Anda di halaman 1dari 3

Alvito T.

Paseru
15717003

FASILITATOR BERBASIS MASYARAKAT


Konsep fasilitasi dan fasilitator sudah ada sejak jaman purba. Sejarah telah
mencatat adanya peran-peran seupa di jaman nenek moyang kita. Minat terhadap
fasilitasi sesungguhnya mengajak kita kembali ke akar dengan cara memberikan
apresiasi pada nilai-nilai dan proses-proses yang terjadi pada masa lalu. Sekedar
pembanding filosofi, cara berpikir, dan keterampilan fasilitasi mempunyai banyak
kesamaan dengan pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh tokoh-tokoh agama
terkemuka dan mereka yang terlibat dalam gerakan-gerakan anti kekerasan selama
berabad-abad yang lalu.

Ada dua pelajaran penting yang harus disadari untuk mencapai pengelolaan proses
partisipasi masyarakat yang efektif:

 Kunci utama kesuksesan pengelolaan proses partisipasi yang efektif adalah niat
baik dan kapasitas semua pihak yang berkepentingan (masyarakat) dengan isu
yang dibahas.
 Jika para pihak tidak berpartisipasi dalam mencari solusi bagi masalah-masalah
mereka sendiri atau tidak menjadi bagaian dalam proses pengambilan
keputusan, maka dalam situasi terbaik sekalipun implementasi akan dilakukan
dengan setengah hati, mungkin tidak dipahami, bahkan kemungkinan besar
akan gagal sama sekali.

Dengan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan aman, maka para peserta
dapat:

o menemukan dan menyelesaikan masalah


o mengatasi konflik-konflik mereka sendiri
o membuat keputusan-keputusan kolektif
o membuat perencanaan bersama
o segera mengatasi persoalan, dan
o mengelola dirinya sendiri.

Contoh Fasilitator Berbasis Masyarakat :


FORCLIME (Forest and Climate Change Programme) membantu
masyarakat dalam persiapan dan aplikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
(PHBM) dengan tujuan memfasilitasi akses mereka terhadap sumber daya hutan
secara hukum, membangun kapasitas mereka untuk pengelolaan hutan
berkelanjutan dan diversifikasi sumber pendapatan mereka sehingga dapat
meningkatkan penghidupannya. Kegiatan ini juga berfungsi sebagai pilot untuk
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang di masa depan diharapkan dapat
memfasilitasi dan membantu masyarakat dengan perkembangan PHBM di daerah
mereka.

Bekerja sama dengan dinas kehutanan kabupaten, FORCLIME secara


komprehensif mendukung proses pembangunan PHBM di dua desa, Setulang di
Kabupaten Malinau (5.300 ha) dan Manua Sadap (1.600 ha) di Kabupaten Kapuas
Hulu bersama-sama dengan mitra lain seperti Badan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (BP-DAS) dan LSM seperti Flora Fauna International dan Perkumpulan
Kaban. Sebagai langkah pertama dan berdasarkan informasi tentang pilihan PHBM
yang berbeda, masyarakat memilih skema PHBM yang tampaknya paling tepat
untuk mereka, dalam kedua kasus ini adalah Hutan Desa. Selama periode 2010-
2012, kegiatan fasilitasi di dua desa termasuk penyusunan usulan pengembangan
Hutan Desa, pelatihan dan pendampingan untuk memperkuat organisasi
pengelolaan hutan desa, dan pelatihan penulisan legal drafting. FORCLIME
membantu pembuatan peta batas desa secara partisipatif, verifikasi lapangan
kawasan hutan desa dan inventarisasi potensi hasil hutan non-kayu secara
partisipatif. Pengembangan kapasitas meliputi keterampilan tentang bagaimana
menilai dan mendaftarkan jumlah dan kualitas sumber daya hutan yang tersedia dan
bagaimana mempersiapkan rencana pengelolaan hutan lestari. Selain itu, dilakukan
pelatihan pemanfaatan dan pengolahan hasil hutan non-kayu atau produk
agroforestry seperti madu dan minyak kelapa. Lembaga pengelolaan hutan telah
dibentuk di desa-desa dan saat ini sedang menunggu izin kerja untuk wilayah kerja
hutan desa dari Kementerian Kehutanan.

Selain itu, untuk memperkuat dukungan fasilitasi Dinas Kehutanan


Kabupaten yang berkaitan dengan pengembangan hutan desa, serangkaian studi
banding telah dilakukan, termasuk ke Jambi, Yogyakarta dan Sumatera Barat, di
samping pelatihan untuk fasilitator hutan desa dari Dinas Kehutanan Malinau. Saat
ini, suatu studi dilakukan untuk meninjau kurikulum dan modul pelatihan untuk
fasilitator hutan desa dalam rangka meningkatkan materi pelatihan sehingga di
masa depan mereka akan lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Kegiatan lain yang akan ditindaklanjuti antara lain:

a) Inventarisasi hutan partisipatif di hutan Desa Manua Sadap;


b) Penyusunan rencana kerja untuk Hutan Desa Setulang dan Desa Manua
Sadap, setelah wilayah kerja hutan desa ditetapkan;
c) Penyampaian usulan pengelolaan hutan desa kepada Gubernur;
d) Memperkuat kapasitas PHBM bagi penyuluh kehutanan dan LSM;
e) Memfasilitasi pengembangan tingkat masyarakat usaha kehutanan (madu,
gaharu, rotan)
f) Replikasi pengembangan PHBM di desa-desa lainnya di Kabupaten Malinau,
Kabupaten Berau dan Kabupaten Kapuas Hulu dalam rangka Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH).

Langkah-langkah pengembangan kapasitas telah memberdayakan


masyarakat untuk membuat permohonan pengembangan hutan desa sesuai dengan
prosedur administrasi yang kadang-kadang kompleks. Mereka sekarang berada di
posisi yang lebih baik untuk mengelola hutan secara berkelanjutan dan
mendapatkan manfaat untuk perbaikan mata pencaharian mereka. Dinas kehutanan
kabupaten telah dapat mengambil pengalaman dari daerah lain di Indonesia dan
diuntungkan dari proses belajar seraya melakukan dalam menangani proses
administrasi yang masih baru bagi para pihak yang terlibat.

Sumber:

o https://www.forclime.org/index.php/id/aktivitas-dan-pencapaian/345-
fasilitasi-pengelolaan-hutan-berbasis-masyarakat-phbm
o http://jarwohafid.blogspot.com/2010/08/fungsi-dan-peran-fasilitator.html

Anda mungkin juga menyukai