Anda di halaman 1dari 4

Sinergi Bisnis dan Dakwah

Sofyan Badrie

Bisnis akan semakin nikmat dijalani jika dapat dibarengi ibadah. Perlu sinergi bisnis dan ibadah

dakwah, agar aktivitas bernilai dunia-akhirat.

Bekerjalah untuk duniamu seakan kamu akan hidup abadi; Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan

kami akan mati besok. Begitu untaian bijak yang disinyalir diungkap Sayyidina Ali ibn Abu Thalib RA

beberapa abad lalu. Intinya: perimbangan mencari urusan dunia (kerja, usaha, bisnis) dan akhirat

(kebaikan, pahala).

Namun, tak banyak para pebisnis mampu mensinergikan dua keutamaan ini: bisnis sembari

berdakwah. Tapi di kota Kembang, Bandung, Lucky Rahmat melakoninya dengan tekun dan konsisten

dengan merintis usaha kaus berslogan tulisan dan gambar bernuansa dakwah. “Dengan kaus, kami

ingin mewarnai dan memberi aura positif,” ujar Manajer PT. Diplus Indonesia itu.

Bisnis ini bermula dari pertemuan rutin Ihaqi, kelompok pelatihan manajemen berbasis religi, yang

beranggotakan sekitar 6.000 orang. Dari pertemuan itu tercetus ide membuat merchandise. Erick,

pemilik PT. Diplus, memutuskan mencetak kaus bernada dakwah, dengan modal awal Rp 10 juta.

Awalnya, Ihaqi hanya memproduksi 100 kaus. Proses pembuatannya pun masih menumpang di pabrik

kaus kenalan Erick. Karena menuai respons bagus, Erick mencoba memproduksi lebih banyak lagi.

Tidak hanya kaus, ia mulai membuat pin, topi, serta tas kecil tempat mukena dan al-Qur`an. Masing-

masing produk bergambar dan bertuliskan pesan-pesan religi, semisal “Senyum Itu Ibadah”, atau

“Muslim Ritual Pray”.

Saat ini, aku Lucky, perusahaannya mampu memproduksi 6.000 kaus setiap dua bulan, 5.000 pin,

900 topi tiga model sekitar, dan 200 tas per bulan. Untuk kaus anak-anak, Ihaqi membanderolnya

seharga Rp 50.000 per helai. Kaus lengan panjang untuk perempuan Rp 90.000, dan lengan pendek

untuk laki-laki Rp 80.000. Semua merchandise ini terpajang di gerai Ihaqi di Jalan Trunojoyo,

Bandung.

Menurut Lucky, dalam sebulan, perusahaannya bisa melego 2.500 lembar kaus, aksesori lain seperti

pin 2.000 buah, topi 100 buah, dan tas 100 buah. Dari penjualan itu, Lucky meraup omzet bulanan Rp

150 juta. Sekitar 20 persen bersih disisihkan sebagai keuntungan pribadi.

Untuk mengembangkan bisnis, perusahaannya menaruh beban harapan kepada agen

terpercaya relasi mereka, yang hingga kini terus ditingkatkan.


Jilbab

Selain Lucky, konsep niaga bernuansa dakwah juga dilakoni pasangan suami-istri Riyanto dan Erina.

Keduanya mengeluarkan brand Jilbab Cantik (JC) sebagai produk andalan. “Kami memutuskan fokus

ke jilbab karena lebih simpel,” kata Riyanto kepada Qalam beberapa waktu lalu di kediamannya di

kawasan Cibubur, Jakarta Timur.

Usai memutuskan menjadikan Jilbab sebagai pilihan berbisnis, mereka berdua berpikir mencari

alternatif penjualan yang tidak menghabiskan banyak dana namun efisien.

Tahun 2007, pilihan tertuju pada media online. Alasannya, model ini sedang trend an lebih murah

dibanding beriklan di surat kabar atau membuka outlet. “Saya mau istri bisa mengisi waktu senggang,

tanpa menyita tugas mengurus keluarga,” ungkap Riyanto.

Pertama kali muncul, JC mengawali usaha hanya dengan tiga model jilbab. Setiap model merupakan

desain sendiri, inspirasi dari berbagai media dan survei model di pusat-pusat perbelanjaan.

Hingga kini, sekitar 20 model jilbab telah dihasilkan JC dengan ragam jenis. Semisal, jilbab praktis,

segitiga, segi empat, pendek, terusan, panjang, dan lain-lain. Tak hanya jilbab, koleksi busana lain

juga turut ditawarkan. Seperti padanan rok dan celana lebar, kaus muslimah dan jilbab seragam ibu

dan anak.

Selang dua tahun berjalan, JC telah melanglang dunia ke berbagai negara, seperti AS, Norwegia,

Inggris dan beberapa negara di Eropa. Untuk pasar Indonesia, dapat dikatakan JC telah menjangkau

seluruh Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.

Strategi pemasaran memanfaatkan dukungan internet memalui mesin pencari google, yang

menempatkan Jilbab Cantik produk JC sebagai referensi unggulan untuk kategori Jilbab. Situs jejaring

sosial, semisal facebook dan mailing list juga dimanfaatkan untuk menjaring komunitas jilbab.

Modis dan Hiburan

Tak melulu menyoal bisnis, unsur dakwah sangat kuat menjadi perhatian pemilik JC. Memanfaatkan

situs yang mudah diakses semua kalangan, pasangan Riyanto-Erina melancarkan kampanye “Ayo

Berjilbab”. Targetnya kaum muslimah yang belum tergugah mengenakan jilbab.

Kampanye disiarkan di situs http://www.jilbabcantik.com hingga facebook bernama “Ayo Berjilbab”.

Di sana kaum muslimah akan diberi beragam informasi terkait penggunaan jilbab. “Kita mengedukasi

kaum muslimah untuk memakai jilbab yang sesuai syariah,” ujar Erina.
JC bervisi jangka panjang ingin agar wanita muslimah menggunakan jilbab. Maka mereka

merencanakan akan menggelar pembagian jilbab gratis kepada para wanita mualaf atau wanita

muslimah yang masih merasa ragu untuk menggunakan jilbab.

Menurut Erina, pengetahuan menggunakan jilbab selama ini masih sangat kurang dan cenderung

salah kaprah. Wanita muslimah pun sering merasa dirinya tak lagi cantik ketika menggunakan jilbab.

“Celakanya, jilbab juga suka dibayangkan sesuatu yang serba panjang dan tidak modis. Padahal tidak

demikian,” ujarnya.

Selain Lucky, Riyanto dan Erina, ada juga Gina Adriana Sanova, Direktur utama PT. Ginova Production

House yang tak henti berupaya menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat dengan aktif

memajukan kegiatan pengajian bersama kegiatan bisnisnya.

Di bawah bendera PT. Ginova, Gina mengembangkan banyak usaha, termasuk rumah produksi. Ia

memproduksi sejumlah serial pendidikan dan dakwah, seperti Puan, Annisa, Kampungku, Hikmah

Pagi, dan Kultum (TVRI), Indahnya Silaturahmi (Metro TV), dan beberapa paket acara di Trans7 dan

SCTV. “Kami berencana menggarap sinetron,” papar wanita yang suka membaca dan bermain piano

ini.

Bagi Gina, kegiatan bisnis merupakan penunjang penting dakwah. Karena, bagaimanapun dakwah

pasti memerlukan biaya. “Saya bertekad terus mengembangkan bisnis, agar dapat menunjang

kegiatan sosial dan dakwah saya,” ujarnya.

Mengenai aktivitas bisnis yang bernuansa dakwah, Aa Gym, pernah menegasakan, yang terpenting

adalah jangan membisniskan dakwah, tapi menjadikan bisnis sebagai bagian dari dakwah. Sebab,

pertama, titik lemah umat Islam adalah sektor ekonomi, hingga kita tidak memmiliki kekuatan ril.

“Ekonomi yang lemah, kita akan menjadi lemah untuk mengakses ilmu demi memajukan umat,”

tandasnya.

===

Boks

Bisnis Ala Sahabat Nabi

Abdurrahman ibn ‘Auf adalah seorang Sahabat Rasulullah SAW yang sangat piawai berdagang. Setiap

kali pulang berdagang, pasti membawa keuntungan berlimpah. Masyarakat Madinah menyambut

sukacita kedatangan tokoh Sahabat itu.


Suatu ketika, Abdurrahman membawa pulang 700 ekor unta penuh muatan hasil keuntungan

berdagang. Tapi Ummul Mukminin Aisyah RA malah terlihat murung seraya menggeleng-gelengkan

kepala. Ia berkata mendengar Rasulullah pernah bermimpi melihat Abdurrahman masuk surga dengan

cara merangkak.

Mendengar peringatan itu, sontak Abdurrahman segara membagi-bagikan seluruh muatan 700 unta

yang dibawanya kepada masyarakat Madinah. Khususnya kalangan yang membutuhkan dan fakir

miskin. Pernah pula ia menyerahkan 500 ekor kuda untuk digunakan pasukan kaum muslimin

berperang. Di lain waktu ia hibahkan 1500 ekor unta.

Sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, pernah memberikan seluruh kekayaan miliknya hasil berdagang

untuk kepentingan perjuangan Islam. Begitupula Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan dan lainnya.

Benarlah sabda Rasulullah, “Sungguh beruntung harta dan jabatan yang berada di tangan orang-

orang shalih.”
REPORT THIS AD

REPORT THIS AD

Anda mungkin juga menyukai