengan

kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi

oksigen >92%.

- Pemberian cairan pada pneumonia berat dan dilakukan balans cairan

ketat

- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk pasien dengan nyeri dan

demam.

- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk

memperbaiki mucocilliary clearance

- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya

setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen

20
b. Pemberian Antibiotik

Pemberian antibiotik berdasarkan IDAI dibagi sesuai perawatannya, yaitu:

Antibiotik pneumonia rawat jalan:

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama

secara oral, misalnya amoksilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan

berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang

mencapai 90%. Penelitian multisenter di pakistan menemukan bahwa pada

pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimazol dua kali

sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan

adalah 25 mg/kgBB sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB.

Antibiotik pneumonia rawat inap:

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan

beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif

terhadap betalaktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain

seperti gentamisin, amikasin, atau sepalosporin, sesuai dengan petunjuk

etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada

pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi

kontrol mengenai lama terapi antibiotik optimal.

Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan

antibiotik beta-laktam, ampisilin atau amoksisilin dikombinasikan dengan

kloramfenikol.

21
Adapun pemberian antibiotik berdasarkan etiologi bronkopneumonia yaitu

sebagai berikut:

- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak

<5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang

menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah.

Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin,

dan azitromisin.

- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka

antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara

empiris pada anak ≥5 tahun

- Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. Pneumonia dicurigai

sebagai penyebab

- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau

kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin

- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumoniayang tidak dapat

menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam

derajat pneumonia berat

- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan

kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime

- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan

setelah mendapat antibiotik intravena

Antibiotik yang direkomendasikan berdasarkan usia:

- Neonatus – 2 bulan : Ampisilin + gentamisin

22
- >2 bulan:

 Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat

ditambahkan kloramfenikol

 Lini kedua Seftriakson

Selain itu, tatalaksana bronkopneumonia juga dapat dibagi sesuai dirawat inap

atau tidaknya pasien. Adapun kriteria rawat inap adalah sebagai berikut:

a. Pada bayi

 Saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis

 Frekuensi napas > 60 x/menit

 Distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting

 Tidak mau minum / menetek

 Keluarga tidak bisa merawat dirumah

b. Pada anak

 Saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis

 Frekuensi napas ≥ 50 x/menit

 Distress pernapasan

 Grunting

 Terdapat tanda dehidrasi

 Keluarga tidak bisa merawat dirumah

23
Kriteria pulang:

 Gejala dan tanda pneumonia menghilang

 Asupan peroral adekuat

 Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)

 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah

24
BAB IV

ANALISIS KASUS

1. Apakah penegakkan diagnosis pada kasus ini sudah benar?

Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan sesak nafasn sejak 5 hari SMRS dan sesak nafas

yang semakin memberat 2 hari terakhir. 2 minggu SMRS pasien mengelami

demam yang naik turun dan tidak disertai kejang. Pasien mengalami batuk

berdahak (+) dan pilek (+), mual dan muntah tidak ada. Batuk berdahak dan

pilek timbul bersamaan dengan demam dan sesak napas. Sesak tidak

dipengaruhi cuaca maupun aktifitas. Keluhan sesak dan batuk dirasakan

semakin memberat.

Pemeriksaan Fisik

Pasien mengalami demam dengan suhu 38,9ºC, laju pernapasan meningkat

yaitu 54x/menit. Pada inspeksi didapatkan napas cuping hidung (+), retraksi

subcostal dan supraclavicular. Pada auskultasi didapatkan bunyi napas vesikuler

(+) dan ronki basah halus nyaring pada kedua lapang paru, stridor dan tidak

didapatkan bunyi wheezing.

25
Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit meningkat (16.604/µl). Pada

pasien juga dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorax dan didapatkan infiltrat

pada perihiler bilateral dan paracardial dextra. Kesan Bronkhopneumonia.

Gambaran klinis bronkopneumonia bergantung pada berat-ringannya infeksi,

tetapi secara umum terbagi menjadi gejala infeksi umum dan gejala gangguan

respiratori. Gejala infeksi umum berupa demam, gelisah, malaise, penurunan

napsu makan, keluhan gastrointestinal, dan kadang ditemukan gejala infeksi

ekstrapulmoner. Gejala gangguan respiratori berupa batuk, sesak napas, retraksi

dada, takipneu, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pasien ini ditemukan keluhan yang mengarah pada diagnosis

bronkopneumonia yaitu terdapat gambaran respiratori berupa sesak napas,

batuk, retraksi dada dan gambaran umum berupa demam, lemah dan penurunan

nafsu makan.

2. Apakah tatalaksana untuk kasus ini sudah benar?

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah :

- IVFD D5 1/2 800 cc (makro)

- Combivent+ NaCl 1 ml nebulize /8 jam

- Meptin 0,3 cc nebulize/12 jam

26
- Ampicillin 3x300 mg IV

- Gentamicin 2x20 mg IV

- Paracetamol12 ml IV jika suhu > 390C


− Oral :

Ambroxol syrup 3 x ½ cth p.o

Dasar penatalaksanaan bronkopneumonia:

Pemberian paracetamol oral dan ambroxol merupakan salah satu pengobatan

simptomatik yang sesuai dengan keluhan pasien yaitu batuk dan demam.Pemberian

IVFD D5 1/2 NS pada pasien bertujuan untuk memberikan asupan nutrisi dan juga

mengembalikan volume plasma. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan

oksigen. Pasien dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat bernapas harus diberikan

terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan

saturasi oksigen >92%.

Antibiotik yang digunakan yaitu ampisilin. Pemberian antibiotik ampisilin sudah

sesuai. Pada hari pertama pasien diberikan ampisilin sebagai pengobatan lini

pertama bronkopneumonia anak >2 bulan. Apabila 3 hari tidak ada perbaikan

seharusnya diberikan kloramfenikol. Apabila kombinasi ini tidak berhasil juga

maka pengobatan diganti dengan ceftriaxon (50mg/kgBB/kali). Pada pneumonia

yang tidak resposif terhadap betalaktam dan kloramfenikol, dapat diberikan

antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sephalosporin. Pada pasien juga

dilakukan nebulisasi dengan ß2 agonis dan NaCl untuk memperbaiki mucocilliary

clearance.

27
BAB V
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Penegakkan diagnosa dari kasus ini didapatkan dari keluhan pasien yaitu

adanya sesak, batuk, pilek, retraksi dinding dada, nafsu makan menurun. Hal

ini sesuai dengan manifestasi klinis penyakit bronkopneumonia.

2. Terapi pada pasien ini sesuai panduan adalah simtomatik, penggantian nutrisi,

oksigen, dan pemberian antibiotik.

28
DAFTAR PUSTAKA

Hassan R, Alatas H. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta: FKUI

IDAI. 2013. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Kemenkes RI. 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta

Pudijadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.

2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI

WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : Tim

Adaptasi Indonesia

29

Anda mungkin juga menyukai