Materi Terapi Cairan Gadar
Materi Terapi Cairan Gadar
PENDAHULUAN
Terapi cairan merupakan tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan tubuh
dengan pemberian cairan infuse kristaloid (elektrolit) atau koloid secara intravena untuk
mengatasi berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi
menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan dehidrasi ataupun karena syok.
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat terlarut (zat
tertentu). Cairan masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, cairan intravena
(IV) dan didistribusi ke seluruh tubuh.
adalah K+, Mg+, sedikit Na+. Elektrolit anion terbanyak adalah HPO42-, protein-
protein, sedikit HCO3-, SO42-, Cl-.
2. Cairan ekstraseluler (CES) merupakan cairan yang terdapat diluar sel dan menyusun
1
sekitar 30% dari total cairan tubuh. Cairan yang berada diluar sel, jumlahnya sekitar 3
Dari total cairan atau sekitar 20% dari BB total. Cairan ekstrasel berperan dalam
transport nutrient, elektrolit dan oksigen ke sel serta membersihkan hasil metabolisme
untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh, regulasi panas, sebagai pelumas pada
persendian dan membrane mukosa, penghancuran makanan dalam proses pencernaan.
CES meliputi cairan intravascular, cairan interstitial, dan cairan transeluler.
a. Cairan interstisial (CIT)
Cairan interstisial merupakan cairan yang berada disekitar sel misalnya
cairan limfe, jumlahnya sekitar 10-15% dari cairan ekstrasel. Cairan disekitar sel,
sama dengan kira-kira delapan liter pada orang dewasa. Relatif terhadap ukuran
tubuh, volume ISF adalah sekitar dua kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan
orang dewasa.
b. Ciaran intravascular (CIV)
Cairan intravascular adalah cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
misalnya plasma, jumlahnya sekitar 5% dari cairan ekstrasel. Volume relative dari
CIV sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah orang
dewasa kira-kira 5-61 (8% dari BB), 31 (60%) dari jumlah tersebut adalah
plasma. Sisanya 2-31 (40%) terdiri atas sel darah merah (SDM atau eritrosit) yang
mentranspor oksigen dan bekerja sebagai buffer tubuh yang penting, sel darah
putih (SDP atau leukosit) dan trombosit.
c. Cairan transelular (CTS)
Cairan transelular adalah cairan yang berada pada ruang khusus seperti
cairan serebrospinalis, pericardium, pleura, synovial, air mata, intraocular, dan
sekresi lambung, jumlahnya sekitar 1-3%. Pada waktu tertentu CTS mendekati
jumlah 1 l.
Di dalam cairan ekstrasel terdapat elektrolit kation terbanyak Na+, sedikit K+,
Ca2+, Mg2+ serta elektrolit anion terbanyak Cl-, HCO3-, protein pada plasma,
sedikit HPO42-, SO42-. Perbedaan lokasi antara cairan di interstisial dan pada ruang
vascular menimbulkan tekanan cairan yaitu hidrostaltik dan tekanan onkotik atau
osmotic koloid.
a. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang disebabkan karena volume cairan
dalam pembuluh darah akibat kerja dari organ tubuh.
b. Tekanan onkotik merupakan tekanan yang disebabkan karena plasma protein.
Perbedaan kedua tekanan tersebut mengakibatkan pergerakkan cairan.
Misalnya terjadinya filtrasi pada ujung arteri, tekanan hidrostatik lebih besar dari
tekanan onkotik sehingga cairan dalam vascular akan keluar menuju interstisial.
Sementara pada ujung vena pada kapiler, tekanan onkotik lebih besar sehingga
cairan dapat masuk dari ruang interstitial ke vaskuler. Pada keadaan tertentu,
serum protein rendah, tekanan onkotik menjadi rendah atau kurang maka cairan
akan diabsorpsi ke ruang vascular.
Persentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan bergantung pada
beberapa hal antara lain umur, kondisi lemak tubuh dan jenis kelami, lebih jelasnya terlihat
pada tabe berikut
Umur Persentase
Bayi (baru lahir) 75%
Dewasa
1. Pria (20-40 tahun) 60%
2. Wanita (20-40 tahun) 50%
Usia lanjut 45-50%
Pada orang dewasa kira-kira 40% berat badannya atau 2/3 dari TBW-nya berada di dalam
sel (cairan intraseluler /ICF), sisanya ½ dari TBW atau 20% dari berat badannya berada di
luar sel (ekstraseluler)yang terbagi dalam 15% cairan intertisial, 5% cairan intravaskuler dan
1-2 % transelular.
Zat terlarut dalam cairan tubuh manusia terdiri atas elektrolit dan nonelektrolit.
Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan
listrik,seperti protein, urea, glukosa, oksigen, karbon oksidadan asam-asam organic.
Sementara itu, elektrolit tubuh mencangkup natrium (Na+), fosfat (HPO42-), kalium (K+),
kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3), sulfat (SO42-).
Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian yang lainnya, tetapi
meskipun konsentrasi iom pada tiap-tiap bagian berbeda, hokum netralitas listrik menyatakan
bahwa jumlah muatan-muatan negative harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif.
Komposisi dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intraseluler maupun plasma terinci dalam
table berikut :
Di dalam tubuh manusia yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari cairan
tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam kondisi tubuh normal
input cairan sesuai dengan kehilangan cairan dalam tubuh yang terjadi. Kondisi sakit dapat
menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elekrolit tubuh. Dalam rangka
mempertahankam fungsi tubuh maka tubuh akan mengalami kehilangan cairan antara lain
melalui proses metabolism.
1. Input cairan
Pada keadaan suhu dan aktivitas yang normal rata-rata pada orang dewasa minum
antara 1300-1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tersebut diperoleh dari
pencernaan makanan yaitu sayur 90% air, buah 85% air,daging 60% air. Kekurangan
cairan dapat diperoleh dari mkanan dan oksidasi selama proses pencernaan makanan.
Input cairan meliputi minum (1300 ml)+ oksidasi metabolic (300 ml) = 2600 ml (total).
Kebutuhan input cairan berdasarkan umur dan berat badan
2. Output Cairan
1. Urine, proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekskresi melalui traktus urinarius
merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal outputurine
sekitar 1400-1500 ml per 24 jam atau sekitar 30-50 ml/jam. Pada orang dewasa yang
sehat mungkin produksi urin bervariasi setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat
meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan
keseimbangan tubuh
2. Keringat, keringat terjadi sebagai proses terhadap suatu kondisi tubuh yang panas
respon berasal dari anterior hipotalamus, sedangkan Impulsnya ditrasfer melalui
sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan saraf simpatis pada kulit
brsarnya bergatung pada aktivitas, jumlahnya 0-500 ml
3. Insensible water loss (IWL)merupakan pengluaran cairan yang sulit diukur
pengluaran ini melalui kulit dan paru-paru/ pernapasan. Jumlahnya sekitar 1000-1300
ml. keadaan demam dan aktivitas meningkat metabolisme dan produksi panas,
sehingga meningkatkan produksi cairan pada kulit dan pernapasan
4. Feses, pengluaran air melalui feses berkisar anatar 100-200 ml per hari yang di atur
melalui mekanisme reabsobsi di dalam mukosa usus besr (kolon).
Tabel Pengeluaran Cairan Tubuh
Pengeluaran melalui jumlah
Ginjal 1.500 ml
Keringat 0-500 ml
IWL
1. Kulit 600-900 ml
2. Paru-paru 400 ml
Feses 100 ml
Total 2.600-2.900 ml
Pertukaran cairan dalam tubuh terjadi karena adanya pergerakan cairan antara
kompartemen. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi cairan. Regulasi cairan
dalam tubuh meliputi hubungan tumbal balik anatara sejumlah komponen, termasuk air
dalam tubuh dan cairannya , bagian- bagian cairan, ruang cairan, membrane, sitem transport,
enzim dan tonisitas. Sirkulasi cairan dan elektrolit terjadi dalam 3 tahap : tahap pertama,
plasma darah bergerak diseluruh tubuh melalui system sirkulasi. Tahap 2, cairan interstisial
dan komponennya bergerak di antara kapiler darah dan sel. Tahap 3, cairan dan substansi
bergerak dari cairan interstisial ke dalam sel, sementara itu, mekanisme pergerakan cairan
berlangsung melalui proses :
1. Rasa haus merupakan suatu keinginan yang disadari terhadap kebutuhan akan cairan.
Rasa haus biasanya muncul muncul apabila osmolaritas plasma mencapai 295
mOsm/kg. Osmoreseptor yang terletak di pusat rasa haus hipotalamus sensitive
terhadap perubahan osmolalitas pada cairan ekstrasel. Bila osmolalitas meningkat, sel
akan mengerut dan sensasi rasa haus akan muncul akibat kondisi dehidrasi.
Mekanismenya adalah sebagai berikut :
c. Rasa haus dapat diinduksika oleh kekeringan local pada mulut akibat status
hyperosmolar, selain itu rasa haus juga muncul untuk menghilangkan sense
kekeringan yamg tidak nyaman akibat penurunan saliva
2. Pengaruh hormonal
b. Hormone aldosterone, disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absobsi natrium. Retrensi natrium mengakibatkan
retrensi air. Pelepasan aldosterone diragsang oleh perubahan konsentrasi kalium,
kadar natrium serumdan system renin-angiostensin. Sekresi aldosterone
distimulasi yang diutaakan oleh system renin-angiotensin I. angiotensin I
selanjutnya akan diubah menjadi angiostensin II. Sekresi aldosterone juga di
stimulasin oleh peningkatan potassium dan penurunan konsentrasi sodium dalam
cairan iterstisial dan adrenocorticotropic (ACTH) di produksi oleh pituitary
arterior. Ketika menjadi hypovolemia makan terjadi tekanan darah arteri menurun
hal ini menyebabkan tegangan otot arteri aferen ginjal menurun dan sekresi renin.
Renin menstimulasi aldosterone yang berefek pada retensi sodium sehingga
cairan tidak banyak keluar melalui ginjal.
3. Prostaglandin merupakan asam lemak alai yang terdapat di banyak jaringan dan
berperan dalam respon radang, pengontrolan tekanan darah, kontraksi uterus, dan
motalitas gastrointestinal. Di ginjal, prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal,
resopsi natrium.
5. System limfatik, plasma protein dan cairan dari jaringan tidak secara langsung
direabsorpsi ke dalam pebuluh darah .
Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500 ml/hari. Sementara haluaran
cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengluaran cairan dapat terjadi melalui beberapa organ :
1. Kulit, pengeluaran cairan pada kulit diatur pleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat. Pengeluaran cairan melalui kulit dikenal dengan istilah
Insensibel Water Loss (IWL). Hal yang sama juga berlaku paru-paru, sementara itu
pengluaran melalui kulit berkisaran 15-20 ml/24 jam
2. Paru-paru meningkatnya jumlah cairan yang keluar melalui paru merupakan suatu
bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman nafas karena
pergerakan atau kondisi demam. IWL untuk paru adalah 350-400 ml/hari
3. Pencernaan, dalam kondisi normal jumlah cairan yang hilang melalui system
pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml. perhitungan IWL secara keseluruh
adalah 10-15 ml/kg BB/24jam dengan penambahan 10% dari IWL normal setiap
kenaikan 10 C
4. Ginjal merupakan organ pengekresian cairan yang utama pada tubuh. Pada individu
dewasa, ginjal mengekresikan sekitar 1500 ml per hari.
Pengeluaran cairan dalam tubuh manusia berlangsung dalam tiga cara. Pertama melalui
IWL, pada proses ini cairan keluar melalui penguapan di paru-paru. Cara kedua melaui
Noticeable watwr loss (NWL) cairan disekresi melalui keringat. Ketiga melalui feses tetapi
jumlahnya yang sangat sedikit (Taylor dkk, 1989). Sementara menurut price dan Wilson
(1995, pengluaran cairan pada orang dewasa berlangsung dalam 4 cara, melalui urine
(1500ml), feses (200ml),udara ekspirasi (400ml)dan keringat (400ml). jadi total pengeluaran
cairan tubuh adalah 2500 ml. produksi urin semua kelompok usia adalah 1 ml/kg/jam. Pada
dewasa produksi urine sekitar 1,5 l/hari. Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal
dipengaruhi oleh ADH dan aldosterone.
2.10 Regulasi Elektrolit
1. Kation
a. Natrium merupakan kation utam dalam CES, konsentrasi normal natrium diatur
oleh ADH dan aldosterone (diektrasel), natrium memiliki fungsi utama untuk
membantu mempertahankan keseimbangan cairan, terutama intrasel, dan ektrasel
dengan menggunaka system pompa natrium-kalium. Regulasi ion natrium
dilakukan dengan asupan natrium hormone aldosterone dan haluaran urin
2. Anion
b. Bikarbonat merupakan buffer kimia utama dalam tubuh yang terdapat di cairan
ektrasel dengan normal 22-26bmEq/l
c. Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel, berfungsi
menbantu pertumbuhan tulang dan gigi, membantu bekerja neuromuscular,
pengaturan asam-basa. Kerja fosfat diatur oleh hormone paratiroid dan diaktifkan
oleh vitamin D
Kekurangan cairan ektrasel dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan
pengluaran cairan. Tubuh akan merespons kekurangan cairan dalam tubuh dengan
mengosongkan cairan vascular. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan inerstisial
tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Ada 3 macam :
2. Dehidrasi hipertonik, terjadi jika kehilangan sejumlah air yang lebih banyak daripada
elektrolitnya
3. Dehidrasi hipotoni, terjadi jika tubuh lebih banyak kehilangan elektrolitnya daripada
air.
Kehilangan cairan ekstrasel yang berlebih akan menyebabkan volume ekstrasel berkurang
(hipovolume). Pada keadaan ini tidak terjadi perpindahan cairan daerah intrasel ke
permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan cairan ekstrasel maka kadar
urea, nitrogen serta serta kreatinin akan meningkat dan menyebabkan terjadinya perpindahan
cairan intrasel ke pembuluh darah. Macam dehidrasi (kurang volume cairan ) berdasarkan
derajanya :
1. Dehidrasi berat
c. Hipotensi
Ketidakseimbangan osmolaritas melihatkan kadar zat terlarut dalam cairan-cairan tubuh. Oleh
karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotic dalam ECF maka
kebanyakan kasus hipoosmolaritas (overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar
natrium di dalam plasma dan hypernatremia yaitu tingginya kadar natrium didalam plasma.
Table 18.16.
Usia Kilogram BB(%)
Bayi prematur 80
3 bulan 70
6 bulan 60
1-2 tahun 59
11-16 tahun 58
Dewasa 58-60
Dewasa gemuk 40-50
Dewasa kurus 70-75
Lansia 45-55
2. Iklim/temperature lingkungan. Orang yang tinggal diraerah yang panas (suhu tinggi dan
kelembaban udaranya yang rendah memiliki peningkan kehilangan cairan tubuh dan
elektrolit melalui keringat. Lingkungan yang panas menstimulus sistem saraf simpatis
dan menyebabkan seseorang berkeringat. Pada cuaca yang panas, sseorang akan
kehilangan 700-2.000 ml air/jam dan 15-30 g garam/hari.
3. Kondisi stress. Kondisi strem mepengaruhi metabolisme sel, kosentrasi glukosa dara,
dan glikolisis otot.kondisi stress mencetuskan pelepasan hormone antidiuretic sehingga
produksi urine menurun. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air
seingga bila berkepanjangan daopat meningkatkan volume darah.
4. Keadaan sakit. Kondisi sakit dapat mempengaruhi kesemibangan cairan dan elektrolit.
Antara lain trauma luka bakar, gagal gnjal dan payah jantung. Kondisi sakit dapat
berpenaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.misalnya sebagai
berikut.
a) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b) Penyakit ginjal dan kardiovasikuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan eletrolit tubuh.
c) Pasien dengan perunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan
intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri
5. Diet. Diet seseorang dapat mempengaruhi tehadap asupan cairan dan eletrolit. Asupan
nutrsi yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadapkadar albumin serum. Jika
albumin serum menurun, cairan interstisial tidak bisa masuk kepembuluh darah
sehingga terjadi edema.
6. Tindakan medis. Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh seperti suction,nasogastric tube ,dll
7. Pengobatan. Pengobatan seperti pemberian dieuretik,laksatif dapat berpengaruh pada
kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
8. Pembedahan. Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,dikarenakan kehilangan darah
selama pembedahan.
a) Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini kehilangan cairan mencapai 5% dari berat
tubuh atau sekitar 1,5-2 liter.
b) Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 5-10%
dari berat tubuh ata sekitar 2-4 liter.
c) Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter .
kadar natrium serum berkisar 159-166 mEq/L. pada kondisi ini pasien dapat
mengalami hotensi.
2. Volume cairan berlebih (fluid volume exsess (FVE). Volume cairan berlebih adalah
kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebhan cairan dan natrium di
ruang ekstrasel. Kondisi ini dikenal dengan istilah hypervolemia. Overhidrasi
disebabkan oleh gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul terkait
kondisi ini adalah peningkatan volume darah dan edema. Edema terjadi akibat
peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotic. Edema sering
muncul didaerah mata,jari,dan pergelangan kaki. Pitting edema adalah edema yang
muncul di daerah perifer. Jika area tersebut ditekan, akan terbentuk cekungan yan
tidak langsyne hilang setelah tekanan dilepas. Ini karena perpindahan cairan ke
jaringan melalui titik tekan pitting edema tidak menujukan kelebhan cairan yang
menyeluruh.
2. Gangguan cairan
Tipe dasar ketidakseimangan cairan adalah isotonic dan osmolar. Kekurangan dan
kelebihan isotonic terjadi jika ar dan elektrolit diperoleh atau hilang dalam proporsi yang
sama. Sebalinya, ketidakseimbangan osmolar adalah kehilangan atau kelebihan air saja
sehingga konsentrasi serum dipengaruhi. Tipe ketidaksimbangan yang lain adalah
sindrom ruang ketiga,terjadi jika ruangan terperangkap didalam suatu ruangan dan cairan
diruangan tersebut tidak mudah ditukar dengan cairan ekstrasel.
1. Ketidakseimbangan isotonic. Kekurangan dan cairan terjadi saat air dan elektrolit
yang berada di dalam proporsi isotonic. Klien yang beresiko mengalami kekurangan
volume cairan adalah klien yang mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui
saluran gastroinstestinal, misalnya akibat muntah dan diare. Penyebab lain dapat
meliputi perdarahan, pemberin oba diuretic, keringat banyak, demam, dan asupan
yang kurang.
2. Sindrom ruang ketiga. Klien yang mengalami syndrome ruang ketiga, akan
mengalami kekurangan volume cairan ekstrasel. Sindroma terjadi ketika cairan
ekstrasel berpidah kedalam suatu ruangan tubuh sehingga cairan tersebut
terperangkap didalamnya. Akibatnya adalah kekurangan volume cairan didalam
ekstrasel. Pada klien dengan obstruksi usus dan luka bakar dapat menyebabkan
perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter, keluar dari ekstrasel.
3. Kesehimbangan osmolar. Ketidakseimbangan hyperosmolar (dehidrasi) terjadi jika
ada kehilangan air tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama
natrium, atau jika terdapatt peningkatan substansi yang diperoleh melalui osmosis
aktif. Hal ini menyebabkan kadar natrium serum dan osmolaritas serta dehidrasi
intrasel meningkat. Factor-faktor resiko terjadinya dehidrasi meliputi kondisi yang
menggangu kecukupan asupan oral. Pada klien lansia memiliki resiko besar untuk
mengalami dehidrasi karena terjadi penurunan yang pasti pada cairan intrasel,
penurunan konsentrasi ginjal penurunan respon haus, peningkatan proporsi lemak.
Penurunan sekresi hormone ADH (pada diabetes insipidus ) dapat menyebabkan
kehilangan air yang besar. Ketidakseimbangan hyperosmolar dapat disebabkan oleh
setiap kondisi yang berhubungan dengan diuresis osmotic dan pemberian larutan IV
yang meningkatkan jumlah solute dan ksentrasi darah. Pada kondisi ini, air bergerak
keluar dari intrasel. Air bergerak dari cairan intrasel untuk mempertahankan volume
cairan ekstrasel, pada akhirnya fungsi seluler menjadi rusak dan sikulasi mejadi
koleps. Ketidakseimbangan hiposmolar (kelebihan cairan) ketika terjadi asupan
cairan yang berlebihan (polidipsi psikogenik) atau sekresi ADH berlebihan. Efek
keseluruhannya adalah dilusi (pengenceran) volume cairan ekstrasel disertai
osmosis air didalam sel. Sel-sel otak sangat sensitive dan proses ini dapat
menyebabkan edema selebral yang dapat menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran,koma,dan kematian.
3. Ketidakseimbangan elektrolit
Ganggua ketidakseimbangan elektrolit meiputi:
1. Hiponatremia dan hypernatremia. Hiponatremia adalah suatu kondisi dengan nilai
konsentrasi natrium didalam darah rendah dari normal, yang yang dapat terjadi saat
kehilangan natrium atau kelebihan air. Hiponatremia adalah kekurangan kadar
natrium dicairan ekstrasel yang memnyebabkan perubahan tekanan osmotic.
Perubahan ini mengakibatkan pindahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel
sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia menyebabkan penurunan osmolaritas
plasma dan cairan ekstrasel. Ketika terjadi kehilangan natrium, tubuh mula-mula
beradaptasi dengan menurunkan ekskresi air untuk mempertahankan osmolaritas
serium berada di dalam kadar yang mendekati normal, jika kehilangan berlanjut,
maka tubuh akan berupaya untuk mempertahankan volume darah. Akibatnya,
proporsi natrium didalam cairan ekstrasel berkurang. Namun, hiponatremia yang
disebabkan oleh kehilangan natrium, dapat menyebabkan kolaps pada pembuluh
darah dan syok. Apabila kekurangan cairan yang terjadi hanya kekurangan natrium,
maka kehilangan volume cairan ekstrasel akan bermakna, suatu kondisi yang berbeda
dari hiponatremia yaitu berhubungan dengan peningkatan atau normalnya volume
cairan ekstrasel. Hiponatremia umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit
Addison, kehilangan natrium melalui pencernaan, mengeluarkan keringat berlebih,
diuresis serta asidosis metabolic. Penyebab lain yang berkaitan dengan kelebihan
cairan adalah sindrom ketidaktepatan hormone antidiuretic (syndrome of
inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) , peningkatan asupan cairan,
hiperldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria dan polydipsia psikogenetik.
Tanda dan gejala hiponatremia meliputi cemas, hipotensi postural, postural dizziness,
mual,muntah ,diare, takikardia,kejang, dan koma. Temuan laboratorium untuk kondisi
ini adalah kadar natrium serum< 136 mEq/L dan berat jenis urine < 1,010.
Hiponatremia berat pada natrium serum 120 mEq/L dapat menyebabkan perubahan
nerorologis dan pada kadar natrium serum 110 mEq/L akan menyebabkan perubahan
neorologis yang tidak dapat pulih kembali bahkan dapat menyebabkan kematian.
Terapi elektrolit pada hiponatremia adalah
a. Atasi penyakit dasar
b. Hentikan setiap obat yang ikut menyebabkan hiponatremia.
c. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama secara berlahan-lahan, sedangkan
hiponatremia akut lebih agresif. Hindari koreksi berlebih karena dapat menyebabkan
central pontine myelinolysis.
d. Jangan naikan Na serum lebih cepat dari 12 mEq/L dalam 24 jam pasien
asimtomatik.jika pasien simtomatik, bisa tikatkan sebesar 1-1,5 mEq/L /jam sampai
gejala mereda. Untuk menaikan jumah Na yang dibutuhkan untuk menaikan Na
serum sampai 125 mEq/L digunakan rumus :
Jumah Na (mEq) = [ 125 mEq/L – Na serum actual (mEq/L)] x TBW (dalam liter)
TBW (Total Body Water) = 0,6 x BB (dalam kg)
1) Larutan pengganti bisa berupa NaCl 3% atau 5% (masing-masing mengandung
0,51 mEq/ml dan 0,86 mEq/ml )
2) Pada pasien yang ekspansi cairan ekstrasel, mungkin diperlukan diuretic.
3) Hiponatremia bisa dikoreksi dengan NaCl hipertonik(3%) dengan kecepetan kira-
kira 1 ml/kg/jam.
Hipertremia adalah kelebihan natrium di ekstrasel yang menyebabkan
peningkatan tekanan osmotic ekstrasel. Kondisi ini mengakibatkan perpindahnya
cairan intrasel keluar sel yang dapat menyebabkan oleh kehilangan air yang
ekstrem atau kelebihan natrium total. Jika penyebab hypernatremia adalah
pningkatan seksresi aldosterone maka natrium di pertahankan dan kalium di
eksresi. Penyebab hypernatremia meliputi asupan natrium yang berlebihan,
kerusakan sesasi haus, disfagia, diare kehilangan cairan yang berlebih dari paru-
paru, polyuria karena diabetes isipidus. Tanda dan gejalanya meliputi kulit kering,
mukosa bibir kering, pireksia,agitasi, kejang ,oliguria, atau anuria. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini kadar natrium serum> 144 mEq/l, berat jenis urine
> 11,30. Ketika terjadi hypernatremia, tubuh berupaya mempertahankan air
sebanyak mungkin melalui reabsorpsi air di ginjal. Tekanan osmotic interstistial
meningkat dan cairan berpindah dari sel kedalam cairan ekstrasel sehingga
menyebabkan sel-sel menyusut dan menggangu sebagaian besar proses fisiologis
seluler.terapi elektrolit pada hypernatremia adalah:
a. Hypernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian normal salin
sampai hemodinamik stabil. Selajutnya deficit air bisa dikoreksi dengan dekstrosa 5%
atau NaCl hipotonik.
b. Hypernatremia dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis, atau jika perlu
dengan dialysis. Kemudian dekstrosa 5% diberikan untuk menganti deficit air
c. Deficit air tubuh ditaksir sebagai berikut
Deficit = air tuuh (TBW) yang dikehendaki (liter)-air tuuh sekarang
Air tubuh yang dikehendaki = (Na serum yang diukur )x (air tubuh sekarang / Na
serum normal)
a. Hiponatremia Kronik
Kondisi ini berlangsung lambat (> 48 jam). Gejalanya yaitu terjadi malaise
b. Hiponatremia Akut
Kejadian hiponatremia akut berlangsung cepat (< 48 jam). Gejala yang terjadi
adalah penurunan kesadaran dan kejang. Penurunan kesadaran dan kejang ini
terjadi karena iritabilitas pada saraf di otak. Edema pada sel otak karena air
dari ekstrasel masuk ke intrasel.
Prinsip terapi
Pada gastroenteritis, peritonitis dan ileus, deficit dapat terjadi pada ISF
saja atau pada IVF sekaligus. Pada DSS dan sepsis lanjut terjadi deficit IVF
karena kebocoran kapiler menyebabkan perembesan ke interstitial dan ruang
ketiga. Hypovolemia intravaskuler segera diatasi sampai kondisi perfusi
perifer, nadi, dan tekanan darah meningkati batas normal, sehingga perfusi
organ vital (otak, jantung) dapat bertahan. Hipovolemi interstitial lebih
perlahan teratasinya karena harus menunggu cairan intravena merembes ke
interstitial. Kembalinya turgor kulit, tegangan fontanel, basahnya mukosa
lidah, berkurangnya haus akan pulih seiring dengan meningkatnya produksi
urine (Sjamsuhidajat, 2005)
Cairan pengganti yang sesuai dengan IVF adalah ringer laktat, ringer
asetat, NaCl 0,9%. Karena ISF dan IVF tergabung dalam ECF, maka cairan
replacement untuk ISF adalah ringer laktat ringer asetat, NaCl 0,9%
(Sjamsuhidajat, 2005).
Jika kadar natrium serum antara 125-135 mEq/L, maka salin normal (0,9%
natrium klorida) efektif untuk meningkatkan kadar natrium dalam cairan
vaskuler. Akan tetapi, jika kadar natrium serum sekitar 115 mEq/L, maka
diperlukan penatalaksanaan dengan menggunakan larutan hipertonik yaitu
larutan salin 3% atau 5% (Kee & Hayes, 1996)
Pemberian larutan natrium hipernotik bertujuan untuk meningkatkan kadar
natrium dalam waktu cepat. Kadar natrium plasma dinaikkan sebanyak 5
mEq/L dari kadar natrium plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/Ltiap 1 jam
sampai mencapai kadar normal. Rumus yang digunakan dalam menaikkan
kadar natrium plasma adalah
Delta natrium adalah selisih antara kadar natrium yang diinginkan dengan
kadar natrium awal. Pada hiponatremia kronik, koreksi Na harus dilakukan
secara perlahan yaitu 0,5 mEq/L tiap 1 jam. Kadar maksimalnya adalah 10
mEq/L dalam 24 jam.
Dalam hypernatremia ini kita harus mengetahui tentang perbedaan antara deplesi
cairan dan dehidrasi. Deplesi cairan merupakan pengeluaran cairan dan natrium
secara seimbang dari tubuh. Sedangkan dehidrasi merupakan perupakan air tanpa
diikuti natrium. Perlu diingat bahwa pengeluaran cairan yang berlebih tanpa diikuti
pengeluaran natrium akan menyebabkan peningkatan kadar natrium (hypernatremia).
Padan dehidrasi pengurangan air terjadi pada ekstrasel maupun intrasel. Sedangkan
pada deplesi cairan pengurangan air hanya terjadi pada rkstrasel.
Pada klien yang mengalami hypernatremia dapat dijumpai tanda dan gejalameliputi
kulit yang terasa panas, temperature tubuh dan tekanan darahmeningkat, lidah kering
dan kasar (Kee & Hayes, 1996). Selain itu juga sering ditemukan hipotensi postural,
membrane mukosa kering, agitasi, konvulsi, haus. Peningkatan natrium secara akut
(>158 mEq/L) akan mengakibatkan pengecilan volume otak karena terjadi
pengeluaran air dari dalam sel. Dampak dari mengecilnya volume otak juga
berdampak pada pembuluh darah (vena), yaitu terjadinya robekan. Sehingga akan
terjadi perdarahan pada otak. Hal inilah yang akan menimbulkan gejala, antara lain
latergi, lemas, twitching, kejang bahkan koma.
Prinsip Terapi
Penyebab yang tersering adalah pasien demam tinggi berkepanjangan yang tidak
mendapatkan cairan maintenance dan koreksi cairan pengganti. Selain itu, dehidrasi juga
disebabkan oleh kondisi:
Tandanya adalah dehidrasi dan kadar natrium plasma meningkat, rasa haus, bahkan bisa
terjadi syok dengan kejang hebat. Selain itu, kerusakan dan gangguan fungsi otak bisa terjadi.
Prinsip Terapi
(Anonymous,2009)
Dari deficit cairan yang dihasilkan dari perhitungan di atas akan dijumlahkan dengan
insensible water losses + volume urine 24 jam + volume cairan keluar lewat GI Track. Insensible
lost kita perkirakan ± 40 ml/jam. Regulasi dari natrium tidak boleh > 0,5 mEq/ jam karena akan
mengakibatkan gangguan pada jantung.
Contoh:
Klien dengan berat badan 50kg dan kadar natrium serum 150 mEq/L mengalami dehidrasi. Maka
kita hitung deficit cairan sebagai berikut:
Jika insensible lost seekitar 960 ml, volume urine 1200 ml/24 jam.
Waktu pemberian cairan= selisih Na plasma dengan Na normal dibagi 0,5 = 10/0,5= 20 jam
Dengan memberikan infuse dextrose 5% atau cairan 0,225% NaCl/ dextrose 5% dalam
volume yang cukup mampu mengembalikan hemostatis cairan. Selain terapi penggantian cairan,
kita juga harus mencari penyebab dari dehidrasi (Samsuhidajat, 2005).
4. Hipovolemia
Secara umum, kondisi hipovolemia ini diakibatkan oleh karena kurangnya
masukan, kehilangan yang berlebihan atau gabungan dari keduanya. Kekurangan
volume cairan ini bia berlangsung dengan cepat atau perlahan, tergantung pada
keadaan. Pada kondisi ini, jumlah air dan natrium di ekstrasel berkurang. Kondisi
yang sering memicu terjadinya hipovolemia antara lain:
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal, misalnya muntah, diare, perdarahan
internal, dan lain-lain.
b. Gangguan pada ginjal, seperti penggunaan diuretic, dieresis osmotic, salt wasting
nephropathy, dan hipoaldosteronisme.
c. Gangguan kulit dan saluran napas, antara lain insensible water loss, keringat dan
luka bakar.
d. Sekuestrasi cairan, seperti ileus obstruksi, trauma, fraktur, dan pancreatitis akut.
Prinsip Terapi.
Gejala yang muncul pada kekurangan volume cairan ini antara lain kulit dan membrane
mukosa kering, lidah keriput, oliguria, penurunan suhu tubuh (hipotermia), keletihan,
peningkatan frekuensi nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah (hipotensi), penurunan
tekanan vena sentral (CVP), penurunan curah jantung (cardiac output), dan penurunan berat
badan lebih dari 5%. Untuk nilai laboratorium didapatkan kadar haemoglobin dan hematokrit
terkadang naik.
a. Hipovolemia ringan
Jika terjadi kehilangan ≤ 20% dari volume plasma. Gejala yang timbul adalah takikardia.
b. Hipovolemia sedang
Jika terjadi kehilangan antara 20-40% dari volume plasma. Gejala yang timbul adalah
takikardia dan hipotensi ortostatik.
c. Hipovolemia berat
Jika terjadi kehilangan ≥ 40% dari volume plasma. Gejala yang timbul adalah penurunan
tekanan darah, takikardia, oliguria, agitasi dan pikiran kacau.
Untuk mengganti cairan demi tercapainya balance cairan pada klien, kita harus pahami
dahulu konsep volume plasma. Kita ketahui bahwa volume plasma 6% dari berat badan
orang dewasa. Sehingga, penghitungan kehilangan cairan dihitung berdasarkan asumsi
persentase tersebut. Di dalam penggantian cairan kita juga harus memperhatikan
kemampuan jantung dalam memompa darah, sehingga kita bisa menentukan kecepatan
dalam pemberian cairan. Pemberian cairan pengganti dilakukan sampai kondisi klinis
membaik.
Pemilik jenis cairan yang akan diberikan tergantung pada jenis kehilangan cairan.
Idealnya kehilangan darah harus digantikan dengan darah juga. Akan tetapi, mengingat
viskositas dari darah yang kental dan ketersediaan darah terkadang juga tidak memadai,
maka memungkinkan untuk pemilihan cairan pengganti yang lain. Cairan koloid dan
kristaloid cukup efektif dalam menggantikan cairan yang hilang, misalnya NaCl isotonis
atau RL. Cairan kristaloid lebih sering diberikan pada kasus hipovolemia karena cairan
ini mengisi rongga intravaskuler dan interstitial.
5. Hipervolemia
Merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan volume cairan ektrasel, khususnya
intravaskuler melebihi kemampuan tubuh untuk mengekskresikan. Penyebab kondisi
hipervolemia adalah gagal jantung kongestif dan gangguan ginjal kronik serta
hipertensiportal. Kondisi hipervolemia bisa memicu terjadinya edema paru karena
volume cairan ekstraseluler yang meningkat akan tertahan di paru-paru. Gejala dari
kelebihan volume cairan antara lain peningkatan tekanan darah, CVP, dan berat
badan, edema paru, efusi pleura dan asites.
Prinsip Terapi
Dalam penatalaksanaan hipervolemia ini kita harus tahu bahwa volume intravaskuler
yang berlebihan bisa diturunkan dengan cara menarik cairan dari intravaskuler untuk
diekskresikan keluar tubuh. Melalui usaha ini, volume intravaskuler akan kembali normal. Obat
yang sering diberikan pada pasien dengan hipervolemia adalah furosemid. Diuretic ini mampu
mengeluarkan cairan berlebihan dari tubuh manusia, pembatasan asupan air jugaharus dilakukan
untuk mengurangi peningkatan berlebih volume intravaskuler. Asupan air yang dianjurkan hanya
sebatas insensible water losses ± 40ml/jam. Jika asupan air pada klien hipervolemia tidak
diperhitungkan maka kemungkinan besar pasien akan mengalami hiponatremia karena terjadinya
pengikatan air dan natrium. Pada klien dengan gangguan ginjal, maka harus dipikirkan untuk
dilakukan dialysis karena kemampuan ginjal mengalami penurunan.
6. Kelebihan Air
Air merupakan komponen air murni tanpa natrium (hipotonik). Kelebihan ini
akibat masuknya air tanpa diiringi masukan NaCl yang cukup ke dalam intravaskuler.
Misalnya pada pasien dengan muntaber atai DSS yang diberi dextrose tanpa natrium
atau natrium yang rendah. Pada pasien TUR-P bisa terjadi kelebihan cairan (TUR-
sindrom). Pasien dengan kadar natrium rendah harus dianggap sebagai kelebihan air.
Tanda klinis berupa bradikardi, tekanan darah meningkat, hiperrefleksia, penurunan
kesadaran, dan kejang-kejang. Bahaya lanjut dari water excess adalah oedema otak,
tekanan intrakranal naik dan kerusakan otal (Sjamsuhidajat, 2005).
Prinsip Terapi
Tingkatkan kadr natrium dengan membuang kelebihan air (puasa, restriksi cairan masuk,
dieresis) bila kadar natrium antara 125-130 mEq/L. Beri semua kebutuhan cairan sebagai NaCl
0,9% dan menambahkan NaCl pekat (3-10%) atau natrium bikarbonat 7,5-8%. Jika kadar
natrium < 125 mEq/L atau penderita kejang, teraoi dimulai dengan 150-200 NaCl 3% per 24
jam ditambah cairan pemeliharaan pasien kejang tambahan diazepam.
Koreksi hiponatremia kronis harus hati-hati, perlahan dan bertahap agar tidak terjadi
demyelinisasi syaraf. Jika natrium < 120 mEq/L, koreksi kenaikan kadar plasma tidak boleh
lebih dari 5-7 mEq/L/hari. (Sjamsuhidajat, 2005)
7. Edema
Edema adalam keadaan pada jaringan subkutis dimana terjadi pembengkakan karena
adanya peningkatan cairan interstitial. Etiologi edema adalah:
a. Perubahan status hemodinamik kapiler.
Hemodinamik dipengaruhi oleh:
a. Permeabilitas kapiler
b. Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan tekanan hidrolik dalam
interstitial
c. Selisih tekanan inkotik dalam plasma dengan tekanan onkotik dalam
interstitial
b. Retensi natrium di ginjal
Dipengaruhi oleh:
a) Aktivitas sistem rennin-angiotensin-aldosteron, berhubungan dengan baroreseptor di
arteri aferen glomerulus ginjal.
b) Aktivitas ANP (Atrial Natriuretik Peptide), berhubungan dengan baro reseptor di
atrium dan ventrikel jantung.
c) Aktivitas saraf simpatis (ADH), berhungan dengan baroreseptor di sinus karotikus.
d) Osmoreseptor di hipotalamus.
Pada kondisi edema ini yang perlu kita ingat adalah peranan natrium yang sangat erat kaitannya
dengan terjadinya edema. Retensi natrium akan mengakibatkan pengikatan pada air dan
tertimbun dalam ruang interstitial, sehingga terjadi general oedema. Edema juga dipicu oleh
limfatik.
Tanda dan gejala pada edema, antara lain edema paru, edema perifer (bendungan vena local,
bendungan vena dalam, pitting edema pada hipotiroid.
Prinsip Terapi
Di dalam penanggulangan edema, perlu dipikirkan juga penyakit penyertadari edema. Usaha
yang bisa dilakukan dalam menangani klien edema adalah membatasi asupan natrium untuk
meminimalisasi retensi air dan jika perlu diberikan diuretic. Jika pada klien edema dijumpai juga
adanya edema paru, maka pengembalian kondisi normal harus segera dilakukan untuk mencegah
terjadinya gagal napas. Akan tetapi, pemberian diuretic harus diikuti dengan pemantauan yang
optimal. Karena penyakit penyerta dari edema paru seperti gagal ginjal atau sirosis hepatis
menyebabkan adanya retensi natrium. Hal itu merupakan kompensasi dari tubuh untuk menjaga
perfusi pada jaringan. Dengan kondisi natrium tidak terfokus paada edema, maka sirkulasi akan
tetap berjalan lancer. Jika konsentrasi natrium pada serum berkurang karena ekresi yang berlebih
akibatdiuretik, maka perfusi jaringan akan mengalami penurunan yang ditandai dengan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
8. Hipokalemia
Kita ketahui bahwa ion kalium mempunyai fungsi yang sangat vital terhadap
elektrisasi jantung. Oleh karena itu, jika kalium dalam plasma menjadi rendah, berarti
kekurangan kalium sangat besar (whole body depletion). Terapi hipokalemia harus
bertahap agar kalium yang masuk melalui intravena dapat merembes dulu ke
interstitial dan tidak menyebabkan hiperkalemia sepintas (Sjamsuhidajat, 2005).
Dikatakan hipikalemia jika kadar kalium dalam plasma kurang 3,5 mEq/L.
Menurut perlindungan (2009) secara umum kondisi hipokalemia disebabkan oleh
beberapa kondisi di bawah ini:
a. Asupan kalium yang kurang
b. Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau
keringat.
c. Kalium masuk ke dalam sel
Secara anatomis kalium memang merupakan ion intasel. Akan tetapi, kadar dalam
plasma juga ada walaupun sedikit. Jika kadar yang minimal ini mengalami penurunan
tetunya akan mengakibatkan dampak. Kalium yang masuk ke dalam sel yang
melebihi batas inilah sebagai penyebanya. Hal itu diakibatkan oleh aktivitas beta-
adrenergik, paralisis periodic hopikalemik, dan hiponatremia.
Hemositasis dengan cara pemindahan kalium dari plasma masuk kedalam sel.
Tujuannya adalah untuk memulihkan keseimbangan kalium seluler. Kondisi inilah
yang kemudian memicu terjadinya hipokalemi (kee & Hayes, 1996)
Gejala yang bisa dijumpai pada klien dengan hipokalemia antara lain kelemahan
otot, lelah,nyeri otot, denyut nadi lemah dan tidak teratur, pernapasan dangkal,
hipotensi, bising usus menurun. Jika dalam kondisi berat akan terjadi kelumpuhan,
aritmia, blok jantung, paresthesia, distensi usus. Tekanan darah juga akan mengalami
peningkatan. Pada ginjal akan terjadi poliuri dan polidipsi.
Prinsip terapi
Sebelum melakukan tindakan koreksi kalium, ada beberapa indikasi yang harus diperhatikan
antara lain(Parlidungan 2009)
A. Indikasi mutlak
Pemberian kalium harus segera pada keadaan
Klien sedang pengobatan digitalis
B. Indikasi kuat
Kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, yaitu pada keadaan:
Ensafalopati hepatikum \
Klien memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dan ekstraasel ke
intrasel
C. Indikasi sedang
Pemberian kalium tidak perlu segera diberikan pada keadaan hipokalemia ringan (3-3,5
meq/L). KCL tidak boleh diberikan secara bolus melalui intravena. Tetapi harus secara drip
melewati infus. 1 ml larutan KCL 7,5% berisi 1 meq/L sering mentebabkan flebitis vena. Jika
diberikan per oral, KCl sangat mengiritasi lambung, sehingga harus dipilih sediaan tablet salut
lepas lambat
Jika dijumpai klien dengan kadar kalium serum antara 3,0-3,5 meq/L, maka diperlukan
100-200 mEq/L kalium klorida untuk meningkatkan kadar kalium serum sebesar 1 mEq. Akan
tetapi, jika kadar kalium serum kurang dari 3,0 Meq/L, maka diperlukan 200-400 mEq/L KCl
untuk meningkatkan kadar kalium serum sebesar 1 mEq. Perlu diingat dan diperhatikan
bahwa koreksi kalium dengan kalium klorida tidak dapatb secara cepat memperbaiki defist
kalium yang berat.
Secara umum pemberian kalium 40-60 meq dapat menaikan kadar kaliyum serum sebesar
1-1,5 meq/L dan pemberian 135-160 meq/L dapat menaikkan kadar kalium serum sebesar 2,5-
3,5 meq/L
9. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan kondisi dimana kadar kalium meningkat atau tinggi
melebihi batas nilai normal. Dikatakan hiperkalemia jika kadar kalium dalam serum
melebihi 5 meq/L. kondisi ini diakibatkan oleh adanya insufisiensi ginjal atau akibat
pemberian kaliu,m dalam dosis besar dalam jangka waktu yang lama. Kadar kalium
yang tinggi di intravaskuler sangat berbahaya bagi jantung. Kondisi ini dikarenakan
ekskresi yang terhambat pada gagal ginjal atau destruksi berlebih. Kadar kalium>5,0
mEq/L akan mudah terjadinya fibrilasiventrikel.
Pada klien yang mengalami kondisi hiperklemia, akan dijumpai tanda dan gejala
antara lain mual, kejang perut, oliguria, takikardia, yang pada akhirnya jika tidak
ditindaklanjuti menyebabkan brakikardia, lemas, dan baal
Prinsip terapi
Dalam pengobatan hiperkalemia, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu:
A. Mengatasi pengaruh hiperkale,mia pada membran sel dengan cara memberikan kalsium
intravena. Kalsium ini bertujuan untuk melindungi membran akibat hiperkalemia.
Pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus intravena,lalu diikuti dengan
infus dekstrosa 5% untuk mencegah adanya hipoglikemia.
Pemberian bikarbonat
Pemberian α 2-agonis
Pemberian resin-penukar
Hemodialisa
Pada kondisi hiperkalemia ringan, pembatasan makanan tinggi kalium efektif untuk
memstabilkan nilai kalium ke batas normal, kalsium glukonat merupakan pilihan. Kerja obat
ini cepat, tetapi berlangsung pendek. Natrium bikarbonat untuk mengurangi kesaam plasma.
Onset lambat tetapi masa kerjanya panjang (1-2 jam)
Tabel
10. Hipokalsemia
Secara umum, hipokalsemia disebabkan oleh:
1. Defisiensi vitamin D
Asupan kalsium yang tidak adekuat akan menyebabkan kalsium dalam tulang
keluar untuk menjaga homeostatis kalsium dalam serum. Sebaliknya, jika
konsentrasi kalsium dalam tulang mengalami defisiensi secara terus menerus,
maka memungkinkan untuk terjadinya demineralisasi tulang
2. Hipoparatiroidisme
Kondisi ini bisa terjadi jika saat operasi tiroid kelenjar paratiroid secara tidak
sengakja terangkat. Dapat juga terjadi secara idiopatik sejak kecil. Magnesium
sulfat juga dapat menekan sekresi hormon paratiroid.
3. Pseudohipoparatiroidisme
4. Proses keganasan
5. Hiperfosfatemia
Kondisi ini dipicu oleh pemberian fosfat yang berlebiha, penyakit ginjal kronik,
gagal ginjal akut, pemberian sitotoksik pada limfoma atau leukemia. Klien yang
mengalami hipokalsemia akan menunjukkan tanda dan gejala antara lain:
A. Kecemasan
B. Iritabilitas
C. Tetani
Selain tanda dan gejala diatas, klien dengan hipokalsemia bisa ditemukan tanda
Chovstek atau tanda Trousseau, bradikardi dan interval QT memanjang.
Prinsip terapi
Defisiensi kalsium dapat diatasi dengan pemberian kalsium dalam bentuk tablet, kapsul,
bubuk kalsium, atau larutan kalsiu,m secara intravena. Biasanya kalsium akan dikombinasi
dengan berbagaui bentuk garam, misalnya klorida, karbonat, glukonat, gluseptat, dan laktat.
Perlu diketahui bahwa dalam pemberian kalsium secara intravena harusb dicampur dengan
larutan desktrose 5% dan tidsk boleh dicampur dengan larutan salin.
Perlu diketahui juga bahwa kondisi hipomagnesemia harus memperhatikan funsi ginjal . jika
fungsi ginjal normal, dapat diberikan larutan 10% magnesium sulfat sebesar 2 gram seklama 10
menit dan kemudian diikuti dengan 1 gram dalam 100cc cairan per 1 jam. Jika kondisi
hipokalasemi diikuti dengan poenyakit hipoparatiroid, maka bias diberikan kalsium oral seperti
nkalsium karbonatb 250 mg kaslium elemental/ 650 mg tablet.
11. Hiperkalsemia
Pada kondisi ini klien mengalami peningkatan kada5r kalsium dalam serum.
Peningkatan ini dipicu oleh kondisi-kondisi antara lain hiperparatiroidisme,
hipofosfatemia, tumor tulang, immobilisasiyang berkepanjangan, fraktur multiple
serta obat-obatan diuretik golongan tiazid. Manifestasi klinis dari hiperkalsemia
adalah otot yang kendor, nyeri sekitar daerah yang bertulang, batu ginjal dengan
kadar kalsium tinggi.
A. Hiperparatiroidisme
B. Tumor ganas
C. Intoksikasi vitamin D
D. Intoksikasi vitamin A
E. Sarkoidosis
F. Hipertioidisme
Kita ketahui bahwa antara kelenjar tiroid dengan paratiroid mempunyai hubungan
kerja yang sangat erat. Hormon tiroid dapat memperkuat kerja hormon paratiroid
dan dapat mereabsorbsi kalsium tulang.
G. Insufisiensi adrenal
Peningkatan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal dipicu oleh deplesi volume.
Selain itu, absorbsi kalsium di usus juga mengalami peningkatan. Karena terjadi
defisiensi hormon glukokortkoid
H. Sindrom Milk Alkasli
Sindrom ini terkait dengan pengobatan pada penyakit tukak lambung. Pemberian
antasid dan oemberian susu berlebihan dapat menyebabkan hiperkalsemia
Prinsip terapi
Jika terjadi kondisi hiperkalsemia, tentunya harus dilakukan pembatasan kalsium supaya
kadar kalsium dalam serum tidak mengalami peningkatan secara terus menerus. Pemantauan
tanda-tanda vital perlu dilakukan secara periodik, karena kalsium yang tinggi dapat
mempengaruhi tekanan darah dan nadi.
Beberapa usaha yang bisa dilakukan pada klien dengan hiperkalsemia adalah:
Obat yang dapat diberikan dalam hal ini adalah golongan glukokortikoid (Predinson 20-
40 mg/hari). predinson mampu mengurangi kalsitriol oleh paru dan kelenjar limfe yang
diaktivasi produksinya oleh sel mononuklear, sehingga kalsium dalam serum menurun.
Peningkatan kalsium dengan ion lain akan menurunkan kadar kalsium. Kalsium-ion
dapoat dikelasi dengan menggunakan Na-EDTA atau fosfat secara intravena.akan tetapi,
prosedural ini sudah jarang digunakan karena efek toksisk.
D. Hemodialisa/Dialisis Peritoneal
Cara ini merupakan pilihan terakhir yang tepat karena kadar kalsium akan disaring
dengan alat hemodialisa dengan otomatis.
12. Hipomagnesemia
Kondisi ini merupakan kondisi dimana kadar magnesium serum dibawah nilai
normal (< 1,5 mEq/L). defisit magnesium pada tubuh dipicu oleh berbagai mavam
kondisi, salah satunya adalah obat-obatan. Berikut ini merupakan obat-obatan yang
dapat menurunbkan kadar magnesium serum, antara lain:
A. Preparat-preparat kortison.
B. Diuretik
B. Eksresi berlebih melalui ginjal yang dipicu oleh penggunaan diuretic loop dan
tiazid, ekspansi volume cairan ekstrasel, alkoholik, hiperkalsemia, nefrotoksin,
disfungsi loop Henle/tubulus distal.
Kondisi di atas sangat beresiko untuk menurunkan kadar magnesium serum, sehingga
kehati-hatian dan observasi secara ketat. Tanda gejala pada klien dengan
hipomagnesemia antara lain (Parlindungan, 2009) :
A. Laksafit
B. Antasid
Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh kondisi hipermagnesemia antara lain:
B. Kadar magnesium plasma sebesar 7,2 -12 mg/dl menimbulkan gejala samnolen,
hipoksemia, reflek tendon hilang, hipotensi, bradikardia, perubahan EKG.
C. Kadar magnesium plasma sebesar lebih dari 12 mg/dl akan menimbulkan gejala
kelumpuhan otot, kelumpuhan pernapasan, blok jantung komplit dan henti jantung.
Prinsip Terapi
Prinsip Terapi
Pengobatan pada hipofosfatemia ditujukan pada etiologinya. Jadi factor utama penyebab
hipofosfatemia menjadi panduan dalam pelaksanaan pengobatan. Pada defisiensi vitamin D,
pemberian vitamin D sebanyak 400-800 IU perhari. Sedangkan pemberian fosfor bisa dilakukan
jika sudah timbul gangguan tubulus, sehingga terjadi pengeluaran fosfor berlebihan melalui urin
secara kronik. Pemberian fosfor sebaiknya diberikan secara oral, karena pemberian intravena
sering menimbulkan gangguan, jika terpaksa dapat dilakukan. Dosis peroral sebesar 2,5-3,5 gr
perhari. Jika diberika interavena tidak boleh lebih dari 2,5 mg/kgBB selama 6 jam. Pemberian
dipiridamol 75 mg 1kali perhari dapat meningkatkan kadar fosfor serum (Parlindungan, 2009).
15. Hiperfosfatemia
Jika kita melihat faal anatomi dari fosfor bahwa ekskresi fosfor melalui urin sangat
baik. Sehingga terjadi kenaikan fosfor dalam darah, maka ekskresi melalui urin akan
meningkat. Penyebab dari hiperfosfatemia adalah (Parlindungan, 2009):
a. Kadar fosfor yang meningkat dalam darah pada sindrom lisis tumor,
rabdomiolisis, asedosis laktat, ketoasidosis, pemberian fosfor berlebih.
b. Gangguan fungsi ginjal (akut/kronik)
c. Reabsorpsi fosfor meningkat melalui tubulus pada hipoparatiroid, akromegali,
pemberian bifosfonat, familial tumoral calcinosis.
d. Pseudohiperfosfatemia pada hiperglobulinemia (myeloma multiple),
hiperlipidemia, hemolisis, hiperbilirubinemia.
Prinsip Terapi
Pada kondisi akut yang disertai hipokalsemia dapat dilakukan pemberian infuse NaCl isotonis
cepat, sehingga dapat meningkatkan ekskresi fosfor melalui urin. Hal ini jika kondisi fungsi
ginjal baik. Selain itu, dapat juga diberikan asetazolamida (inhibitor karbonik anhidrase) 15
mg/kgBB setiap 4 jam. Jika kondisi fungsi ginjal tidak baik bisa dilakukan hemodialisa.
Pada kondisi kronik yang terjadi akibat gagal ginjal kronik, pengobatak bertujuan untuk
menekan absorpsi melalui usus dengan pemberian obat-obatan pengikat fosfat seperti kalsium
karbonat, kalsium asetat, dll.