FRAKTUR
Oleh
Yuli Agustin
NIM 162310101238
NIM : 162310101238
Hari : Senin
TIM PEMBIMBING
_________________________ _________________________
NIP…………………………… NIP............................................
_____________________________
NIP ………………………………..
BAB 1. KONSEP TEORI FRAKTUR
1.9 Pathway
2.1 Pengkajian
1. Data Subjektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap
ini terbagi atas :
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
d) Riwayat Penyakit Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
f) Riwayat Psikososial
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidak.
(2) Pola Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi
uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul
rasa nyeri akibat fraktur
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2) Pemeriksaan head-to-toe :
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
b) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan).
c) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
d) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
e) Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
f) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
g) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
h) Paru
(1)Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(2)Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3)Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4)Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
i) Jantung
(1)Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2)Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3)Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
j) Abdomen
(1)Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2)Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3)Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4)Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
k) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
l) Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
o) Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan ROM.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c) Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d) Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f) MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
Analgesic
administration
a. Tentukan lokasi,
karakter, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
b. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosi, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesic
ketika pemberian
lebih dari satu
e. Tentukan pilihan
analgesic
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
f. Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
g. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
anlgesik pertama
kali
i. Berikan analgesic
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
j. Evalusi efektivitas
analgesic, tanda
dan gejala
2. Hambatan Setelah dilakukan NIC
mobilitas fisik tindakan keperawatan Exercise therapy :
berhubungan selama 3x24 jam ambulation
dengan kekuatan masalah hambatan a. Monitoring vital
dan tahanan mobilitas fisik klien sign
sekunder akibat dapat berkurang dengan sebelum/sesudah
fraktur Kriteria hasil: latihan respon
NOC: pasien saat latihan
Joint movement : b. Konsultasikan
active dengan terapi fisik
Mobility level tentang rencana
Self care : ADLs ambulansi sesuai
Transfer dengan kebutuhan
perfoormance c. Bantu klien untuk
a. Klien meningkat menggunakan
dalam aktivitas fisik tongkat saat
b. Mengerti tujuan dari
berjalan dan cegah
peningkatan
terhadap cidera
mobilitas d. Ajarkan pasien
c. Memverbalisasikan
atau tenaga
perasaan
kesehatan lain
dalammeningkatkan
tentang teknik
kekuatan dan
ambulansi
kemampuan e. Kaji kemampuan
berpindah pasien dalam
d. Memperagakan
mobilisasi
penggunaan alat f. Latih pasien dalam
bantu untuk pemenuhan
mobilisasi (walker) kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Dampingi dan
bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
h. Berikan alat bantu
jika pasien
memerlukan
i. Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan
jika diperlukan
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan NIC
tindakan keperawatan Infection Control
selama 3x24 jam risiko a. Bersihkan
infeksi dapat teratasi lingkungan setelah
dengan dipakai pasien lain
b. Pertahankan
Kriteria hasil
NOC teknik isolasi
Immune status c. Batasi
Knowledge : infection pengunjung bila
control perlu
Risk control d. Instruksikan pada
a.Klien bebas dari tanda pengunjung untuk
dan gejala infeksi mencuci tangan
b. Mendeskripsikan saat berkunjung
proses penularann meninggalkan
penyakit, factor yang pasien
mempengaruhi e. Gunakan sabun
penularan serta antimikroba untuk
penatalaksanaannya cuci tangan
c. Menunjukkan f. Cuci tangan setiap
kemampuan untuk sebelum dan
mencegah timbulnya sesudah tindakan
infeksi keperawatan
d. Jumlah leukosit g. Gunakan baju,
dalam batas normal sarung tangan
e. Menunjukkan sebagai alat
perilaku hidup sehat penlindung
h. Pertahankan
lingkunan aseptic
selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV
perifer dan line
central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
j. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan
infeksi kandung
kencing
k. Tingkatkan intake
nutrisi
l. Berikan terapi
antibiotic bila
perlu
Infection protection
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan local
b. Monitor hitung
granulosit, WBC
c. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
d. Batasi
pengunjung
e. Pertahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
f. Pertahankan
teknik isolasi k/p
g. Berikan
perawatan kulit
pada area
epidema
h. Inspeksi kulit dan
membrane
mukosa
i. Terhadap
kemerahan,
panas, dan
drainase
j. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan
nutrisi yang
cukup
l. Dorong masukan
cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotic
sesuai resep
o. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
p. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
q. Laporkan
kecurigaan infeksi
r. Laporkan kultur
positif
DAFTAR PUSTAKA
Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR). 1992. Panel on the
Prediction and Prevention of Presure Ulcers in Adults.
Brunner dan Sudart. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 12. Jakarta : EGC
Dochterma, J. M., & Bulechek, G. M. 2004. Nursing Interventions Classification
(NIC) (5th ed). Amerika: Mosby Elsever.
Grace & Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Mayo Clinic. 2018. Abdominal Pain.
https://www.mayoclinic.org/symptoms/abdominal-pain/basics/causes/sym-
20050728 [Diakses tanggal 13 Januari 2018]
Moorhead, S., Jhonson, M,. Maas, M., & Swanson, L. 2008. Nursing Outcome
Classification (NOC) (5th ed). United states of Amerika: Mosby Elsevier
Nanda Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020 Edisi 11. Jakarta : EGC
Potter, P. A. dan Perry, A. N. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik. Jakarta : EGC
Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat et al. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 3rd.
Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisilogi. Jakarta : EGC
Tamsuri, A. 2007. Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC