Anda di halaman 1dari 13

JDM Vol. 4, No.

1, 2013, pp: 46-58

Jurnal Dinamika Manajemen


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jdm

ANALISIS KUALITAS PRODUK SEPATU TOMKINS

Ria Arifianti 

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Administrasi Bisnis, Universitas Padjadjaran, Bandung,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kajian tentang pelaksanaan
Diterima Oktober 2012 pengendalian kualitas sepatu Tomkins pada PT Primarindo Asia Infrastruktur
Disetujui Desember 2012 Tbk Bandung, Pengendalian kualitas menggunakan peta kendali c dan memilih
Dipublikasikan Maret 2013
metode yang paling efektif antara peta kendali c dengan pengendalian kualitas
Keywords: yang digunakan perusahaan. Kualitas berkaitan dengan pemenuhan permintaan,
Quality control; atau melebihi permintaan, pemenuhan kebutuhan konsumen untuk saat ini dan
C-chart; masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa produk yang dihasilkan memenuhi
Customer kebutuhan konsumen dan cocok dengan penggunaan konsumen. Tipe penelitian
adalah kuantitatif. Pengumpulan datanya adalah studi literatur dan studi lapangan.
Studi lapangan berkaitan dengan observasi dan wawancara. Teknik penarikan
sampelnya menggunakan purposive random sampling. Data yang digunakan adalah
data produksi tahun 2007 sampai dengan 2009. Pengendalian yang dilakukan
perusahaan pada saat produksi berdasarkan pada spesifikasi produk yang telah
ditetapkan di awal. Pengolahan data menggunakan peta kendali c menunjukkan
semua proses produksi berada dalam batas kendali. Hal ini berarti penggunaan peta
kendali c lebih efektif dibandingkan dengan metode yang digunakan perusahaan.

Abstract
The objective of this research were to determine the quality control processof Tomkins shoes
at PT. Primarindo Asia Infrastructure Tbk. Bandung.Quality can be defined is meeting, or
exceeding, customer requirements now and in the future. This means the product or service is
fit for customer’s use. Controlling product quality using c chart.It select the method which one
is better or effective for the company. The research methode type is qualitative. Data collection
methods are literature and field studies. Field study covers observation and interview.The
sampling technique by purposive random sampling. Sample is used that occurred during
production years 2007-2009. Control is carried out by Firm, at the time of production based
on product specifications that have been established in the beginning. Proceessing data using
c-chart showing the production processed are in boundary control limit. It means clarity the
use c-chart of which method more effectively done than used by firm.

JEL Classification: L15, M3



Alamat korespondensi: ISSN
Jl. Raya Bandung-Sumedang KM 21, Jatinangor 45363, Bandung 2086-0668 (cetak)
E-mail: ria_arifiyanti@yahoo.co.id 2337-5434 (online)
Ria Arifianti / Analisis Kualitas Produk Sepatu Tomkins

PENDAHULUAN

Optimasi adalah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimal.
Perusahaan dalam menjalankan usahanya berusaha untuk mencapai laba yang optimal
demi kelangsungan hidup perusahaan dan perkembangan perusahaan itu sendiri (Natha,
2008). Selain itu, meningkatnya persaingan dan naiknya upah dapat berdampak pada laba
yang dihasilkan oleh perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan untuk bertahan di tengah
persaingan dan kenaikan upah, perlu memperhatikan salah satunya adalah kualitas.
Masalah kualitas merupakan salah satu bagian penting dan perlu mendapatkan perhatian
yang seriusagar dapat bertahan dalam persaingan, apalagi pada era global competition yang
akan datang akan terjadi kecenderungan proses pengembangan produk yang lebih baik, lebih
canggih, lebih bermutu dan lebih murah dibandingkan dengan produk sebelumnya sebagai
akibat perubahan yang begitu cepat dalam bidang teknologi dan juga dituntut untuk menjadi
unggul dalam daya saing maupun unggul dalam kualitas.
Kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam banyak produk dan
jasa. Gejala ini meluas, tanpa membedakan jenis konsumen itu perseorangan, kelompok,
kelompok industri, program pertahanan militer, atau toko pengecer, sehingga kualitas adalah
faktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan peningkatan posisi
bersaing. Keuntungan besar pada investasi dari program jaminan kualitas yang efektif akan
memberikan kenaikan keuntungan kepada perusahaan yang menggunakan kualitas sebagai
strategi bisnisnya. Program jaminan kualitas yang efektif dapat menghasilkan kenaikan
penetrasi pasar, produktivitas lebih tinggi, dan biaya pembuatan barang dan jasa keseluruhan
yang lebih rendah (Montgomery, 1985).
PT Primarindo Asia Infrastructure Bandung merupakan perusahaan sepatu Tomkins
terbesar di Bandung, selain Cibaduyut. Perusahaan tersebut memproduksi beragam sepatu
yang disesuaikan dengan keinginan pasar. Hal ini terjadi karena pangsa pasar Indonesia,
khususnya Bandung menyukai merk yang berbau kebarat-baratan. Selain itu, maraknya
sepatu impor yang berasal dari China, membuat peredaran sepatu dalam negeri tersendat.
Oleh karena itu, perusahaan sepatu Tomkins berusaha menarik konsumen untuk memakai
produknya. Salah satu strateginya adalah memperhatikan kualitas produknya, karena
kualitas produk merupakan suatu kunci kesuksesan suatu perusahaan.
Produk yang berkualitas akan dihasilkan jika ada pengawasan kualitas (Quality
Control) yang baik pula, maka banyak perusahaan yang menggunakan metode tertentu untuk
menghasilkan suatu produk dengan kualitas yang baik. Oleh karena itu, Quality Control
dibutuhkan untuk menjaga agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standarisasi yang
berlaku. Quality control di dalam perusahaan tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik
tanpa adanya dukungan informasi yang lengkap. Di dalam kaitannya dengan pelaksanaan
quality control dalam perusahaan perlu adanya informasi yang lengkap, sehingga perlu
pula diketahui cara menggali informasi yang berhubungan dengan quality control dalam
perusahaan yang bersangkutan.
Data yang akan dikumpulkan adalah data mengenai standar kualitas yang berlaku di
dalam perusahaan serta data tentang usaha-usaha yang dilaksanakan oleh perusahaan (di
dalam pelaksanaan proses produksi), hal itu ditujukan untuk dapat mencapai standar kualitas
yang telah ditetapkan di dalam perusahaan. Dari informasi yang dikumpulkan akan dapat
diketahui bagaimana perusahaan mengadakan usaha pengarahan untuk mencapai standar
kualitas yang telah ditetapkan. PT. Primarindo Asia Infrastructure Bandung menerapkan
dengan ketat proses produksi yang diakui secara internasional untuk menjaga agar kualitas
sepatu yang dihasilkan sesuai dengan standar. Pemberian kode-kode pada setiap produk
merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses. Dengan kode-kode itu, perusahaan

47
Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 46-58

menjaga agar para pelanggan mendapatkan sepatu yang nyaman. Keadaan ini menunjukkan
komitmen perusahaan untuk memastikan bahwa teknologi, sumber daya manusia, maupun
material yang dipergunakan, semuanya tertuju untuk kepuasan para pelanggan dan
konsumen.
Pengendalian kualitas berkaitan dengan Total Quality Management (TQM). Alat yang
paling penting dalam TQM adalah Statistical Process Control (SPC). Alat ini digunakan untuk
mengendalikan proses produksi secara berkesinambungan dan mengidentifikasi kerusakan
yang terjadi ketika proses produksi berlangsung (Sultana et al., 2009). SPC juga digunakan
untuk mengumpulkan dan menganalisis data hasil pemeriksaan terhadap sampel dalam
kegiatan pengawasan kualitas produk. Selain itu SPC juga digunakan untuk mengukur
kualitas sekarang dari produk atau jasa dan mendeteksi apakah proses barang atau jasa
mengalami perubahan yang akan mempengaruhi kualitas (Heizer & Render, 2006; Prasetya
& Lukiastuti, 2011).
Lingkungan perusahaan SPC digunakan untuk memonitor perkembangan volume
produksi yang berkaitan dengan kualitas. SPC digunakan sebagai alat pengendalian
kualitas atau dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan jumlah produksi atau
hasil produksi. SPC pun dapat membantu manajer perusahaan dalam mentedeksi atau
mengetahui penyebab kegagalan kualitas suatu produk, kerusakan mesin dan waktu yang
terbuang (Sultana et al., 2009). Dalam SPC terbagi menjadi dua kategori, yaitu pertama,
variabel adalah karakteristik dari produk dan jasa. Kedua, berkaitan dengan atribut, yaitu
karakteristik yang dapat menghitung dengan cepat untuk menerima kualitas. Atribut sering
digunakan dengan metode p chart, yaitu untuk mengawasi proporsi dari produk-produk yang
cacat atau proses jasa secara umum, dan c chart, yaitu untuk produksi cacatnya lebih dari
satu. (Schroeder, 2005; Heizer & Render, 2006; Prasetya & Lukiastuti, 2011).
SPC dalam kegiatan perusahaan dapat digunakan baik perusahaan yang menjual
barang maupun jasa. Merujuk pada hal tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengenali,
menganalisis, dan memahami implikasi dari penerapan quality control yang dilakukan,
dengan cara mengambil topik berkaitan dengan kualitas produk sepatu Tomkins pada PT
Primarindo Asia Infrastructure Bandung. Penelitian menggunakan metode Statistical Process
Control (SPC) banyak digunakan oleh banyak peneliti. Tetapi mencoba membandingkan
metode yang digunakan perusahaan dengan salah satu metode SPC dan memberikan solusi
terbaik untuk mengurangi kecacatan dalam produksi, belum pernah dilakukan oleh peneliti
lain. Hal ini merupakan perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan peneliti
lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui pelaksaan kualitas produk
sepatu Tomkins pada PT Primarindo Asia Infrastructure Bandung. Kedua, untuk mengetahui
pelaksanaan kualitas produk dengan metode Peta Kendali C Statistical Process Control (SPC).
Ketiga, untuk menganalisis perbandingan kualitas produk tipe perusahaan dengan metode
Peta Kendali C Statistical Process Control (SPC)

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Metode


penelitian kuantitatif menunjukkan penelitian melalui penelitian lapangan yang berkaitan
dengan angka dan analisis (Zikmund et al., 2010). Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian desktiptif. Penelitian bermaksud mendeskripsi secara abstrak,
general dan universal. Metode deskriptif merupakan metode yang dipergunakan untuk
meneliti gagasan atau produk pemikiran manusia yang telah tertuang dalam bentuk media
cetak, baik yang berbentuk naskah primer maupun naskah sekunder dengan melakukan studi

48
Ria Arifianti / Analisis Kualitas Produk Sepatu Tomkins

kritis terhadapnya. Fokus penelitian deskriptif adalah berusaha mendeskripsikan, membahas,


dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan dengan gagasan primer
yang lain dalam upaya melakukan studi yang berupa perbandingan, hubungan, dan
pengembangan model (Barker et al., 2002).
Peneliti akan mendeskripsikan tentang pelaksanaan Quality Control yang dilaksanakan
PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk untuk produk sepatu Tomkins. Selanjutnya data-data
yang didapat akan dianalisis dengan menggunakan metode c-chart. Langkah terakhir akan
dibandingkan analisis perusahaan dengan analisis c-chart, kemudian dianalisis dan diambil
yang paling efektif dan menguntungkan perusahaan. Data yang dipakai dalam penelitian
ini adalah: pertama, data primer yaitu, data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari
individu seperti hasil dari wawancara. Hal ini berupa keadaan sebenarnya perusahaan dan
masalah yang terjadi di perusahaan. Kedua, data sekunder yaitu, data primer yang telah
ditindak lebih lanjut dan telah disajikan oleh pihak lain. Hal ini berkaitan dengan data
produksi tahun 2007 sampai dengan 2009, serta proses produksi yang terjadi di perusahaan
yang bersangkutan.
Populasi dalam penelitian ini adalah produk sepatu Tomkins. Metode sampling
yang digunakan adalah metode purposive sampling. Metode purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, berkaitan dengan seseorang
yang mempunyai informasi yang kita butuhkan sehingga memudahkan peneliti menjelajahi
objek/situasi sosial yang diteliti (Sekaran & Bougie, 2010). Dalam hal ini diambil data yang
mempunyai kecacatan yang paling banyak, sehingga memudahkan perhitungan.
Sampel yang diambil adalah produksi bulan Januari 2007 hingga Desember 2009,
sebanyak 36 kali produksi dengan pertimbangan bahwa periode tersebut adalah periode
yang paling banyak kecacatannya. Untuk memperoleh data, penulis menggunakan metode
field research dengan langsung ke objek penelitian untuk memperoleh data-data primer dengan
cara melakukan, pertama, observasi non-partisipan yaitu peneliti datang di tempat kegiatan
objek yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
Penulis melakukan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
dan pencatatan secara langsung mengenai quality control produk sepatu Tomkins pada PT
Primarindo Asia Infrastructure Bandung. Kedua, wawancara tidak terstruktur. Untuk
mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara
tidak terstuktur kepada divisi terkait. Wawancara ini membahas mengenai bagaimana kualitas
produk yang dihasilkan perusahaan serta langkah-langkah yang dilakukan perusahaan, berapa
persen kecacatan, penyebab terjadinya kecacatan. Ketiga, Studi Dokumen. Dokumen yang
diteliti ini berasal dari dokumen perusahaan, yaitu Pihak PT Primarindo Asia Infrastructure
Bandung.
Teknik analisis data yang digunakan. Pertama, metode Quality Control yang digunakan
perusahaan. Perusahaan menggunakan metode quality control tertentu untuk menganalisis
data produksi guna melihat jumlah kecacatan produk yang dihasilkan. Kedua, Peta kendali c
(c chart). Pengujian suatu produk sering dilakukan untuk memantau bagian yang ditolak atau
proporsi produk yang cacat (fraction defective), yaitu rasio antara produk yang cacat terhadap
populasinya. Proporsi cacat bisa dinyatakan dalam desimal maupun persen. Dalam bagan
kendali mutu, proporsi dinyatakan dalam persen.
Prinsip statistik yang mendasari bagan kendali untuk proporsi ketidaksesuaian
didasarkan atas distribusi binomial. Bagan kendali yang digun akan untuk memantau
proporsi ketidaksesuaian yang dihasilkan dari suatu proses ialah bagan c atau rata-rata
distribusi adalah c dan standar deviasinya adalah√ć. Taktik pemakaian yang digunakan
adalah pemakaian perkiraan normal untuk poison untuk garis tengah dari grafik adalah c
dan batas pengawasannya dapat dijabarkan sebagai berikut.

49
Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 46-58

Batas kendali atas (Upper Control Limit)


UCL=ć+3√ć+3√ć

Batas kendali bawah (Lower Control Limit)


LCL =ć-3√ć-3√ć

Batas kendali tengah (Control line)


CL=ćć

Ketiga, membandingkan batas tengah antara perusahaan dengan metode c-chart. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui jumlah barang cacat yang paling sedikit di antara kedua
metode tersebut. Jika barang cacatnya sedikit dan berada dekat dengan central line/control line
maka akan dikatakan efektif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perusahaan industri produksi mempunyai fungsi jaminan kualitas yang pasti dan
resmi.Tanggung jawab perusahaan membantu bagian produksi dalam memberikan jaminan
kualitas untuk suatu produksi perusahaan. Untuk mencapai kualitas yang baik, perlu
rancangan atau kualitas kecocokan. Untuk mencapai rancangan diperlukan keputusan yang
jelas pada rancangan produk atau proses untuk menjamin syarat-syarat fungsional tertentu
akan memuaskan. Peningkatan kualitas kecocokan kerap kali dibuat dengan mengubah
segi tertentu jaminan kualitas, seperti penggunaan prosedur pengendalian proses statistik,
mengubah jenis pemeriksaan yang digunakan dan seterusnya (Montgomery, 1985).
Semua kendali mutu harus dimulai dari proses itu sendiri. Sebenarnya, proses
produksi terdiri atas banyak subproses, yang masing-masing memiliki produk atau jasa
antara. Suatu proses dapat berupa sebuah mesin, sekelompok mesin, atau bagian dari
banyak proses klerikal dan adminitratif yang ada dalam organisasi. Masing-masing proses
memiliki pelanggan internalnya sendiri serta produk atau jasanya sendiri yang dihasilkannya
(Schroeder, 2005). Pengendalian kualitas sepatu Tomkins dilakukan oleh PT. Primarindo Asia
Infrastructure, Tbk dilaksanakan untuk memuaskan pemakai/konsumen sepatu Tomkins.
Dalam mengendalikan kualitas atau produk yang akan dikeluarkan atau dipasarkan,
dilakukan inspeksi sebelumnya oleh bagian produksi sesuai standar pengendalian kualitas
yang ditetapkan.
Kualitas produk terbagi menjadi 3 tingkat, yaitu A, B dan C. Grade A merupakan
sepatu tanpa kerusakan fungsional atau kerusakan kosmetik yang mengganggu pemasaran
sepatu tersebut. Grade B adalah sepatu tanpa kerusakan fungsional yang mayor dan tidak
akan menyebabkan gangguan pada orang yang menggunakan sepatu tersebut. Pada produk
ini ditemukan kerusakan kosmetik yang tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Untuk
produk ini harganya mengalami potongan harga sebesar 40 persen. Grade C adalah produk
yang mempunyai kerusakan fungsional yang major, yang dapat menyebabkan gangguan
pada si pemakai sepatu atau kerusakan kosmetik yang major tidak dapat diperbaiki. Sepatu
yang dianggap mempunyai kecakapan kerja (performance) yang kurang atau kerusakan pada
material yang dapat memperpendek jangka waktu termasuk ke dalam grade C. Kategori ini
harus dimusnahkan atau dihancurkan (Struktur Organisasi Departement QC PT Primarindo
Asia Infrastructure, Tbk. 2010). Dalam pengendaliannya seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

50
Ria Arifianti / Analisis Kualitas Produk Sepatu Tomkins

Tabel 1. Data Produksi Sepatu TOMKINS periode Januari 2007-Desember 2009

2007 2008 2009


Periode
Produksi Produksi Produksi Produksi
B-Grade B-Grade B-Grade
(pasang) (pasang) (pasang)
Januari 51.088 138 88.054 151 125.278 342
Februari 51.768 201 94.057 156 72.522 87
Maret 36.278 38 79.052 202 113.040 417
April 87.604 121 77.038 119 141.300 364
Mei 65.044 145 190.097 251 143.052 180
Juni 59.114 125 194.348 282 170.328 165
Juli 90.298 244 45.060 73 85.056 193
Agustus 58.180 298 76.428 217 340.348 522
September 62.652 76 90.108 114 157.890 218
Oktober 68.038 76 133.020 199 58.140 63
November 83.674 169 51.032 54 180.288 183
Desember 45.050 73 81.032 71 106.130 84
Total 758.788 1.704 1.199.326 1.889 1.693.372 2.818
Sumber: B.Grade Assembling PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk, tahun 2007-2009

Berdasarkan data pada Tabel 1, maka dapat dikatakan bahwa persentase kecacatan
yang sebenarnya terjadi sepanjang Tahun 2007-2009 berada di bawah persentase produk
cacat, masih bisa diterima perusahaan. Perusahaan selalu melakukan pengecekan dimulai
dari bahan baku. Bahan baku yang digunakan terdiri atas pertama, bahan baku utama yang
digunakan untuk membuat sepatu bagian atas adalah bahan kulit sapi olahan, kulit sintesis,
kain mesh dan kain kanvas. Kedua, untuk bagian bawah adalah bahan karet alam, karet
sintesis, bahan-bahan kimia, ethilini vinil asetat. Ketiga, lapisan bagian dalam/tatak sepatu,
yaitu nylex, visapille dan foam halus.
Pengecekan bahan baku ini dilihat dari kesesuaian bahan baku dengan pesanan atau
spesifikasi yang ditetapkan perusahaan seperti, mengecek jumlah, warna, dan keadaan bahan
baku. Aktivitas selanjutnya rolling, cutting, dan press. Setelah dilakukan pengecekan, apabila
terdapat bahan yang cacat, maka dilakukan perbaikan. Tetapi jika bahan yang digunakan
tidak dapat diperbaiki, maka termasuk ke dalam kelompok bahan cacat dan pengerjaan atas
bahan tersebut akan dihentikan.
Setelah tahap-tahap dalam Quality Control Inspection Division, press bahan-bahan
didistribusikan ke unit stock fit untuk pembuatan sepatu bagian bawah dan unit upper untuk
pembuatan sepatu bagian atas. Sejalan dengan proses upper, kegiatan produksi yang dilakukan
proses pada unit bottom yang terdiri dari dua kegiatan yaitu stockfit dan press rubber. Proses
rubber terdiri dari pengolahan eva midsole dan rubber. Setelah seluruh kegiatan selesai, tahap
selanjutnya adalah penyatuan dari bahan setengah jadi yang dilakukan pada unit assembling.
Setelah penyatuan bahan-bahan setengah jadi selesai, dengan melewati pengendalian kualitas,
maka barang tersebut diperiksa kembali pada saat di gudang barang jadi dan pengiriman.
Pengendalian kualitas dilakukan pada saat bahan baku yang dipesan sampai ke
perusahaan hingga menjadi barang jadi/produk jadi. Perusahaan ini mempunyai batas
toleransi sebesar 0,05 atau 5 persen dari hasil produksi dan mewakili satu sampai dua
persen dari batas produk jadi untuk mengantisipasi kecacatan yang fatal pada produk yang
dihasilkan sehingga memenuhi jumlah permintaan. Perusahaan ini hanya melihat dari hasil

51
Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 46-58

setiap produksi dan barang cacat yang dilihat per produksi. Bila terjadi kerusakan atau
barang cacat, maka barang tersebut akan dijual dan konsumen mendapat potongan harga
sebesar 40%. Berdasarkan perhitungan perusahaan didapatkan data pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Produksi Sepatu TOMKINS periode Januari 2007-Desember 2009

2007 2008 2009


Periode
Produksi Produksi B- Produksi B- Produksi B-
batas batas batas
(pasang) Grade (pasang) Grade (pasang) Grade
Januari 51.088 138 88.054 151 125.278 342 0,003
0,003 0,002
Februari 51.768 201 0,004 94.057 156 0,003 72.522 87 0,001
Maret 36.278 38 0,001 79.052 202 0,002 113.040 417 0,004
April 87.604 121 0,001 77.038 119 0,001 141.300 364 0,003
Mei 65.044 145 0,002 190.097 251 0,001 143.052 180 0,001
Juni 59.114 125 0,002 194.348 282 0,002 170.328 165 0,010
Juli 90.298 244 0,003 45.060 73 0,003 85.056 193 0,002
Agustus 58.180 298 0,005 76.428 217 0,001 340.348 522 0,002
September 62.652 76 0,001 90.108 114 0,001 157.890 218 0,001
Oktober 68.038 76 0,001 133.020 199 0,001 58.140 63 0,001
November 83.674 169 0,002 51.032 54 0,001 180.288 183 0,001
Desember 45.050 73 0,002 81.032 71 0,009 106.130 84 0,008
Total 758.788 1.704 1.199.326 1.889 1.693.372 2.818
Sumber: B. Grade Assembling PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk, tahun 2007-2009

Hasil ini bertolak belakang dengan pendapat Schroeder (2005), apabila batas bawahnya
tidak mendekati atau jauh dari batas tengahnya, hal ini menandakan bahwa kurangnya
pengendalian. Bila melihat hasil di atas, maka yang mendekati 0,05 atau 5 hanyalah 4 buah
saja, selebihnya di bawah 0,05 dan di atas 0,05. Hal ini menandakan perlunya pengendalian
yang efektif, yang dilakukan oleh perusahaan.
Inti pengendalian mutu adalah penggunaan metode statistik untuk mengambil
keputusan. Dalam berbagai hal, banyak yang bisa dihemat dengan mengambil sampel
dibandingkan dengan melakukan pemeriksaan 100%. Dalam hal ini, tidak ada alternatif
lain kecuali mengambil sampel (Schroeder, 2005). Terdapat dua jenis metode statistik yang
berbeda, yaitu pengambilan sampel penerimaan dan kendali proses. Pengambilan sampel
penerimaan berlaku untuk pemeriksaan partai dimana keputusan untuk menerima atau
menolak suatu partai bahan ditentukan berdasarkan sampel acak yang diambil dari partai
tersebut. Jenis pemeriksaan ini dilakukan setelah produksi selesai.
Pengambilan sampel kendali proses digunakan selama produksi, ketika produk sedang
dibuat. Keputusan dalam kasus ini adalah melanjutkan proses atau menghentikan produksi
dan mencari penyebab kerusakan, yang mungkin berasal dari bahan, operator atau mesin.
Keputusan ini berdasarkan atas sampel acak berkala yang diambil dari proses itu. Jika proses
sudah berada di dalam pengendalian statistik, maka harus tetap disana kecuali terdapat
penyebab kerusakan yang bisa diidentifikasi. Dengan memantau proses tersebut melalui
pengambilan sampel, maka keadaan pengendalian yang konstan dapat dipertahankan
(Schroeder, 2005). Bagan pengendalian digunakan untuk variabel. Dalam hal ini, pengukuran
variabel kontinyu dilakukan pada saat waktu setiap jenis barang diperiksa. Dengan nilai
bagan pengendalian ini, dikembangkan baik untuk kecenderungan pusat maupun untuk
variabilitas proses (Schroeder, 2005).

52
Ria Arifianti / Analisis Kualitas Produk Sepatu Tomkins

Dalam pengendalian ini terdapat berbagai metode. Apabila spesifikasi mutu adalah
kompleks maka perlu digunakan pengukuran atribut. Atribut adalah karakteristik yang
dapat menghitung dengan cepat untuk menerima kualitas. Atribut sering digunakan ketika
spesifikasi kualitas adalah kompleks (Heizer & Render, 2006; Prasetya & Lukiastuti, 2011).
Metode yang berkaitan dengan atribut bisa menggunakan pengendali c (c-chart). Bagan
pengendali c adalah sebuah bagan kendali kualitas digunakan untuk mengendalikan jumlah
kecacatan per unit output. Data yang cacat adalah data yang tidak benar-benar tepat karena
mengandung paling sedikit kesalahan. Bagan kendali jumlah kecacatan akan menolong
dalam memonitor proses yang memiliki kemungkinan terjadinya kecacatan yang besar.
Selain daripada itu c-chart digunakan untuk produk yang mempunyai kecacatan lebih dari
satu yang cacat per unitnya (Heizer & Render, 2006; Prasetya & Lukiastuti, 2011).
Bentuk dasar bagan atau grafik pengendali merupakan peragaan grafik suatu
karakteristik kualitas yang telah diukur/dihitung dari sampel terhadap nomor sampel atau
waktu. Grafik ini memuat garis tengah yang merupakan nilai rata-rata karakteristik kualitas
yang berkaitan dengan keadaan yang terkendali (CL). Dua garis mendatar dinamakan
garis pengendali atas (UCL) dan batas pengendali bawah (LCL) seperti hasil penelitian
Montgomery (1985); Schvaneveldt (2011). Pengendalian sampel kendali proses c ini
dilakukan selama produksi ketika produk sedang dibuat. Keputusan dalam proses ini apakah
dilanjutkan atau menghentikan produksi dan mencari penyebab kerusakan, yang mungkin
berasal dari bahan, operator maupun mesin.
Karakteristik mutu adalah persentase unit yang rusak dalam proses. Persentase ini
ditaksir dengan mengambil sampel secara acak sebanyak n unit dari proses interval waktu
tertentu. Untuk setiap sampel, dihitung persentase kerusakan di dalam sampel tersebut.
Suatu bagan pengendalian c dibuat dengan garis tengah dan batas tertinggi serta terendahnya,
sampai dari proses yang sedang dikendalikan diambil dan digambarkan dalam bagan tersebut.
Berdasarkan data produkai sepatu Tomkins, maka dapat dijabarkan sebagai berikut:

Rata-Rata Bagian yang Ditolak dalam Sample (c)/Central Line (CL)


CL=6411= 178,0833=178 pasang sepatu
36

Rata-rata yang ditolak sebesar 178 pasang sepatu atau batas central linenya berkisar 0,03.

Batas kendali
a. Batas kendali atas (Upper Control Limit)
UCL=ć+3√ć
UCL=178,0833 + 3 √178,0833
=218,117=218 pasang sepatu

Merupakan batas maksimal kecacatan yang terjadi pada saat produksi sebesar 218
pasang sepatu, atau dapat dikatakan 0,034.

b. Batas kendali bawah (Lower Control Limit)


LCL=ć-3√ć
LCL=178,0833 - 3 √178,0833
=138, 048=138 pasang sepatu

Sejumlah 138 pasang sepatu merupakan batas terendah terjadinya kecacatan atau 0.02
batas terendahnya.

53
Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 46-58

Tebel 3. Peta Kendali c

No. B-Grade CL UCL LCL


1 138 178 218 138
2 201 178 218 138
3 38 178 218 138
4 121 178 218 138
5 145 178 218 138
6 125 178 218 138
7 244 178 218 138
8 298 178 218 138
9 76 178 218 138
10 76 178 218 138
11 169 178 218 138
12 73 178 218 138
13 151 178 218 138
14 156 178 218 138
15 202 178 218 138
16 119 178 218 138
17 251 178 218 138
18 282 178 218 138
19 73 178 218 138
20 217 178 218 138
21 114 178 218 138
22 199 178 218 138
23 54 178 218 138
24 71 178 218 138
25 342 178 218 138
26 87 178 218 138
27 417 178 218 138
28 364 178 218 138
29 180 178 218 138
30 165 178 218 138
31 193 178 218 138
32 522 178 218 138
33 218 178 218 138
34 63 178 218 138
35 183 178 218 138
36 84 178 218 138
Total 6411      
Sumber: data yang diolah (2012)

54
Ria Arifianti / Analisis Kualitas Produk Sepatu Tomkins

Berdasarkan data di atas dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Grafik Kendali c

Batas-batas pengendalian dipilih sedemikian rupa sehingga apabila proses terkendali,


hampir semua titik-titik sampel akan jatuh di antara UCL maupun LCL. Selama titik-titik
terletak di dalam batas-batas pengendali, proses dianggap dalam keadaan terkendali, dan
tidak perlu melakukan tindakan tertentu. Akan tetapi, satu titik yang terletak di luar batas
pengendali diinterpretasikan sebagai fakta bahwa proses tak terkendali dan diperlukan
tindakan penyelidikan dan perbaikan untuk mendapatkan dan menyingkirkan sebab atau
sebab-sebab tersangka yang menyebabkan terjadinya hal tersebut (Montgomery, 1985).
Meskipun semua titik-titik terletak di dalam batas kendali, apabila titik-titik itu
bertingkah secara sistematik atau tidak random, maka ini merupakan petunjuk bahwa
proses tak terkendali. Apabila proses itu terkendali, semua titik-titik yang di gambar
harus mempunyai pola yang pada dasarnya random (Montgomery, 1985). Hal senada
diungkapkan oleh Schroeder (2005) yang mengatakan bahwa jika proses sudah berada di
dalam pengendalian statistik, maka harus tetap disana kecuali terdapat penyebab kerusakan
yang bisa diidentifikasi. Selama pengukuran sampel berada di luar batas pengendalian, maka
proses disitu dihentikan dan dicari penyebabnya. Dengan prosedur ini, proses produksi
dipertahankan dalam pengendalian statistik yang terus menerus.
Berdasarkan grafik di atas, maka dapat dikatakan bahwa proses produksi yang berada
pada batas luar kendali, yaitu di luar Upper Control Line (UCL) sebanyak delapan proses
produksi berada di atas garis batas kendali dan sebanyak 14 proses berasa pada batas luar
kendali, yaitu di luar Lower Control Line (LCL). Ini menandakan bahwa banyak penyebab
sehingga terjadinya penyimpangan tersebut. Hal ini dapat terjadi karena pertama, bahan

55
Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 46-58

bakunya yang kurang bagus dari segi kualitas. Kedua, pemakaian peralatan yang sudah
usang. Keadaan ini terjadi karena apabila mengganti mesin lama dengan mesin yang baru
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Perusahaan dituntut untuk menjual barang yang
terjangkau dengan pendapatan konsumen. Disisi lain terdapat tuntutan kenaikan upah bagi
buruh, sehingga masalah ini merupakan sesuatu yang harus diperhatikan dan dicermati ketika
akan mengambil langkah yang tidak dapat merugikan semua pihak yang berkepentingan.
Analisis perbandingan kualitas produk tipe perusahaan dengan metode Peta Kendali
C Statistical Process Control (SPC). Kendali mutu proses menggunakan pemeriksanaan
produk atau jasa ketika barang tersebut masih sedang diproduksi. Sampel berkala diambil
dari keluaran proses produksi. Apabila setelah pemeriksaan sampel, terdapat alasan untuk
mempercayai karakteristik mutu proses telah berubah, maka proses disitu dihentikan dan
dicari penyebabnya (Schroeder, 2005). Berdasarkan pengolahan sebelumnya di dapat
persentase pada control line sebagai berikut pada Tabel 4.

Tabel 4. Control Line

Control Line berdasarkan kriteria perusahaan Central Line berdasarkan metode c-chart
0,05 0,03
Sumber: data yang diolah (2012)

Berdasarkan perbandingan Tabel 4 dapat dikatakan bahwa pengendalian yang dilakukan


oleh perusahaan lebih besar sekitar 0,05 dibandingkan perhitungan yang didasarkan oleh
kendali c, yaitu 0,03. Apabila menggunakan analisis perusahaan banyaknya sepatu yang
tidak dapat dikendalikan (banyaknya barang cacat) dibandingkan menggunakan metode
c. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian karena banyaknya barang cacat, sehingga dapat
menghabiskan dana yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan tidak berarti sama sekali.
Berdasarkan pendapat Schroeder (2005), mengatakan bahwa jika persentase sampel
terdapat diluar batas, maka proses itu dihentikan dan dicari penyebabnya (bahan, operator,
atau mesin). Setelah penyebabnya ditemukan dan diperbaiki atau dalam beberapa kasus yang
jarang terjadi, tidak ditemukan penyebabnya, prosesitu dikembalikan pada kondisi operasi
dan produksi dimulai lagi. Hal senada dikatakan oleh Montgomery (1985), selama titik-titik
terletak di dalam batas-batas pengendali (UCL dan LCL), proses dianggap dalam keadaan
terkendali, dan tidak perlu melakukan tindakan tertentu. Akan tetapi, satu titik yang terletak
di luar batas pengendali diinterpretasikan sebagai fakta bahwa proses tak terkendali, dan
diperlukan tindakan penyelidikan dan perbaikan untuk mendapatkan dan menyingkirkan
sebab atau sebab-sebab tersangka yang menyebabkan terjadinya hal tersebut.
Bila hal ini terus diabaikan, maka akan menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Perusahaan harus mencari penyebab terjadinya pengendalian produk yang salah, berasal
dari sumber daya maupun dari faktor lainnya seperti bahan yang kurang baik/bagus dan
sebagainya. Keadaan perusahaan terlihat masih banyaknya barang cacat yang di luar kendali,
tetapi hal ini tidak dipermasalahkan perusahaan, karena pikiran, bahwa dapat menjual
barang yang cacat dengan harga yang sangat jauh dari harga sebenarnya. Mereka menjual
barang yang afkir karena masyarakat lebih menyukai barang yang mempunyai nama yang
terkenal tanpa melihat ketahanan barang tersebut. Dengan kata lain, perusahaan menjual
barang dengan diskon/penurunan harga sebesar 40% dari nilai atau harga sebenarnya.
Perusahaan lebih nyaman dengan batas yang 5% atau dikatakan batas toleransinya
kerusakan (barang yang cacat). Akan tetapi bila hal ini dibiarkan akan merugikan perusahaan

56
Ria Arifianti / Analisis Kualitas Produk Sepatu Tomkins

dan lama kelamaan akan mengakibatkan kebangkrutan. Keadaan ini akan terjadi bila
perusahaan tidak melakukan perubahan dalam hal mesin yang rusak perlu diganti karena
sudah tidak up to date lagi atau barang yang dijadikan bahan baku harus lebih baik kualitasnya.
Bila kualitas barang baku tidak diperhatikan akan berdampak pula pada keuntungan
perusahaan. Kondisi ini dilandasi karena bergesernya kebiasaan masyarakat yang menyukai
barang-barang pabrikan membuat arus peredaran uang sektor jual beli menjadi lebih besar
khususnya untuk konsumen yang hidup di perkotaan (Amir, 2004). Berdasarkan metode
c-chart, kesalahan yang didapat lebih sedikit dibandingkan dengan patokan perusahaan,
karena tingkat kesalahan sedikit dan masih dalam kendali. Berdasarkan hal tersebut, maka
sebaiknya digunakan standar 0,03 menggunakan statistical Process Control (SPC). Hal ini
untuk menekan tingkat kekeliruan dan dapat mengefektifkan proses produksi selanjutnya.
Bila metode ini digunakan perusahaan, akan dapat menguntungkan dalam hal bahan baku,
mesin, dan waktu yang digunakan serta biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dari hasil penelitian ini adalah satu, perusahaan menetapkan standar
pengendalian sebesar 0.05. Hal ini artinya perusahaan hanya menetapkan berdasarkan
barang yang diproduksi. Kecacatan yang terjadi melebihi 14 proses produksi, dan kondisi ini
diangggap wajar oleh perusahaan. Dua, pengendalian kualitas sepatu berdasarkan metoda
kendali c berkisar 0.03. Kecacatan yang terjadi dan dapat terdeteksi hanya sekitar 14 proses
produksi. Dengan kata lain masih dalam batas normal. Tiga, jika dibandingkan metode
perusahaan dengan metode c-chart, maka lebih efektif menggunakan metoda c dibandingkan
dengan perusahaan. Hal ini terlihat dari sedikitnya barang yang cacat dan dapat digunakan
sebanyak 14 proses produksi dibandingkan metode perusahaan yang melebihi 14 proses.
Hal ini tentunya akan dapat merugikan perusahaan dari segi waktu dan dana yang telah
dikeluarkan.
Saran yang bisa diterapkan bagi perusahaan dari hasil penelitian ini adalah satu,
lebih memperhatikan pengendalian kualitas sepatu dari segi kualitas bahan dan mesin yang
digunakan, karena hal ini akan mempunyai dampak terhadap keuntungan perusahaan. Dua,
perusahaan dapat mengecek ulang atau menggunakan metode yang lebih baik dalam hal ini
menggunakan metode kendali c. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kecatatan barang yang
diproduksi dan dapat menghemat biaya yang dikeluarkan atau dapat menekan kerugian
karena banyaknya barang yang cacat. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah diharapkan
penelitian lain dapat menggunakan alat atau metode SPC yang lain seperti metode kendali p,
sehingga dapat diketahui mana yang paling efektif (metode c (c-chart) atau metode p (p-chart))
dalam menekan kecacatan dalam produksi, karena kedua metode ini dapat digunakan untuk
atribut produk.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. T. 2004. Manajemen Retail. Jakarta: Penerbit PPM.


Barker, C., Pistrang, N & Elliot, R. 2002. Research Methods in Clinical Psychology, An Introductionfor
Students and Practitioners 2nd Edition. England: John Wiley & Sons, Ltd.
Heizer, J & Render, B. 2006. Operation Managemen, 7th Edition. New Jersey: Person Education. Inc.
Montgomery, D. C. 1985. Introduction to Statistical Quality Control. USA: JohnWiley & Son.
Natha, K. S. 2008. Total Quality Management Sebagai Perangkat Manajemen Baru Untuk Optimasi.
Denpasar: Bulletin Studi Ekonomi.
Prasetya, H & Lukiastuti, F. 2011. Manajemen Operasi. Jakarta: PT. Buku Seru.
Russell, R. S & Taylor, B. W III. 2006. Operation Management Multimedia Version. The Prentice Hall
Inc. Upper Saddle River, Nj.
Schroeder. 2005. Operation Management. English: McGraw-Hill.

57
Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 46-58

Sekaran, U. Roger Bougie. 2010. Research Methods for Business, a Skill Building Approach. United
Kingdom, England: John Wiley & Sons, Ltd.Wiley.
Stephen, H. E., Shane, J & Schvaneveldt. 2011. Using Statistical Process Control Charts to Identify the
steroids Era in Major League Baseball: An Educational Exercise. Journal of Statistics Education.
Weber State University.
Sultana, F., Razive, N. I & Azeem, A. 2009. Implementation of Statistical Process Control (SPC) For
Manufacturing Performance Improvement. Journal of Mechanical Engineering. Bangladesh, pp:
15.
Zikmund, W. G., Barry, J. B., Carr, J. C & Griffin, M. 2010. Business Research Methods Eighth Edition.
United States: South-Western Cengage Learning.

58

Anda mungkin juga menyukai