Kes
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
ini sebagai salah satu tugas kelompok pada mata kuliah sistem Muskuloskeletal yang
berjudul Asuhan Keperawatan Dengan Osteoporosis.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mengalami hambatan. Namun
semuanya itu bisa teratasi berkat bantuan serta partisipasi teman-teman sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi maupun
dari segi penyusunan. Oleh sebab itu, demi perbaikan kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih atas
segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada kami semoga diberi balasan oleh
Allah SWT.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL .............................................................................................................. i
iii
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 25
A. KESIMPULAN ......................................................................................... 25
B. SARAN ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut
adalah gangguan muskuloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis.
Osteoporosis merupakan suatu problem klimakterium yang serius. Di Amerika
serikat dijumpai satu kasus osteoporosis diantara dua sampai tiga wanita pasca
menopause. Massa tulang pada manusia mencapai maksimum pada usia 35
tahun, kemudian terjadi penurunan massa tulang secara dekade, sesuai dengan
kehilangan massa otot dan hal ini berkisar antara 3-5% setiap pria maupun
wanita. Pada masa klimakterium, penurunan massa tulang pada wanita lebih
mencolok dan dapat mencapai 2-3% setahun secara eksponensial. Pada usia 70
tahun kehilangan massa tulang pada wanita mencapai 50%, sedangkan pada pria
usia 90 tahun kehilangan massa tulang ini baru mencapai 25% (Isbagio H dalam
Daniel, 2007 dalam Lukman 2016).
Kecepatan resopsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
sehingga dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit
yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang menimbulkan
kerapuhan tulang. Tulang secara progesif menjadi rapuh dan mudah patah.
Tulang menjadi mudah patah, dengan stres yang pada tulang normal tidak
menimbulkan pengaruh. Menurut (Lukman 2016) selama dua dekade pertama
kehidupan, saat terjadi pertumbuhan, pengendapan tulang melebihi resorpsi
tulang di bawah pengaruh hormon pertumbuhan. Sebaliknya pada usia 50-60
tahun resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang.
Kalsitonin yang menghambat resorpsi tulang dan merangsang
pembentukan tulang mengalami penurunan. Hormon paratiroid meningkat
bersama bertambahnya dan meningkatnya resorpsi tulang. Hormon estrogen yang
1
menghambat pemecahan tulang juga berkurang bersama bertambahnya usia (M
Asikin, 2016)
Menurut (Lukman, 2016) perempuan dewasa memiliki massa tulang yang
lebih sedikit daripada pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai
kehilangan tulang lebih cepat daripada pria, akibatnya perempuan lebih rentan
menderita osteoporosis serius. Penyebab utama berkurangnya tulang setelah
menopause adalah defisiensi hormon estrogen. Pada osteoporosis, matriks dan
mineral tulang hilang, hilang massa dan kekuatan tulang, dengan peningkatan
fraktur.
Osteoporosis sering menimbulkan fraktur kompresi pada vetebra torakalis.
Terdapat penyempitan diskus vetebra, apabila penyebaran berlanjut ke seluruh
korpus vetebra akan menimbulkan kompresi vetebra dan terjadi gibus. Fraktur
kolum femur sering terjadi pada usia diatas 60 tahun dan lebih sering pada
perempuan, yang disebabkan oleh penuaan dan osteoporosis pascamenopause.
Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala, namun
terlihat sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan pengurangan
tinggi badan. Pada beberapa perempuan dapat kehilangan tinggi badan 2,5-15 cm
akibat kolaps vetebra (Priscilla, 2017)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang muncul
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui konsep dasar penyakit osteoporosis
2. Mengetahui konsep dasar keperawatan pada pasien dengan osteoporosis
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mampu memahami konsep dasar medis serta konsep dasar asuhan
keperawatan pada pasien dengan osteoporosis
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian osteoporosis
2
b. Menjelaskan penyebab terjadinya osteoporosis
c. Menjelaskan patofisiologi terjadinya osteoporosis
d. Menampilkan patway osteoporosis
e. Menjelaskan klasifikasi osteoporosis
f. Menyebutkan pemeriksaan penunjang osteoporosis
g. Menjelaskan penatalaksanaan osteoporosis
h. Menjelaskan pencegahan osteoporosis
3. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Umum
ilmu pengetahuan dan wawasan serta dapat menjadi acuan dalam pembuatan
makalah selanjutnya.
2. Manfaat praktisi
a. Bagi penulis
b. Bagi institusi
pemebelajaran selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
dan proses remodelling tulang berjalan tidak seimbang. Sel osteoblas
akan lebih cepat mati akibat sel osteoklas yang menjadi lebih aktif,
sehingga proses resorpsi tulang juga akan menjadi lebih aktif
dibandingkan dengan formasi tulang dan massa tulang akan berkurang.
sekitar 0,5 – 1 % setiap tahunnya, sehingga kepadatan tulang akan terus
menerus menurun sampai puncaknya terjadi osteoporosis dan fraktur.
b) Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita dibanding
pria. Hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki tulang yang lebih
padat, dan aktivitas fisik yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita.
Ditambah adanya pengaruh hormon estrogen pada wanita yang
berpengaruh meningkatkan aktivitas sel osteoblas dan menurunkan
aktivitas osteoklas. Hormon estrogen mulai mengalami penurunan
kadarnya dalam tubuh wanita pada usia 35 tahun, hingga mengalami
menopause yang dapat terjadi pada usia 45–50 tahun. Hal ini yang
menyebabkan wanita post menopause kerapuhan tulang terjadi lebih cepat
dibandingkan dengan pembentukan tulang
c) Berat badan
Seseorang dengan berat badan yang rendah lebih berisiko terkena
osteoporosis daripada orang dengan berat badan yang berlebih.Seseorang
dengan berat badan yang berlebih akan membuat tubuhnya menopang
beban yang lebih berat dan memberikan tekanan yang lebih tinggi juga
pada tulang, sehingga tulang akan menjadi lebih kuat dan meningkatkan
massa tulang
d) Ras/Suku
Ras atau suku merupakan salah satu faktor resiko osteoporosis. Ras yang
rentan terhadap osteoporosis adalah Asia dan Kaukasia dibandingkan
dengan ras berkulit hitam (Afrika-Amerika). Ras kulit hitam memiliki
masa otot dan tulang yang lebih besar dan padat
5
e) Riwayat keluarga
Seseorang dengan riwayat keluarga orang tuanya menderita osteoporosis
akan lebih rentan terkena osteoporosis. Pada seorang wanita yang
mempunyai riwayat keluarga ibunya mengalami patah tulang belakang
akibat osteoporosis diperkirakan 60-80% lebih mudah mengalami
penurunan masa tulang dan lebih berisiko terkena osteoporosis. Hal ini
berkaitan dengan faktor genetik yang berpengaruh pada jumlah reseptor
estrogen pada sel-sel tulang.
f) Aktivitas fisik
Aktivititas fisik yang kurang dapat menjadi faktor resiko osteoporosis.
Aktivitas fisik kurang menyebabkan sekresi kalsium tinggi dan
pembentukan tulang tidak maksimal yang mengakibatkan penurunan
massa tulang. Banyak beraktivitas fisik dan berolah raga memicu
pembentukan massa tulang dan otot, sehingga tulang tidak mudah
mengalami pengeroposan di usia tua. Aktivitas fisik dan olah raga yang
paling baik pada saat masih proses pembentukan tulang adalah weight
bearing exercise yang membebani otot dan tulang, sehingga memicu
tulang menjadi semakin padat
g) Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok membuat seseorang rentan terkena osteoporosis. Zat
nikotin di dalam rokok berperan dalam mempercepat proses penyerapan
tulang dan menurunkan kadar dan aktivitas hormon estrogen pada wanita,
selain itu nikotin juga menyebabkan terganggunya proses reabsorbsi
kalsium dalam ginjal
h) Kebiasaan mengkonsumsi alcohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan mengganggu metabolisme vitamin D
dalam tubuh dan menghambat penyerapan kalsium, sehingga berpengaruh
menurunkan kepadatan tulang.
6
i) Kebiasaan konsumsi kafein
Kafein memiliki efek diuretik. Efek diuretik ini menyebabkan ekskresi
kalsium melalui urin menjadi semakin banyak dan berpengaruh terhadap
kepadatan tulang
j) Asupan makanan
Asupan makanan yang baik untuk tulang adalah makanan yang cukup
mengandung protein, kalsium dan vitamin D. Protein yang berlebih dapat
meningkatkan resiko osteoporosis. Dari beberapa penelitian sebelumnya,
protein akan dipecah menjadi senyawa asam. Senyawa asam ini akan
ditahan di dalam tulang sehingga menyebabkan pelepasan kalsium oleh
tulang. Kalsium merupakan faktor pendukung untuk proses pertumbuhan
tulang, dan menjadi salah satu terapi osteoporosis. Asupan kalsium tiap
individu dapat berbeda-beda dipengaruhi faktor resiko yang dimiliki
individu tersebut. Kadar kalsium yang dibutuhkan orang dewasa berkisar
1000-1300 mg/hari. Sumber kalsium bisa didapatkan dari makanan
seperti susu, ikan terutama ikan yang dimakan dengan tulangnya, bahan
makanan dari kedelai, dll. Penyerapan kalsium dibantu juga oleh vitamin
D. Vitamin D dapat diperoleh dari konsumsi lemak ikan dan minyak ikan
k) Pengunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang perlu
diperhatikan pemakaiannya. Obat-obat yang harus perhatikan karena
berisiko menyebabkan osteoporosis adalah kortikosteroid, obat anti
konvulsi, obat hormon progresteron jangka panjang, obat-obat
imunosupresan dan obat anti koagulasi, agonis GnRH, aluminium
antacid, laxix. Kortikosteroid mempunyai efek ke tulang dengan inhibisi
aktivitas osteoblas yang berarti proses formasi tulang oleh osteoblas juga
terhambat. Kortikosteroid juga berperan dalam proses osteoklastogenesis.
Pemberian kortikosteroid dalam jangka panjang menyebabkan defisit
massa tulang dan terjadi penipisan trabekula tulang.
7
l) Penyakit lain
Penyakit yang berhubungan dengan terjadinya osteoporosis adalah
diabetes mellitus, penyakit ginjal kronis, saluran cerna, hati, dan
endokrin. Penderita penyakit ginjal kronik biasanya disertai dengan
ketidakseimbangan hormon paratiroid, fosfor, vitamin D dan juga
ditemukan adanya petanda resorpsi tulang yang meningkat. Hormon
insulin memiliki peran dalam merangsang sintesis matriks tulang yaitu
pada proses diferensiasi osteoblas dan pembentukan tulang rawan. Insulin
juga penting dalam mineralisasi tulang normal dan menrangsang produksi
IGF I oleh hati yang berguna meningkatkan jumlah sel yang dapat
mensintesis matriks tulang. Penyakit diabetes mellitus dapat terjadi
karena seseorang mengalami defisiensi hormon insulin oleh karena itu
maka meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis.
Sedangkan menurut (Priscilla, 2017) ada beberapa faktor resiko
terjadinya osteoporosis yang dapat dimodifikasi maupun yang tidak dapat
dimodifikasi, antara lain :
a. Faktor yang dapat dimodifikasi
1. Kadar estrogen yang rendah pada wanita (amenore, menopause)
2. Kadar testosterone yang rendah pada pria
3. Diet : asupan kalsium rendah seumur hidup serta defisiensi fitamin D
4. Penggunaan medikasi seperti kortikosteroid dan antikonvulsan
b. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia lanjut
2. Riwayat osteoporosis pada keluarga
3. Riwayat fraktur pada saudara pertama
4. Wanita, khususnya orang asia
5. Kurus atau memiliki kerangka yang kecil
8
3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, proses resorpsi dan proses pembentukan tulang
(remodelling) terjadi secara terus menerus dan seimabang. Jika terjadi
perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorpsi lebih besar
dibandingkan dengan proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan
masa tulang. Remodeling tulang pada masa dewasa akan meningkatkan masa
tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Sementara itu proses pembentukan
secara maksimal akan dicapai pasa usia 30-35 tahun untuk tulang bagian
korteks dan lebih dini pada bagian trabekula (M Asikin, 2016)
Setelah itu secara perlahan proses resorpsi tulang akan lebih cepat
dibandingkan dengan proses pembentukan tulang. Puncak masa tulang akan
dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup (misalnya
konsumsi kafein dan alcohol) serta aktifitas fisik. Faktor nutrisis akan
mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Pola makan yang mengandung
vitamin D dan kalsium harus mencukupi unruk mempertahankan remodeling
tulang dan fungsi tubuh. Vitamin D tersebut berfungsi dalam proses absorpsi
kalsium dan mineralisasi tulang normal (M Asikin, 2016)
Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-
tahun akan mempengaruhi masa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Selain
itu imobilitas juga dapat mendukung perkembangan osteoporosis.
Pembentukan tulang dipercepat dengan adanya stres berat badan, dan
aktivitas otot. Saat diimobilisasi dengan bidai, paralisis atau inaktivitas
umum, tulang akan diresopsi lebih cepat dari pembentukannya, sehingga
akan terjadi osteoporosis (M Asikin, 2016)
Pada usia 40-45 tahun baik perempuan maupun laki-laki mengalami
penipisan tulang pada bagian korteks sebesar 0,3-0,5 % per tahun pada
bagian trabekula pada usia muda. Pada laki-laki seusia perempuan yang
menopause akan mengalami penipisan tulang sekitar 20-30% sedangkan
perempuan bersisar 40-50%. Penurunan masa tulang lebih cepat pada bagian
9
tubuh misalnya metacarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra. Bagian
tubuh yang seringkali mengalami ftraktur yaitu vertebra, paha bagian
proksimal, dan radius bagian distal (M Asikin, 2016).
10
4. Patway Osteoporosis (Kholid 2013)
Proses Penuaan Asupan nutrisi yang Menopause Alkohol, rokok dan kopi
tidak adekuat
Penurunan fungsi tubuh Reabsorpsi kalsium menurun Kekurangan kalsium pada tulang
Kekurangan Nutrisi pada
tulang
Proses reabsorpsi kurang Gangguan keseimbangan
OSTEOPOROSIS
NYERI AKUT
11
5. Manifestasi klinis
Menurut (Lukman, 2016) ada beberapa gejala yang dapat muncul pada
penderita osteoporosis antara lain :
1. Kepadatan tulang berkurang yang menyebabkan tulang menjadi
kolaps atau hancur sehingga timbul nyeri tulang serta kelainan bentuk
2. Biasanya osteoporosis terjadi pada tulang radius distal, korpus
vertebra (terutama mengenai T8-T4) dan kolum vemoris
3. Nyeri timbul secara tiba-tiba dan biasanya dirasakan di bagian
punggung. Nyeri bertambah bila penderita berdiri atau berjalan serta
nyeri yang dirasakan sangat hebat
4. Jika disentuh di daerah kolaps maka akan terasa sakit, namun nyeri
akan hilang secara bertahap sekitar beberapa minggu sampai beberapa
bulan
5. Jika beberapa tulang hancur maka akan terbentuk lengkungan yang
abnormal pada tulang belakang (punuk dowager) yang menyebabkan
terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit.
6. Terjadi patah tulang yang disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
karena jatuh pada tulang yang mengalami osteoporosis
7. Patah tulang pada bagian lengan (radius) di daerah persambungan
dengan pergelangan tangan yang biasanya di sebut fraktur colles
8. Fraktur vertebra yang sering terjadi pada T11-T12 yang
mengakibatkan berkurangnya tinggi badan
9. Mobilitas yang berkurang sehingga terjadinya resorpsi tulang yang
belebihan
10. Penderita terlihat bungkuk karena kelainan tulang
6. Klasifikasi osteoporosis
Klasifikasi osteoporosis dibagi menjadi dua kelompok yaitu
osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer
terjadi pada wanita menopause (postmenopouse osteoporosis) dan pada
12
laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis). Sedangkan osteoporosis
sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan Cushing
Disease, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, hipogonadisme, kelainan
hepar, gagal ginjal kronis, kurang bergerak, kebiasaa minm alcohol,
pemakaian obat-obatan/kortikosteroid serta kelebihan kafein dan merokok
(Lukman, 2016)
Sedangkan menurut (Kholid 2013) osteoporosis dibagia menjadi 5
yaitu :
a. Osteoporosis postmenopause (Tipe I)
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit
putih dan asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan
resorpsi tulang yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi
hormone estrogen pada masa menopause
b. Osteoporosis involutional (Tipe II)
Terjadi pada usia di atas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki.
Osteoporosis ini disebabkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan
lama antara kecepatan resoprpsi tulang dengan kecepatan
pembentukan tulang
c. Osteoporosis ideopatik
Merupakan tipe Osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita
premonopouse dan laki-laki dibawah usia 75 tahun. Tipe ini tidak
berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor resiko yang
mempermudah timbulnya penurunaan densitas tulang
d. Osteoporosis juvenile
Merupakan Osteoporosis yang jarang terjadi. Biasanya Osteoporosis
jenis ini terjadi pada anak prapubertas
e. Osteoporosis sekunder
Penurunan densitas tulang yang cukup berat sehingga menyebabkan
fraktur atraumatik akibat faktor entrisik seperti kelebihan
kortikosteroid, atritis rheumatoid, kelainan hati, gagal ginjal,
13
sindrom malabsorbsi, mastoititis sitemik, hipertiroidisme,
hiperparatiroidisme, hipogonadisme dan lain-lain.
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Risnanto, 2013) pemeriksaan penunjang pada pasien
dengan osteoporosis antara lain:
1) Anamnesis : mengenai penyakit yang pernah diderita, termasuk
obatobatan yang diberikan serta pembedahan yang pernah di alami,
pekerjaan, gizi,, kebiasaan dan gaya hidup.
2) Pemeriksaan Fisik : kelainan bentuk tulang belakang serta tinggi dan
berat badan.
3) Pemeriksaan penunjang yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan Laboratorium : serum darah dan urin terhadap kadar
biokimia:
a) Darah rutin, elektrolit, kreatin, ureum darah, kalsium, fosfor,
protein albumin, alkali fosfatase dan enzim hati.
b) Test terhadap fungsi kelenjar tiroid
c) Khusus : pada laki-laki diperiksa kadar testosterone dan pada
wanita dilakukan pemeriksaan estrogen.
d) Serum : 25 hidroksi vitamin D3 , 1,25 dihidroksi vitamin D3 ,
Osteocalsin , Hormon paratiroid
e) Urin : Calcium & fosfor urine
2. Pencitraan
1) Radiografi
a) baru bisa tampak bila sudah berkurang 30%
b) Panggul dengan singh index
c) Pada tulang belakang tampak perubahan korpus vertebra
seperti cod fish deformity atau fish month pada diskus
intervertebralis.
d) CT-scan bila dicurigai ada keganasan
2) Densitometri dengan SPA, DPA dan atau DEXA
3. Pemeriksaan biopsi tulang : histomorfometri
14
8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kepadatan tulang.
Menurut (Lukman, 2016) Pengobatan yang dijalani pasien dengan
osteoporosis secara garis besar terbagi menjadi dua antara lain :
a. Obat-obatan yang Bersifat Nonhormon
Pengobatan nonhormon meliputi pemberian kalsium dan suplemen
vitamin D, bisphosphomate, dan strontium ranelate.
1) Kalsium dan suplemen vitamin D
Semua wanita, terutama yang menderita penyakit osteoporosis,
harus mengkonsumsim kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang
mencukupi. Diet tinggi kalsium dan tinggi vitamin D yang
mencukupi dan seimbang. Diet ditingkatkan pada usia pertengahan
karena dapat melindungi tulang dari demineralisasi skeletal. Tiga
gelas susu krim atau makanan lain yang kaya kalsium (misalnya
keju,brokoli kukus salmon kaleng), untuk mencukupi asupan
kalsium perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).
2) Bisphosphonate
Obat yang menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko
keretakan ini biasa diberikan dalam bentuk tablet atau suntikan.
Bisphosphonate bekerja dengan memperlambat laju sel-sel yang
meluruhkan tulang (osteoclast). Ada beberapa bisphosphonate
berbeda seperti alendronate, etidronate, ibandronate, risedronate,
dan asam zolendronic. Selalu ikuti petunjuk penggunaan obat yang
diberikan dokter mengenai dosis dan cara konsumsi yang benar.
Iritasi pada kerongkongan, kesulitan menelan, dan sakit perut bisa
menjadi efek samping yang timbul dari mengonsumsi
bisphosphonate meski belum tentu terjadi pada setiap orang. Efek
samping lain yang sangat jarang terjadi adalah nekrosis pada
rahang.
3) Strontium ranelate
15
Strontium ranelate dikonsumsi dalam bentuk bubuk yang
dilarutkan dalam air. Obat ini bisa menjadi alternatif jika
penggunaan bisphosphonate dirasa tidak cocok. Strontium ranelate
memicu sel-sel yang membentuk jaringan tulang yang baru
(osteoblasts) dan menekan kinerja sel-sel peluruh tulang. Efek
samping yang mungkin timbul pada konsumsi strontium ranelate
adalah mual dan diare
b. Obat-obatan yang Bersifat Hormon
Pengobatan hormon meliputi pemberian SERMs, terapi
penggantian hormon, testosteron, hormon paratiroid, dan kalsitonin.
1) Selective estrogen receptor modulators (SERMs)
SERMs adalah obat yang menjaga kepadatan tulang dan
mengurangi risiko retak, terutama pada tulang punggung. Satu-
satunya bentuk SERMs yang tersedia untuk pengobatan
osteoporosis adalah raloxifene, garam
hidroklorida. Raloxifene dikonsumsi tiap hari dalam bentuk tablet.
Efek samping penggunaan raloxifene adalah: rasa
panas/berkeringat di malam hari, kram kaki serta meningkatkan
risiko terjadinya gumpalan darah
2) Hormone replacement therapy-HRT
Terapi pengganti hormone (hormone replacement therapy-HRT)
dengan estrogen dan progesterone perlu diresepkan bagi
perempuan menopause, untuk memperlambat kelilangan tulang dan
mencegah terjadinya patah tulang. Perempuan yang telah
mengalami pegangkatan ovarium atau telah mengalami menopause
premature dapat mengalami osteoporosis pada usia mudah.
Estrogen dapat mengurangi resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan
massa tulang. Penggunaan hormone jangka panjang masih di
evaluasi. Tetapi estrogen masih dihubungkan dengan sedikit
peningkatan insiden kanker payudarah dan endometrial. Oleh
karena itu, selama HRT panggulnya, termasuk asupan
16
papaninicolaou dan biopsy endometrial (bila ada indikasi), sekali
atau dua kali setahun. Pemeriksaan estrogen secara oral
memelukan dosis terendah estrogen terkonjugasi sebesar 0.625
mg/hari atau 0,5 mg/hari estradiol. Pada osteoporosis, sumsum
tulang dapat kembali seperti pada masa pramenopouse dengan
pemberian estrogen. dengan demikian hal tersebut meurunkan
resiko fraktur
3) Pengobatan testosterone
Pengobatan testosteron khususnya diterapkan kepada para pria
pengidap Hipogonadisme atau ketidakmampuan memroduksi
hormon seks dengan normal.
4) Hormon paratiroid (PTH) (Teriparetida)
Sementara obat-obatan lain lebih memperlambat tingkat penipisan
tulang, PTH dapat meningkatkan kepadatan tulang. Namun
pengobatan ini hanya digunakan untuk sebagian orang yang
kepadatan tulangnya sangat rendah dan jika pengobatan lain tidak
membawa manfaat. Hormon paratiroid diberikan dalam bentuk
suntikan. Efek samping yang biasa terjadi adalah mual dan muntah.
5) Kalsitonin
Kalsitonin adalah hormon yang diproduksi secara alami oleh
kelenjar tiroid. Hormon ini memperkuat kepadatan tulang dengan
menghambat sel-sel yang meluruhkan tulang. Kalsitonin
atau salcatonin dikonsumsi tiap hari dalam bentuk semprotan yang
dihirup atau suntikan. Efek samping yang umum dari pengobatan
ini adalah mual, muntah, dan diare.
9. Pencegahan Osteoporosis
Menurut (M Asikin, 2016) terapi pencegahan osteoporosis dapat
dilakukan sedini mungkin yaitu sejak masa kanak-kanak. Pencegahan
osteoporosis pada usia muda mempunyai tujuan unrtuk mencapai masa
tulang dewasa (proses konsolidasi) yang optimal. Pencegaha osteoporosis
dapat dilakukan dengan cara :
17
a. Mengkonsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup
b. Latihan/olahraga secara teratur setiap hari
c. Mengkonsumsi protein hewani
d. Menghindari perilaku yang meningkatkan resiko osteoporosis
misalnya merokok, konsumsi alkohol dan kafein.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Anamnesis (M Asikin, 2016)
a. Tanyaka pada klien Apakah terdapat riwayat osteoporosis dalam
keluarga?
b. Tanyakan Apakah klien pernah mengalami fraktur sebelumnya?
c. Apakah klien mengonsumsi kalsium diet harian sesuai dengan
kebutuhan?
d. Bagaimanakah pola latihan klien?
e. Kapan terjadinya dan faktor yang mempengaruhi terjadinya
menopause?
f. Tanyakan pada klien Apakah klien menggunakan kortikosteroid
selain mengonsumsi alcohol, rokok, dan kafein?
g. Tanyakan Apakah klien mengalami gejala lain, misalnya nyeri
pinggang, konstipasi, atau gangguan citra diri?
2) Riwayat Kesehatan
a. Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), nyeri leher
b. Merasakan berat badan menurun
c. Umur dan jenis kelamin biasanya diatas usia 50 tahun dan sering
pada wanita
d. Kurang aktivitas atau imobilisasi
e. Keadaan nutrisi misalnya kurang vitamin D dan C, dan kalsium.
Mengkonsumsi alcohol dan kafein
f. Adanya penyakit endokrin : diabet, hiperteorideisme,
hiperparateoridisme, cushing syndrome, acromegaly,
hypogonadisme.
18
g. Anoreksa nervosa
3) Pemeriksaan fisik (M Asikin, 2016)
a. Lakukan penekanan pada tulang punggung, apakah terdapat nyeri
tekan, nyeri pergerakan.
b. Amati adanya kelainan bentuk
c. Periksa mobilitas : amati posisi pasien yang nampak membungkuk.
d. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan :
1) Adanya “punuk Dowager” (kifosis)
2) Nyeri punggung : thoracic dan lumbar
3) Penurunan tinggi badan
4) Nyeri sendi
5) Kelemahan otot
6) Gaya berjalan bungkuk
7) Masalah mobilitas dan pernapasan akibat perubahan postur
8) Adanya konstipasi yang disebabkan oleh inaktivitas.
4) Riwayat psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada usia tua dan lebih banyak pada wanita.
Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan aktivitas, dan
perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah
psikososial yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang
menyertai.
5) Pemeriksaan penunjang
Sejumlah pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada osteoporosis
yaitu
a. Pemeriksaan sinar X
b. CT scan densitas tulang
c. Rontgen
d. Biopsi tulang
e. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada tes laborat definitive untuk menegakkan diagnosa
osteoporosis primer. Tes yang dilakukan untuk menegakkan
19
diagnosa osteoporosis sekunder atau gangguan metabolism tulang
adalah serum kalsium, vit D, posfor, alkaline, phofatase, kalsium
dalam urine, serum protein, fungsi tiroid.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN (PPNI, 2017)
1) Nyeri akut berhubungan dengan berhubungan dengan fraktur, spasme
otot dibuktikan dengan tampak meringis, gelisah, sulit tidur
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal dibuktikan dengan nyeri saat bergerak, rentang gerak
menurun, gerakan terbatas.
3) Resiko jatuh berhubungan dengan demineralisasi, riwayat jatuh, usia >65
tahun.
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk
tubuh (osteoporosis) dibuktikan dengan struktur tubuh berubah
5) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (osteoporosis)
dibuktikan dengan tampak gelisah, sulit tidur, merasa khawatir dengan
akibat dari kondisi yang dihadapi.
20
3. Intervensi Keperawatan (SIKI PPNI 2017)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil NIC
(NOC)
1 Nyeri akut berhubungan NOC : 1. Identifikasi lokasi, karasteristek,
dengan berhubungan dengan a. Kontrol nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
fraktur, spasme otot b. Tingkat nyeri nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non verbal
Kriteria hasil : 3. Identifikasi faktor yang memperberat
a. Klien tampak rileks dan memperingan nyeri
b. Mengenali kapan nyeri terjadi 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
menggambarkan faktor penyebab mengurangi rasa nyeri (misalnya,
c. Menggunakan tindakan pengurangan hypnosis, akupresure,terapi music,
(nyeri) tanpa anlgesik biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
d. Melaporkan perubahan terhadap teknik imajenasi terbimbing, kompres
gejala nyeri /nyeri berkurang hangat/dingin).
e. Melaporkan nyeri yang terkontrol 5. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
6. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(relaksasi nafas dalam dan distraksi)
8. Kolaborasi pemberian anlgetik,jika
perlu
21
2 Hambatan mobilitas fisik NOC : 1. Kaji kemampuan klien dalam
berhubungan dengan a. Join moment : active mobilisasi
gangguan musculoskeletal b. Mobility level 2. Monitoring vital sign
c. Self care : ADLs 3. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
Kriteria hasil : lain tentang teknik ambulasi
a. Klien meningkat dalam aktifitas fisik 4. Bantu klien untuk menggunakan
b. Mengerti tujuan dari peningkatan tongkat saat berjalan dan cegah
mobilitas terhadap cidera
c. Memverbalisasikan perasaan dalam 5. Latih pasien dalam pemenuhan
meningkatkan kekuatan dan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai
kemampuan berpindah kemampuan
d. Memperagakan penggunaan alat 6. Konsultasikan dengan terapi fisik
e. Bantu untuk mobilisasi tentang rencan ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
22
b. Perilaku pencegahan jatuh: tindakan pembantu berjalan
individu atau pemberian asuhan untuk
meminimalkan faktor resiko yang
dapat memicu jatuh dilingkungan
individu
c. Kejadian jatuh : tidak ada kejadian
jatuh
23
kesehatan (osteoporosis) stressor)
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi kemampuan mengambil
a. Dapat beristirahat keputusan.
b. Tampak rileks 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
c. Tidak tampak gelisah dan nonverbal)
d. Tidak tampak stress 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
5. Pahami situasi yang membuat ansietas
6. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
7. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
8. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
9. Latih teknik relaksasi
24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Osteoporosis merupakan kelainan tulang yang terjadi karena terdapat
perubahan penggantian tulang homeostatis normal, kecepatan resopsi tulang yang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang sehingga mengakibatkan
penurunan massa tulang total. Secara progresif tulang menjadi porus, rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
faktor genetik, usia, berat badan, jenis kelamin, aktivitas sehari-hari serta
mengkonsumsi rokok, alcohol dan kafein dalam jumlah yang banyak serta dalam
waktu yang lama. Osteoporosis dapat dihindari dengan memodifikasi gaya hidup
serta mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D dan kalsium.
B. SARAN
Adapun saran yang ditujukan dalam makalah ini adalah :
1. Bagi penderita osteoporosis
Sebaiknya penderita osteoporosis menghindari faktor yang dapat memperberat
gejala seperti mengangkat barang berat, kerja dalam waktu yang lama dengan
posisi duduk yang salah, serta mengkonsumsi makanan yang mengandung
vitamin D dan kalsium.
2. Tenaga perawat
Sebagai perawat diharapkan terus meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan yang spesifik
pada penderita osteoporosis.
3. Institusi
Sebagai pihak institusi diharapkan lebih meningkatkan mutu pendidikan bagi
mahasiswa dalam hal perawatan pasien dengan osteoporosis baik dalam
proses perkuliahan , praktikum dan penyuluhan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, M., Nasir, M., Podding, I. T., & Susaldi. (2016). Keperawatan Medikal
Bedah : Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
26