Prescil Pulmo
Prescil Pulmo
Disusun Oleh :
Niswati Handayani
1710221024
Pembimbing :
dr. Indah Rahmawati, Sp. P
Disusun Oleh :
Niswati Handayani
1710221024
Telah disetujui
Pada tanggal, April 2019
Mengetahui,
Pembimbing
A. INDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Usia : 54 tahun
Alamat : Kedungwuluh Lor RT 002/02, Patikraja
Tanggal masuk : 21 Maret 2019
No RM : 02091971
Bangsal : Cendana
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
C. OBJEKTIF
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
3. Vital sign
TD : 110/70 mmHg
N : 83 x/menit, irama reguler, isi lemah
RR : 26 x/menit
S : 36,5 oC
Antropometri : BB : 38 kg
TB : 150 cm
IMT : 16,89 kg/mm2
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : Simetris, mesocephal
Rambut : Distribusi merata, alopesia (-), warna hitam
b. Pemeriksaan mata
Konjungtiva : Anemis (-/-), injeksi (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor (3mm/3mm)
Palpebra : Edema (-/-)
RC : Langsung (+/+) / Tidak Langsung (+/+)
c. Pemeriksaan Hidung
Discharge : (-)
NCH : (-)
d. Pemeriksaan mulut
Bibir sianosis : (-)
Lidah kotor : (-)
e. Pemeriksaan leher
Simetris, deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
f. Pemeriksaan Thorax
Pulmo
Inspeksi
Simetris kanan dan kiri, retraksi (-), ketertinggalan gerak (-)
Palpasi
Vokal fremitus lobus superior kanan sama dengan kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan kiri
Perkusi
Batas paru hepar SIC V Linea Midclavicula Dextra
Auskultasi
Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+), RBK (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Tidak tampak denyutan Ictus cordis
Palpasi
Ictus cordis teraba di SIC V linea axillaris anterior, tidak kuat angkat
Perkusi
Batas jantung kanan atas SIC V Linea sternalis dextra
Batas jantung kiri atas SIC V Linea mid clavicula dextra
Batas pinggang jantung SIC III Linea parasternalis sinistra
Auskultasi
S1>S2, murmur (-), gallop (-)
g. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Cembung, jaringan parut (-), distensi (-), venectasi (-), caput medusa (-)
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Perkusi
Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi
Nyeri tekan regio epigastrium, undulasi (-)
Hepar / Lien : tidak teraba besar
h. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral dingin (+/+), sianosis (-/-)
Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), sianosis (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium RSMS 22/03/19
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 10.4 (L) g/dl 11,7-15,5
Leukosit 6000 /ul 3.600 – 11.000
Hematokrit 32 (L) % 35 - 47
Eritrosit 4.1 106/ul 3.8 – 5.2
Trombosit 223.000 /ul 150.000 – 440.000
MCV 77.5 (L) fL (L) 80 – 100
MCH 25.4 (L) Pg/cell 26 – 34
MCHC 32.8 (L) % 32 – 36
RDW 16.5 (H) % 11,5 – 14,5
MPV 11 fL 9,4 – 12,4
Basofil 0,2 % 0–1
Eosinofil 0,0 (L) % 2–4
Batang 0,7 (L) % 3–5
Segmen 84.1 (H) % 50 – 70
Limfosit 5,8 (L) % 25 – 40
Monosit 9,2 (H) % 2–8
Albumin 1,65 (L) g/dL 3,4 – 5,00
PT 14 (L) g/dL 2,70 – 3,20
APTT 13 (L)
Ureum 29,2 mg/dL 14,98 – 38,52
Kreatinin 0,60 mg/dL 0,55 – 1,02
Glukosa 166
mg/dL ≤ 200
Sewaktu
Natrium 133 (L) mEq/L 134 – 146
Kalium 4,5 mEq/L 3,4 - 4,5
Clorida 100 mEq/L 96 – 108
Kesan :
a. Cor tidak membesar
b. Pneumonia underlying
superimpose TB
3. Hasil TCM RSMS 23/03/19
4. Diagnosis
1. TB paru TCM (+) lesi luas kasus kambuh
2. Hipoalbumin
3. Disfoni
5. Terapi
1. Farmakologis
a. O2 3 LPM Nasal Kanul
b. IVFD Assering/8 jam
c. Inj. Ceftriaxone 2x1gr IV
d. Inj. Rantidi 2x1 amp
e. Inj. Streptomisin 1x500 mg im
f. 4 FDC 1x2 (OAT Kategori 2)
g. PO. N Acetyl Cisteine 3x1
h. Kapsul nebu combivent k/p
i. PO terasma 3x1 cth
j. Plasbumin 20% 100 cc
k. PO vipalbumin 2x2 kaps
2. Non-Farmakologis
a. Kurangi aktivitas berat
b. Etika batuk dan bersin yang benar
c. Screening pada anggota kluarga yang lain untuk tindakan pencegahan
dan pengobatan lebh awal jika keluarga lain sudah tertular
d. Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakitnya, pengobatan, dan
efek samping obat serta komplikasi dari penyakitnya
e. Edukasi pasien selalu menggunakan masker, tidak batuk dan bersin
sembarangan dan tidak membuang dahak sembarangan
f. Edukasi keluarga mengenai kebersihan rumah, pentingnya membuka
ventilasi agar pencahayaan matahari dan udara masuk
6. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
7. Penulian resep
a) OAT FDC
Regimwn terapi yang diberikan adalah OAT kategori 2. Pemberian OAT
disesuaikan dengan dosis dan berat badan pasien saat ini (BB: 38 kg). Pada fase
intensif diberikan obat oral (Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol)
selama 2 bulan yang harus diminum setiap hari ditambah dengan injeksi
streptomisin, dilanjutkan dengan obat fase lanjutan selama 5 bulan diminum tiga
kali seminggu
S 1 dd tab 2 p.c
S 1 dd caps 1 a.c
S dd tab 2 p.c
R/ Etambutol tab 500 mg No.XXV
S dd tab 1 ½ p.c
TINJAUAN PUSTAKA
Ii.2 Etiologi
Penyakit Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini
pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan,
penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP)11.
II.4. Patogenesis
II.4.1 Tuberkulosis Primer
Penularan Tuberkulosis paru dari orang ke orang terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung
pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran
napas, atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran parikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya3.
Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak di dalam sitoplasma
makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan
disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka
terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal,
jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan
tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan terjadi penjalaran ke seluruh
bagian paru menjadi TB milier3.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-sama limfadenitis
regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan
waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi3:
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya
> 5 mm dan ±10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant
3) Berkomplikasi dan menyebar secara :
a) Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran
napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis
akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis6.
b) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang
disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus
c) Secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan yang cukup gawat seperti TB milier, meningitis TB,
typhobachillosis Landouzy6.
Semua kejadian diatas tergolong dalam perjalanan Tuberkulosis primer3.
II.5 Klasifikasi
American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat2:
1) Kelas 0 : Tidak pernah terpajan TB, tidak terinfeksi. Orang-orang
pada kelas ini tidak mempunyai riwayat terpajan dan tes kulit tuberkulin
menunjukkan hasil negatif (jika dilakukan)
2) Kelas 1 : Terpajan TB, tidak ada bukti terinfeksi. Orang-orang pada
kelas ini mempunyai riwayat terpajan tuberkulosis, tetapi tes tuberkulin
menunjukkan hasil negative. Tindakan yang diambil untuknya
tergantung pada derajat dan kebaruan paparan M. tuberculosis, serta
kekebalan tubuhnya. Jika terpapar secara signifikan selama 3 bulan, tes
tuberculin lanjutan harus dilakukan 10 minggu setelah paparan terakhir,
dan sementara itu pengobatan terhadap infeksi tuberculosis laten harus
dipertimbangkan terutama pada anak-anak berusia kurang dari 15 tahun
dan penderita infeksi HIV.
3) Kelas 2 : Infeksi TB laten, tidak timbul penyakit. Orang-orang pada
kelas 2 menunjukkan hasil tes tuberculin positif, pemeriksaan radiologi
dan bakteriologi negatif.
4) Kelas 3 : Tuberkulosis, aktif secara klinis. Kelas 3 mencakup semua
pasien
dengan TB aktif secara klinis dengan prosedur diagnostik telah selesai.
Jika diagnosis masih tertunda, orang tersebut harus diklasifikasikan
sebagai tersangka tuberkulosis (kelas 5). Untuk masuk ke kelas 3,
seseorang harus memiliki bukti klinis, bakteriologis, dan/atau radiografi
TB saat ini. Hal ini dipastikan dengan isolasi M. tuberkulosis. Seseorang
yang menderita TB di masa lalu dan juga yang saat ini memiliki
penyakit aktif secara klinis termasuk dalam kelas 3. Seseorang tetap di
kelas 3 sampai pengobatan untuk episode penyakit saat ini selesai.
5) Kelas 4 : TB tidak aktif secara klinis. Ditemukan radiografi yang
abnormal atau tidak berubah, dan reaksi tes kulit tuberkulin positif, dan
tidak ada bukti klinis.
6) Kelas 5 : Tersangka TB (diagnosis tertunda). Seseorang termasuk
dalam kelas ini ketika diagnosis TB sedang dipertimbangkan. Seseorang
seharusnya tidak tetap di kelas ini selama lebih dari 3 bulan. Ketika
prosedur diagnostik telah selesai, orang tersebut harus ditempatkan pada
salah satu kelas sebelumnya.
TB
TB paru BTA (-)
TB ekstraparu
Kasus baru
Kasus kambuh
Tipe penderita
TB paru Kasus Drop Out
Kasus gagal
pengobatan
Kasus kronik
3) Tuberkulosis Meningeal
Infeksi kronik ini berwujud tidak saja sebagai tanda meningeal tetapi
sering juga sebagai tanda saraf kranialis. Yang khas pada cairan
serebrospinal adalah kandungan protein yang tinggi, glukosa rendah, dan
limfositosis. Kemoterapi yang efektif adalah isoniazid, rifampisin dan
etambutol. Tuberkuloma pada selaput otak atau otak dapat menjadi nyata
pada orang dewasa, beberapa tahun setelah infeksi primer, dan kejang
seringkali menjadi manifestasi utamanya.
5) Tuberkulosis Tulang
Penyakit yang mengenai tulang dan sendi bukanlah manifestasi
tuberculosis yang jarang. Penyakit Pott, yaitu tuberculosis tulang belakang,
biasanya mengenai vertebra midtorakal. Basilus tuberkel mencapai vertebra
secara hematogen atau melalui saluran limfatik dari rongga pleura ke
kelenjar limfe paravertebra(). Gejala awal yang paling umum adalah nyeri
punggung yang mungkin ada selama berminggu-minggu atau bulan
sebelum diagnosis.
Tuberkulosis sendi paling sering mengenai sendi penopang berat
badan yag besar seperti panggul dan lutut. Tuberkulosis sendi berespon baik
terhadap imobilisasi dan kemoterapi. Sinovitis tuberkulosa dapat terjadi
sendiri atau bersama arthritis tuberkulosa.
6) Tuberkulosis Genitourinarius
Tuberkulosis ginjal biasanya berawal dari hematuria dan piuria
mikroskopik dengan biakan urin yang steril. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan ditemukannya basilus tuberkel pada biakan urin. Seiring dengan
berkembangnya penyakit, terjadi kavitas parenkim ginjal. Dengan
kemoterapi yang adekuat, pengangkatan ginjal secara bedah hamper tidak
diperlukan. Ureter dan kandung kemih dapat terinfeksi akibat penyebaran
organism lewat tubulus, dan dapat terjadi striktur ureter.
Salpingitis tuberculosis sering mengakibatkan sterilisitas pada
perempuan. Tuberculosis genital pada laki-laki paling sering mengenai
prostat, vesika seminalis dan epididimis. Tuberculosis epididimis dan
prostat ditandai oleh indurasi noduler yang tidak nyeri tekan yang dapat
diketahui dari pemeriksaan fisik. Diagnosis biasanya dibuat dengan kultur
basil tahan asam.
7) Adenitis Tuberkulosis
Gambar 4. Limfadenitis Tuberkulosis
II.9 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif 2-
3 bulan dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan6. Pengobatan TB bertujuan untuk
menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT1.
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
Berat 3 kali seminggu selama 16
tiap hari selama 56 hari
Badan minggu
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)
30-37 2 tablet 2 tablet
38-54 3 tablet 3 tablet
55-70 4 tablet 4 tablet
>71 5 tablet 5 tablet
Tabel 2. Dosis OAT KDT
Tahap Intensif
Berat Tahap Lanjutan
tiap hari
Badan 3 kali seminggu
RHZE (150/75/400/275) + S
RH (150/150) +
E(400)
Selama 28
Selama 56 hari selama 20 minggu
hari
30-37 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
+ 500 mg Streptomisin + 2 tab Etambutol
inj.
38-54 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
+ 750 mg Streptomisin + 3 tab Etambutol
inj
55-70 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
+ 1000 mg + 4 tab Etambutol
Streptomisin inj.
>71 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+ 1000mg Streptomisin + 5 tab Etambutol
inj.
8) Pasien TB Milier
Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE/4RH dan diindikasikan
untuk rawat inap. Pada gejala meningitis, sesak napas, gejala toksik, dan
demam tinggi dapat diberikan kortikosteroid prednison dengan dosis 30-40
mg per hari kemudian diturunkan secara bertahap.
9) Pasien Efusi Pleura TB
Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE/4RH. Evakuasi cairan
dilakukan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan dapat diberikan
kortikosteroid. Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi
luas dan DM. Evakuasi cairan dapat diulang jika diperlukan.
1) Evaluasi klinis
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan. Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya
efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit. Evaluasi klinis
meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis6.
2) Evaluasi bakteriologi
Evaluasi bakteriologi (0-2-6/9 bulan pengobatan). Tujuan untuk
mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan dan evaluasi
pemeriksaan mikroskopis sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan
pengobatan (setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan. Bila ada
fasiliti biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi6.
3) Evaluasi radiologis
Evaluasi radiologis (0-2-6/9 bulan pengobatan). Pemeriksaan dan
evaluasi foto toraks dilakukan pada saat sebelum pengobatan, setelah 2
bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) dan pada akhir
pengobatan6.
5) Kriteria sembuh6:
a) BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase itensif
dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan
yang adekuat.
b) Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap
sama/perbaikan.
c) Bila ada fasilitas biakan, maka criteria ditambah biakan
negatif.