Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM SYARAF PADA KASUS TEKANAN

INTRAKRANIAL

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

BAYU CHANDRA S. (004SYE16) NURHAQIQI (020SYE16)

DINA ERPIANA (005SYE16) R. DANANG HARI P. (022SYE16)

EFA YULIANA (007SYE16) RIZA FEBRINA R. (026SYE16)

KHAERUL NASHI (011SYE16) SOLATIYAH (031SYE16)

LAELY HIDAYATI (012SYE16) ZUHRUL CHAIRY (032SYE16)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG D III

MATARAM

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Landasan Teori

1.1 Definisi
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah tekanan atau hubungan volume di antara
kranium dan isi kubah kranium. Volume kranium terdiri atas darah, jaringan
otak, dan cairan serebrospinal (CSS). Peningkatan tekanan intrakranial ini
merupakan peningkatan CSS lebih dari 15 mmHg. Faktor yang
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk dapat menstabilkan tekanan
intrakranial adalah tekanan darah sistemik, ventilasi dan oksigen, jumlah
metabolik dan kebutuhan oksigen (demam, aktivitas, perubahan), vasospasme
area serebral, dan saturasi oksigen serta hematrokit.
Ketidakmampuan mengatur dan menstabilkan tekanan intrakranial
diakibatkan oleh peningkatan TIK, sebagai akibat dari trauma kepala, edema
serebral, abses dan infeksi, lesi, serta bedah intrakranial. Peningkatan tekanan
intrakranial memerlukan penanganan darurat dan terapi. Tekanan intrakranial
dapat dimonitor dengan kateter intraventrikular, pemasangan skew
subarakhoid, dan merekam tekanan epidural dengan alat.
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan
otak merupakan bentuk yang menghancurkan pada stroke hemoragik dan
dapat terjadi pada semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti
kapitis,tumor otak dan lain-lain. (Suzanne CSmeltzer,, 2002)
1.2 Etiologi
Pada peningkatan tekanan intrakranial yang sering ditemui dan dipantau
adalah pada cedera kepala, dimana pada mekanisme tersebut menyebabkan
perubahan volume intrakranial. Kasus seperti Hematoma traumatik dapat
terkumpul dalam intraserebral, ruang subarakhnoid, ruang subdural, atau
ekstradural, menciptakan tekanan gradien dalam tengkorak dan
mengakibatkan pergeseran otak. Penambahan volume ekstra dalam bentuk air
pada dasarnya terjadi pada kasus edema serebral baik sitotoksik (karena
kegagalan pompa membran sel) atau vasogenik (karena cedera pembuluh
darah). Perubahan CBV menyebabkan gangguan autoregulasi aliran darah
otak (Cerebral Blood Flow/CBF) dan metabolisme yang dapat menyebabkan
kongesti vaskular (hiperemi), namun umumnya peningkatan tekanan

1
intrakranial lebih besar jika dibanding peningkatan tekanan intrakranial
setelah cedera kepala pada orang dewasa.

Etiologi dari TIK

1. Volume intrakranial yang meninggi


a) Tumor serebri
b) Abses
c) Hematoma ekstraserebral
d) Trauma
e) Acute brain swelling
f) Pendarahan
g) Infark yang luas
2. Dari faktor pembuluh darah, meningkatnya tekanan vena yang
diakibatkan kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal
superior, bahkan tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di
piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan
serebrospinalis.
3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis,
maka dapat terjadi hidrosefalus.
4. Peningkatan produksi CSF dapat terjadi pada meningitis, subarachnoid
hemoragik, atau tumor pleksus choroid
1.3 Patofisiologi atau patologi
Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai
kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan otak (1400 g), cairan
serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume
pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang
yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikan tekanan intrakranial. Apabila
massa intrakranial mulai mengalami peningkatan, kompensasi awal yang
terjadi yaitu pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan
otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK
dinamakan dengan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari
kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, namun lengkung
kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada
satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK mengalami peningkatan
sehingga timbul gejala klinis dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi
tekananpun dimulai (Black&Hawks, 2005).

2
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika
volume darah diturunkan hingga 40%, jaringan otak menjadi asidosis. Ketika
60% darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini
mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak
dan iskemia (Black&Hawks, 2005). Kompensasi tahap akhir dan paling
berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx
serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini
dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang
otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial. Kompartemen
supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke
bawah. Bagian ini terbagi menjadi dua yaitu kiri dan kanan yang dipisahkan
oleh falx serebri sedangkan supratentorial dan infratentorial (berisi batang
otak dan serebellum) oleh tentorium serebri. Otak dapat bergerak dalam
semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu kompartemen
akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah
(Black&Hawks, 2005).
Autoregulasi juga merupakan bentuk kompensasi berupa perubahan
diameter pembuluh darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah
selama perubahan tekana perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan
meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak sedikit saja dapat menyebabkan
kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk
kembali ke batas normal (Black&Hawks, 2005).
Edema otak (mungkin penyebab tersering peningkatan tekanan intrakranial)
yang disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan cairan intrasel,
hipoksia, iskemia otak, meningitis, dan cedera). Pada dasarnya efeknya sama
tanpa melihat factor penyebabnya. Tekanan intrakranial pada umumnya
meningkat secara bertahap. Setelah cedera kepala, edema terjadi dalam 36
hingga 48 jam hingga mencapai maksimum.
Peningkatan tekanan intrakranial hingga 33 mmHg (450 mmH2O)
menurunkan secara bermakna aliran darah ke otak (cerebral blood flow,
CBF). Iskemia yang terjadi merangsang pusat vasomotor, dan tekanan darah
sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan
bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme kompensasi ini

3
dikenal sebagai reflek cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak.
(akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan
mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikan tekanan
intracranial). Tekanan darah sistemik akan terus meningkat sebanding dengan
peningkatan tekanan intrakranial, walaupun akhirnya dicapai suatu titik ketika
tekanan intrakranial melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti yang
mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya, kejadian ini didahului oleh
tekanan darah arteria yang cepat menurun. Siklus deficit neurologik progresif
yang menyertai kontusio dan edema otak (atau setiap lesi massa intracranial
yang membesar). Peningkatan tekanan pada jaringan akhirnya meningkatkan
tekanan intrakranial, yang pada gilirannya akan menurunkan CBF, iskemia,
hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PaCO2), dan kerusakan
BBB (Blood Brain Barrier) lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut
sehingga terjadi kematian sel dan bertambahnya edema secara progresif
kecuali bila dilakukan intervensi.

4
1.4 Pathway
TIK (oedema, hematoma)
Cedera kepala Respon biologis Hypoksemia
Kelainan metabolisme

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio, laserasi Kerusakan sel otak

Gangguan autoregulasi Rangsangan simpatis Stress

Aliran darah ke otak Tahanan vaskuler, Katekolamin


Sistemik dan TD sekresi system lambung

O2 gangguan Tek. Pemb. darah Mual, muntah


metabolisme pulmonal

Asam laktat Tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedema otak Kebocoran cairan Oedema paru Cardiac output

Difusi O2 terhambat Ggn perfusi jaringan

Gangguan perfusi
jaringan cerebral

5
Manifestasi Klinis
a. Nyeri Kepala (Gilroy J, Youman JR)

Nyeri kepala pada tumor otak ini sering ditemukan pada orang dewasa
dibandingkan pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu
bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteril serebral meningkat sehingga
mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan dengan demikian
semakin mempertinggi tekanan intra kranium. Terjadi lonjakan tekanan intra
kranium sejenak ketika batuk, mengejan dan akan semakin memperberat
nyeri kepala. Pada anak dengan usia dibawah 10-12 tahun, nyeri kepala dapat
hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa di daerah bifrontal serta
jarang di daerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor di daerah fossa
posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.

b. Muntah

Sering terjadi pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak danbiasanya
disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa
posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak
disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.

c. Kejang

Umumnya dijumpai pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala
permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak15%. Pertumbuhan
tumor sendiri mempengaruhi frekuensi kejang yang terus meningkat. Pada
tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut.
Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering
terjadi pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan
jika tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan
difossa posterior.

d. Edema papil

Tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusivena sentralis retina,


sehingga terjadilah edem papil. Barley dkk mengemukakan bahwa papil
edema ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak.

6
Gejala lain yang ditemukan:

a. Apabila peningkatan tekanan intra kranial berlanjut dan progresif


berhubungan dengan penggeseran jaringan otak maka akan terjadi sindroma
herniasi dan tanda-tanda umum Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi,
respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat membantu melokalisasi
level cedera.
b. Kelainan atau gangguan neurologis seperti didapatkan gejala perubahan
tingkat kesadaran; gelisah, iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi
motorik. Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi
tumor:
a) Tumor lobus frontalis

Karakteristik dari tumor lobus frontalis adalah ditemukannya gangguan


fungsi intelektual. Ada 2 tipe perubahan kepribadian:

1) apatis dan masa bodoh

2) euforia

Tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe tersebut.
Bila masa tumor menekan jaras motorik maka akan menyebabkan
hemiplegic kontralateral. Tumor pada lobus yang dominan akan
menyebabkan afasiamotorik dan disartri.

b) Tumor lobus parietalis

Tumor pada lobus parietalis dapat menyebabkan bangkitan kejang


umum atau fokal, hemianopsia homonim, dan apraksia. Bila tumor
terletak pada lobus yang dominan dapat menyebabkan afasia sensorik
atau afasia sensorik motorik, agrafia dan finger agnosia.

c) Tumor lobus temporalis

Tumor yang letaknya dibagian dalam lobus temporalis dapat


menyebabkan hemianopsia kontra lateral, bangkitan psikomotor atau
bangkitan kejang yang didahului oleh auraol faktorius, atau halusinasi

7
visual dari bayangan yang kompleks. Tumor yang letaknya pada
permukaan lobus dominan dapat menyebabkan afasia sensorik motorik
atau disfasia.

d) Tumor lobus oksipitalis

Tumor lobus oksipitalis umumnya dapat menyebabkan kelainan


lapangan pandang kuadrantik yang kontralateral atau hemianopsia
dimana makula masih baik. Dapat terjadi bangkitan kejang yang
didahului oleh auraberupa kilatan sinar yang tidak berbentuk.

e) Tumor fossa posterior

Tumor pada ventrikel IV dan serebelum akan menggangu sirkulasi


cairan serebrospinalis sehingga memperlihatkan gejala tekanan tinggi
intrakranial. Keluhan nyeri kepala, muntah dan papil edem akan terlihat
secara akut, sedangkan tanda-tanda lain dari serebelum akan mengikuti
kemudian.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Computerized Tomography / CT SCAN
CT Scan merupakan pemeriksaan yang aman dan tidak invasif serta
mempunyai ketepatan yang tinggi. Tujuan utama penggunaan ct scan
adalah mendeteksi perdarahan intra cranial, lesi yang memenuhi rongga
otak (space occupying lesions/ SOL), edema serebral dan adanya
perubahan struktur otak.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat mendeteksi tumor dengan jelas dimana dapat dibedakan


antara tumor dan jaringan sekitarnya. MRI dapat mendeteksi kelainan
jaringan sebelum terjadinya kelainan morfologi.

c. Cerebral angiography

8
Tindakan angiography ini dilaksanakan dengan memasukan kateter ke
dalam pembuluh darah besar (biasanya melalui arteri femoralis) dan
memasukan zat kontras setelah kateter mencapai arteri karotis. Tindakan
ini berguna untuk mendeteksi adanya penyempitan ataupun sumbatan
pada pembuluh darah pada daerah cerebral.

1.6 Penatalaksanaan Medis

a. Tujuan utama dari penatalaksanaan peningkatan TIK adalah :

1. Menjamin pasokan oksigen dan nutrisi serebral yang adekuat dengan cara
memelihara TPO dan oksigenasi anteriol dan menghindari hipoglikemi
serta hiperglikemi.
2. Mencegah terjadinya peningkatan metabolisme otak.

Hal-hal yang perlu dilakukan sehubungan dengan tujuan di atas adalah :

1. Hindari faktor pencetus TIK seperti kejang, demam, nyari, penggunaan


SSP (ketakamin, hiperkapnea dan hipotensi), batuk muntah, atau
mengejan, hipotensi atau hipertensi, hopoglikemia atau hiperglikemia
dan hiponatremia.
2. Menghilangkan penyebab primer misalnya evakuasi massa intrakranial,
operasi pintas untuk hidrosefalus, atasi edema serebral dan dilatasi
serebrovaskuler.
3. Menurunkan tekanan intrakranial dengan cara memposisikan kepala
lebih tinggi dan dengan memberikan obat antara lain ; glukokortikoid,
diuretika, pembatasan cairan, barbiturat, lidokain, drainasse likuor,
operasi dekompresi dan hipotermia.

b. Manitol

Manitol bertujuan untuk menurunkan TIK karena manitol bekerja pada


bagian sawar darah otak yang relatif dapat mengurangi volume intrakranial.
Pada kaus TTIK yang gawat diberikan manitol per infus dengan dosis 0,50-
1,50 g/kg BB diberikan dengan di guyur, dan kemudian dilanjutkan dengan
dosis 0,25-0,50 g/kg BB setiap 4-6 jam untuk memelihara TIK tetap aman
dengan syarat osmolaritas serum tidak melebihi 320 mOsm. Ada beberapa hal
ang harus diwaspadai dalam penggunaan manitor antara lain :

9
1. Vasodilatasi sistemik dan serebral apabila diberikan dosis besar
2. Hipovolemia intravaskuler
3. Gangguan elektrolit serum
4. Hiperosmotik
5. TTIK berulang (rebound phenomenon) pada penghentian pemberian
mendadak
6. Eksaserbasi perdarahan inrakranial yang aktif
7. Dalam dosis tinggi dapat beresiko hipovolemi, hemokonsentrasi,
hiperglikemi, hiperglikemia, asidosis metabolik dan gagal ginjal.

c. Hiperventilasi

Hiperventilasi diberikan dengan sasaran tercapainya PaCO 2 25-35


mmHg. Tindakan ini dapat dengan cepat menurunkan aliran dan volume
darah serebral dan juga menurunkan CSS sehingga dengan cepat dapat
menurunkan TIK. Hiperventilasi sangat efektif diberikan pada pasien yang
terpasang ETT. Pasien yang diberikan hiperventilasi aliran darahnya akan
kembali normal dalam waktu 1-2 jam. Hal hal yang perlu diwaspadai antara
lain :

1. Komplikaasi dari intubasi endotrakheal lama


2. Hipotensi
3. TTIK paradoksal akibat peningkatan vena serebral
4. Alkalosis
5. Penurunan aliran darah serebral
6. Afinitas hemoglobin meningkat
7. Asidosis likuor paradoksal dengan peningkatan aliran darah serebral
8. Turunnya nilai ambang kejang

d. Krtikosteroid

Kortikosteroid bertujuan mennurunkan edema vasogenik terutama edema


yang disebabkan oleh tumor dengan begitu TIK juga turun. Diberikan
deksametason 4-20 mg intravena setiap 6 jam. Pengguan kortikosteroid dalam
kasus trauma masih kontroversial. Beberapa efek yang dapat timbul antara
lain; penurunan sistem kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemi, hipokalemi,
alkalosis metabolik, retensi cairan, penyembuhan luka yang terlambat,
psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.

10
e. Furosemida

Diberikan 10-20 mg intravena dan obat diuretika lainnya bertujuan untuk


mengurangi edema dan produksi CSS, diuretika hanya efektif untuk TTIK
yang akut. Efek samping yang timbul antaralain ; hipovolemi, azotemia,
alkalosis metabolik, abnormalitas elektrolit, netrotoksik, dan ontotoksik.

f. Posisi kepala

Posisi kepala elevesi 30-45 derajat (posisi semi fowler) untuk


melancarkan drainase vena serebral tetapi ADO masih relatif tetap.

g. Retriksi cairan

Pembatan cairan bertujuan untuk menurunkan kesuluruhan cairan tubuh


dan mempertahankan osmolalitas serum yang tinggi. Dapat diberikan melalui
intravena separuh sampai dua per tiga kebutuhan yang biasanya.

h. Barbiturat

Barbiturat dapat menurunkan aliran darah otak, menurunkan


metabolisme otak, dan menegah aktifitas kejang. Pada keadaan akut diberikan
1-4 mg/kg BB atau metoheksitalyang diberikan secara bolusintravena dan
selanjutnya diberikan berulang khusunya pada pasien yang terpasang intubasi.

Efek yang dapat timbul adalah turunnya kesadaran sehingga keadaan


neurologisnya terganggu, depresi nafas dan hipotensi, gangguan pencernaan,
depresi termoregulasi.

i. Lidokain

Diberikan 0,5-1,5 mg/kk BB intravena dapat menurunkan TIK melalui


penurunan metabolisme dan penurunan aliran darah otak. Pada dosis tinggi
dapat menibulkan kejang. Penggunaan lidokain ditujukkan pada pasien akut
dengan hemidinamik dan beresiko tinggi diberikan barbiturat.

j. Drainase Likuor

Ditujukkan pada kasus hidrosefalus dengan TTIK akut yang tidak


memberikan respons terhadap modalitas terapi lain.

11
k. Operasi Dekompresi

Merupakan operasi membuka tulang kepala dan durameter, sehingga TIK


juga kan turun, terjadi dekompresi dan menciptakan perfusi serebral yang
adekuat. Alternatif lain adalah tindakan operasi reseksi jaringan otak yang
mengalami edema (dekompresi internal) yang dimana dalam hal ini tulang
kepala dapat ditutup kembali. Operasi dekompresi ditujukkan khusus kepada
pasien yang tidak berespns terhadap terapi lain.

II.Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian
1. Identitas pasien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. register,
tanggal masuk rumah sakit, alasan berobat ke fasilitas kesehatan serta
harapan pasien. Identitas pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial
dapat menyerang semua umur, mayoritas menyerang wanita pada usia
subur serta mengalami obesitas.

2. Keluhan Utama
Umumnya keluhan utama yang dirasakan pasien dengan peningkatan TIK
adalah nyeri di kepala.
3. Riwayat Kesehatan

12
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai
dengan dibawa ke rumah sakit. Seperti pada klien dengan peningkatan
tekanan intrakranial mengalami nyeri kepala sejak 3 hari yang lalu,
mual dan muntah dan terkadang klien mengalami kejang.
Upaya yang telah dilakukan keluarga klien dalam kaitannya usaha
untuk mengurangi keluhan yang terjadi baik yang rasional maupun
irrasional seperti diberikan obat.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Merupakan penyakit yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau
penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit
yang diderita klien saat ini. Contoh: Klien memiliki riwayat hipertensi 5
tahun yang lalu dan didiagnosis gagal jantung.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit
keturunan, kecenderungan alergi dalam satu keluarga, penyakit menular
akibat kontak langsung maupun tak langsung antar anggota keluarga.
Peningkatan tekanan intrakranial tidak berasal dari penyakit keturunan
tetapi peningkatan tekanan intrakranial diakibatkan oleh gangguan pada
sistem neurologi.
4. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme : pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial mengalami mual dan muntah sehingga menyebabkan
gangguan pola nutrisi dan metabolisme.
b. Pola aktivitas : pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial akan
mengalami gangguan pada pola aktivitas karena rasa nyeri pada bagian
kepala yang sering terjadi secara berulang-ulang.
c. Pola istirahat : nyeri pada bagian kepala yang sering terjadi secara
berulang-ulang dapat mengganggu kenyamanan pola istirahat/tidur pasien.
d. Pola kognitif dan persepsi sensori : pola ini mengenai pengetahuan
terhadap penyakit yang diderita pasien.
e. Pola konsep diri : bagaimana persepsi pasien terhadap pengobatan dan
perawatan yang akan dilakukan.
f. Pola hubungan peran : peran keluarga sangat dibutuhkan dalam merawat
dan mengobati pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan
keterbatasan gerak kemungkinan pasien tidak bisa melakukan peran baik
dalam keluarganya.

13
g. Pola mekanisme koping : keluarga perlu memberikan dukungan dan
semangat sembuh bagi pasien.
h. Pola nilai dan kepercayaan : keluarga selalu optimis dan berdoa agar
penyakit pada pasien dapat sembuh dengan cepat.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.
b. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg, hipertermi.
c. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris,
ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing.
d. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
e. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar
f. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam bergerak karena proses
perjalanan penyakit dan nyeri yang dirasakan secara berulang-ulang.
g. Sistem Integumen : terdapat edema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
h. Abdomen : terdapat nyeri tekan, peristaltik pada usus ditandai dengan
distensi abdomen, bising usus.
i. Pemeriksaan GCS
GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga
komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon
motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. Pemeriksaan GCS tidak
dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bias berbicara, mata
bengkak dan tertutup, tidak bisa berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan
pendengaran,dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS
pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai
hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan.
Penurunan nilai 2 poin dengan GCS9 atau kurang menunjukkan injuri
yang serius (Black&Hawks,2005).
j. Tingkat kesadaran
Perubahan pertama pada klien dengan gangguan perfusi serebral adalah
perubahan tingkat kesadaran. Pengkajian tingkat kesadaran berlanjut dan

14
rinci perlu dilakukan sampai klien mencapai kesembuhan maksimal
(Black&Hawks,2005).
k. Respon pupil.
Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya. Pupil yang terpengaruh
biasanya pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi,
dan deficit motorik dan sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan
(kontralateral). Pemeriksaan pupil meliputi :kesamaan ukuran pupil,ukuran
pupil, posisi pupil (ditengah atau miring), reaksi terhadap cahaya,bentuk
pupil (pupil oval bukti awal peningkatan TIK), akomodasi pupil
(Black&Hawks,2005).
l. Gerakan mata.
Gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan
(diskonjugasi),catat dan segera laporkan.
m. Tanda– tanda vital.
Tanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil.
Suhu tubuh diukur setiap 2 jam. Pola nafas klien dikaji dengan cermat.
Jika TIK meningkat dan herniasi terjadi dimedulla, maka Chusingresponse
dapat terjadi,sehingga respon ini perlu juga diperiksa.
n. Pemeriksaan saraf kranial.
Pemeriksaan ini misalnya berupa memeriksa gerakan ekstraokular,
pemeriksaan otot wajah.
o. Pemeriksaan radiografi
1) CT scan
2) Foto polos kepala
3) MRI
4) Angiografi serebral
Selain pemeriksaan diatas, pengkajian menyeluruh terhadap semua
data-data lain dari klien tetap diperlukan untuk mendapatkan data yang
lebih lengkap, sehingga dapat disusun rencana keperawatan dengan akurat
dan tepat.

15
2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


tekanan intrakranial.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, mual dan muntah.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri kepala akibat akibat
tekanan intracranial.

2.3 Intervensi dan Implementasi

Tujuan dan Kriteria


NO Dx Intervensi Implementasi
Hasil
1 Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi tingkat 1. Mengobservasi
tingkat klien,
perfusi perawatan selama klien, tingkah
tingkah laku,
jaringan 3x24 jam klien akan laku, fungsi
fungsi
serebral memiliki tekanan motorik/sensorik,
motorik/sensorik,
berhubungan perfusi serebral (CPP) pupil setiap 1-2
pupil setiap 1-2
dengan minimal 50 lebih 60 jam sekali dan
jam sekali dan
peningkatan atau adekuat dengan sebagaimana
sebagaimana
tekanan kriteria hasil : kebutuhan.
2. Monitor tanda- kebutuhan.
intrakranial
1. Tingkat kesadaran 2. Memonitor tanda-
tanda vital setiap
membaik (GCS: tanda vital setiap
15 menit sampai
E4 M6 V5). 15 menit sampai
dengan 1 jam dan
2. Tidak kaku kuduk. dengan 1 jam dan
3. Tidak terjadi sebagaimana
sebagaimana
kejang. kebutuhan:
4. TD dalam batas kebutuhan:
perubahan

16
normal (bayi pernafasan perubahan
85/54 mmHg, merupakan tanda pernafasan
toddler 95/65 awal dari merupakan tanda
mmHg, sekolah peningkatan awal dari
105-165 mmHg, tekanan intakranial peningkatan
remaja 110/65 dan tekanan
mmHg). hipoksia/hiperkapn intakranial dan
5. Tidak terjadi
ia. hipoksia/hiperkap
muntah progresif. 3. Monitor nilai
nia.
6. Tidak sakit kepala.
analisa gas darah 3. Memonitor nilai
7. GDA normal( >
arteri untuk analisa gas darah
95%)
ketidaknormalan arteri untuk
asam basa dan ketidaknormalan
penurunan saturasi asam basa dan
oksigen. penurunan
4. Hiperventilasi
saturasi oksigen.
sebelum 4. Melakukan
penghisapan hiperventilasi
sekret; batasi sebelum
penghisapan penghisapan
sekret 10-15 sekret; batasi
detik untuk penghisapan
mengurangi kadar sekret 10-15
CO2, untuk detik untuk
meningkatkan mengurangi kadar
kadra oksigenasi CO2, untuk
dan mencegas meningkatkan
hipoksia. kadra oksigenasi
5. Monitor
dan mencegas
peningkatan
hipoksia.
tekanan 5. Memonitor
intrakranial setiap peningkatan
15 menit sampai takanan

17
dengan 1 jam dan intrakranial setiap
sebagaimana 15 menit sampai
kebutuhan. dengan 1 jam dan
6. Pertahankan
sebagaimana
aliran vena yang
kebutuhan.
keluar dari otak 6. Mempertahankan
dengan aliran vena yang
meninggikan keluar dari otak
bagian kepala dengan
tempat tidur. meninggikan
7. Monitor
bagian kepala
pemasukan dan
tempat tidur.
pengeluaran, 7. Memonitor
elektrolit dan berat pemasukan dan
jenis untuk pengeluaran,
menetapkan elektrolit dan
kemungkinan berat jenis untuk
ketidakseimbanga menetapkan
n cairan yang kemungkinan
mendukung ketidakseimbanga
terjadinya edema n cairan yang
serebral. mendukung
8. Berikan cairan
terjadinya edema
dengan jumlah
serebral.
terbatas 8. Memberikan
(1400cc/24jam) cairan dengan
untuk mencegah jumlah terbatas
edema serebral. (1400cc/24jam)
9. Intruksi untuk
untuk mencegah
tidak melakukan
edema serebral.
aktivitas yang 9. Mengintruksi
dapat meningkatan untuk tidak
intratoraks dan melakukan
intra abdomen aktivitas yang

18
(misalnya dapat
mengedan, latihan meningkatan
isometric, fleksi intratoraks dan
panggul, batuk). intra abdomen
10. Observasi tingkat
(misalnya
kenyamanan klien
mengedan, latihan
(sakit kepala,
isometric, fleksi
mual, muntah)
panggul, batuk).
dimana merupakan 10. Mengobserva
indikasi adanya si tingkat
peningkatan kenyamanan klien
tekanan (sakit kepala,
intrakranial. mual, muntah)
11. Berikan obat-
dimana
obatan sesuai
merupakan
dengan intruksi
indikasi adanya
(misalnya pelunak
peningkatan
feses, antiemetik,
tekanan
analgesik) evaluasi
intrakranial.
efektifitasnya. 11. Memberikan
12. Berikan steroid
obat-obatan
untuk mencegah
sesuai dengan
edema serebri
intruksi (misalnya
sebagaimana
pelunak feses,
intruksi.
antiemetik,
13. Kelola asuahan
analgesik)
keperawatan yang
evaluasi
diberikan untuk
efektifitasnya.
memberikan waktu
12. Memberikan
istirahat yang
steroid untuk
optimal bagi klien.
mencegah edema
14. Gunakan teknik
serebri
aseptik dan
sebagaimana
antiseptik secara

19
optimal pada intruksi.
13. Mengelola
setiap mengganti
asuhan
selang atau
keperawatan yang
balutan.
15. Laporkan segera diberikan untuk
pada dokter bila memberikan waktu
ada perubahan istirahat yang
neorologi optimal bagi klien.
14. Menggunakan
(misalnya tanda-
teknik aseptik dan
tanda vital).
16. Lakukan tindakan antiseptik secara
sesuai kebijakan optimal pada
institusi untuk setiap memgganti
mengatasi selang atau
peningkatan balutan.
15.Melaporkan
tekanan
segera pada
intrakranial
dokter bila ada
sebagaimana
perubahan
intruksi :
neorologi
pemberian
(misalnya tanda-
diuretik, mengatasi
tanda vital).
keadaan
16. Melakukan
hiportemia,
tindakan sesuai
mempersiapkan
kebijakan institusi
klien untuk
untuk mengatasi
pembedahan
peningkatan
tekanan
intrakranial
sebagaimana
intruksi :
pemberian
diuretik,
mengatasi

20
keadaan
hiportemia,
mempersiapkan
klien untuk
pembedahan.

2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Ajarkan teknik 1. Mengajarkan


rasa nyaman tindakan keperawatan relaksasi dengan teknik relaksasi
nyeri selama 3 x 24 jam, menarik nafas dengan menarik
berhubungan nyeri berkurang panjang. nafas panjang.
2. Observasi 2. Mengobservasi
dengan sampai hilang dengan
penyebab penyebab
peningkatan kriteria hasil :
timbulnya nyeri timbulnya nyeri
tekanan
1. Klien mampu (takut, marah, (takut, marah,
intrakranial.
mengontrol nyeri cemas) cemas)
(tahu penyebab 3. Monitor 3. Memonitor
nyeri, mampu karakteristik nyeri karakteristik nyeri
menggunakan melalui respon melalui respon
teknik verbal dan verbal dan
nonfarmakologi hemodinamik. hemodinamik.
4. Observasi adanya 4. Mengobservasi
untuk mengurangi
gambaran nyeri adanya gambaran
nyeri, mencari
yang dialami klien nyeri yang dialami
bantuin)
meliputi klien meliputi
2. Melaporkan bahwa
tempatnya, tempatnya,
nyeri berkurang
intensitas, durasi, intensitas, durasi,
dengan
kualitas dan kualitas dan
menggunakan
penyebarannya. penyebarannya.
manajemen nyeri 5. Observasi tanda – 5. Mengobservasi
3. Mampu mengenali tanda vital sebelum tanda – tanda vital
nyeri (skala, dan sesudah sebelum dan
intensitas, frekuensi pemberian obat sesudah
dan tanda nyeri) narkotik pemberian obat

21
4. Menyatakan rasa 6. Berikan analgetik narkotik
6. Memberikan
nyaman untuk mengurangi
analgetik untuk
nyeri
7. Tingkatkan mengurangi nyeri
7. Tingkatkan
istirahat
8. Kolaborasikan istirahat
8. Mengkolaborasika
dengan dokter jika
n dengan dokter
ada keluhan dan
jika ada keluhan
tindakan
dan tindakan
mengatasi nyeri
mengatasi nyeri
tidak berhasil
tidak berhasil
3 Ketidakseimb Setelah dilakukan 1. Kaji pemenuhan 1. Mengkaji
angan nutrisi tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi pemenuhan
kurang dari selama 3x24 jam, klien kebutuhan
2. Kaji penurunan
kebutuhan diharapkan kebutuhan nutrisi klien
nafsu makan klien 2. Mengkaji
tubuh nutrisi klien terpebuhi
3. Kaji berat badan
penurunan nafsu
berhubungan secara adekuat dengan
dan tinggi klien
makan klien
dengan intake kriteria hasil : 4. Jelaskan
3. Mengkaji berat
yang tidak pentingnya
1. Adanya badan dan tinggi
adekuat, makanan bagi
peningkatan berat klien
mual dan proses 4. Menjelakan
badan
muntah. 2. Berat badan ideal penyembuhan pentingnya
5. Dokumentasikan
sesuai dengan makanan bagi
masukan oral
tinggi badan proses
3. Tidak ada tanda- selama 24 jam,
penyembuhan
tanda malnutrisi riwayat makanan, 5. Mendokumentas
4. Keluhan mual, jumlah kalori yang ikan masukan
muntah dan tepat (intake). oral selama 24
anorexia berkurang 6. Ciptakan suasana
jam, riwayat
sampai hilang. makan yang
makanan,
5. Nafsu makan klien menyenangkan
jumlah kalori
meningkat 7. Berikan makanan
yang tepat
dengan jumlah
(intake).
sedikit dan

22
bertahap 6. Menciptakan
8. Kolaborasi dengan
suasana makan
ahli gizi untuk
yang
membantu
menyenangkan
memilih makanan 7. Memberikan
yang dapat makanan
memenuhi dengan jumlah
kebutuhan gizi sedikit dan
selama sakit bertahap
8. Mengkolaborasi
kan dengan ahli
gizi untuk
membantu
memilih
makanan yang
dapat memenuhi
kebutuhan gizi
selama sakit
4 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Bantu pasien 1. Membantu
aktifitas b.d perawatan selama melakukan gerak pasien
kelemahan 3x24 jam pasien aktif maupun melakukan
meningkatkan pasif gerak aktif
2. Ajarkan pasien
ambulan atau maupun pasif
untuk 2. Mengajarkan
aktivitas Kriteria
mempertahankan pasien untuk
hasil:
postur tegak pada mempertahanka
1. Pasien mampu saat duduk, n postur tegak
mempertahankan berdiri maupun pada saat
posisi saat berjalan duduk, berdiri
2. Pasien mampu 3. Instruksikan
maupun saat
mempertahankan pasien untuk
berjalan
dan meningkatkan istirahat tirah 3. Menginstruksik
kekuatan fungsi baring atau jika an pasien untuk
tubuh sendiri tubuh mampu duduk, istirahat tirah

23
jika perlu atur baring atau jika
jadwal periode mampu duduk,
istirahat agar jika perlu atur
pola tidur di jadwal periode
malam hari tidak istirahat agar
terganggu pola tidur di
4. Jamin
malam hari
lingkungan yang
tidak terganggu
aman seperti 4. Menjamin
pegangan di lingkungan
toilet, naikan di yang aman
kursi, serta seperti
penggunaan kursi pegangan di
roda toilet, naikan di
5. Lakukan
kursi, serta
kolaborasi
penggunaan
dengan ahli
kursi roda
fisioterapi 5. Melakukan
kolaborasi
dengan ahli
fisioterapi
5. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur 1. Mengkaji pola
pola tidur perawatan selama pasien tidur pasien
2. Kondisikan 2. Mengkondisikan
b.d nyeri 3x24 jam klien dapat
suasana suasana
kepala akibat menyesuaikan pola
lingkungan yang lingkungan yang
tekanan tidur dengan
tenang dan tenang dan
intrakranial kebutuhan istirahatnya
kondusif kondusif
Kriteria hasil : 3. Beri minum air 3. Memberikan
hangat kepada minum air hangat
1. Pasien
pasien sebelum kepada pasien
mengatakan
tidur sebelum tidur
tidurnya cukup 4. Ajarkan pasien 4. Mengajarkan
2. Pasien
untuk melakukan pasien untuk
mengatakan

24
tidurnya nyenyak relaksasi sebelum melakukan
karena nyeri di tidur untuk relaksasi sebelum
kepala berkurang mengurangi nyeri tidur untuk
5. Beri obat
mengurangi nyeri
analgesik 5. Memberikan obat
analgesic

25
2.4 Evaluasi

Dx 1
S: Pasien mengatakan sakit kepala mulai hilang.
O: Terpasang Oksigen 3 L/menit, RR: 24x/menit, Irama normal, Nadi:
80x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjut intervensi no 5,6,14
Dx 2
S : Klien menyatakan nyeri berkurang
O : Skala nyeri bekurang menjadi 3 dari skala nyeri (1-5)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi nomor 6, 7 dan 8
DX 3
S : Klien mengatakan tidak mual
O : Berat badan klien bertambah
A : Masalah teratasi
P : Hentikan internesi, lakukan terminasi
DX 4
S : pasien merasa lelah untuk melakukan aktifitas fisik
O : Pasien tidak mampu melakukan aktifitas, seperti berjalan
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
DX 5
S : pasien mengatakan nyeri kepala sehingga sulit tidur
O : pasien tampak gelisah di tempat tidur
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

26
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Hardi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


Dan NANDA NIC-NOC Jilid 1. Jogjakarta : MediAction.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Mariza. 2013. KMB 1 Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

http://health.detik.com/readpenyakit/556/peningkatan-tekanan-intrakranial

https://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/manajemen-tik.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai