1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duameter.
Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak.
2. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan
cedera serebral yang luas.
1
Mengerang 2 mengerang dan agitatif
Tidak memberi respons 1 tidak memberi respons
Respon motorik
Menurut perintah 6 aktif
Melokalisir rangsang nyeri 5 melokalisir rangsang nyeri
Menjauhi rangsang nyeri 4 menjauhi rangsang nyeri
Fleksi abnormal 3 fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 ekstensi abnormal
Tidak memberi respons 1 tidak memberi respons
Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5
Kondisi compos mentis Apatis somnolent stupor koma
2. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-deselerasi, coup-
countre coup, dan cedera rotasional. (satyanegara, 2010)
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(mis., alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan kekepala).
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentuk obyek diam, seperti pada
kasus jatuh atau tertabrak mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan episode kekerasan fisik
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak
dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenal area tulang tengkorak yang berlawanan serta
area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang
kepala
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan / benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga
tengkorak yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam substansia alba
serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga
tengkorak.
3. Patofisiologi
- Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang
berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang
berlawanan (contrecoup injury).
- Rotasi/deselerasi
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilakn serangan pada otak yang menyerang titik-
titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat
juga menyebabakan trauma robekan dalam substansi putih otak dan batang otak,
menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.
- Tabrakan
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak-anak
dengan tengkorak yang elastis).
- Peluru
Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan sering dengan trauma. Pembengkakan otak
merupakan masalah akibat disrupsi otak yang secara otomatis menekan otak.
Derajat cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan jumlah kekuatan yang
mengenai kepala
2
Kerusakan sekunder terjadi akibat : komplikasi sistem pernapasan (hipoksia, hiperkarbia,
obstruksi jalan napas), syok hipovolemik (cedera kepala tidak menyebabkan syok
hipovolemik lihat penyebab lain), perdarahan intrakranial, edema serebral, epilepsi, infeksi,
dan hidrosefalus.
4. Patway
Trauma
kepala
Kejang
Perubahan Kerusakan
Iskemia
srikluasi CS memory
3
Gilus medialis
lobus temporalis
tergeser
Kompresi
Hernia unkus
medulla Ketidakefekti
oblongata fan jalan
nafas
Mesenfaton Tonsil
Resiko
tertekan cerebrum
cedera
bergeser
Imobilitasi
Gangguan
kesadaran Kerusakan
Ansietas mobilitas fisik
5. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan klinis biasa yang dipakai untuk menentukan cedera kepala menggunakan
pemeriksaan GCS yang dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan, sedang dan berat seperti
diatas.
Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur. (Smeltzer, Suzanna,
2002)
1. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur
2. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telingan dan hidung
3. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak :
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
2. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan MRI
4. CT scan : indikasi ct scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS lebih 1 point,
adanya lateralisasi, bradikardi (nadi <60x/menit), fraktur impresi dengan lateralisasi yang
tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tembus akibat benda
tajam atau peluru.
4
- Pemeriksaan Penunjang (Satyanegara, 2010)
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
2. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan MRI
CT scan : indikasi ct scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS lebih 1 point,
adanya lateralisasi, bradikardi (nadi <60x/menit), fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak
sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau
peluru.
Indikasi rawat inap pada penderita dengan cedera kepala ringan adalah :
1. Amnesia antegrade/pascatraumatic
2. Adanya keluahan nyeri kepala mulai dari derajat yang moerat sampai berat
3. Adanya riwayat penurunan kesadaran/pingsan
4. Intoksikasi alcohol atau obat-obatan
5. Adanya fraktur tulang tengkorak
6. Adanya kebocoran likuor serebro-spinalis (ottore/rinorre)
7. Cedera berat bagian tubuh lainnya.
8. Indikasi social (tidak ada keluarga/pendamping dirumah)
(satyanegara, 2010)
Dari cedera kepala ringan dapat berlanjut menjadi sedang/berat dengan catatan bila ada gejala-
gejala seperti :
5
Kriteria sederhana sebagai patokan indikasi tindakan operasi adalah :
1. Lesi mata intra atau ekstra-aksial yang menyebabkan pergeseran garis tengah (pembuluh
darah serebral anterior) yang melebihi 5 mm
2. Lesi masa ekstra-aksial yang tebalnya melebihi 5 mm dari tabula interna tengkorak dan
berkaitan dengan pergeseran arteriserebri anterioratau media
3. Lesi masa ekstra-aksial bilateral dengan tebal 5 mm dari tabula eksternal (kecuali bila ada
atrofi otak)
4. Lesi massa intra-aksial lobus tempiralis yang menyebabkan elevasi hebat dari arteri serebri
media atau menyebabkan pergeseran garis tengah’.
6
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Kegawat Daruratan (A,B,C,D,E)
Survei Primer
Penilaian awal pada pasien trauma terdiri dari atas survei primer dan survei
sekunder.pendekatan ini ditunjukkan untuk mempersiapkan dan menyediakan metode
perawatan individu yan mengalami multiple trauma secara konsisten dan menjaga tim agar
tetap fokus pada prioritas keperawatan. Masalah- masalah yang menganam nyawa tekait
jalan napas, pernapasan, sirkulasi dan status kesadaran pasien diidentiifkasi, dievaluasi serta
dilakukan tindakan daam hitungan menit sejak datan ke unit gawat darurat. Kemungkinan
kondisi mengancam nyawa seperti pneumothoraks, hemothorask, flail chest, dan perdarahn
dapat dideteksi melalui survei primer. Ketika kondisi yang mengancam nyawa tela
diketahui, maka dapat segera dilakukan intervensi yang sesuai masalah/ kondisi pasien.
Pada survei primer terdapat proses penilaian, intervensi, dan evaluasi yang berekelanjutan.
Komponen survei primer adalah sebagai berikut:
1) Airway
Penilaian jalan napas merupakan langkah pertama pada penanganna pasien trauma. Penilaian
jalan napas dilakukan bersamaan dengan menstabilan leher. Tahan kepala dan leher pada
posisi netral dengan tetap mempertahankan leher dengan menggunakan servikal collar dan
meletakkan pasien pada long spine board.
Oleh sebab itu, jalan nafas harus selalu terbuka & tetap terjaga, biasanya yang menyebabkan
kematian yang paling sering adalah obstruksi jalan nafas total.
Head tilt-chin lift/ jaw trust harus dilakukan agar jalan nafas selalu terbuka, bersamaan
dengan hal ini kita juga bisa melalukan look (liat), listen (dengarkan), & feel (rasakan).
Walaupun look, listen. & feel merupakan pemeriksaan pada breathing perlu diingat, bahwa
setiap pasien yang dapat berbicara dengan jelas untuk sementara menjamin bahwa jalan
nafasnya tidak terdapat masalah.
Tindakan pada pasien gangguan airway:
Gungling (miringkan, suction, finger sweep).
Snoring (Head tilt-chin lift, jaw trust, OPA/NPA).
Crowing (Airway definitif, intubasi, needle cricothiroidotomi).
2) Breathing
Dengan jalan nafas yang baik maka akan menjamin ventilasi yang baik pula. Ventilasi yang
baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, serta diafragma. Setiap komponen ini
harus dievaluasi dengan cepat.
7
Ventilasi dapat dibilang baik apabila penderita tidak sesak nafas, peranjakan dada simetris,
tidak sianosis, tidak disertai suara, gurgling, snoring, crowing.
Cara melakukan look, listen, & feel adalah dengan cara melihat peranjakan dada,
mendengarkan suara nafas, serta merasakan hembusan nafas pasien.
3) Circulation
Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pasca-bedah yang mungkin bisa diatasi
dengan terapi yang cepat & tepat di rumah sakit.
Setiap keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, hingga terbukti
sebalinya. Dengan demikian maka sangat diperlukan penilaian yang cepat & status
hemodinamika pasien.
Ada tiga observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamika pasien yaitu:
1. Tingkat kesadaran. Jika terjadi penurunan darah, perfusi otak dapat berkurang, sehingga
akan mengakibatkan penurunan kesadaran (walaupun demikian kehilangan jumlah darah
yang banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
2. Warna kulit. Warna kulit dapat membantu diagnosa hipovolemia&nadi.
3. Nadi. Nadi yang besar seperti arteri karotis, arteri femoralis harus diperiksa bilateral, agar
dapat mengetahui kekuatan, kecepatan, dan irama nadi. Jika nadi kecil dan kuat biasanya
pasien syok.
Penilaian primer mengenai status sirkulasi pasie trayma mencakup evaluasi adanya perdarah,
denyut nadi dan perfusi.
8
1. Perdarahan
Lihat tanda tadna kehilangan darah ekternal yag masif da tekan langsung daerah tersebut.
Jika memungkinkan, naikkan daerah yang mengalami perdarahan sampai diatas ketinggian
jantung. Kehilangan darah dalam jumlah besar dapat terjadi dalam tubuh
2. Denyut nadi
Denyut nadi dapat diraba untuk mengetahui ada tidakna nadi, laju dan ritme. Denyut nadi
mungkin tidak dapat diliht secara langsung sesudah terjadi trauma, hipotermia, hipovolemia,
dan vaokonstriksi pembuluh darah yang disebabkan respo sistem simpatik yang sangat
intens. Raba denyut nadi karotid, radialis dan femolar.
3. Perfusi kulit
Beberapa tanda yag tidka spesifik yaitu akral dingin, kulit basah, pucat, sianosis, atau bintik
bintik mungkin menadakan keadaan syok hipovolemik. Cek warna, suhu kulit, adanya
keringat, dan capillary refill.
4) Disability
Tingkat kesadarn pasien dapat dinilai dengan meggunakan mnemonic AVPU. Sebagai
tambahan cek kondisi pupil, ukuran, kesamaan, dan reaksi terhadap cahaya. Mnemonic
AVPU meliputi: awake (sadar); verbal (berespon terhadap suara/verbal); pain ( berespons
terhadap rangsang nyeri); dan underponsive (tidak berespon).
GCS adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal outcame dari penderita.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penurunan oksigenasi atau/ dan perfusi ke otak
atau disebabkan oleh perlukaan pada otak sendiri. Perubahan kesadaranakan dapat
mengganggu airway serta breathing yang seharusnya sudah diatasi terlebih dahulu. Jangan
lupa bahwa alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita.
Penurunan tingkat GCS yang lebih dari satu ( 2 atau lebih ) harus sangat diwaspadai.
9
mata
Survei sekunder
1. Head to toe.
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
1) Kulit Kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Seringkali penderita tampak mengalami cedera
ringan dan ternyata terdapat darah yang berasal dari belakang kepala. Lakukan
inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk melihat adanya laserasi,
kontusio, fraktur dan luka termal.
2) Wajah
Apabila cedera terjadi disekitar mata jangan lalai dalam memeriksa mata karena
apabila terlambat akan terjadi pembengkakan pada mata sehingga pemeriksaaan
sulit dilanjutkan. Lakukan Re-Evaluasi kesadaran dengan skor GCS.
– Mata: periksa kornea mata ada cedera atau tidak, pupil : reflek terhadap cahaya,
pembesaran pupil, visus
– Hidung: apabila terdapat pembengkakan lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
– Telinga: periksa dengan senter mengenai keutuhan membran timpani atau
adanya hemotimpanum.
– Rahang atas: periksa stabilitas rahang atas.
– Rahang Bawah: periksa akan adanya fraktur.
3) Vertebra Servikalis dan Leher
Pada saat memeriksa leher, kolar terpaksa dilepas. Jangan lupa untuk melakukan
fiksasi pada leher dengan bantuan petugas lain. Periksa adanya cedera tumpul atau
tajam. Deviasi trakea dan simetri pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi
servikal. Jaga airway, pernafasan dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah
kerusakan otak sekunder.
10
4) Thoraks
Pemeriksaan dilakukan dengan look, listen, feel.
Inspeksi : dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya
trauma tumpul/ tajam, pemakaian otot pernafasan tambahan dan ekspansi
torak bilateral.
Auskultasi: lakukan auskultasi pada bagian depan untuk bising nafas (
bilateral ) dan bising jantung.
Palpasi: lakukan palpasi pada seluruh dinding dada untuk adanya
traumatajam/ tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi: lakukan perkusi untuk mengetahui adanya hipersonor dan
keredupan.
5) Abdomen
Cedera intraabdomen biasanya sulit terdiagnosa , berbeda dengan keadaan cedera
kepala yang ditandai dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebrae dengan
kelumpuhan ( penderita tidak sadar akan keluhan nyeri perutnya dan defans otot/
nyeri tekan).
Inspeksi: inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk melihat
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal.
Auskultasi: auskultasi bising usus untuk mengetahui adanya penurunan
bising usus.
Palpasi: palpasi abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan, defans
muskuler, nyeri lepas yang jelas.
Perkusi:lakukan perkusi mengetahui adanya nyeri ketok, bunyi timpani
akibat dilatasi lambung akut atau redup bila ada hemoperitoneum.
Apabila ragu-ragu mengenai perdarahan intrabdomen dapat dilakukan pemeriksaan
DPL ataupun USG.
6) Pelvis
Cedera pelvis yang berat akan tampak pada pemeriksaan fisik ( pelvis menjadi tidak
stabil). Pada cedera berat ini, kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan
syok yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi lakukan pemasangan PASG/ gurita
untuk kontrol perdarahan dari fraktur pelvis.
7) Ektrimitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa
untuk memeriksa adanya luka dekat daerah fraktur terbuka, pada saat palpasi jangan
lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur dan jangan dipaksakan untuk
bergerak apabila sudah jelas mengalami fraktur. Sindroma kompartemen ( tekanan
intrakompartemen dalam ekstrimitas meninggi sehingga membahayakan aliran
darah) mungkin akan luput dari diagnosis pada penderita yang mengalami
penurunan kesadaran.
8) Bagian Punggung
Periksa punggung dengan long roll ( memiringkan penderita dengan tetap menjaga
kesegarisan tubuh).
11
2. Periksa semua lubang.
Survey sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung rambut sampai ujung
kaki, dari depan sampai belakang dan setiap lubang dimasukkan jari ( tube finger in every
orifice ). Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita telah stabil. Keadaan stabil yang
dimaksud adalah keadaan penderita sudah tidak menurun, mungkin masih dalam keadaan
syok tetapi tidak bertambah berat. Suvey sekunder harus melalui pemeriksaan yang teliti pada
setiap lubang alami ( tubes and finger in every orifice )
4. Anamnesis.
Anamnesis harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang
mungkin diderita. Beberapa contoh yang dapat dilhat sebagai berikut:
Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman mengalami: cedera
wajah, maksilofacial, servikal, thoraks, abdomen dan tungkai bawah.
Jatuh dari pohon setinggi 6 meter: perdarahan intrakranial, fraktur servikal atau
vertebra lain, fraktur ekstrimitas.
Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi anamnesis AMPLE. Riwayat AMPLE didapatkan dari
penderita, keluarga ataupun petugas pra- RS yaitu:
A : alergi
M : medikasi/ obat-obatan
P : penyakit sebelumnya yang diderita ( misalnya hipertensi, DM )
L : last meal ( terakhir makan jam berapa )
E : events, yaitu hal-hal yang bersangkitan dengan sebab dari cedera.
12
c) Skala nyeri 4-5 ( sedang ↓
) Serabut A&C melokalisir
d) Tampak meringis sumber nyeri dan mendeteksi
terutama saat bergerak intensitas nyeri
e) N :92 x/mnt TD: 115/70 ↓
mmHg Nyeri terutama di daerah trauma
DS: klien mengatakan kesulitan Pemasangan alat-alat ventilator Hambatan Mobilisasi Fisik
untuk bergerak dan memerlukan kelemahan fisik
bantuan untuk bergerak ↓
DO: Keterbatasan dalam melakukan
a) Klien imobilisasi pergerakan
b) Kulit punggung ↓
kemerahan, lecet. Ketidakmampuan dalam
c) Tungkai kemerahan melakukan pemenuhan ADL
↓
Penekanan setempat
↓
Kurangnya suplai oksigen
13
3.3. Nursing Diagnosis
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kognitif.
3) Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari
kompresi korteks sereri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematom,
subdural hematoma, dan epidural hematoma.
4) Resiko cedera yang berhubungan dengan kejang, penrunan kesadaran dan penurunan
status mental.
MASALAH
HASIL YG RENCANA
NO. PERAWAT RASIONAL
DIHARAPKAN INTERVENSI
AN
14
3. Ajarkan metode Mengalihkan
distraksi selama perhatian nyerinya ke
hak hal yang
nyeri akut.
menyenangkan
5. Tingkatkan
Pengetahuan yang
pengetahuan akan dirasakan akan
tentang membantu
mengurangi nyerinya.
penyebab nyeri
Dan dapat membantu
dan mengembangkan
menghubungka kepatuhan klien
terhadap rencana
n beberapa lama
terapeutik.
nyeri akan
berlangsung.
6. Observasi
Pengkajian yang
tingkat nyeri optimal akan
dan respons memberikan perawat
data yang objektif
15
motorik klien, untuk mencegah
30 menit setelah kemungkinan
komplikasi dan
pemberian obat
melakukan intervensi
analgetik untuk yang tepat.
mengkaji
efektivitasannya
serta setiap 1-2
jam setelah
tindakan
perawatan
selama 1-2 hari.
Analgesik memblok
7. Kolaborasi
lintasan nyeri,
dengan dokter, sehingga nyeri akan
pemerian berkurang.
analgetik.
Mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa kembali Mengindentifikasi
fisik, keperawatan, klien akan kemampuaan dan kemungkinan
kerusakan melakukan kembali / keadaan secara kerusakan secara
fungsional pada fungsional dan
meningkatkan kekuatan
kerusakan yang mempengaruhi dan
dan fungsi optimal, terjadi mempengaruhi pilihan
dibuktikan oleh tak adanya intervensi yang akan
kontraktur , footdrop dilakukan.
16
sama mempunyai
risisko kecelakaan
namun katagori
dengan nilai 2-4
mempunyai risiko
yang terbesar untuk
terjadinya bahaya
tersebut sehubungan
dengan imobilisasi.
Penggunaan sepatu
4. Pertahankan tenis hak tinggi, “
kesejajaran tubuh space boots “, dan “
secara fungsional, kulit domba t-bar”
seperti bokong, dapat membantu
kaki, tangan. menecegah footdrop.
Pantau selama bidai tangan bervariasi
penempatan alat dan didesain untuk
dan / atau tanda mencegah deformitas
penekanan dari tangan dan
alat tersebut. meningkatkan
fungsinya secara
optimal . pengunaan
bantal, gulungan alas
tidur dan bantal pasir
dapat membantu
mencegah terjadinya
rotasi abnormal pada
bokong.
17
pasien berada menurunkan risiko
pada kursi roda. kerusakan kulit pada
Beri pengalas daerah kogsigis.
pada kursi
dengan busa atau
balon air dan
bantu pasien
untuk
memindakan
berat badannya
dengan periode
waktu yang
teratur.
Mempertahankan
6. Berikan / bantu
mobilisasi dan fungsi
untuk melakukan
sendi/posisi normal
latihan rentang
ekstremitas dan
gerak.
menurunkan
terjadinya vena yang
statis.
8. Berikan Meningkatkan
perawatan kulit sirkulasi dan
dengan cermat, elastisitas kulit dan
masase dengan mnenurunkan risiko
pelembab, dan terjadinya ekskorisasi
ganti kulit.
linen/pakaian
yang basah dan
pertahankan linen
tersebut tetap
bersih dan bebas
dari kerutan (
18
jaga tetap tegang
).
9. Berikan
perawatan mata, Melindungi jaringan
air mata uatan, lunak dari peroistiwa
tutup mata sesuai kekeringan. Pasien
kebutuhan. perlu menutup mata
selama tidur untuk
melindungi mata dari
trauma jika tidak dapat
menjaga mata tetap
tertutup.
19
eliminasi dan merupakan kebutuhan
berikan/bantu yang sederhana tetapi
untuk dapat merupakan tindakan
melakukan yang amat penting
defekasi secara untuk mencegah
teratur. Periksa terjadinya komplikasi.
adanya Stimulasi sfingter
konsistensi feses internal dari anus sksn
yang keras, merangsang usus
gunakan kosong secara
stimulasi manual otomatis jika feses
sesuai indikasi. tersebut cukup
Biarkan pasie lembek. Posisi duduk
duduk ditoilet mebantu evakuasi
pada interval feses tersebut.
tertentu secara
teratur.
Tambahkan
makanan berserat
atau buah-
buahan berserat
pada diet sesuai
dengan
kebutuhan.
20
terjadinya trauma
jaringan.
21
Adanya peningkatan
tekanan darah,
bradikardia, disritmia,
dispnea merupakan
tand terjadinya
peningkatan TIK.
Panas merupakan
4. Monitor refleks dari
tempeature dan hipothalamus.
pengaturan suhu Penignkatan
lingkungan. kebutuhan
metabolisme dan O2
akan menunjang
22
peningkatan TIK/ICK
(Intracranial
Preassure).
Perubahan kepala
5. Pertahankan pada satu sisi dapat
kepala/ leher menimbulkan
pada posisi penekanan pada vena
yang netral, jugularis dan
usahakan (menghambat drainase
dengan sedikit pada vena serebral),
bantal. Hindari untul itu dapat
penggunaan meningkatkan tekanan
bantal yang intrakranial.
tinggi pada
kepala.
Memberikan suasana
7. Kurang yang tenang (colming
rangsangan effect) dapat
ekstra dan mengurangi respons
berikan rasa psikologis dan
nyaman seperti memberikan istirahat
masase untuk
punggung, mempertahankan TIK
lingkungan yang rendah.
yang tenang,
sentuha yang
23
ramah, dan
suasana atau
pembicaraan
yang tidak
gaduh.
Mengurangi tekanan
8. Cegah atau intrakranial dan
hindarkan intraabdominal
terjadinya sehingga menghindari
valsava peningkatan TIK.
manuver.
Aktivitas ini dapat
9. Bantu klien jika meningkatkan
batuk, muntah. intrathoraks/ tekanan
dalam thoraks dan
tekanan dalam
abdomen di mana
aktivitas ini dapat
meningkatkan tekanan
TIK.
Dapat meningkatkan
24
11. Palapasi pada respons otomatis yang
pembasaran potensial menaikkan
atau pelebaran TIK.
bladde,
pertahankan
drainase urine
secara paten
jika digunakkan
dan juga
monitor
terdapatnya
konstipasi.
Meningkatkan kerja
12. Berikan sama dalam
penjelasan pada meningkatkan
klien (jika perawatan klien dan
sadar) dan mengurangi
keluarga kecemasan.
tentang sebab
akibat TIK
meingkat.
Perubahan kesadaran
13. Observasi menunjukkan
tingkat peningkatan TIK dan
kesadaran berguna untuk
dengan GCS. menetuukan lokasi
dan perkembangan
penyakit.
Mengurangi
Kolaborasi: hipoksemia, dimana
14. Pemberian O2 dapat meningkatkan
sesuai indikasi. vasodilatasi serebral,
25
volume darah dna
menaikkan TIK.
Tindakan pembedahan
untuk evakuasi darah
15. Kolaborasi dilakukan bila
untuk tindakan kemungkinan terdapat
operatif tanda tanda defisit
evakuasi darah neurologis yang
dari dalam menandakan
intrakranial. peningkatan
intrakranial.
Pembedahan cairan
mungkin diinginkan
16. Berikan cairan untuk mengurangi
intravena sesuai edema serebral,
indikasi. peningkatan minimum
pada pembuluh darah,
tekanan darah dan
TIK.
Dieuretik mungkin
digunakan pada fase
akut untuk
17. Berikan obat
mengalirkan air dari
osmosis
sel otak dan
dieuretik
mengurangi edema
contohnya:
serebral dan TIK.
manitol,
furoscide.
Untuk menurunkan
26
dexamethason, jaringan.
methyl
prenidsolon.
Mungkin
diindikasikan untuk
19. Berikan mengurangi nyeri dan
analgesik obat ini berefek
narkotik contoh: negatif pada TIK
kodein. tetapi dapat digunakan
dengan tujan untuk
mencegah dan
menurunkan sensasi
nyeri.
Membantu
20. Berikan memberikan informasi
antipiretik tentang efektivitas
contohnya:aseta pemberian obat.
minofen.
27
menggunakan Membungkus tangan
bantalan pad klien dengan kaos
apagar tempat tangan mencegah
tidur dan klien melepaskan
bungkus tangan selang selang di tubuh.
klien denga
kaos tangan.
Hindari
pemakaian
restrain karena
regangan dapat
meingkatkan
TIK atau cedera
lain.
Opioid menekan
3. Hindari pernapasan, kontiriksi
pemakain pupil dan mengubah
opioid. tingkat responsif
klien.
28
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pengajar BTCLS. 2012. Modul Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: AGD Dinkes DKI
Jakarta.
Anonim. 2010. Basic Trauma Life Support dan Basic Cardiac Life Support ed. III. Jakarta: Yayasan
ambulans Gawat Darurat 118
Darwis, Allan dkk. 2005. Pedoman Pertolongan Pertama. Ed 2. Jakarta : Kantor Pusat Palang Merah
Indonesia.
Kartikawati, Dewi.2010.Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta. Salemba
Medika.
Nurarif, Huda Amin, Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC. Jogjakarta. Medi Action.
Kartikawati, N., Dewi. 2013. Dasar-Dasar Keperawatan Gawar Darurat. Jakarta. Salemba Medika
Doengus, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.
Grace, Pierce A. & Borley, Neil R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta. Erlangga.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta. Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta.
Salemba Medika.
29