Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Hernia inguinalis lateralis lebih sering terjadi dari pada hernia inguinalis
lateralis dengan perbandingan 2:1 dan diantara seluruh pasien hernia ternyata pria lebih
sering menderita hernia dari pada wanita dengan angka 7 kali lipat lebih sering. Usia
juga dapat memepengaruhi kejadian hernia, dimana pada usia tua kemungkinan
terjadinya hernia bisa menjadi lebih besar dikarenakan melemahnya dinding otot perut.

Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan otot-otot perut yang sudah mulai
melemah. Hernia, atau sering kita kenal dengan istilah “Turun Bero”,
merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Kita ambil contoh hernia abdomen (perut). Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan
muskulo aponeurotik (lapisan otot) dinding perut.

Langkah operatif adalah pengobatan satu-satunya yang rasional. Indikasi


operasi sudah ada sejak diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar operasi terdiri dari
herniotomi dan hernioplasti. Jenis anestesi yang digunakan ketika prosedur operasi ini
dilakukan adalah regional anestesi dengan spinal anestesi yang sesuai dengan indikasi
operasi didaerah genital.

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan


aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Dalam arti yang lebih luas,
anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian
anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai
atau tanpa disertai hilangnya kesadaran.

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara
tanpa menghilangkan kesadaran pasien.Anastesi regional terbagi atas epidural anastesi,
spinal anastesi dan kombinasi spinal epidural.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hernia
1. Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (fascia dan
muskuloaponeurotik) yang memberi jalan keluar pada alat tubuh selain yang
biasa melalui dinding tersebut. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol
melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding
perut. Hernia terdiri atas 3 hal : cincin, kantong dan isi hernia.
2. Anatomi Regio Inguinalis

Gambar 1. Dinding Abdomen

Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis


internus yang merupakan bagian terbuka dari fascia transversalis dan
aponeurosis m. transverses abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum
pubikum, kanal ini dibatasi oleh annulus inguinalis eksternus, yaitu bagian
terbuka dari aponeurosis m. oblikus eksternus. Atapnya adalah aponeurosis m.
oblikus eksternus, dan dasarnya adalah ligamentum inguinale. Akanal ini berisi
funiculus spermaticus pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada
perempuan.

2
Gambar 2. Kanalis Inguinalis

Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena


keluar melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan
bila cukup panjang keluar di annulus inguinalis eksternus. Jika berlanjut,
tonjolan akan sampai ke skrotum dan disebut hernia skrotalis. Kantong hernia
terletak di dalam m. kremaster, anteromedial terhadap vas deferens dan struktur
lain dalam funiculus spermaticus.

Sementara itu hernia inguinalis direk atau disebut juga medial menonjol
langsung ke depan melalui trigonum hasselbach. Daerah yang dibatasi
ligamentum inguinal di inferior, a/v. epigastrika inferior di lateral dan tepi otot
rektus di bagian medial. Dasar segitiga hasselbach ini dibentuk oleh fascial
transversal yang diperkuat oleh aponeurosis m. transverses abdominis yang
kadang-kadang tidak sempurna, sehingga potensial untuk menjadi lemah.
Karena hernia medialis ini tidak melalui kanalis umumnya tidak mengalami
strangulasi karena cincinnya cenderung longgar.

3
Gambar 3. Bagian dalam regio inguinal

3. Klasifikasi
Berdasarkan terjadinya, hernia terbagi atas hernia kongenital dan
akuisita. Menurut letaknya bisa disebut hernia inguinal, umbilical, femoral,
insisional (sering) dan hernia epigastrik, gluteal, lumbal, obturator (jarang).1,3
Dari sifatnya dikenal hernia reponibel dan ireponibel. Reponibel bila isi
kantung bisa direposisi kembali bila berbaring atau didorong dengan tangan.
Sedangkan bila tidak bisa direposisi disebut ireponibel. Biasanya hernia
ireponibel disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia, yang disebut hernia akreta. Tidak ada keluhan nyeri atau tanda
sumbatan usus.
Bila terjadi gangguan pada pasase usus yang terjepit hernia yang
ireponibel, maka disebut hernia inkarserata. Sementara bila hernia tersebut
mengakibatkan gangguan vaskularisasi maka disebut hernia
strangulata.1Berikut adalah pembagian hernia yang terjadi secara congenital
dan didapat (acquired) :

4
a. Kongenital
Kanalis inguinalis normal pada fetus :
Pada bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis, yaitu masuknya testis
dari abdomen ke scrotum melalui canalis inguinalis, sehingga terjadi penarikan
peritoneum ke daerah scrotum, dan terjadi penonjolan (prosesus vaginalis
peritonei). Pada bayi yang sudah lahir akan mengalami obliterasi sehingga isi
perut tidak dapat masuk melalui kanal.
Karena testis kiri turun lebih dahulu daripada kanan, maka kanalis
inguinalis kanan lebih sering terbuka. Pada keadaan normal, kanalis inguinalis
menutup pada usia 2 tahun. Bila prosesus terbuka terus (tidak mengalami
obliterasi) menyebabkan terjadinya hernia inguinalis lateralis kongenital.
b. Acquired / didapat
Disebabkan oleh :

a. Adanya prosesuss vaginalis yang terbuka


b. Adanya annulus inguinalis inetrnus yang cukup lebar sehingga
dapat dilalui kantong dan isi hernia
c. Dapat juga disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen yang
kronik (batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, ascites) yang
akan mendorong isi hernia ke annulus inguinalis internus
d. Kelemahan dinding otot perut yang disebabkan oleh usia, atau
kerusakan n. illioinguinalis dan n. illiofemoralis setelah
appendiktomi.
4. Etiologi

Hernia inguinalis dapat terjadi akibat anomali kongenital atau sebab lain
yang didapat (missal akibat insisi). Hernia dapat dijumpai pada setiap usia.
Lebih banyak pada lelaki dibanding perempuan. Hal ini mungkin karena
annulus inguinalis eksternus pada pria lebih besar dibanding wanita. Selain itu
juga karena perjalanan embriologisnya dimana testis pada pria turun dari
rongga abdomen melalui kanalis inguinalis. Seringkali kanalis tidak menutup
sempurna setelahnya. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan
pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga bisa

5
dimasuki oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan juga faktor yang
bisa mendorong isi hernia melalui pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.

Ada tiga mekanisme yang seharusnya bisa mencegah terjadinya hernia


inguinalis. Yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.
ablikus internus yang menutup annulus internus ketika berkontraksi, dan fascia
transversa yang menutup trigonum hasselbach yang umumnya hampir tidak
berotot. Gangguan pada mekanisme ini bisa menyebabkan terjadinya hernia.

Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus


vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan intra abdomen lebih lanjut, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia. Akibatnya isi intraabdomen keluar
melalui celah tersebut.

Tekanan intraabdomen yang tinggi secara kronik seperti batuk kronik,


mengedan saat miksi atau defekasi (missal karena hipertrofi prostat atau
konstipasi), ascites, obesitas atau mengangkat beban berat sering mendahului
hernia inguinalis.

5. Patofisiologi

Pada keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi


annulus intenus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intraabdomen tidak
tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertical. Sebaliknya jika otot
dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan
annulus inguinalis tertutup sehingga mencegah masuknya usus ke dalam
kanalis inguinalis.

Tetapi dalam keadaan prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian


tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia
dapat membentuk pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar.
Sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Di samping itu diperlukan
pula factor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka
cukup lebar tersebut.

6
Bila cincin hernia sempit, kurang elastic atau lebih kaku maka akan
terjadi jepitan yang menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur
di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong
hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus.

6. Gejala Klinis

Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di
lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan, dan
menghilang waktu berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, bila ada biasanya
dirasakan di daerah epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral
karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke
dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah, dan tidak BAB
baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena
nekrosis atau gangren.

7. Diagnosis

Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di
lipat paha yang muncul waktu berdiri, batuk, bersin, mengangkat benda berat
atau mengedan, dan menghilang saat berbaring. Pasien sering mengatakan
sebagai turun berok, burut atau kelingsir. Keluhan nyeri jarang dijumpai; kalau
ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk ke dalam kantong. Nyeri yang disertai mual dan muntah baru muncul
kalau terjadi inkarserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis.

Pada inspeksi, saat pasien diminta mengedan dalam posisi berdiri dapat
dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis
yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Perlu diperhatikan keadaan

7
asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia dalam posisi berdiri dan
berbaring. Pasien lalu diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan
yang asimetri dapat dilihat.

Pada palpasi, dilakukan saat ada benjolan hernia, diraba konsistensinya,


dan dicoba mendorong apakah dapat direposisi. Bila hernia dapat direposisi,
waktu jari masih berada di annulus internus, pasien diminta mengedan, kalau
ujung jari menyentuh hernia berarti hernia inguinalis lateral, sementara jika
bagian sisi jari yang menyentuh, berarti hernia inguinalis medialis. Kantong
hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai
gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua kain
sutera. Disebut tanda sarung tangan sutera. Kalau kantong hernia berisi organ,
palpasi mungkin meraba usus, omentum (seperti karet) atau ovarium.

Diagnosis pasti hernia umumnya sudah bisa dilakukan dengan


pemeriksaan klinis yang teliti. Berdasarkan anatomi, hernia dapat dibagi
menjadi :

1. Hernia inguinalis medialis (direk)


Disebut direk karena menonjol langsung ke depan melalui trigonum
hasselbach. Disebut medialis karena tidak keluar melalui kanlis inguinalis
dan tidak ke scrotum. Tipe ini hampir selalu disebabkan oleh faktor
peninggian tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di
trigonum hasselbach. Oleh karena itu hernia ini umumnya bilateral. Hernia
inguinalis medialis memiliki leher yang lebar, sulit direposisi dengan
penekanan jari tangan. Jarang bahkan hampir tidak pernah terjadi
inkarserata dan strangulata (hanya 0.3% mengalami komplikasi). Lebih
sering pada pria usia tua. Hernia direk tidak dikontrol oleh tekanan pada
annulus internus, secara khas mengakibatkan benjolan kedepan, tidak turun
ke skrotum.

2. Hernia inguinalis lateralis


Tipe ini disebut juga indirek karena keluar melalui dua pintu yaitu
annulus dan kanalis inguinalis. Tidak seperti hernia medialis yang langsung

8
menonjol di trigonum hasselbach. Tonjolan pada tipe lateralis biasanya
lonjong, sementara tipe medialis biasanya bulat. Hernia indirek ini bisa
dimasukkan dengan tekanan jari di sekitar annulus eksternus (bila tidak ada
inkarserata), mungkin seperti leher yang sempit. Banyak terjadi pada usia
muda. 3% kasus mengalami komplikasi strangulata.

Hernia indirek dikontrol oleh tekanan annulus internus sehingga


seringkali turun ke dalam skrotum.3Pada anak sering akibat belum
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses
penurunan testis.

8. Diagnosis banding
a. Hernia inguinalis medial : benjolan dilipat paha, bentuk bulat,
permukaan rata. Finger test didapatkan benjolan dibagian sisi jari
(tersingkir setelah pemeriksaan fisik).
b. Hidrokel : penumpukan cairan didalam prosesus vaginalis. Biasanya
pada anak-anak dan bayi yang prosesus vaginalis nya belum tertutup
sempurna. Tidak nyeri, dan pemeriksaan Transiluminasi positif (pada
kasus finger test yang positif, diagnosa banding hidrokel sudah
tersingkir )
9. Tatalaksana

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan


pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi
hernia dan membentuk corong, tangan kanan mendorongnya ke arah cincin
hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.

Pada anak-anak reposisi spontan lebih sering terjadi dan gangguan


vitalitas lebih jarang disbanding orang dewasa. Hal ini disebabkan cincin hernia
yang lebih elastis pada anak-anak. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak
dengan pemberian sedative dan kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi
ini berhasil, anak disiapkan operasi hari berikutnya. Bila tidak berhasil, operasi
segera.

9
Pemakaian penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus dipakai seumur
hidup. Ini tidak dianjurkan karena merusak kulit dan tonus otot di daerah yang
tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam.

Yang penting diperhatikan untuk memperoleh keberhasilan terapi maka


faktor-faktor yang meningkatkan tekanan intra abdomen juga harus dicari dan
diperbaiki. Misalnya batuk kronis, prostat, tumor, ascites, dan lain-lain). Dan
defek yang ada direkonstruksi.

Langkah operatif adalah pengobatan satu-satunya yang rasional.


Indikasi operasi sudah ada sejak diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar operasi
terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.

Herniotomi adalah membebaskan kantong hernia sampai ke lehernya,


kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

Hernioplasti ialah melakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis


internus dan memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis. Hernioplasti
lebih penting dalam mencegah terjadinya residif. Dikenal berbagai metode
hernioplasti seperti memperkecil annulus inguinalis internus dengan jahitan
terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan
pertemuan antara m. oblikus internus abdominis dan m. transverses internus
abdominis (conjoint tendon) ke ligamentum inguinale poupart menurut Bassini,
atau menjahitkan fasia transversa, m. transverses abdominis, m. oblikus
internus abdominis ke ligamentum cooper menurut McVay.

10
Gambar 4. Herniotomi dan Hernioplasti

Kelemahan teknik Bassini dan teknik variasi lain adalah adanya


regangan berlebihan dari otot-otot yang dijahit. Karena itu dipopulerkan
metode penggunaan prosthesis mesh untuk memperkuat fasia transversalis
yang menjadi dasar kanalis inguinalis, tanpa menjahit otot-otot ke inguinal.1

Pada bedah darurat, misalnya sudah terjadi komplikasi, prinsipnya sama


dengan yang elektif. Cincin hernia dicari dan dipotong. Usus halus dinilai
apakah vital atau tidak. Bila vital direposisi, bila tidak dilakukan reseksi dan
anastomosis.

Teknik operasi

Berdasarkan pendekatan operasi, teknik herniorraphy dikelompokkan 4


kategori.

Kelompok 1: Open Anterior Repair

Kelompok 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice)


melibatkan pembukaan aponeurosis otot obliquus abdomins ekternus dan
membebaskan funikulus spermatikus. fascia transversalis kemudian dibuka,

11
dilakukan inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia
biasanya diligasi dan dasar kanalis spinalis di rekonstruksi.

Teknik Bassini

Komponen utama dari teknik bassini adalah

a. Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis


ingunalis hingga ke cincin ekternal
b. Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia
indirect sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk
mencari hernia direct.
c. Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis
(fascia transversalis)
d. Melakukan ligasi kantung hernia seproksimal mungkin
e. Rekonstuksi didinding posterior dengan menjahit fascia tranfersalis,
otot transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum
inguinalis lateral.

Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam


rekontruksi, tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat
fascia disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis,
kelemahannya yaitu tegangan yang tejadi akibat jahitan tersebut, selain dapat
menimbulkan nyeri juga dapat terjadi neckosis otot yang akan menyebakan
jahitan terlepas dan mengakibatkan kekambuhan.

Kelompok 2: Open Posterior Repair

Posterior repair (iliopubic tract repair dan teknik Nyhus) dilakukan


dengan membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincin luar
dan masuk ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua
bagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik open
anterior adakah rekonrtuksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior repair
sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan karena menghindari

12
jaringan parut dari operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan
dengan anastesi regional atau anastesi umum.

Kelompok 3: Tension-Free Repair With Mesh

Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow )


menggunakan pendekatan awal yang sama degan teknik open anterior. Akan
tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek , tetapi
menempatkan sebuah prostesis, mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat
memperbaiki defek hernia tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan
disekitar fascia gambar 7. Hasil yang baik diperoleh dengan teknik ini dan
angka kekambuhan dilaporkan kurang dari 1 persen.

Gambar 7. Open mesh repair

Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka panjang penggunaan


implant prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau penolakan. Akan
tetapi pengalaman yang luas dengan mesh hernia telah mulai menghilangkan
anggapan ini, dan teknik ini terus populer. Teknik ini dapat dilakukan dengan
anastesi local, regional atau general.

Kelompok 4: Laparoscopic

Operasi hernia Laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun


terakhir, tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan
teknik ini, hernia diperbaiki dengan menempatkanpotongan mesh yang besar
di region inguinal diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi
obstruksi usus halus dan pembentuka fistel karena paparan usus terhadap
mesh.

13
Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorrhaphie dilakukan
menggunakan salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP)
atau total extraperitoneal (TEP). Pendekatan TAPP dilakukan dengan
meletakkan trokar laparoscopic dalam cavum abdomendan memperbaiki
region inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian
ditutupi dengan peritoneum.sedangkan pendekatan TAPP adalah prosedur
laparoskopic langsung yang mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk
diseksi. Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cidera selama
operasi.

10. Komplikasi

Komplilkasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi


hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada kasus ireponibel;
ini dapat terjadi kalau isi terlalu besar, atau terjadi perlekatan. Dalam kasus ini
tidak ada gejala klinis.1

Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi
strangulasi yang menimbulkan gejala obstruksi sederhana. Sumbatan dapat
terjadi parsial atau total seperti pada hernia richter. Bila cincin hernia sempit,
kurang elastis atau kaku, sering terjadi jepitan parsial.

Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan


isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ
atau struktur di dalam hernia. Timbulnya udem mengakibatkan jepitan
semakin bertmbah sehingga suplai darah terhambat. Akibatnya jaringan isi
akan nekrosis dan hernia akan berisi cairan transudat serosanguinis. Bila isi
jaringan adalah usus, bisa terjadi perforasi yang menimbulkan abses lokal,
fistel, hingga peritonitis.

Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai


dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa. Bila telah strangulasi, bisa terjadi toksik akibat
gangrene dan gambaran menjadi sangat serius. Penderita akan mengeluh nyeri
hebat di tempat hernia dan akan menetap karena rangsang peroitoneal.

14
Pada pemeriksaan local ditemukan benjolan yang tidak dapat
dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan dapat ditemukan tanda peritonitis
atau abses local. Dalam hal ini hernia strangulate merupakan kegawatdaruratan
dan butuh penanganan segera.

2.2 REGIONAL ANESTESI (LOKAL)


1. Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara
pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir
untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.

2. Pembagian Regional Anestesi


Anastesi regional dibagi atas 2 klasifikasi yaitu
1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan kaudal.
Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena.
Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok
motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).

3. Keuntungan Anastesi Regional


a. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
b. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
c. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
d. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
e. Perawatan post operasi lebih ringan.

4. Kerugian Anastesi Regional


a. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
b. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.

15
c. Sulit diterapkan pada anak-anak.
d. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
e. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

5. Persiapan Anastesi Regional


Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena
untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yg bisa berakibat fatal, perlu
persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah
kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya
kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum.

6. Pembahasan Blok Sentral


Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok
motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).
A. Anastesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke
dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis
 subkutis  Lig. Supraspinosum  Lig. Interspinosum  Lig. Flavum  ruang
epidural  durameter  ruang subarachnoid.

Gambar 2. Anestesi spinal

16
Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan
serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus
venosus).Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.Oleh
karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang subarachnoid di daerah antara
vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
A. Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan
B. Kontra indikasi absolut:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi

C. Kontra indikasi relatif:


1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik

17
D. Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga
tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah
ini:
1. Informed consent, kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia
spinal
2. Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran, Hemoglobin, Hematokrit, PT (Prothrombine
Time), PTT (Partial Thromboplastine Time).

E. Peralatan analgesia spinal


1. Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau jarum
spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare).

Gambar 3. Jarum spinal

F. Anastetik lokal untuk analgesia spinal


Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003-1.008. Anastetik
lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal dengan
berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik.Anastetik lokal dengan berat jenis
lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.

18
Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan
mencampur anastetik lokal dengan dextrose.Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan
tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.

Anestetik lokal yang paling sering digunakan:


1. Lidokaine (xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-
100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033,
sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dalamlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5-20 mg (1-4 ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3 ml).
G. Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah
ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi
tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan
posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil.
Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba.
Posisi lain adalah duduk.

Gambar 4. Posisi duduk dan lateral decubitus

19
f. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma
terhadap medula spinalis.
g. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
h. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
i. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin
ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah
jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.

Gambar 5. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal

20
j. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ±
6cm.
H. Penyebaran anastetik lokal tergantung:
1. Faktor utama:
a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik lokal
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal.

I. Lama kerja anestetik lokal tergantung:


a. Jenis anestetia lokal
b. Besarnya dosis
c. Ada tidaknya vasokonstriktor
d. Besarnya penyebaran anestetik local

J. Komplikasi tindakan anestesi spinal:


a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum
tindakan.
b. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai
T-2.
c. Hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas
d. Trauma pembuluh saraf

21
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total

K. Komplikasi pasca tindakan:


a. Nyeri tempat suntikan
b. Nyeri punggung
c. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
d. Retensio urine
e. Meningitis

22
BAB III
STATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama : Tn. S
NRM : 147503
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 74 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Tgl masuk RS : 24 Juli 2017

I. Anamnesis
KU : Terdapat benjolan yang menetap di selangkangan sebelah kanan
sejak 3 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
RPS : Terdapat benjolan yang menetap di lipat paha sebelah kanan
sejak 3 bulan yang lalu Benjolan tersebut berbentuk lonjong dan
terasa nyeri, dengan permukaan yang rata dan warna sama
dengan warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan sebesar telur
puyuh, awalnya benjolan tidak menetap, namun sejak 1 bulan
terakhir menetap. Tidak ada demam, mual (-) , pusing dan
muntah (-).
RPD : Tidak memiliki riwayat penyakit prostat dan keluhan yang sama
sebelumnya
RPK : tidak terdapat riwayat keluarga yang berhubungan.
Kebiasaan: riwayat merokok (+), riwayat meminum alkohol (-), pasien
sewaktu muda bekerja sebagai tukang bangunan sehingga sering
mengangkat barang-barang yang berat. Hingga sekarang pasien sering
mancangkul tanah untuk berkebun.

23
II. Pemeriksaan tanda vital (vital sign)
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu tubuh : 36,50C
Denyut nadi : 78 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit

III. Pemeriksaan Fisik Diagnostik


Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 55 kg
Status gizi : Gizi baik
Status Generalisata

Pemeriksaan kepala

Kepala : Normosefal, rambut warna hitam, tidak mudah rontok

Mata : konjungtiva tidak anemis, pada sklera tidak ditemukan


ikterik.

Telinga : tidak ada kelainan kongenital, dan tidak ada sekret

Hidung : tidak ada deviasi septum, dan tidak ada sekret

Mulut : tidak ada kelainan

Leher : leher simetris, dan tidak tampak pembesaran KGB

Pemeriksaan Thoraks

Inspeksi : tidak ditemukan retraksi pada dinding dada

Perkusi : ditemukan bunyi sonor pada kedua lapangan paru

Palpasi : simetris kanan dan kiri, vocal fremitus baik

24
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun
wheezing pada kedua lapang paru.

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : tidak ditemukan perubahan warna kulit, tidak


ditemukan jaringan parut.

auskultasi : bising usus normal

Perkui : terdapat timpani pada seluruh lapangan abdomen

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, tidak ditemukan nyeri


tekan dan nyeri lepas.

Pemeriksaan ekstremitas :tidak dilakukan pemeriksaan

Status Lokalis Genitalia Pria

Inspeksi : terlihat benjolan, bentuk lonjong warna sama dengan warna kulit

Palpasi : teraba masa didaerah lipatan paha, sebesar telur puyuh,


permukaan rata, terasa nyeri, massa teraba lunak, testis teraba. Finger test
didapatkan benjolan berada pada ujung jari. Tidak ditemukan tanda- tanda
radang.

Terpasang cateter isi ± 350cc warna kuning jernih, darah (-).

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 12-7-2017
Pemeriksaan darah lengkap :
Hb : 9,1 g/dl
Leukosit : 9200 ul
Ht : 26,8 %
Trombosit : 277.000/ul
Pemeriksaan fungsi hati
SGOT : 14 U/L
SGPT : 12 U/L

25
Hemostatik
Masa pembekuan : 9,30 menit
Masa perdarahan : 3 menit
II. DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis pre operasi: Hernia inguinalis dextra
Diagnosis post operasi: post herniotomi dan hernioplasti

III. STATUS ANASTESI


ASA II (Pasien dengan gangguan sistemik ringan, perubahan anatomi dan
fisiologi)

IV. TINDAKAN
Dilakukan : Herniotomi dan hernioplasti
Tanggal : 25 juli 2017

V. LAPORAN ANESTESI
a. Persiapan Anestesi
- Informed concent
- Puasa
Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung
karena regurgitasi. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum
operasi
- Pemasangan IV line
Sudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter ukuran 18
atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang
paling maksimal bisa dipasang.
- Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2
b. Penatalaksanaan Anestesi
Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA) spinal anestesi
Premedikasi :
- Ondansetron IV 4 mg

26
Medikasi intra operatif:
- Bupivacain spinal IV 2,5 cc (12,5 mg)
- Fentanyl 10 mcg
Medikasi post operatif:
- Tramadol 100 mg
- Ketorolac IV 30 mg

Teknik anestesi :
Pasien dalam posisi duduk tegak dan kepala menunduk, dilakukan
desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 4-5.
Dilakukan Sub arakhnoid blok dengan jarum spinal no. 27 pada regio
vertebra lumbal 4-5 dengan tusukan paramedian.
LCS keluar (+) jernih
Respirasi : Spontan
Posisi :Supine
Jumlah cairan yang masuk :
Kristaloid = 1000 cc (RL 1 + RL 2 + RL 3 )
Perdarahan selama operasi : ± 100 cc
Pemantauan selama anestesi :
Mulai anestesi :11.05 WIB
Mulai operasi :11.15 WIB
Selesai operasi :12.45 WIB
Tabel 1. Tekanan darah dan frekuensi nadi :
Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)
11.15 150/80 100
11.20 160/70 98
11.25 130/80 90
11.30 130/80 76
11.35 120/80 70
1140 100/70 68
11.45 120/80 86

27
VI. PROGNOSA : Dubia ad bonam
Tabel 2. Alderet scor
Saat Saat
Tanda Kriteria Nilai
Masuk Keluar
Dapat menggerakkan ke-4 anggota badan 2
sendiri dengan perintah
Aktivitas Dapat menggerakkan ke-4 anggota badan 1 1 1
sendiri dengan perintah
Tidak dapat menggerakkan anggota badan 0
Dapat nafas dalam dan batuk bebas 2
Respirasi Dyspnoe atau nafas terbatas 1 2 2
Apnoe 0
TD ± 20% dari pre anastesi 2
Sirkulasi TD ± 20%-50% dari pre anastesi 1 2 2
TD ± 50% dari pre anastesi 0
Sadar penuh 2
Kesadaran Dapat dibangunkan bila dipanggil 1 2 2
Tidak bereaksi 0
>90% dengan udara bebas 2
Memerlukan tambahan O2 untuk menjaga 1
Saturasi 2 2
SpO2 >90%
SpO2 <90% dengan tambahan O2 0
Skor 8 pasien boleh diperbolekna untuk pindah ke ruang
9 9
rawat

28
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pre Operatif
Persiapan anestesi dan pembedahan harus selengkap mungkin karena dalam
pemberian anestesi dan operasi selalu ada risiko. Persiapan yang dilakukan meliputi
persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang
diperlukan. Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi :
a. informasi penyakit
b. anamnesis: kejadian penyakit
c. riwayat alergi, hipertensi, diabetes melitus, operasi sebelumnya, asma,
komplikasi transfusi darah (apabila pernah mendapatkan transfusi)
d. Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent, suatu
persetujuan medis untuk mendapatkan izin dari pasien sendiri dan keluarga
pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien
dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai risiko yang mungkin
terjadi selama operasi dan post operasi.

Setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam


klasifikasi ASA II.
Salah satu komplikasi anestesi spinal adalah mual-muntah.Pada pasien ini
diberikan premedikasi ondansentron sebanyak 4 mg secara intravena.Pemberian obat
anti mual dan muntah ini sangat diperlukan dalam operasi dengan anestesi spinal
dimana merupakan usaha untuk mencegah adanya aspirasi dari asam lambung. Untuk
menenangkan pasien dari rasa cemas pada saat operasi, seringkali diberikan obat-
obatan sedatif, pada pasien ini tidak diberikan sedatifnkarena pasien tenang

4.2 Intra operatif


Tindakan pemilihan jenis anestesi pada ini diperlukan beberapa pertimbangan.
Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan lamanya
pembedahan dan bidang kedaruratan.Pada pasien ini digunakan teknik Regional
Anestesi (RA) dengan Sub Arakhnoid Block (SAB), yaitu pemberian obat anestesi
lokal ke ruang subarakhnoid.

29
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal golongan
amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau sensasi
pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf
perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Mula kerja lambat dibanding lidokain,
tetapi lama kerja 8 jam. Setelah itu pasien diposisikan dalam keadaan terlentang
(supine). Obat induksi anestesi yang diberikan adalah bupivakain 2,5 cc (12,5 mg).
Monitor tekanan darah setiap 15 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan
darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar
20-30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan salah satu efek dari
pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis. Bila keadaan
ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus ephedrin 5-15mg secara intravena,
dan pemberian oksigen.
Pada pasien ini berikan cairan infus RL (ringer laktat) sebagai cairan fisiologis
untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan
minum ± 6 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien dengan BB = 55 kg adalah
- Pemeliharaan cairan per jam:
(4 X 10) + (2 X 10) + (1 X 35) = 95 ml/jam
- Pengganti defisit cairan puasa:
6 jam X 95 ml = 570 ml
- Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:
4 X 55 = 220 ml
- Jumlah darah selama operasi:
100cc x 3 = 300 ml
- Jumlah terapi cairan:

95 + 570 + 220 + 300 = 1185 mL cairan kristaloid

4.3 Post Operatif


Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang UPPA (unit perawatan pasca
anestesi). Pasien berbaring dengan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal
headache, karena efek obat anestesi masih ada. Observasi post operasi dilakukan
selama 2 jam, dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan

30
respiratory rate), dan memperhatikan adanya perdarahan. Oksigen tetap diberikan 2-3
liter/menit.Setelah keadaan umum stabil, maka pasien dibawa ke ruangan.

Interuksi post operatif


1. Kontrol vital sign dan keadaan umum pasien serta kesadaran.
2. Pasien dianjurkan tidur terlentang selama 1 kali 24 jam dengan bantal
3. Pasien puasa selama 3-4 jam setelah operasi
4. Analgetik ketorolac bolus 30 mg di lanjutkan analgetik tramadol 200 mg drip
dalam larutan RL

31
BAB V
KESIMPULAN

Seorang laki –laki datang ke poli klinik bedah dengan keluhan terdapat benjolan
yang menetap di lipat paha sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan tersebut
berbentuk lonjong dan terasa nyeri, dengan permukaan yang rata dan warna sama
dengan warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan sebesar telur puyuh, awalnya benjolan
tidak menetap, namun sejak 1 bulan terakhir menetap. Selanjutnya dilakukan tindakan
operasi Herniorraphy pada tanggal 25 Juli 2017 di ruangan operasi RSUD Bangkinang.
Teknik anestesi adalah dengan spinal anestesi (subarchnoid block) merupakan teknik
anestesi sederhana dan efektif untuk operasi pada regio genital.Induksi anestesi dengan
menggunakan Bupivacain spinal 2,5cc (12,5 mg) dan maintenance fentanyl 10 mcg,
oksigen 2-3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri digunakan ketorolac sebanyak 30 mg
dan diberikan analgetik Tramadol 200 mg drip dalam larutan RL. Perawatan post
operatif dilakukan dibangsal dan dengan diawasi vital sign, tanda-tanda perdarahan,
pasien tidur telentang dengan bantal 1 x 24 jam dan puasa selama 3 jam setelah
operasi.

32
Daftar Pustaka

1. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004.
Jakarta : EGC
2. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
3. Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3. 2006.
Jakarta : Erlangga Medical Series
4. Inguinal Hernia. Wikipedia the free encyclopedia. Last Updated :Agust 24th
2014. (Available from http://en.wikipedia.org/wiki/Inguinal_hernia, cited on
January7th 2015)
5. Inguinal Hernia. National Digestive Disease Information Clearinghouse. Last
Updated December 2008.
(Available from http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/inguinalhernia.
cited on January7th 2015)
6. Balentine, Jerry R. dan Stoppler, Melissa Conrad. Hernia. eMedicine Health.
(Available from http://www.emedicinehealth.com/hernia/article_em.htm cited
onJanuary7th 2015)
7. She Warts, Seymour I, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Alih Bahasa
Laniyati Celal, editor Linda Chandranata – Jakarta, EGC, 2000, hal 509-515
8. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis
Anestesiologi.Ed.2.Cet.V.Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2010.

33

Anda mungkin juga menyukai