Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun
haruslah dipersiapkan dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru
atau secara berlebihan justru mendatangkan bahaya baru. Identifikasi
racun merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang
diduga sebagai penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan
penganggulangannya dapat dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat.
Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita berhadapan dengan
keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta
memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga
mengamati efek dan gejala keracunan yang timbul.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Baygon termasuk kedalam salah satu jenis racun, yaitu racun serangga
(insektisida).
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang
berada dalam golongan propuxur. Contoh golongan karbamat lain adalah
carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid, aphox), dan timethacarb (landrin).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian dari keracunan?
2. Bagaimana teori tentang baygon?
3. Bagaimana patofisiologi keracunan baygon?
4. Bagaimana Gambaran Klinis tentang keracunan baygon?
5. Apa saja komplikasi dari keracunan baygon?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari keracunan baygon?

1
7. Bagaimana penatalaksanaan kegawatdaruratan dari keracunan
baygon?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari pasien keracunan
baygon?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Dalam makalah ini penyusun bertujuan agar pembaca dapat
mengetahui dan memahami tentang cara pertolongan kegawatdaruratan
terhadap pasien keracunan baygon.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui pengertian dari keracunan
2. Mengetahui teori tentang baygon
3. Mengetahui Gambaran Klinis tentang keracunan baygon
4. Mengetahui komplikasi dari keracunan baygon
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari keracunan baygon
6. Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan dari keracunan
baygon
7. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari pasien keracunan
baygon.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Bagi Masyarakat
Masyarakat lebih tahu dan paham tentang cara pertolongan
kegawatdaruratan terhadap pasien keracunan baygon.
b. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa lebih mengetahui tentang cara pertolongan
kegawatdaruratan terhadap pasien keracunan baygon.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Keracunan Baygon


Intoksikasi (keracunan) adalah masuknya zat atau
senyawa kimia dalamtubuh manusia yang menimbulkan
efek merugikan pada yang menggunakannya.Istilah
peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang
dipakaimanusia untuk membasmi hama yang merugikan
m a n u s i a . Te r m a s u k p e p t i s i d a i n i a d a l a h i n s e k t i s i d a .
Ada dua macam insektisida yang paling banyak
digunakandalam pertanian adalah :
1. Insektisida hidrokarbo khlorin
2. Insektisida fosfat organic
yang paling sering digunakan adalah yang pemakaiannya terus menerus
meningkat. Sifat-sifat dari IFO adalah insektisida poten yang
paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang
tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan & Sarin. Bahan ini
menembus kulit yang normal (intact), juga d a p a t d i s e r a p d i
paru dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi
d a l a m jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.

2.2 Patofisiologi Keracunan Baygon


Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan
enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan
asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom,
ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan
asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin
pada tempat-tempat tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada
di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga

3
tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi
dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular
junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi
secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu
diketahui dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu
Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang
merupakan senyawa Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin
esterase bersivat reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena
tidak dapat menembus blood brain barrier. Gejala klinis sama dengan
keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih singkat.
Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat
yang akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi
pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian
karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,
dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular di otak. Hipotensi
yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak
tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia,
Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia

4
Pathway

5
2.3 Gambaran Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan
adalah gangguan penglihatan, gangguan pernafasan dan hiper aktif
gastrointestinal. Untuk jenis keracunan akut dan kronis memiliki tanda dan
gejala yang berbeda-beda, seperti yang dijelaskan di bawah ini :
a. Keracunan Akut

6
Tanda dan gejala timbul dalam waktu 30–60 menit dan mencapai
maksimum dalam 2–8 jam.
 Keracunan ringan :
Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah, ansietas, tremor lidah dan
kelopak mata, miosis, penglihatan kabur.
 Keracunan Sedang :
Nausia, Salivasi, lakrimasi, kram perut, muntah– muntah, keringatan,
nadi lambat dan fasikulasi otot.
 Keracunan Berat :
Diare, pin point, pupil tidak bereaksi, sukar bernafas, edema paru,
sianons, kontrol spirgter hilang, kejang – kejang, koma, dan blok
jantung.

b. Keracunan Kronis
Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 2–6 minggu
(organofospat ) . Untuk karbamat ikatan dengan AchE hanya bersifat
sementara dan akan lepas kembali setelah beberapa jam (reversibel ) .
Keracunan kronis untuk karbomat tidak ada.
Gejala–gejala bila ada dapat menyerupai keracunan akut yang
ringan, tetapi bila eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat
menimbulkan gejala–gejala yang berat. Kematian biasanya terjadi karena
kegagalan pernafasan, dan pada penelitian menunjukkan bahwa segala
keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam aktivitas enzim
kholinesterase yang terdapat pada pons dan medulla ( Bajgor dalam
Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya
kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema pulmonum.
2.4 Komplikasi
Komplikasi yang bisa muncul pada kasus ini diantaranya adalah:
a. Shock
b. Henti nafas
c. Henti jantung
d. Kejang
e. Koma

7
2.5 Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
2. Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar ache dalam sel
darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis
keracunan akut maupun kronik.
A. Keracunan akut :
 ringan 40 – 70 % n
 sedang 20 % n
 berat < 20 % n
B. Keracunan kronik :
bila kadar ache menurun sampai 25–50 %, setiap individu yang
berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan
baru diizinkan bekerja kembali bila kadar ache telah meningkat
sejumlah >75 %.
3. Pemeriksaan pa
Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak
khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi
paru,otak dan organ-oragan lainnya.

8
2.6 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam
keracunan adalah melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi :
1. Survey Primer
a. Resusitasi (ABCD).
Airway
Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi
pada klien dengan keracunan baygon, botulisme karena klien sering
mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon,
botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan dengan
head tilt chin lift/ jaw trust/ nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal.
Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan,
menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan
jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup
dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi
palsu, pangkal lidah dan lain-lain.
Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi
kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu dapat dilakukan tindakan
pemasangan pipa ETT.

Breathing: pernapasan.
Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui
analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika
terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan pada jalan
napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap
mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami depresi
pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat
berlangsung dengan baik.

9
Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang
tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja
kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di
ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai
dengan meningkatnya permeabilitas kapiler.
Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah,
tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau
EKG

Disability (evaluasi neurologis)


Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran
dan GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan
kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-obatan.
Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan
oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan
baygon, botulinum

2. Survey Sekunder
Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala,
sukar bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun, kejang-kejang,
gangguan penglihatan, hypersekresi hidung, spasme laringks, brongko
kontriksi, aritmia jantung dan syhock
Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey
skunder adalah sebagai berikut :
1. Dekontaminasi
Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan
pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah
kerusakan.

10
Ada beberapa dekontaminasi yang perlu dilakukan yaitu:
a. Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga
tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran
atau mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi muntah atau
aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan
bahan toksik.
 Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah
di tenggorokan), atau pemberian air garam.
 Kontraindikasi :cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan
zat korosif (asam/basa kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran
menurun dan penderita kejang.

b. Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari
pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas
dan berikan oksigen 100% dan jika perlu beri ventilator.

c. Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata
dari racun yaitu dengan memposisikan kepala pasien
ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya.
Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau
NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah
hilang.

d. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)


Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian,
arloji, sepatu dan aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah
plastik yang kedap air kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang
terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit
selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut.
2. Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran
racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran
gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam.

11
Langkah-langkahnya meliputi :
a. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang
setelah 20 menit bila tidak berhasil.
b. Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga
racun telah sampai diusus halus dan besar.
c. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasilnya paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila
keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga
berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan
pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi
pnemonia.

3. Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada
obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara
komersial sangat sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum yang bisa
digunakan adalah Atropin sulfat (SA) yang bekerja menghambat efek
akumula si AKH pada tempat penumpukannya.
Pengobatan
Segera diberikan antidotum Sulfas atropin 2 mg IV atau IM. Dosis
besar ini tidak berbahaya pada keracunan organofosfat dan harus dulang
setiap 10 – 15 menit sampai terlihat gejala-gejala keracunan atropin yang
ringan berupa wajah merah, kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi.
Kewmudian atropinisasi ringan ini harus dipertahankan selama 24 – 48
jam, karena gejala-gejala keracunan organofosfat biasanya muncul
kembali. Pada hari pertama mungkin dibutuhkan sampai 50 mg atropin.
Kemudian atropin dapat diberikan oral 1 – 2 mg selang beberapa jam,
tergantung kebutuhan.

12
Atropin akan menghialngkan gejala –gejala muskarinik perifer (pada otot
polos dan kelenjar eksokrin) maupun sentral. Pernafasan diperbaiki
karena atropin melawan brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus
dan melawan depresi pernafasan di otak, tetapi atropin tidak dapat
melawan gejala kolinergik pada otot rangka yang berupa kelumpuhan
otot-otot rangka, termasuk kelumpuhan otot-otot pernafasan.
2. Pralidoksim
Diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan
reaktivator enzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24
jam setelah keracunan, keefektifannya dipertanyakan. Dosis normal yaitu
1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada perbaikan,
dosis dapat diulangi dalam 1 – 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan
tidak lebih dari 24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi
dalam lemak atau pajanan kronis.
Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase pada
sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga
dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka.
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan
nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa,
keadaan status jantung, status kesadaran.
Riwayat kesadaran : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan,
berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi
pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan
terjadinya.
Hasil pemeriksaan fisik yang mungkin pada setiap sistem tubuh
diantaranya adalah :
a) Tanda-tanda vital
1. Distress pernapasan
2. Sianosis
3. Takipnoe, dispnea
4. Hipoksia
5. Peningkatan frekuensi

13
6. Kusmaul
b) Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya
termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
c) Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi, hipotensi (pada kasus berat),
aritmia jantung, pucat, sianosis, keringat banyak.
d) GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus,
mual dan muntah.
e) Kardiovaskuler: Disritmia.
f) Dermal: Iritasi kulit
g) Okuler (Mata): Luka bakar kornea

Pada pemeriksaan ADL (Activity Daily Living) data yang mungkin


muncul adalah sebagai berikut :
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan, hiporefleksi
2. Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, berkeringat banyak
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria,
bising usus menurun, kerusakan ginjal.
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah, coklat
4. Nyaman/ nyeri
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
5. Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat kesadaran, koma, syok, asidemia

14
Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Eritrosit menurun
2. Proteinuria
3. Hematuria
4. Hipoplasi sumsum tulang

2.8.2 Diagnosa Keperawatan


Adapun diagnosa keperawatan yang mengkin timbul adalah :
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi
pernapasan akibat efek langsung dari intoksikasi baygon
2. Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output
yang berlebihan
3. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf
pusat
2.8.3 Intervensi
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pernapasan
akibat efek langsung dari intoksikasi baygon
Tujuan : Mempertahankan keefektifan pola nafas
Kriteria hasil : RR dalam batas normal, jalan nafas bersih, sputum tidak
ada.
Intervensi Rasional
Pantau tingkat, irama pernapasan Efek insektisida mendepresi SSP
& suara napas serta pola yang mungkin dapat
pernapasan mengakibatkan hilangnya
kepatenan aliran udara atau
depresi pernapasan, pengkajian
yang berulang kali sangat penting
karena kadar toksisitas mungkin
berubah-ubah secara drastis.
Tinggikan kepala tempat tidur Menurunkan kemungkinan
aspirasi, diafragma bagian bawah
untuk menigkatkan inflasi paru.
Dorong untuk batuk/ nafas dalam Memudahkan ekspansi paru &
mobilisasi sekresi untuk
mengurangi resiko

15
atelektasis/pneumonia.

Auskultasi suara napas Pasien beresiko atelektasis


dihubungkan dengan
hipoventilasi & pneumonia.
Berikan O2 jika dibutuhkan Hipoksia mungkin terjadi akibat
depresi pernapasan
Kolaborasi untuk sinar X dada, Memantau kemungkinan
Blood Gas Analysis munculnya komplikasi sekunder
seperti atelektasis/pneumonia,
evaluasi kefektifan dari usaha
pernapasan.

2. Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output


yang berlebihan
Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :
 Tanda-tanda vital stabil
 Turgor kulit stabil
 Membran mukosa lembab
 Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi Rasional
Monitor pemasukan dan pengeluaran Dokumentasi yang akurat
cairan. dapat membantu dalam
mengidentifikasi pengeluran
dan penggantian cairan.
Monitor suhu kulit, palpasi denyut Kulit dingain dan lembab,
perifer. denyut yang lemah
mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan
untuk pengantian cairan
tambahan.

Pantau tanda-tanda vital Hipotensi, takikardia,

16
peningkatan pernapasan
mengindikasikan kekurangan
cairan
(dehindrasi/hipovolemia).
Berikan kembali pemasukan oral Pemasukan peroral
secara berangsur-angsur. bergantung kepada
pengembalian fungsi
gastrointestinal.
Kolaborasi dengan tim medis dalam Cairan parenteral dibutuhkan
pemberian cairan parenteral untuk mendukung volume
cairan /mencegah hipotensi.

3. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf


pusat
Tujuan : Tingkat kesadaran klien dapat dipertahankan
Kriteria hasil :
 Kesadaran composmentis (GCS : 15)
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi Rasional
Monitor vital sign tiap 15 menit Bila ada perubahan yang
bermakna merupakan indikasi
penurunan kesadaran
Observasi tingkat kesadaran pasien Penurunan kesadaran sebagai
indikasi penurunan aliran darah
otak
Kaji adanya tanda-tanda distress Gejala tersebut merupakan
pernapasan, nadi cepat, sianosis manifestasi dari perubahan
dan kolapsnya pembuluh darah pada otak, ginjal, jantung dan
paru.

Monitor adanya perubahan tingkat Tindakan umum yang bertujuan


kesadaran untuk keselamatan hidup,
meliputi resusitasi : Airway,
breathing, sirkulasi

17
Kolaborasi dengan tim medis dalam Anti dotum (penawar racun)
pemberian anti dotum dapat membantu
mengakumulasi penumpukan
racun

18
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Laporan Kasus


A. identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 34 tahun
Alamat : Kutisari Indah 92 Surabaya
Agama : islam
Dx. Medis : Intoksikasi IFO (Insektisida Fosfat Organik)
Baygon
No. Reg : 10160138
MRS : 17 Mei 2002 jam 04.20
Tanggal Pengkajian : 18 Mei 202 jam 07.30

B. Riwayat kesehatan
1. Alasan MRS : Minum baygon kurang lebih 1/4 gelas, tenggorokan
terasa panas seperti terbakar.
2. Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang di RS Khatolik jam 03.00
dengan keluhan minum ¼ gelas baygon karena ada masalah
keluarga, tenggorokan terasa panas, mulut berbuih, kemudian
kesadaran mulai menurun, mencret (-), kencing (-), kemudian pasien
langsung dibawa oleh suami ke RS Khatolik dan mendapatkan
pertolongan pertama di UGD RS tersebut kemudian dibawa ke
RSUD Dr. Soeomo Surabaya.
3. Riwayat penyakit dahulu: Pasien tidak pernah menderita penyakit
serius sampai opname di rumah sakit dan juga tidak ada riwayat
penyakit hipertensi, alergi.

19
4. Riwayat penyakit keluarga: Pasien tidak ada mempunyai keluarga
yang mempunyai penyakit menurun/genetic.

5. Upaya yang telah dilakukan di RS Katholik:


 Kumbah Lambung
 Pemberian infuse Dex 5%
 Injeksi SA 10 IV ampul bulus, dengan perincian 2 ampul IV tiap 5
menit 4X, tiap 10 menit 3X
6. Upaya yang telah dilakukan di IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya:
 TD 110/80 mmHg
 Nadi 84x/ menit
 Respirasi 24x/menit
 Kesadaran composmentis
 Pupil isokor diameter 2mm
 Periksaan cito lab: elektrolit, DL/UL, Thorax PA, BGA
C. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
1. keadaan umum: masih lemah, muka merah dan pupil midriasis.
2. Tanda-tanda vital:
- TD : 90/60 - RR : 20x/ menit
- Nadi : 88x/ menit - Temp : 37, 5 ⁰C
3. Body System
- B1 (Breathing):
- Pernapasan 20x/ menit
- Wheezing (-)
- Ronchi (-)
- batuk (-)
- B2 (Breathing):
- Kepala pusing (-)
- Muka memerah
- Nyeri dada (-)
- TD: 90/60 mmHg
- Akral teraba hangat dan agak lembab.
- B3 (Brain)
- Kesadaran: Composmentis
- GCS: 456

20
- Pupil mata: isokor 3/3 mm
- pandangan agak kabur
- B4 (Bladder):
- BAK spontan
- Warna urine kuning jernih
- B5 (Bowel):
- tenggorokan terasa panas
- abdomen nyeri (-)
- BAB normal
- nasi lembek TKTP
- Mual (-)
- Muntah (-)
- peristaltic (+)
- B6 (Bone):
- kekuatan otot 5/5/5/5
- kelembapan kulit normal
- Turgor normal
- oedema (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
- Hb : 14, 4 gr% - SGOT : 25
- Leukosit : 15, 0 - Urea dan Darah : 10, 5
- Trombosit : 409 - Kreatinin serum : 0, 55
- PCV : 0, 42
- GDA : 111
- Kalium : 3, 82
- Natrium : 142
E. Therapi
- Infus Dex 5%
- S A 0,5 ml/ 3 jam diteruskan 0, 5 ml/ 6 jam

21
F. Analisa Data
Data Kemungkinan penyebab Masalah
DS: - Efek langsung - Resiko tinggi pola
- Pasien toksisitas IFO, proses nafas tidak efektif
- Gangguan
mengatakan inflamasi
pemenuhan nutrisi
bahwa telah - Iritasi mukosa saluran
minum baygon pencernaan ata oleh
sebanyak ¼ zat korosif (baygon)
gelas perit
agak sakit,
tenggorokan
terasa panas
dan sakit.

DO;
- RR : 20 x/
menit
- Nadi : 88
x/menit
- Temp: 37, 6OC
- Perifer / akral
hangat
- TD 90/60
mmHg
- Infus terpasang
Dex 5% 20 tts/
menit

DS:
- Pasien
mengatakan - Koping tidak efektif
bahwa dirinya - Resiko merusak diri
tidak pernah - Kerentanan pribadi

diperhatikan anggota keluarga, krisis


situasi social.

22
oleh suaminya. - Perpanjangan
DO: depress/tingkah laku
- Pasien banyak ingin bunuh diri.
diam dan
jarang dan
jarang
berkomunikasi
dengan
suaminya.

G. Intervensi
1. Diagnosa keperawatan: Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan efek langsung tiksisistas IFO, proses inflamasi
Hasil yang diharapkan:
- Pola nafas efektif
- RR normal: 14-20 menit
- jalan nafas bersih , sputum tidak ada
Intervensi
a. Pantau tingkat, irama pernafasan dan suara napas seperdi keadaa
Rasional: Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat
mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau
depresi pernafasan, pengkajian berulang kali sangat
penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah
secara drastic.
b. Tinggikan tempat tidur
Rasional: Menurunkan kemungkinan aspirasi, diafragma bagian
bawah untuk meningkatkan inflasi paru
c. Dorong untuk batuk/ nafas dalam
Rasional: Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk
mengurangi resiko atelektasis/ Pneumonia
d. Auskultasi suara nafas
Rasional: Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan
hipoventilasi dan pneumonia.
e. Berikan O2 jika dibutuhkan

23
Rasional: Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernafasan.
f. Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA
Rasional: Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder
seperti atelektasis/ pneumonia, evaluasi keefektifan dari
usaha pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan 2: Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan iritasi mukosa saluran
pencernaan atas oleh zat korosif (baygon)
Hasil yang diharapkan:
- Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
- Berat badan normal (sesuai tinggi badan)
- Iritasi mukosa saluraan pencernaan dapat sembuh
Intervensi:
a. Berikan makanan yang mudah dicerna tapi sering dan dapat
ditoleransi
Rasional: Dapat menurunkan distress, mungkin juga dapat
meningkatkan masukan dan toleransi terhadap nutrisi.
Karena nafsu makan dan toleransi untuk
mengkonsumsi makanan meingkat, maka diet
sebaiknya diadaptasikan untuk memberikan jumlah
kalori dan nutrisi yang diperlukan bagi perbaikan
restorasi penyimpanan energy.
b. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan yang dapat
mengiritasi saluran pencernaan seperti yang pedas dan yang
asam.
Rasional: Makanan yang pedas dan asam dapat menyebabkan
iritasi pada mukosa saluran pencernaan sehingga akan
memperparah peradangan dan menghambat proses
penyembuhan saluran cerna.
c. Rujuk pada ahli gizi untuk mendukung kerja tim
Rasional; Sangat berguna untuk menegakkan program nutrisi
individu.
d. Tingkatkan diet tinggi kalori dan protein yang dibutuhkan.

24
Rasional: Dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan energy dan
regenarsi sel, terutama dalam proses perbaikan
jaringan yang rusak pada saluran cerna.

e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti antasida, vitamin


Rasional: Menurunkan iritasi mukosa lambung dan efek stimulasi
simpatis. Menggantikan kekurangan atau kehilangan
vitamin.
3. Diagnosa keperawatan 3: Resiko tinggi terhadap tindak kekerasan pada
diri sendiri (berulang) berhubungan dengan perpanjangan
depresi/tingkah laku ingin bunuh diri.
Hasil yang diharapkan:
- tidak terjadi tindakan ulang kekerasan pada diri sendiri
- Mengutarakan pemahaman tingkah laku dan faktor-faktor yang
mempengaruhi
- Mencapai tahap hilangnya rasa takut & realitas situasi.
- menunjukkan control diri
Intervensi:
a. Kurangi rangsangan berikan ruang yang tenang atau tempatkan
pada ruangan yang sttimulasinya dikurangi dibawah pengawasan.
Rasional; menurukan aktivitas dan meningkatkan rasa tenang.
b. Izinkan orang-orang yang penting bagi pasien untuk tetap tinggal di
dalam ruangan selama prosedur dilakukan jika dimungkinkan.
Rasional: Dapat memberikan efek ketenangan jika melihat
seseorang yang dikenalkan oleh pasien dan
memberikan penenangan.
c. Pindahkan barang-barang yang berpotensi membahayakan pasien
dari lingkungannya.
Rasional: Menurunkan kemungkinan pasien mencelakai orang
lain atau melakukan ide bunuh diri.
d. Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan agresif
secar verbal.
Rasional: memberikan jalan yang baru dalam mengekspresikan
perasaan akan membentuk pasien belajar
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
yang baik.

25
e. Bantu pasien mengidentifikasi apa yang dapat menyebabkan
pasien menjadi marah
Rasional: Kesadaran akan reaksi merupakan tahap pertama dari
belajar untuk berubah.
f. Berikan jalan keluar untuk mengekspresikan diri meliputi aktifitas
fisik.
Rasional: Dengan mengaktifkan fisik didalam menciptakan
lingkungan yang aman dapat menurunkan dorongan
untuk melakukan tindakan agresif.

H. Implementasi
Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan
17/4/02 1 - Membantu tingkat, irama pernafasan
dan suara nafas serta pola nafas
- memberikan posisi dengan
meninggikan kepala pasien dengan
mengganjal 2 bantal
- melatih dan menganjurkan pasien
untuk batuk dan napas dalam
- melakukan pemeriksaan auskultasi
suara nafas.
- melakukan kolaborasi untuk
pemeriksaan X dada dan
pemeriksaan GDA

- memberikan diet nasi lembek TKTP


3/ hari
2
- anjurkan untuk menghindari
makanan yang dapat mengiritasi
saluran pencernaan seperti yang
pedas dan asam
- memberikan makanan ekstra untuk
pasien 2kali/ hari
- mengobservasi nafsu makan pasien
terhadap diet yang diberikan.

26
- Melakukan pendekatan persuasive
tehadap pasien
- melakukan pengkajian tentang
3
pemahaman situasi saat ini dan
metode koping sebelumnya
- memberikan suasana kondusif dan
mengikut sertakan pasien dalam
perawatan
- memberikan informasi efek dari
minum baygon terhadap tubuh
- mengajarkan teknik relaksasi
- menyediakan waktu menjadi
pendengar keluhan-keluhan pasien.
- mengikut sertakan keluarga dan
teman terdekat pasien dalam
perawatan.

- menciptakan suasana tenang dan


mengurangi stimulant
- membatasi jumlah pengunjung
- memberikan kesempatan orang
terdekat pasien untuk tetap tinggal
4
diruangan/ mendampingi pasien.
- memberikan kesempatan pasien
mengekspresikan perasaannya.
- memberikan jalan keluar untuk
mengekspresikan diri meliputi
aktifitas fisik, mendekatkan diri
kepada Tuhan.
- mendiskusikan konsekuensi dari
perilaku agresif
- menganjurkan untuk membina
hubungan saling terbuka dan
percaya pada keluarga
- membina hubungan saling percaya
antara pasien dan perawat.
18/4/02 1 - Membantu tingkat, irama pernafasan

27
dan suara nafas serta pola nafas
- memberikan posisi dengan
meninggikan kepala pasien dengan
mengganjal 2 bantal
- melatih dan menganjurkan pasien
untuk batuk dan napas dalam
- melakukan pemeriksaan auskultasi
suara nafas.
- melakukan kolaborasi untuk
pemeriksaan X dada dan
pemeriksaan GDA

- memberikan diet nasi lembek TKTP


3/ hari
2
- anjurkan untuk menghindari
makanan yang dapat mengiritasi
saluran pencernaan seperti yang
pedas dan asam
- memberikan makanan ekstra untuk
pasien 2kali/ hari
- mengobservasi nafsu makan pasien
terhadap diet yang diberikan.

- Melakukan pendekatan persuasive


tehadap pasien
- melakukan pengkajian tentang
3
pemahaman situasi saat ini dan
metode koping sebelumnya
- memberikan suasana kondusif dan
mengikut sertakan pasien dalam
perawatan
- memberikan informasi efek dari
minum baygon terhadap tubuh
- mengajarkan teknik relaksasi
- menyediakan waktu menjadi
pendengar keluhan-keluhan pasien.
- mengikut sertakan keluarga dan

28
teman terdekat pasien dalam
perawatan.

- menciptakan suasana tenang dan


mengurangi stimulant
- membatasi jumlah pengunjung
- memberikan kesempatan orang
terdekat pasien untuk tetap tinggal
diruangan/ mendampingi pasien.
4 - memberikan kesempatan pasien
mengekspresikan perasaannya.
- memberikan jalan keluar untuk
mengekspresikan diri meliputi
aktifitas fisik, mendekatkan diri
kepada Tuhan.
- mendiskusikan konsekuensi dari
perilaku agresif
- menganjurkan untuk membina
hubungan saling terbuka dan
percaya pada keluarga
- - membina hubungan saling percaya
antara pasien dan perawat.
19/4/02 Jam Pasien pulang perawatan di ECU selesai
10.25

I. Evaluasi
Tanggal Diagnosa Evaluasi
17/04/02 1,2 S: Pasien mengatakan bahwa telah minum
baygon sebanyak ¼ gelas, perut agak
sakit, tenggorokan terasa panas dan
sakit
O: Temp: 37, 6 C

29
Periferal / akral hangat
TD 90/60
RR 20X/menit
Infus terpasang dex 5% 20 tts/menit
A: masalah tidak teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
3,4
S: pasien mengatakan bahwa dirinya tidak
pernah diperhatikan oleh suaminya
O: pasien banyak diam dan jarang
berkomunikasi dengan suaminya
A: Masalah tidak teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
18/04/02 1,2 S: Pasien mengatakan bahwa telah minum
baygon sebanyak ¼ gelas, perut agak
sakit, tenggorokan terasa panas dan
sakit
O: Temp: 37, 6 C
Periferal / akral hangat
TD 90/60
RR 20X/menit
Infus terpasang dex 5% 20 tts/menit
A: masalah tidak teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
3,4
S: pasien mengatakan bahwa dirinya tidak
pernah diperhatikan oleh suaminya
O: pasien banyak diam dan jarang
berkomunikasi dengan suaminya
A: Masalah tidak teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
19/04/02 Pasien pulang

30
31
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang
disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik,
dan lain-lain. Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan
tidak disengaja, tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau
dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan kriminal.
Baygon termasuk kedalam racun serangga ( insektisida ). Yang
berada dalam golongan propoxur. Propoxur merupakan senyawa
karbamat yang menyebabkan kerusakan syaraf, karena duduga kuat
sebagai zat karsinogenik. Sehingga saat ini penggunaannya telah
dilarang.

4.2 Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, pembaca dan penulis
terutama nya bisa memahami dan mengerti tentang pertolongan pertama
pada korban keracunan baygon. Dan mungkin penulis membutuhkan
saran dan kritik untuk membuat makalah yang lebih sempurna lagi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic


Cardiac & Trauma Life Support). Jakarta : EMS 119

Sahid, Abdul. 2013. LP dan Askep Klien Keracunan IFO Baygon.


(Online : http://abuzzahra1980.blogspot.com/2013/07/lp-dan-askep-klien-
keracunan-ifo-baygon.html) Diakses tanggal 14 Maret 2014

Zasika, Hartas. 2011. Keeacunan Baygon. (Online :


http://ja.scribd.com/doc/152390019/KERACUNAN-BAYGON-1) Diakses
tanggal 14 Maret 2014.

33

Anda mungkin juga menyukai