Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004

adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang

digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan. Pangan

merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Di antara kebutuhan yang lainnya, pangan

merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup seseorang dapat

terjamin.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang semenjak dulu hingga

kini masih terkenal dengan mata pencaharian penduduknya sebagai petani. Namun,

dewasa ini Indonesia justru menghadapi masalah serius dalam situasi pangan.Pada

dasarnya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia sebenarnya tidak perlu terjadi.

Hal ini dikarenakan Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan yang sangat banyak

dan subur, maka semestinya ketersediaan pangan surplus. Namun, yang terjadi

sekarang adalah ketahanan pangan di Indonesia bermasalah, bahkan cenderung

kedodoran. Ada banyak faktor, salah satunya konversi lahan pertanian yang tinggi dan

tingkat pertumbuhan penduduk yang hampir tidak terkendali


B. Rumusan Masalah

1. Apa yang menyebabkan Krisis Pangan Indonesia ?

2. Bagaimanakah Upaya Alternatif Menghadapi Ancaman Krisis Pangan ?

3. Bagaimanakah Syariat Islam Mengatasi Krisis Pangan ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui penyebab krisis pangan di Indonesia

2. Untuk mengetahui upaya dalam menghadapi ancaman krisis pangan

3. Untuk mengetahui bagaimana syariat islam dalam mengatasi krisis pangan


BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyebab Krisis Pangan Indonesia

Adapun penyebab krisis pangan yang terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Waktu Usaha Tani

Dalam sektor pertanian, selama ini waktu dianggap sebagai masalah

dalamproduksi karena lamanya menunggu, mulai dari pembibitan dilakukan sampai pada

waktu memperolaeh hasil. Kalau umur padi mulai dari benih sampai panen mencapai

empat bulan, petani harus menunggu sambil merawat tanaman sedemikian rupa sesuai

dengan anjuran teknologi teknologi yang direkomendasiakan, atau sesuai dengan

teknologi yang mampu diserap atau mampu diterapkan petani. Sebenarnya bukan waktu

yang menjadi masalah tetapi adalah subfaktor yang berada dalam waktu penantian itu

sendiri. Dalam menunggu tanaman tumbuh sampai menghasilkan kita harus

memperhatikan perkembangannya, bagaimana pertumbuhannya, apakah ia butuh unsur

hara atau pakan, dan apakah ia perlu dipangkas, disiangi atau perlu obat. Hal inilah yang

sering diabaikan oleh petani di Negara kita sehingga hasil panen yang diharapkan tidak

memuaskan.

b. Biaya Usaha Tani

Dalam usaha tani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang

dikeluarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya Yang

dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar
keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan. Biaya

seringakali menjadi masalah bagi petani, terutama dalam pengadaan input atau sarana

produksi. Karena kurangnya biaya yang tersedia tidak jarang petani mengalami kerugian

dalam usaha taninya. Dari segi teknis dan pengetahuan, sebagian besar petani kita sudah

memahami fungsi teknologi yang mereka peroleh dari surat kabar, radio, televise,

penyuluhan, sarasehan, pendidikan tidak formal, selebaran-selebaran, dan atau dari hasil

obrolan di warung kopi. Mereka sudah menyadari pentingnya teknologi, tetapi

kendalanya adalah modal. Teknologi yang benar dan tepat menghendaki biaya yang

cukup tinggi dan harus tersedia tepat waktu pula, tetapi masalahnya sebagian besar petani

di Indonesia tidak mampu untuk membiayai usaha pertanian meraka secara maksimal

sehingga hasil yang diperoleh pun tidak memuaskan.

c. Tekanan Penduduk

Sejarah mencatat salah satu isi buku Malthus (1808), yang membahas tentang

tekanan penduduk sehubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhan pangan. Disana

disebutkan bahwapertumbuhan penduduk menyerupai sebuah deret ukur sementara

peningkatan produksi menyerupai deret hitung. Artinya pertumbuhan penduduk jauh

lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan produksi. Semakin lama petumbuhan

tersebut akan menjadi masalah kalau tidak dilakukan upaya-upaya yang dapat

mengatasinya. Walaupun teknologi sudah ditemui dan dianggap sementara dapat

mengatasi masalah tekanan penduduk, tetapi teori Malthus harus tetap diwaspadai.
d. Sistem Usaha Tani yang Masih Terbelakang

Sistem usaha tani mengandung pengertian pola pelaksanaan usaha tani

masyarakat yang berkaitan dengan tujuannya. Secara umum, tujuan utama pertanian atau

usaha tani yang diterapkan sebagian petani di Indonesia adalah untuk memenuhi

kebutuhan keluarga (pola subsistence). Hal ini berarti belum sepenuhnya bertujuan untuk

dijual ke pasar (market oriented) seperti halnya usaha tani di Negara-negara yang telah

maju. Dengan pola subsistence tersebut pertanian kita lambat berkembang dan upaya

pemacuan produksi tidak dapat berjalan lancar dan produktif.

e. Kerusakan Sumber Daya Alam

Kerusakan sumber daya alam akan menjadi pangkal tolak kerusakan sisi

kehidupan lainnya. Maka pembangunan tidak hanya mengutamakan kepentingan

ekonomi saja, tetapi seharusnya juga mengutamakan kepentingan lingkungan dan sosial.

Sekarang ini banyak kita jumpai bahwa areal pertanian mati pada saat musim kering. Hal

ini disebabkan karena tempat penyerapan air hujan yaitu hutan, sudah tidak berfungsi

secara optimal. Hutan di Indonesia sudah banyak yang rusak karena penebangan secara

liar maupun karena kebakaran hutan sehingga cadangan air untuk musim kering menjadi

hilang. Akibatnya lahan pertanian menjadi kering dan berdampak pada krisis pangan.

f. Rendahnya Penerapan Teknologi Budidaya

Tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasil penelitian dengan

hasil di lapangan yang diperoleh oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan

penguasaan penerapan paket teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani

secara utuh sehingga penerapan teknologinya sepotong-sepotong (Mashar, 2000). Seperti


penggunaan pupuk yang tidak tepat, bibit unggul dan cara pemeliharaan yang belum

optimal diterapkan petani belum optimal karena lemahnya sosialisasi teknologi, sistem

pembinaan serta lemahnya modal usaha petani itu sendiri. Selain itu juga karena cara

budidaya petani yang menerapkan budidaya konvensional dan kurang inovatif seperti

kecenderungan menggunakan input pupuk kimia yang terus menerus, tidak

menggunakan pergiliran tanaman, kehilangan pasca panen yang masih tinggi 15 – 20 %

dan memakai air irigasi yang tidak efisien. Akibatnya antara lain berdampak pada

rendahnya produktivitas yang mengancam kelangsungan usaha tani dan daya saing di

pasaran terus menurun. Rendahnya produktivitas dan daya saing komoditi tanaman

pangan yang diusahakan menyebabkan turunnya minat petani untuk mengembangkan

usaha budidaya pangannya, sehingga dalam skala luas mempengaruhi produksi nasional.

g. Alih Fungsi Lahan Pertanian

Rendahnya produktivitas dan daya saing komoditi tanaman pangan yang

diusahakan menyebabkan turunnya minat petani untuk mengembangkan usaha budidaya

pangannya, sehingga dalam skala Sulitnya melakukan peningkatan produksi pangan

nasional antara lain karena pengembangan lahan pertanian pangan baru tidak seimbang

dengan konversi lahan pertanian produktif yang berubah menjadi fungsi lain seperti

permukiman. Lahan irigasi Indonesia sebesar 10.794.221 hektar telah menyumbangkan

produksi padi sebesar 48.201.136 ton dan 50 %-nya lebih disumbang dari pulau Jawa

(BPS, 2000). Akan tetapi mengingat padatnya penduduk di pulau Jawa keberadaan lahan

tanaman pangan tersebut terus mengalami degradasi seiring meningkatnya kebutuhan

pemukiman dan pilihan pada komoditi yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi

seperti hortikultura. Jika tidak ada upaya khusus untuk meningkatkan produktivitas
secara nyata dan/atau membuka areal baru pertanian pangan sudah pasti produksi pangan

dalam negeri tidak akan mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional.

h. Kurang Optimalnya Peranan Koperasi – Koperasi yang Ada di Pedesaan

Koperasi pertanian yang ada di desa semastinya memiliki peranan yang

sangat penting dalam hubungannya dengan keberadaan pangan di negeri ini. Sebagai

koperasi yang sehat dan mampu mensejahtrakan anggotanya, koperasi semestinya dapat

memberikan modal untuk pertanian kepada petani dan dapat menyerap hasil pertanian

dengan harga yang sesuai pada musim panen untuk diperoleh lebih lanjut. Namun

kenyataannya tidaklah demikian, koperasi pertanian desa dan pertanian gagal

menyalurkan kredit pertanian karena prosedurnya yang dianggap berbelit-belit dan

adanya uang yang diselewengkan oleh oknum-oknum pengurus koperasi itu sendiri.

i. Kurangnya Motivasi dari para Petani

Masalah yang penting dalam menggerakkan usaha tani bukanlah sekedar

penyediaan kredit saja atau perbaikan sisitem penyaluran. Tetapi usaha mendorong

motivasi petani agar berani berusaha dengan menanggung resiko adalah lebih penting.

Seperti kita ketahui petani-petani pada umumnya masih belum berani berusaha dengan

menanggung resiko. Akibatnya fasilitas permodalan yang disediakan kadang-kadang

tidak dimanfaatkan. Ketidakberanian petani menanggung resiko ini adalah karena mereka

belum dapat menafsirkan atau memperkirakan sejauh mana keberhasilan usahanya kelak

dengan resiko yang ditanggumg.Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab mengapa

panen sering gagal yang berakibat pada masalah krisis pangan.


B. Upaya Mengatasi Krisis Pangan

a. Syariat Islam Mengatasi Krisis Pangan

Berbeda dengan standar FAO yang menyatakan bahwa rawan pangan terjadi

apabila 30% lebih penduduk mengalami gizi buruk, maka dalam Islam jika ada 1 atau 2

orang saja yang kelaparan, sudah terjadi rawan pangan (Iman, 2008). Dengan

paradigma melayani seluruh kebutuhan pokok (terutama pangan) kepada setiap individu

warga negara, Syariat Islam akan mampu mengatasi bahkan mencegah terjadinya krisis

pangan dengan berbagai mekanisme yang dimilikinya.

Dari sektor hulu, berbagai program yang telah dijalankan selama ini akan terus

dijalankan bahkan ditingkatkan kualitasnya. Para petani akan mendapatkan fasilitasi

penuh berupa pelatihan dalam penggunaan teknik-teknik modern dalam bertani, sarana

produksi (saprodi) yang memadai, termasuk penggunaan hasil riset pertanian yang aman

dan produktif. Islam juga melarang terbengkalainya lahan produktif untuk memperluas

dan memaksimalkan potensi lahan yang tersedia (ekstensifikasi).

Selain itu, upaya konversi lahan pertanian yang sering terjadi selama ini tidak

akan diizinkan. Konversi lahan pertanian adalah salah satu penyebab utama menyusutnya

jumlah produksi pertanian. Menurut Darajat (2007), pada tahun 1990-an, masih tersedia

lahan pertanian seluas 25 juta ha, namun terus menyusut hingga tahun 2004 tersisa 14,2

juta ha yang terdiri dari lahan basah 7,7 juta ha dan lahan kering 6,5 juta ha.

Negara juga akan berlaku adil dan transparan pada setiap pelaku dunia usaha tani,

termasuk pelaku industri pertanian, agar tercipta mekanisme pasar yang sehat. Tidak ada
liberalisasi sektor pangan karena pemerintah memiliki tanggung jawab penuh terhadap

ketersediaan dan ketercukupan pangan setiap individu, selain karena praktik ini hanyalah

alat bagi negara-negara besar untuk mengeruk kekayaan dan mengekalkan penjajahannya

terhadap negara-negara dunia ketiga, terutama negeri Islam.

Tidak ada monopoli atau oligopoli, juga tidak ada penetapan harga yang bisa

menyebabkan instabilitas pasar.Persaingan yang adil, sehat, dan wajar akan

meningkatkan kualitas dan profesionalitas. Negara akan mengawasi mekanisme

penawaran dan permintaan untuk mencapai tingkat harga yang didasari rasa keridhaan,

termasuk menerapkan sanksi yang tegas pada setiap tindak kecurangan (seperti penipuan,

penimbunan, dsb).

Negara juga akan mendorong kemajuan disektor industri pertanian dengan

menyediakan sarana dan prasarana seperti jalan, pasar, bahan baku industri pertanian,

lembaga-lembaga permodalan, dst.

Akhirnya, bukan hanya ketahanan pangan yang akan diraih. Metode seperti ini

akan sangat membantu konsumen produk pertanian untuk mencukupi kebutuhannya,

sekaligus mengangkat derajat para petani yang kondisinya sangat terpuruk sampai

sekarang.

b. Upaya Alternatif Menghadapi Ancaman Krisis Pangan

Pertama, negara perlu memaksimalkan kemampuan nasional dalam konsep

ketahanan pangan. Sektor pangan seprti pertanian, perkebunan dan peternakan perlu

difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Pemerinah dituntut


untuk berperan dalam menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat pada semua

lapisan sosial. Pemerintah perlu menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama

pembangunan ekonomi. Dengan memaksimalkan kemampuan domestik dalam arti

sumber daya alam (lahan) dan para ahli (teknologi), diharapkan ketahanan pangan dapat

terwujud.

Kedua, dibutuhkan peran pemerintah yang proporsional dalam menjaga stabilitas

harga produk pangan sehingga masyarakat pada semua lapisan sosial mendapatkan hak

dan kesempatan yang sama dalam akses pemenuhan kebutuhan pangan. Peran pemerintah

dibutuhkan dalam melaksanakan kebijakan yang lebih berpihak pada petani dan kaum

ekonomi lemah dengan transparansi subsidi impor dan prioritas kebijakan impor dalam

kondisi darurat sehingga harga produk pangan relatif stabil dan semua masyarakat

mendapat akses yang sama dalam pemenuhan kebutuhan pangan.

Ketiga, pemerintah harus dapat melaksanakan kebijakan untuk menjaga

kestabilitan harga pangan. Disaat panen raya, misalnya, pemerintah harus membeli

produk pangan dengan harga yang rasional demi kesejahteraan petani, sedangkan disaat

gagal panen, pemerintah menjadi tiang penyangga dalam menjamin pemenuhan

kebutuhan pangan.

Keempat, sektor pertanian perlu didorong untuk selalu melakukan inovasi-inovasi

mutakhir dengan memberikan insentif pertanian supaya petani termotivasi dan

berkembang. Aspek ini yang secara tidak langsung sangat mempengaruhi kinerja dan

semangat hidup petani adalah akses pendidikan dan kesehatan bagi keluarganya sehingga
dukungan terhadap aspek-aspek ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani sebagai

aktor utama dalam perkembangan sektor pertanian.


BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Walaupun indonesia merupakan sumber alam yang sangan banyak, tetapi

warga indonesia masih banyak yang tergolong dalam kemiskinan. Berbagai upaya

harus dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah ketahanan pangan

sekaligus masalah kemiskinan, diantaranya adalah melakukan strategi yang mampu

meningkatkan ketahanan pangan. Berbagai strategi itu diharapkan mampu

meningkatkan ketahanan pangan nasional dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Beberapa faktor yang terkait dalam peningkatan ketahanan pangan nasional adalah

1.Sumber daya alam

2. Sumber daya manusia

3. Konsumsi pangan.

4. Penyuluhan

b. Saran

Berdasarkan beberapa faktor masalah kekurangan pangan dapat teratasi,

tetapi hal itu juga harus didukung oleh semua masyarakat bukan hanya pemerintah

saja, akan tetapi jika lebih baik antara masyarakat dengan pemerintah bekerja sama.
DAFTAR PUSTAKA

Irfan. Juli 2008. Mengatasi Krisis Pangan. (Online).


http://irfansp.blogspot.com/2008/07/mengatasi-krisis pangan.html (diunduh 28 agustus
2018)

Sepfrina, Diyana. Desember 2016. Krisis Pangan dan Lahan. (Online).


http://diyanasepfrina12.blogspot.com/2016/12/krisis-pangan-dan-lahan.html( diunduh 28
agustus 2018)

_____. 11 juni 2010. Penyebab Krisis Pangan Indonesia. (Online)


https://balipaper.wordpress.com/2010/06/11/penyebab-krisis-pangan-indonesia/ (diunduh
28 agustus 2018 )

_____. 12 April 201 4. Krisis Pangan di Indonesia. (Online)


https://pelajarmadura.wordpress.com/2014/04/12/krisis-pangan-di-indonesia/ ( diunduh
28 agustus 2018)

Anda mungkin juga menyukai