Anda di halaman 1dari 96

RINGKASAN UTAMA

Dokumen ini – Memberikan layanan kesehatan yang bermutu : sebuah kewajiban global untuk
mewujudkan universal health coverage– menggambarkan peran penting penyelenggaraan
layanan kesehatan yang bermutu. Dengan adanya komitmen bangsa-bangsa untuk
mewujudkan universal health coverage pada Tahun 2030, terdapat perkembangan
pengetahuan bahwa layanan kesehatan yang optimal tidak dapat diberikan hanya dengan
menjamin ketersediaan infrastruktur, suplai medis dan penyedia layanan kesehatan. Perbaikan
dalam penyelenggaran layanan kesehatan membutuhkan fokus seksama terhadap mutu
layanan kesehatan, yang meliputi penyelenggaraan layanan yang efektif, aman dan berfokus
pada-pasien serta tepat waktu, adil, terintegrasi dan efisien. Mutu layanan kesehatan adalah
sejauh mana layanan kesehatan untuk individu dan masyarakat dapat meningkatkan
probabilitas outcome kesehatan yang diinginkan, serta tetap konsisten dengan ilmu
pengetahuan profesional saat ini.

Data menunjukkan bahwa mutu layanan kesehatan di kebanyakan negara, khususnya di


negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, masih suboptimal, sebagaimana
diungkapkan oleh beberapa contoh berikut :

 Kesesuaian dengan Panduan Praktik Klinis di beberapa instansi di delapan negara


berpenghasilan rendah dan menengah adalah di bawah 50%, menyebabkan rendahnya
mutu layanan kesehatan antenatal dan anak, serta perencanaan keluarga yang kurang
baik.
 Indikator Penyelenggaraan Layanan Kesehatan di tujuh negara berpenghasilan rendah
dan menengah menunjukkan variasi signifikan dalam ketidakhadiran penyedia layanan
kesehatan (14.3-44.3%), produktivitas harian (5.2-17.4 pasien), akurasi diagnostik (34-
72.2%), dan kesesuaian terhadap Panduan Praktik Klinis (22-43.8%).
 Review sistematik terhadap 80 penelitian menunjukkan bahwa praktik klinis yang
suboptimal masih umum terjadi di fasilitas kesehatan primer pemerintah dan swasta di
beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah.
 Data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dari negara-
negara berpenghasilan tinggi dan menengah menunjukkan bahwa 19-53% wanita usia
50-69 tahun tidak menjalani skrining mamografi, dan bahwa 27-73% dewasa tua (usia
65 tahun ke atas) tidak mendapatkan vaksin influenza.

OUTCOME KESEHATAN YANG LEBIH BAIK MELALUI PENINGKATAN MUTU

Layanan kesehatan bermutu-tinggi meliputi pelayanan yang tepat, pada waktu yang tepat,
sesuai dengan kebutuhan dan pilihan pengguna layanan, sambil meminimalisir cedera dan
pemborosan sumber daya. Layanan kesehatan yang bermutu meningkatkan probabilitas
outcome kesehatan yang diinginkan, serta konsisten dengan tujuh karakteristik terukur, yaitu :
efektivitas, keamanan, berfokus pada pasien, tepat waktu, keadilan, terintegrasi dan efisiensi.
Contohnya, di Pakistan, peningkatan akses kontak primer dengan petugas kesehatan melalui
Lady Health Worker Programme (Program Kesehatan Pekerja-Wanita) berhasil memperbaiki
manajemen pneumonia dan menurunkan mortalitas neonatal.

MEMBANGUN MEKANISME MUTU SEBAGAI DASAR SISTEM LAYANAN KESEHATAN

Lima elemen dasar yang penting untuk memberikan layanan kesehatan yang bermutu adalah
tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, obat-obatan, peralatan dan teknologi lain, sistem
informasi dan finansial. Untuk menjamin bahwa mutu dimasukkan ke dalam landasan sistem,
maka pemerintah, pembuat-kebijakan, pimpinan sistem layanan kesehatan, pasien dan klinisi
harus bekerja sama untuk :

 Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang bermutu-tinggi;


 Menjamin keunggulan di seluruh fasilitas layanan kesehatan;
 Menjamin penggunaan obat-obatan, peralatan dan teknologi lain secara aman dan
efektif;
 Menjamin penggunaan sistem informasi kesehatan secara efektif;
 Membangun mekanisme finansial untuk mendukung upaya peningkatan mutu secara
berkelanjutan.

INTERVENSI TERHADAP PENINGKATAN MUTU LAYANAN

Mutu adalah konsep yang kompleks dan memiliki berbagai segi yang membutuhkan desain dan
penggunaan bermacam-macam kombinasi intervensi terpisah secara simultan. Penyusunan,
pematangan dan pelaksanaan kebijakan dan strategi mutu nasional merupakan prioritas yang
berkembang ketika negara berupaya untuk meningkatkan performa sistem kesehatan secara
sistematis. Sebagian besar pendekatan untuk membangun strategi mutu nasional melibatkan
satu atau lebih proses sebagai berikut :

 Strategi kebijakan mutu dan implementasinya sebagai bagian dari rencana nasional
sektor kesehatan formal;
 Dokumen kebijakan mutu yang dirancang sebagai dokumen nasional tersendiri,
biasanya dalam proses dengan berbagai stakeholder, dipimpin atau didukung oleh
Kementerian Kesehatan;
 Strategi implementasi mutu nasional – dengan agenda tindakanyang detail – yang juga
meliputi bab tentang area kebijakan esensial;
 Menggunakanundang-undang dan peraturan untuk mendukung kebijakan dan strategi.

Tujuh kategori intervensi utama yang dipertimbangkan secara rutin oleh stakeholder sistem
kesehatan, termasuk penyedia layanan, manajer dan pembuat kebijakan, ketika berupaya untuk
meningkatkan mutu layanan kesehatan adalah :

 Mengubah praktik klinis di garis depan;


 Menetapkan standar;
 Melibatkan dan memberdayakan pasien, keluarga dan masyarakat;
 Memberikan informasi dan edukasi pada tenaga kesehatan, manajer dan pembuat
kebijakan;
 Menggunakan program dan metode peningkatan mutu yang berkelanjutan;
 Menerapkan insentif berbasis kinerja (finansial dan non-finansial);
 Undang-undang dan peraturan

Pemilihan area dan penggabungan intervensi mutu oleh pemerintah harus dilakukan dengan
mengevaluasi intervensi peningkatan mutu berdasarkan-bukti secara seksama sehubungan
dengan lingkungan sistem; pengurangan cedera; perbaikan layanan klinis; serta pelibatan dan
pemberdayaan pasien, keluarga dan masyarakat.

BERBAGI PENGALAMAN UNTUK MENINGKATKAN KEBERHASILAN INTERVENSI

Berbagai negara telah membuat inovasi untuk meningkatkan berbagai aspek mutu.
Sebagaimana yang diterangkan dalam dokumen ini, banyak negara berpenghasilan rendah dan
menengah memiliki intervensi yang telah terbukti berhasil, tetapi mereka membutuhkan platform
global untuk berbagi pengalaman. Hal ini akan memungkinkan negara lain untuk belajar dari
keberhasilan intervensi tersebut dan mengadaptasikannya ke dalam populasi lokal. Hal ini juga
memungkinkan negara lain menghindari intervensi yang gagal.

Peningkatan mutu layanan kesehatan terbukti menjadi tantangan bagi banyak negara.Meski
demikian, memberikan layanan kesehatan untuk masyarakat di manapun mereka berada tetap
menjadi tanggung jawab dan kesempatan bersama untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dunia.Dengan kesadaran penekanan pada mutu, dunia dapat membuat kemajuan yang
signifikan dalam mencapai Sustainable Development Goals dan mewujudkan universal health
coverage.

SERUAN TINDAKAN

Dokumen ini, berdasarkan perspektif tiga institusi global yang peduli pada kesehatan – OECD,
World Bank dan World Health Organization –mengusulkan jalan bagi seluruh pembuat
kebijakan yang sedang mencari cara untuk mencapai sasaran akses ke layanan kesehatan
yang bermutu tinggi dan berfokus pada pasien.

Dibutuhkan sejumlah tindakan tingkat tinggi yang disarankan bagi seluruh pihak yang perlu
bekerja samadengan segera dalam mewujudkan Sustainable Development Goalsguna
menciptakan layanan kesehatan yang lebih baik dan aman

Seluruh pemerintah harus :

 Memiliki kebijakan dan strategi mutu nasional;


 Menunjukkan akuntabilitas dalam memberikan layanan bermutu tinggi yang aman;
 Memastikan bahwa reformasi yang bertujuan untuk mewujudkan universal health
coverage menjadikan mutu sebagai landasan sistem layanan kesehatan;
 Menutup kesenjangan antara kinerja nyata dan target kinerja dalam mutu;
 Memperkuat kemitraan antara penyedia layanan kesehatan dan pengguna layanan
kesehatanuntuk mewujudkan mutu layanan kesehatan;
 Membentuk dan mempertahankan satuan kerjaprofesional kesehatan yang memiliki
kapasitas dan kapabilitas untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat akan
layanan kesehatan yang bermutu-tinggi;
 Melakukan pembayaran, pendanaan dan pemberian upah berdasarkan prinsip mutu;
 Membiayai penelitian tentang peningkatan mutu
Seluruh sistem kesehatan harus :

 Mengimplementasikan intervensi berbasis-bukti yang menunjukkan perbaikan;


 Melakukan perbandingan dengan sistem lain yang serupa yang memiliki performa
terbaik;
 Memastikan pasien dengan penyakit kronik dapat meminimalisir dampak penyakit
terhadap kualitas hidup;
 Mempromosikan sistem budaya dan praktik untuk mengurangi cedera pada pasien;
 Membangun ketahanan untuk pencegahan, deteksi dan respon terhadap ancaman
keamanan kesehatan melalui perhatian yang difokuskan pada mutu;
 Menyediakan infrastruktur untuk pembelajaran;
 Menyediakan dukungan teknis dan manajemen pengetahuan untuk perbaikan.

Seluruh masyarakat dan pasien harus :

 Terlibat aktif dalam perawatan untuk mengoptimalkan status kesehatan;


 Memainkan peran utama dalam desain model baru layanan kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat lokal;
 Mendapat informasi mengenai hak untuk mendapatkan akses ke perawatan yang sesuai
dengan standar mutu modern;
 Mendapat dukungan, informasi dan kemampuan untuk mengelolakesehatan jangka-
panjang.

Seluruh tenaga kesehatan harus :

 Berpartisipasi dalam pengukuran dan perbaikan mutu bersama dengan para pasien;
 Menganut filosofi praktis kerjasama tim;
 Menjadikan pasien sebagai mitra dalam memberikan pelayanan;
 Berkomitmen terhadap diri sendiri untuk menyediakan dan menggunakan data untuk
menunjukkan efektivitas dan keamanan pelayanan.

Karena tidak ada pemeran tunggal yang dapat melakukan seluruh perubahan ini sendirian,
maka pendekatan terintegrasi dimana pemeran yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk
melakukan perannya akanlebih dapat menunjukkan efek nyatadari mutu layanan kesehatan di
seluruh dunia
BAB 1

Latar Belakang :Mengupayakan Mutu pada Pelayanan


Kesehatan

Universal health coverag emerupakan tujuan yang penting dan mulia. Sebagaimana tertuang
dalam Sustainable Development Goals (SDGs), universal health coverage bertujuan untuk
menyediakan jaminan kesehatan dan akses global ke layanan kesehatan dasar tanpa
hambatan finansial, bagi individu, keluarga dan masyarakat, sehingga dapat menjadi jembatan
menuju masyarakat dan perekonomian yang lebih produktif dan layak.

Tetapi universal health coverage seharusnya tidak hanya didiskusikan dan direncanakan lalu
dilaksanakan, tanpa berfokus pada mutu. Sangat penting bahwa layanan tersebut harus bersifat
efektif, aman serta sesuai dengan kebutuhan dan pilihan individu dan masyarakat yang dilayani.
Pelaksanaan pelayanan juga harus tepat waktu dan layak bagi masyarakat, terkoordinasi dan
berkesinambungan selama pelayanan dan sepanjang hidup, sambil meminimalisir pemborosan
sumber daya.

Dengan demikian, mutu layanan kesehatan sangat penting dan fundamental bagi universal
health coverage. Jika mutunya tidak terjamin, maka apa artinya penambahan akses ke layanan
kesehatan? Akses ke layanan kesehatan yang tidak bermutu dapat dianggap sebagai janji
kosong universal health coverage.

Mutu bukanlahhak prerogatif negara berpenghasilan tinggi saja.Jika sebuah negara dapat
menyediakan layanan kesehatan – dan bahkan negara termiskin pun bisa dan harus bisa
melakukannya – maka negara tersebut harus menyediakan layanan yang bermutu-tinggi.
Alternatifnya – yaitu layanan bermutu rendah – tidak hanya berbahaya tetapi juga menyia-
nyiakan sumber daya berharga yang seharusnya bisa diinvestasikan dalam pembangunan
sosial ekonomi penting lain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Milyaran dolar telah
dihabiskan akibat layanan kesehatan bermutu-rendah – padahal dana tersebut dapat digunakan
untuk membiayai pendidikan, layanan sosial dan infrastruktur. Mutu yang rendah juga dapat
menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap manfaat pengobatan modern.Dari sudut
pandang ini, universal health coveragetanpa mutu layanan yang baik hanyalah pekerjaan yang
baru terselesaikan sebagian.

1.1 BUKTI-BUKTI TENTANG LAYANAN KESEHATAN BERMUTU-RENDAH DI DUNIA

Banyak kemajuan yang telah dicapai dalam beberapa aspek mutu layanan kesehatan di seluruh
dunia, contohnya adalah angka ketahanan hidup penderita kanker dan mortalitas akibat
penyakit kardiovaskuler (1,2). Tetapi di area lain, kemajuannya sangat lambat bahkan tidak
rata. Angka-angka ini dapat menjelaskan hal tersebut :

 Di negara berpenghasilan tinggi, satu dari 10 pasien mengalami kejadian tidak


diharapkan selama perawatan(3).
 Di negara berpenghasilan tinggi, tujuh dari 100 pasien rawat inap di rumah sakit
terancam mengalami health care-associated infection(di negara berkembang angka ini
menjadi satu dari 10 pasien), yaitu infeksi yang seharusnya bisa dicegah melalui higiene
yang baik dan penggunaan antibiotikdengan bijak (4).
 Banyak variasi yang tidak dapat dipastikan dalam penyelenggaran layanan kesehatan,
serta jumlah pasien yang tidak mendapat layanan berbasis-bukti yang tepat (5, 6).
 Angka vaksinasi influenza yang bervariasi di negara berpenghasilan tinggi, yaitu sekitar
1-78%, dibanding target World Health Assembly yang ditetapkan pada tahun 2003, yaitu
75% pada tahun 2010 (7).
 Resistensi antibiotik telah menjadi isu besar kesehatan masyarakat global, sebagian
diakibatkan oleh penyalahgunaan dan penggunaan antibiotik yang berlebihan di fasilitas
layanan kesehatan(8).
 Secara global, biaya yang diakibatkan oleh medication error adalah sebesar 42 milyar
USD tiap tahunnya, belum termasuk turunnya pendapatan dan produktivitas atau biaya
perawatan yang tak terhindarkan (9).
 Walaupun angka kehadiran tenaga kesehatan terlatih dalam persalinan meningkat dari
58% pada tahun 1990 menjadi 73% pada tahun 2013, terutama disebabkan oleh
bertambahnya jumlah persalinan di fasilitas kesehatan, masih ada ibu dan bayi, yang
bahkan setelah tiba di fasilitas kesehatan, meninggal atau mengalami kecacatan seumur
hidup akibat rendahnya mutu layanan kesehatan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa sekitar 303.000 ibu dan 2.7 juta bayi meninggal tiap tahun
karena persalinan, dan lebih banyak lagi akibat penyakit yang seharusnya dapat
dicegah. Bahkan, 2.6 juta bayi terlahir dalam keadaan meninggal tiap tahunnya (10, 11).
 Sekitar 40% fasilitas kesehatan di negara berpenghasilan rendah dan menengah
kekurangan air bersih dan 20% kekurangan sanitasi – yang merupakan cerminan nyata
dari mutu layanan kesehatan (12).
 Perkiraan lintas negara di beberapa negara terpilih di luar OECD mengenai distribusi
diagnosis dan kontrol peningkatan tekanan darah menyoroti tentang pentingnya mutu
layanan preventif. Di sebagian besar negara, paling tidak separuh dari individu dewasa
dengan peningkatan tekanan darah tidak didagnosis sebagai hipertensi. Sehingga,
cakupan terapi hipertensi masih rendah, berkisar antara 7-61% pada individu dengan
peningkatan tekanan darah pada survei rumah tangga. Meskipun demikian, cakupan
efektifnya dianggap lebih rendah dari cakupan tersebut, yaitu sekitar 1-31%, yang
menunjukkan adanya masalah dalam mutu layanan (13).

1.2 ARGUMENTASI EKONOMI TENTANG MUTU YANG BAIK

Di luar efeknya terhadap kehidupan masyarakat, layanan kesehatan bermutu-rendah


merupakan pemborosan waktu dan uang.Mengintegralkan mutu ke dalam universal health
coveragemerupakan upaya untuk mencapai kehidupan yang lebih panjang dan lebih baik serta
merupakan kebutuhan ekonomi.Pembangunan sistem kesehatan yang bermutu dapat dilakukan
oleh semua negara tanpa memandang level ekonomi.Faktanya, mutu yang buruk merupakan
penyebab keluarnya biaya besar, khususnya bagi negara miskin.

Layanan kesehatan dengan mutu di bawah standar tidak hanya berkontribusi terhadap
ancaman penyakit global dan kegagalan pemenuhan kebutuhan kesehatan, tetapi juga memiliki
dampak ekonomi yang penting, dengan pertimbangan implikasi biaya untuk sistem kesehatan
dan masyarakat di seluruh dunia.Sekitar 15% pengeluaran rumah sakit di negara
berpenghasilan tinggi digunakan untuk mengatasi komplikasi dan cedera yang seharusnya
dapat dicegahpada pasien. Layanan kesehatan yang buruk secara tidak seimbangakan lebih
mempengaruhi kelompok rentan dalam masyarakat. Biaya ekonomi dan sosial akibat kerugian
pasien yang disebabkan oleh disabilitas, kecacatan dan penurunan produktivitas jangka-
panjang juga semakin besar yaitu sekitar trilyunan dolar tiap tahunnya (14).

Selain itu, layanan berlebihan, layanan yang tidak efektif dan tingkat admisi rumah sakit yang
seharusnya dapat dicegah – yang menjadi sifat kebanyakan sistem kesehatan – merupakan
pemborosan yang signifikan. Seperlima sumber daya rumah sakit telah digunakan dengan cara
yang membawa perbaikan minimal. Sumber daya ini seharusnya dapat digunakan dengan lebih
efektif (3).
1.3 MUTU SEBAGAI FITUR DASARUNIVERSAL HEALTH COVERAGE

Mutu tidak timbul secara otomatis; mutu membutuhkan perencanaan dan harus diidentifikasi
dengan jelas sebagai prioritas universal health coverage, sejalan dengan akses, cakupan dan
perlindungan finansial. Dokumen ini menunjukkan bahwa integrasi mutu ke dalam sistem
kesehatan sangat mungkin dilakukan jika sejumlah langkah dan prinsip dapat diaplikasikan,
sebut saja transparansi, berfokus pada pasien, pengukuran dan penyediaan informasi, investasi
pada tenaga kerja, yang didukung oleh kepemimpinan dan kultur suportif. Dengan dasar-dasar
ini, intervensi dan upaya penjaminan mutu yang sudah terbukti berhasil – seperti cuci tangan,
protokol terapi, checklist, edukasi, pelaporan dan umpan balik – dapat diimplementasikan dan
dipertahankan.

Transparansi adalah hal yang utama. Transparansi juga merupakan landasan dari proses
pembelajaran dan perbaikan yang berkelanjutan. Kesimpulan utama dari 15 tinjauan mutu
sistem kesehatan nasional yang dilakukan OECD pada tahun 2012-2016 adalah diperlukan
transparansi lebih besar dalam hal kinerja, yaitu mutu dan outcome layanan (15).Komponen
kunci transparansi adalah keterbukaan dan kejujuran mengenai hasil, termasuk kegagalan dan
kesalahan. Lingkungan yang dapat menerapkannya akan mendapat kesempatan belajar,
seperti halnya dalam bidang lain, contohnya transportasi udara. Outcome yang baik harus
diapresiasi dan disebarluaskan untuk alasan yang sama.Membangun budaya transparansi ini
tentu butuh waktu, tetapi hal tersebut bisa dan harus diterapkan berulang-ulang dalam seluruh
sistem kesehatan, tanpa memandang sumber daya yang tersedia.

Melibatkan individu dan masyarakat dalam perawatan dan perancangan layanan kesehatan
sekarang dikenal sebagai penentu utama dari outcome yang baik.Individu dan masyarakat
dimana mereka lahir, tumbuh, hidup, bekerja dan bermain adalah hati dari penyelenggaraan
layanan kesehatan yang bermutu.Individu yang aktif terlibat dalam kesehatan dan
perawatannya sendiri menderita komplikasi yang lebih kecil dan menikmati lebih banyak
kesehatan dan kesejahteraan. Dalam level klinis, hal ini memungkinkan pasien untuk menjadi
mitra dalam perawatan dan pengambilan keputusan klinis, dan untuk mengelola kesehatannya
sendiri secara aktif. Layanan yang berfokus pada pasien merupakan “gerbang ke seluruh mutu”
(16). Bahkan, tantangan umum dari kesuksesan cerita yang akan dibahas belakangan dalam
dokumen ini adalah menempatkan kebutuhan dan nilai-nilai pasien sebagai fokus utama. Hal ini
berarti memberikan perawatan dengan rasa hormat dan simpati.
Layanan yang berfokus pada pasienlebih luas darisekedar perawatan individual.Individu dan
masyarakat harus dilibatkan dalam penyusunan prioritas dan kebijakan.Hal ini terutama penting
dalam layanan kesehatan primer dan publik. Layanan ini perlu dirancang dengan memasukkan
input dari masyarakat yang akan dilayani, berdasarkan kebutuhan unik dan pilihan masing-
masing, sebagaimana yang didiskusikan dalam Bab 4 dokumen ini.

Mutu membutuhkan pengukuran dan penyediaan informasi. Layanan kesehatan berubah-ubah


sepanjang waktu, sehingga mutu harus selalu diawasi dan dievaluasi untuk terus melakukan
perbaikan.Hal ini bergantung pada informasi yang akurat dan tepat waktu.Industri perbankan
menyisihkan 13% penghasilannya untuk sistem informasi.Sistem kesehatan menginvestasikan
kurang dari 5% – jumlah yang sangat sedikit untuk sebuah sektor yang padat-informasi. Dan
bila ada pun, data yang dihasilkan dari sistem kesehatan kebanyakan berfokus pada input dan
volume kegiatan. Dibutuhkan metrik data mutu yang andal untuk dimasukkan dalam
infrastruktur informasi sistem kesehatan nasional dan lokal – dan ini lebih penting daripada
mengukur input. Dengan semangat transparansi, informasi harus dapat tersedia untuk seluruh
pemeran yang terlibat, termasuk pasien, penyedia layanan, regulator, pembeli dan pembuat
kebijakan.

Seluruh dimensi mutu harus diukur. Penting untuk mengetahuibagaimana kepatuhan terhadap
protokol dasar serta mutu dari proses dan panduan (contohnya cuci tangan; checklist
keselamatan pembedahan; kepatuhan terhadap pedoman praktik klinis) dan outcome klinis
(contohnya readmisi, angka mortalitas, efek samping obat, angka ketahanan hidup setelah
diagnosis kanker dan kontrol glikemik yang adekuat selama kehamilan). Tetapi penting
diketahui pula informasi tentang outcome dan pengalaman pasien selama perawatan melalui
pengukuran indikator mutu pada pasien, dan masyarakat (17). Seluruh hal ini perlu dilakukan
dengantetap fokus pada hubungan antara pengukuran dan proses perbaikan – karena
pengukuran saja tidak akan dapat meningkatkan mutu.

Tenaga kesehatan yang memiliki keahlian, motivasi dan mendapat dukungan penuh
merupakan hal yang penting.Penyedia layanan kesehatan menginginkan perawatan terbaik
untuk para pasien.Meski demikian, yang sering terjadi adalah sistem dan lingkungan kerja di
mana tenaga kesehatan ini bekerja membuat hal ini sulit dilakukan.Banyak negara menghadapi
kekurangan tenaga kesehatan secara signifikan, baik dalam hal kualitas dan kuantitas.Tentu
saja, tidak seluruh perawatan harus dilakukan oleh dokter.Perawat, petugas kesehatan
masyarakat, koordinator dan manajer pelayanan juga memainkan peran penting dalam
memberikan layanan kesehatan bermutu tinggi di abad ke-21 ini.Menaikkan kemampuan dan
keahlian mereka melalui rantai produksi kesehatan dapat meningkatkan mutu layanan
kesehatan (18).

Dalam menyediakan layanan kesehatan bermutu tinggi, pengetahuan teknis perlu diperkuat
dengan kemampuan komunikasi dan kerja sama sebagai tim dengan tenaga profesional lain,
serta untuk menjadi mitra pasien dan keluarga. Diperlukan pula pelatihan bagi tenaga
kesehatan mengenai prinsip dan praktik peningkatan mutu berkelanjutan, sebagaimana halnya
dengan pengenalan “kurikulum tersembunyi” yang muncul dari kesalahan sistem rancangan-
manusia. Mutu juga mencerminkanseberapa baik pengelolaan dan integrasiupaya perbaikan
dengan sektor lain, dengan memperhatikan pola perilaku, interaksi dan hubungan antar
manusia. Hal ini bergantung pada insentif yang ada, termasuk pendanaan dan remunerasi,
regulasi, pelaporan dan umpan balik, yang butuh dimasukkan secara seksama ke dalam
seluruh proses dan institusi. Pada akhirnya, sistem akan menjadi tanah subur bagi praktik yang
bermutu tinggi dan perbaikan pun dapat berkembang.

Tidak ada satupun hal di atas yang mungkin terjadi tanpa kepemimpinan dan budaya yang
mendukung. Budaya dimana seluruh pihak yang terlibat termotivasi untuk berkolaborasi,
berkomunikasi dan bekerja sama dengan masyarakat untuk memberikan layanan bermutu-
tinggi dan berfokus pada pasien, tanpa ketakutan atau intimidasi, telah terbukti menghasilkan
outcome yang lebih baik (19). Banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya budaya
peningkatan mutu yang berkelanjutan.Yang pertama dan utama adalah lingkungan yang
transparan harus diupayakan seperti telah dideskripsikan di atas. Penting juga untuk melakukan
pelatihan dan sosialiasi pada para petugas, pengukuran proses perbaikan, umpan balik
terhadap kinerja, dan proses pembelajaran bersama, dan juga faktor hulu seperti insentif
finansial. Tetapi kunci utamanya adalah konsistensi kepemimpinan dari pemerintah, pembuat
kebijakan, pimpinan klinis, manajer sistem kesehatan dan masyarakat sipil.Hal ini tidak
membutuhkan sumber daya tingkat tinggi – yang lebih dibutuhkan adalah investasi pada
perubahan budaya menuju transparansi untuk perbaikan berkelanjutan.

Hal ini akan menjadi tulang punggung kebijakan dan praktik peningkatan mutu layanan
kesehatan secara berkelanjutan. Mutu harus menjadi tanggung jawab seluruh stake holder dan
institusi. Diperlukan pula dukungan berupa arahan strategi nasional yang jelas, dengan tujuan
dan sasaran yang jelas, dan keterlibatan kuat dari stake holder di seluruh sistem kesehatan dan
sektor lain.
1.4 KETERJANGKAUAN MUTU UNTUK SELURUH DUNIA

Walaupun layanan kesehatan bermutu-tinggi untuk seluruh dunia terdengar ambisius, hal ini
dapat dicapai dalam kondisi seperti apapun bila didukung dengan kepemimpinan yang baik,
perencanaan yang matang dan investasi yang jeli.Contohnya, di Uganda model sistem
kesehatan yang melibatkan masyarakat dan komunitas telah meningkatkan capaian indikator,
termasuk penurunan mortalitas anak sebesar 33% (20).KostaRika juga telah berhasil
melakukan perbaikan pada mutu layanan kesehatan primer melalui strategi perbaikan yang
direncanakan, diimplementasikan dan didukung dengan seksama (21). Hal-hal tersebut dan
contoh lain akan disampaikan belakangan dalam dokumen ini.

Untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah, mengarahkan mutu sambil


mewujudkanuniversal health coveragemerupakan peluang yang besar.Sistem kesehatan yang
sedang tumbuh dan berkembang dapat dipengaruhi, diarahkan dan dikelola menuju arah yang
diinginkan.Mutu dapat dimasukkan dalam kebijakan, proses dan institusi di mana sistem
tumbuh dan berkembang.

Tantangannya adalah bagaimana belajar dari pengalaman – baik dari keberhasilan dan juga
(khususnya) kegagalan – sistem kesehatan di negara berpenghasilan tinggi. Pelajaran
utamanya adalah meletakkan mutu secara retrospektif ke dalam sistem kesehatan yang sudah
terbentuk mungkin bisa dilakukan tetapi sangat sulit; akan lebih baik bila mutu dibangun dari
awal bersamaan dengan akses, cakupan dan perlindungan finansial.

Tentu saja, layanan yang bermutu tidak dapat serta merta digratiskan secara keseluruhan – hal
ini membutuhkan investasi modal dan sumber daya lain. Investasi ini bukanlah hal yang di luar
jangkauan, bahkan untuk negara termiskin sekalipun.Biaya layanan bermutu-rendah terhadap
kehidupan individu dan masyarakat serta sistem kesehatan malah sangat besar. Jika
diterapkandengan seksama, investasi pada mutu dapat menghasilkan individu dan masyarakat
yang sehat, dan menghasilkan uang; dengan investasi pada penjaminan layanan kesehatan
bermutu-tinggi, modal investasi akan kembali dalam jumlah berlipat.Outcome yang lebih baik
juga akan mempengaruhi pembangunan sosial dan ekonomi; contohnya : orang yang sehat
akan lebih produktif dalam bekerja, dan anak yang lebih sehat akan menunjukkan performa
lebih baik di sekolah. Sehingga, upaya untuk mewujudkan universal health coveragetidak hanya
merupakan investasi untuk kesehatan yang lebih baik – hal tersebut adalah komitmen untuk
membangun masyarakat dan dunia yang lebih sehat.
Mutu Menurut Saya
Ms. Cecilia Rodriguez,

Direktur Eksekutif Yayasan ‘Me Muevo’

Delapan tahun lalu, ketika didiagnosis artritis rematoid, sebuah penyakit autoimun yang
menyebabkan peradangan, pembengkakan dan nyeri akut di sendi, Cecilia Rodriguez
adalah direktur di sebuah fasilitas kesehatan primer. “Saya menderita artritis rematoid
yang sangat berat dan menghabiskan banyak waktu di tempat tidur,” kata Rodriguez,
yang saat itu berusia tiga puluh tahun saat mengalami gejala nyerinya yang pertama.
“Saya menyadari bahwa apa yang saya berikan sebagai petugas kesehatan sangat
berbeda dengan apa yang saya butuhkan sebagai pasien.”

Artritis rematoid dapat terjadi pada seluruh usia. Penyebab pastinya belum diketahui,
tetapi mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Sekitar 1% populasi
dunia terkena artritis rematoid.1 Di Chile, di mana Rodriguez tinggal, 100.000 orang
hidup dengan kondisi ini seumur hidup.

Untuk masyarakat dengan penyakit kronis, layanan kesehatan yang bermutu dapat
dideskripsikan sebagai “keseimbangan yang tepat antara praktik klinis terbaik dan apa
yang paling baik untuk pasien, yang ditentukan sendiri oleh pasien,” jelas Rodriguez.
“Kami tidak selalu membutuhkan dokter yang punya segala jawaban. Kami
membutuhkan orang yang mengerti bagaimana kami menghadapi kondisi kami.”

Di atas semua hal tersebut, ia percaya bahwa pasien yang mengalami kondisi kronik
yang mempengaruhi kehidupan sehari-harinya perlu memiliki perasaan bahwa mereka
memegang kontrol terapinya. “ Sebagai pasien, saya tahu apa yang ingin saya capai.
Klinisi dapat membantu saya memahami apakah saya dapat mencapainya dan
menolong saya melakukannya. Untuk saya, itulah layanan kesehatan yang terbaik.”

Cecilia Rodriguez dan adiknya Lorena, yang juga didiagnosis artritis rematoid beberapa
tahun lebih awal, mendirikan sebuah yayasan nirlaba untuk mendukung orang-orang
dengan kondisi yang sama dan melakukan advokasi untuk perbaikan perawatanpasien.
“kami menamai yayasan ini ‘Me Muevo’ (artinya ‘Aku Bergerak’) karena kamibelajar
bahwa dalam kondisi ini andaharus tetap menggerakkan tubuh,
dan juga karena ‘Aku Bergerak’ berarti ‘Aku Melakukan Sesuatu’”, katanya.

‘Me Muevo’ merupakan bagian dari perkembangan gerakan organisasi yang dipimpin
pasien di Chile.Rodriguez bertindak sebagai juru bicara untuk aliansi asosiasi yang
telah berhasil melakukan lobi agar resep obat dapat lebih terjangkau.Di tahun 2016,
Chile mengadopsi ‘Hukum Ricarte Soto’ untuk terapi dengan biaya tinggi.“Sekarang
saya hanya perlu membayar 200 USD per tahun untuk seluruh obat saya, dan tidak
perlu lagi membayar 1500 USD per bulan,” kata Rodriguez.

“Sistem kesehatan masyarakat cenderung mengobati penyakit akut, dan jarang


dikelola untuk menolong pasien dengan penyakit seumur hidup yang menghadapi
kesulitan-kesulitan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Rodriguez menjelaskan.

Dia memberi contoh adiknya yang bekerja dan harus mengunjungi tiga lokasi yang
berbeda – sebuah proses yang membutuhkan waktu minimal lima jam – untuk
mendapatkan resep obat bulanannya. “Dalam kasus ini, layanan yang bermutu artinya
dapat mengambil seluruh obatnya dari fasilitas kesehatan primer di dekat rumah, pada
hari Sabtu pagi,” katanya. Rodriguez juga mengusulkan agar pasien dapat
memasukkan catatan ke delam rekam medis mereka di antara waktu perjanjian kontrol
untuk membantu dokter meyesuaikan terapi. “Jika saya bisa menulis bahwa saya
mengalami flare-up dan bagaimana saya harus berkompromi dengan keadaan itu,
dokter akan mengetahuinya ketika saya kontrol tiga atau empat bulan kemudian,
karena hal itu tertulis dalam catatan,” katanya.

Setelah Rodriguez mengikuti pelatihan manajemen-diri dalam mengelola penyakit


kronis di Amerika Serikat, yang membantunya menghadapi efek penyakitnya dengan
lebih baik, yayasannya bekerja untuk membuat program serupa bagi pasien di
negaranya sendiri.“Investasi pada pelatihan manajemen-diri dapat mengurangi biaya
secara keseluruhan.Inilah sebabnya mengapa kami membawa program ini ke Chile,”
katanya.Hasilnya, tahun lalu tujuh ratus orang telah mendapat manfaat dari pelatihan
ini melalui sistem publik.

1. www.rheumatoidarthritis.org.
BAB 2

Tentang Dokumen Ini

Setelah mengidentifikasi adanya kesenjangan global dalam memahami, mengukur dan


meningkatkan mutu layanan kesehatan, maka WHO, OECD dan World Bank melakukan proyek
bersama untuk menyusun dokumen ini – Memberikanlayanan kesehatan yang bermutu :
sebuah kewajiban global untuk mewujudkanuniversal health coverage.

2.1 TUJUAN

Dokumen ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

 Memberi penjelasan pada pemerintah mengenai mutu layanan kesehatan dan


pentingnya mutu untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat luas, dalam konteks
universal health coverage;
 Memberikan gambaran pada pemerintah mengenai pendekatan berbasis-bukti yang
dapat menjamin dan meningkatkan mutu layanan kesehatan;
 Sebagai seruan tindakan di tingkat nasional dan internasional.

2.2 CAKUPAN

Dokumen ini diawali dengan bab mengenai latar belakang mutu dalam layanan kesehatan (Bab
1), diikuti dengan deskripsi singkat mengenai dokumen ini (Bab 2). Isi utama terdiri dari tiga bab
dengan tema tentang mutu (Bab 3-5), diikuti seruan tindakan untuk mutu di Bab 6.

 Bab 3 : Kondisi global mutu layanan kesehatan. Bab ini memberikan gambaran
umum mengenai mutu layanan kesehatan di seluruh dunia. Terdapat data-data
mengenai mutu layanan kesehatan di beberapa negara, khususnya negara
berpenghasilan rendah dan menengah, yang masih suboptimal, dan mengenai
perbaikan mutu yang berhubungan dengan outcome kesehatan lebih baik.
 Bab 4 : Menjadikan mutu sebagai landasan sistem kesehatan. Bab ini menjelaskan
bahwa mekanisme untuk menjamin, mengawasi dan meningkatkan mutu secara
berkelanjutan harus menjadi dasar dari sistem kesehatan, dan harus berfokus pada
masalah utama yang membutuhkan perhatian untuk meningkatkan mutu layanan
kesehatan di tingkat nasional.
 Bab 5 : Memahami halhal yang dapat mendongkrak upayapeningkatan mutu. Mutu
adalah konsep yang kompleks dan memiliki berbagai segi yang membutuhkan desain
dan penyebaran kombinasi intervensi terpisah secara simultan. Bab ini menyoroti
tentang pentingnya mengarahkan upaya peningkatan mutu melalui kebijakan dan
strategi nasional serta tersedianya hal-hal yang dapat mendongkrak upaya peningkatan
mutu di berbagai aspek.
 Bab 6 : Seruan tindakan untuk mutu. Seruan tindakan untuk mutu ditujukan bagi para
pembuat kebijakan kesehatan yang ingin menyediakan layanan kesehatan bermutu
tinggi dan berfokus pada masyarakat secara merata. Bab ini menyatakan urgensi bahwa
jika kita tidak bertindak sekarang, maka upaya mencapai tujuan kesehatan masyarakat
akan jalan di tempat.

Bab-bab tersebut juga diikuti oleh lampiran, yang menyediakan sejumlah intervensi perbaikan
yang dipilih berdasarkan dampak potensialnya terhadap mutu melalui pengurangan cedera,
perbaikan layanan kesehatan di garis depan dan pembangunan sistem dengan kapasitas-luas
untuk meningkatkan mutu. Ilustrasi dalam intervensi menjabarkan beberapa pilihan dan
kemungkinan yang tersedia bagi para pimpinan, manajer, praktisi atau pembuat kebijakan
sistem kesehatan yang ingin meningkatkan mutu layanan kesehatannya.
BAB 3

Kondisi Global Mutu Layanan Kesehatan

“Apa gunanya memberikan perawatan maternal gratis dan mencapai angka yang
tinggi untuk persalinan di fasilitas kesehatan jika mutu layanannya masih di bawah
standar atau bahkan membahayakan?”

Margaret Chan, mantan Direktur Jenderal WHO, World Health Assembly, Mei 2012

3.1 PENTINGNYA MUTU BAGI UNIVERSAL HEALTH COVERAGE

Antara tahun 2000 dan 2005, Millennium Development Goals (MDGs) mengalami peningkatan
kemajuan secara global dengantercapainya tujuan kesehatan masyarakat di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Secara global, angka mortalitas anak turun menjadi
53%, angka kematian ibu turun menjadi 43% dan angka infeksi baru HIV turun menjadi 38%
(22). Meski demikian, kemajuannya tidak terlalu seimbang. Di negara miskin, daerah-daerah
pedesaan dan populasi yang sulit dijangkau, angka mortalitas akibat penyakit yang dapat
dicegah masih tinggi. Contohnya, untuk anak usia di bawah 5 tahun di negara berpenghasilan
rendah dan menengah, terdapat perbedaan mortalitas bermakna di antara anak yang tinggal di
keluarga paling miskin dibanding anak yang tinggal di keluarga paling kaya, dan juga pada anak
dari ibudengan tingkat edukasi paling rendah dibanding anak dengan ibu dengan tingkat
edukasi palingtinggi, serta pada anak yang tinggal kota dibanding anak yang tinggal di desa
(Gambar 3.1).
Gambar 3.1 Median mortalitas anak usia di bawah 5 tahun

pada berbagai dimensi ketidakseimbangan, 2005-2012*


Kematian per 1000
kelahiran hidup
Pendidikan Tempat
Status ekonomi ibu Jenis
tinggal
Kelamin

Kuintil 1 (termiskin)

Sekolah Dasar

SMP, SMA, ++
Tidak sekolah

Perempuan
Kuintil 5 (terkaya)

Perkotaan
Pedesaan

Laki-laki
Kuintil 2

Kuintil 3

Kuintil 4

* Nilai median untuk 49 negara terpilih


** Data tidak tersedia di 10 negara
Sumber : World Health Organization(22).

Penilaian sistematik terhadap layanan kesehatan dasar di negara dengan mortalitas-tinggi


menunjukkan terdapat defisiensi mutu mayor dari layanan kesehatan yang diterima. Pada salah
satu penilaian yang dilakukan di delapan negara di sub-Sahara Afrika, cakupan (efektif) sesuai-
mutu berkisar sebesar 28% untuk layanan antenatal, 26% untuk perencanaan keluarga dan
21% untuk perawatan anak sakit, dan sangat rendah dibanding angka cakupan layanan kasar
(23). 40% persalinan di fasilitas kesehatan di lima negara di sub-Sahara Afrika dilakukan di
fasilitas kesehatan primer yang memiliki kesenjangan besar dalam hal tenaga kesehatan dan
keahlian teknis (24). MDGs tidak memasukkan fokus spesifik mengenai pengukuran dan
perbaikan mutu layanan kesehatan, tetapi defisit mutu layanan ini memiliki dampak negatif
terhadap perubahan cakupan untuk menuju kesehatan masyarakat yang lebih baik. Layanan
kesehatan yang bermutu-rendah juga telah terbukti memiliki risiko mortalitas neonatal lebih
tinggi di Afrika (25). Selain itu, peningkatan persalinan di fasilitas kesehatan dari 14% menjadi
80% di India tidak dapat mengurangi mortalitas ibu dan bayi akibat rendahnya mutu layanan di
fasilitas kesehatan (26). Kesimpulannya, rendahnya mutu layanan kesehatan menyebabkan
persistensi tingginya mortalitas ibu dan anak di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah, walaupun terjadi peningkatan substansial dalam akses ke layanan kesehatan dasar
yang dicapai sepanjang era MDGs.

Pada tahun 2015, United Nations General Assembly mengadopsi agenda pembangunan baru :
Melakukan transformasi pada dunia kita : Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.
SDGs memiliki cakupan sasaran ekonomi, sosial dan lingkungan yang lebih luas daripada
MDGs dan memiliki sasaran kesehatan baru, yaitu untuk “menjamin kehidupan yang sehat dan
mempromosikan kesejahteraan pada segala usia”. Universal health coverage dianggap sebagai
landasan untuk mencapai SDGs. Bila dijelaskan secara sederhana, universal health coverage
berarti menjamin bahwa seluruh komunitas dan masyarakat dapat memanfaatkan layanan
kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif yang dibutuhkan, dengan mutu
yang baik dan efektif, sembari menjamin bahwa layanan-layanan ini tidak menyebabkan
kesulitan finansial bagi para penggunanya. Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan
secara eksplisit berfokus pada mutu layanan kesehatan, dan telah mengidentifikasi adanya
urgensi untuk menyertakan mutu layanan kesehatan dalam desain aksi nasional, regional dan
global demi mencapai kesejahteraan untuk semua.

Sementara perhatian global tertuju pada universal health coverage, di level lokal, terjadi
outbreak virus Ebola yang fatal di Afrika Barat, yang semakin menekankan perlunya layanan
kesehatan yang bermutu. Di Guinea, Liberia dan Sierra Leone, kesenjangan antara layanan
yang diberikan dan rendahnya kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan menyebabkan
tantangan besar dalam upaya respon dan pemulihan selama outbreak Ebola. Sebagai contoh,
sebuah kajian atas sistem kesehatan di Sierra Leone menunjukkan rendahnya jumlah tenaga
kesehatan, kurangnya kapasitas surveilans penyakit masyarakat dan buruknya rantai
perbekalan obat-obatan esensial (27). Sejak saat itu, ketiga negara tersebut menekankan fokus
pada akses universal ke pemberian layanan kesehatan yang bermutu untuk memperkuat upaya
pencegahan outbreak wabah skala-besar di masa depan, dan juga menjadikan upaya kontrol
dan pencegahan infeksi serta keselamatan pasien sebagai prioritas utama. Setelah outbreak,
Liberia telah menyusun rencana investasi untuk membangun ketahanan sistem kesehatan dan
mengimplementasikan dana ekuitas kesehatan yang menempatkan mutu sebagai intinya (Kotak
3.1). Respon Afrika Barat terhadap outbreak Ebola menunjukkan hubungan yang kuat dan
nyata antara ketahanan sistem kesehatan, mutu layanan dan keamanan kesehatan global.
Kotak 3.1Liberia : Menanamkan mutu dalam agenda kesehatan pasca Ebola

Sebelum outbreak Ebola pada tahun 2014, Liberia, yang merupakan negara dengan
ketidakstabilan ekonomi dan politik selama bertahun-tahun, telah melakukan kemajuan
dalam peningkatan outcome kesehatan masyarakat, Meskipun demikian, terjadinya
outbreak ini telah menyoroti kelemahan sistem kesehatan yang persisten terjadi di negara
kecil di Afrika Barat ini. Terdapat kekurangan tenaga medis ahli di berbagai fasilitas
kesehatan dan masyarakat; ketiadaan mekanisme finansial yang berkelanjutan; dan
ketiadaan struktur rantai perbekalan yang dibutuhkan dan terintegrasi dengan sistem
informasi kesehatan. Selain itu, upaya kontrol dan pencegahan infeksi sering tidak ada saat
dibutuhkan dan hubungan antara layanan kesehatan dan masyarakat yang tidak adekuat.
Kelemahan-kelemahan ini mengancam pelaksanaan layanan kesehatan yang bermutu dan
menyebabkan epidemik berkembang dengan cepat.

Sebagai respon terhadap outbreak, disusunlah Rencana Investasi untuk Membangun


Ketahanan Sistem Kesehatan Liberia 2015-2021. Rencana ini bertujuan untuk merestorasi
dampak kehilangan yang disebabkan outbreak, memperbaiki kelemahan yang sudah ada,
meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan dan menyediakan
perlindungan bagi kesehatan. Strategi kunci dari Rencana Investasi ini adalah untuk
mempercepat akses universal terhadap layanan kesehatan yang aman dan bermutu melalui
peningkatan kapasitas jaringan kesehatan untuk menyediakan layanan kesehatan dasar.
Pemerintah Liberia menyadari bahwa keberhasilan implementasi Rencana Investasi ini –
termasuk fokus utama pada mutu layanan – sangat penting bagi upaya pencegahan, deteksi
dan respon terhadap outbreak penyakit infeksi di masa datang.

Untuk mencapai target kesehatan SDGs, dibutuhkan investasi keuangan baru, yang naik dari
134 milyar USD per tahun menjadi 371 milyar USD per tahun pada 2030 (28). Layanan yang
bermutu-rendah adalah sesuatu yang tidak efektif, memboroskan sumber daya dan
meningkatkan biaya untuk perluasan cakupan kesehatan. Ketidakefektifan ini dapat
disebabkan oleh layanan yang sebenarnya tidak diperlukan dan tidak memberikan perbedaan
terhadap outcome kesehatan. Contohnya, di negara berpenghasilan rendah dan menengah,
penggunaan antibiotik secara berlebihan untuk terapi infeksi saluran nafas akut telah
menyebabkan penambahan biaya sebesar 36% terhadap biaya perawatan (29). Kesalahan
dalam pemberian layanan juga dapat membahayakan kesehatan dan menjadi sumber biaya
tambahan dalam sistem kesehatan. Analisis terbaru pada negara-negara OECD
mengindikasikan bahwa lebih dari 10% pendapatan rumah sakit digunakan untuk mengatasi
kesalahan medis yang sebenarnya dapat dicegah atau untuk mengatasi infeksi yang didapat
pasien di rumah sakit (3). Pada tahun 2017, dalam Pertemuan Kementerian Kesehatan Negara-
Negara OECD, telah diakui bahwa terdapat interseksi antara mutu dan agenda efisiensi, serta
disetujui bahwa pengukuran dan peningkatan mutu harus menjadi pusat dari upaya realisasi
outcome kesehatan yang bernilai tinggi secara finansial (30).

Investasi terhadap sistem kesehatan bermutu tinggi untuk mewujudkanuniversal health


coveragedapat mempercepat kemajuan promosi kesehatan sembari memperkuat keamanan
kesehatan global dan meningkatkan nilai finansial.

3.2 MENDEFINISIKAN MUTU LAYANAN KESEHATAN

Mutu layanan kesehatan adalah sampai sejauh mana layanan kesehatan bagi individu dan
masyarakat dapat meningkatkan outcome kesehatan yang diinginkan dan tetap sejalan dengan
ilmu pengetahuan profesional saat ini (31). Definisi ini menunjukkan bahwa mutu layanan dapat
diukur, dan lebih bertujuan untuk meningkatkan kesehatan daripada sekedar menambah input
layanan atau memperbaiki proses sistem, dan harus merefleksikan keinginan stake
holderutama, termasuk pengguna layanan dan masyarakat. Dalam konteks layanan kesehatan
secara umum, definisi mutu layanan kesehatan ini meliputi pelayanan mulai dari preventif
hingga kuratif, dan meliputi fasilitas dan pelayanan berbasis-komunitas bagi individu dan
masyarakat. Ruang lingkup ini khususnya penting bagi negara-negara yang menghadapi
ancaman penyakit tidak menular dan yang sistem kesehatannya harus menyediakan layanan
kesehatan seumur hidup, termasuk reduksi risiko, skrining, manajemen penyakit, dan layanan
rehabilitatif serta paliatif. Karena terdapat perkembangan berbasis-bukti yang nyata mengenai
efektivitas berbagai modalitas untuk kontrol dan pencegahan penyakit, definisi mutu layanan
kesehatan ini juga menekankan pentingnya mekanisme untuk memasukkan bukti-bukti medis
terbaru ke dalamlayanan kesehatan secara sistematik.

Apakah karakteristik yang dapat dijadikan indikator dari mutulayanan kesehatan? Dokumen ini
mengidentifikasi tujuh karakter terukur layanan kesehatan yang dapat meningkatkan outcome
kesehatan yang diinginkan dan tetap sejalan dengan ilmu pengetahuan profesional saat ini.
Gambar 3.2 Elemen mutu layanan kesehatan

Efektivitas

Efisien Keamanan

MUTU
Berfokus
Terintegrasi
pada pasien

Tepat
Adil
waktu

Sumber : Institute of Medicine(32).

Berbagai elemen mutu telah dideskripsikan selama bertahun-tahun, dan telah diketahui bahwa
layanan kesehatan yang bermutu di seluruh dunia harus efektif, aman dan berfokus pada
pasien. Selain itu, untuk mewujudkan manfaat layanan kesehatan yang bermutu, layanan juga
harus tepat waktu, adil, terintegrasi dan efisien (Gambar 3.2) (32, 33).

Sebagai ilustrasi adalah Fatima, seorang wanita berusia 80 tahun yang tinggal sendiri sejak
pensiun 15 tahun lalu. Fatima menderita diabetes mellitus tipe 2 sejak lama, dan juga
hiperkolesterolemia dan hipertensi esensial. Fatima sehari-hari tinggal di rumah dan tidak sering
bepergian karena penglihatannya telah menurun dan baru-baru ini mengalami nyeri punggung.
Dalam dua tahun terakhir, Fatima telah dua kali menjalani rawat inap di rumah sakit akibat
gagal jantung kongestif. Fatima tidak melakukan pengawasan tekanan darah atau kadar gula
darah sebagaimana nasehat dokter, mengonsumsi makanan non-diet dan melewatkan berbagai
perjanjian kontrol follow-up sejak pulang dari rumah sakit. Hari ini Fatima datang ke klinik
mengeluh sesak nafas, dada terasa seperti diikat dan ia kesulitan berbaring telentang. Fatima
juga kesulitan melacak tagihan bulanannya. Perawat jaga menyadari bahwa Fatima kesulitan
menjabarkan keluhannya dan mengulang-ulang penjelasan. Dalam empat minggu ke depan,
Fatima akan menjalani perawatan dari segudang tenaga kesehatan, termasuk ahli gizi, petugas
fasilitas kesehatan primer, ahli jantung dan pekerja sosial. Poin-poin berikut akan memberikan
ilustrasi tentang bagaimana layanan kesehatan bermutu yang diperlukan Fatima melalui sudut
pandang tujuh elemen mutu.

 Layanan kesehatan bermutu-tinggi untuk Fatima adalah efektif, sehingga harus


diberikan berdasarkan ilmu pengetahuan ilmiah dan pedoman yang berbasis-bukti. Tim
perawatan akan mengikuti clinical pathway untuk pasien lanjut usia dengan gagal
jantung dan komorbid signifikan, yang disusun berdasar bukti dan pengalaman dalam
menangani kasus serupa. Tim akan memastikan Fatima mendapatkan perawatan
berbasis-bukti dan menjalani proses yang sistematik guna menghasilkan rencana
manajemen terpadu bagi paratenaga kesehatan yang merawatnya.
 Layanan kesehatan bermutu-tinggi untuk Fatima adalah aman, sehingga harus
dapat meminimalisir cedera pada pasien, termasuk cedera yang seharusnya dapat
dicegah dan kesalahan medis. Di berbagai fasilitas, terdapat pedoman yang jelas untuk
mencegah hospital-acquired infections dan kesalahan medis. Contohnya, tinjauan yang
seksama terhadap obat-obatan rawat jalan yang dibawa saat masuk rumah sakit untuk
mencegah interaksi obat dengan terapi yang diberikan saat rawat inap.
 Layanan kesehatan bermutu-tinggi untuk Fatima adalah berfokus pada pasien,
sehingga harus dapat menghargai dan memenuhi kebutuhan, pilihan dan nilai-nilai
penting pasien. Fatima sewajarnya merasa cemas dan menanyakan berbagai macam
pertanyaan. Tim perawatan yang terdiri dari multidisiplin akan mendengarkan
pertanyaan dan kekhawatiran Fatima, menjawab dengan sabar dan menyusun rencana
manajemen penyakit dengan melibatkan Fatima secara aktif.
 Layanan kesehatan bermutu-tinggi untuk Fatima adalah tepat waktu, sehingga
harus dapat meminimalisir penundaan layanan. Contohnya, kontak dengan setiap
penyedia layanan yang terlibat dalam perawatannya dapat dikelola dengan sistem flow
patient yang efisien untuk menjadwalkan atau memodifikasi visit, dan untuk memberi
tahu pasien mengenai kemungkinan waktu tunggu. Situasi yang membutuhkan
intervensi segera dapat diidentifikasi dan ditanggapi secepat mungkin. Dengan
perencanaan yang tepat, Fatima tidak akan mengalami waktu tunggu yang panjang
selama kunjungan follow up.
 Layanan kesehatan bermutu-tinggi untuk Fatima adalah adil, sehingga mutu
layanan yang diterima tidak akan bergantung pada karakteristik personal seperti jenis
kelamin, ras, etnik, lokasi geografis serta status sosial dan ekonomi. Layanan yang
diterima Fatima hanya akan mencerminkan manfaat kesehatan dari terapinya saja, dan
tidak mencerminkan hal lain.
 Layanan kesehatan bermutu-tinggi untuk Fatima adalah terintegrasi, sehingga
layanan yang diterima dari berbagai fasilitas dan penyedia layanan dapat saling
dikoordinasikan. Setelah pulang dari rumah sakit, pekerja sosial akan melakukan
evaluasi terhadap pilihan-pilihan yang ada untuk mendukung rencana perawatan Fatima
dan menghubungkan Fatima dengan lembaga yang menyediakan perawatan terkait-
demensia atau perawatan lain yang dibutuhkan.
 Layanan kesehatan bermutu-tinggi untuk Fatima adalah efisien, sehingga harus
dapat menghindari pemborosan sumber daya; termasuk alat kesehatan, obat-obatan,
energi dan pikiran. Setiap penyedia layanan yang terlibat dengan Fatima harus dapat
melacak hasil pemeriksaan dan prosedur sebelumnya melalui sistem rekam medis
elektronik yang mudah diakses, untuk mencegah pengulangan terapi dan pemborosan
sumber daya. Penggunaan obat-obat generik dapat ditetapkan dalam pedoman praktik
klinis. Perawatan akan diberikan oleh tim yang kohesif, dimana masing-masing
anggotanya bekerja sesuai tugas dan kompetensi masing-masing.

Kesimpulannya, layanan kesehatan bermutu-tinggi adalah layanan tepat yang diberikan secara
terpadu dan tepat waktu, dengan memperhatikan pilihan dan kebutuhan pengguna layanan,
sambil meminimalisir cedera dan pemborosan sumber daya. Layanan kesehatan bermutu-tinggi
bertujuan untuk meningkatkan probabilitas outcome kesehatan yang diinginkan. Perjalanan
untuk mewujudkan layanan kesehatan bermutu-tinggi adalah proses yang lebih bersifat
berkelanjutan atau dinamis dan bukan bersifat statis. Tanpa bergantung pada tingkat
penghasilan suatu negara, bila masih ada ruang untuk peningkatan outcome kesehatan, maka
mutu layanan kesehatan juga dapat ditingkatkan.

3.3 GAMBARAN GLOBAL MUTU LAYANAN KESEHATAN

Tinjauan terhadap tren global mutu layanan kesehatan membutuhkan konsensus untuk
menentukan definisi dan pengukuran indikator mutu, agar dapat dibandingkan antar negara.
Meskipun demikian, di seluruh dunia tidak ada set data yang memiliki definisi yang sama
mengenai indikator mutu ini. Tidak ditemukan pula kesepakatan mengenai set minimal indikator
mutu yang terstandar untuk memantau kemajuan pencapaian SDGs terkait-kesehatan antar
negara. Namun, ada perkembangan proyek-proyek tertentu yang bertujuan mengidentifikasi
indikator untuk mendukung upaya peningkatan mutu nasional, regional dan internasional,
termasuk Proyek Indikator Mutu Layanan Kesehatan OECD, Indikator Pelaksanaan Layanan
Kesehatan World Bank, Survei Kesehatan dan Demografi serta Observasi Kesehatan Global
WHO (34-37). Dengan menggunakan data dari sumber-sumber tersebut, survei rumah tangga
yang dilakukan di masing-masing negara, dan juga penelitian empiris, maka berikut disajikan
kondisi mutu layanan kesehatan secara global.

Penjelasan ini terutama berfokus pada pengukuran proses dan outcome mutu layanan
kesehatan – yaitu tindakan-tindakan dalam layanan kesehatan dan dampaknya terhadap
outcome kesehatan yang diinginkan. Pengukuran ini diuji dalam hubungannya dengan tujuh
dimensi mutu layanan kesehatan : efektif, aman, berfokus pada pasien, tepat waktu,
terintegrasi, adil dan efisien. Literatur ilmiah dan kebijakan juga meneliti pengukuran struktur
mutu layanan kesehatan yang berbentuk konteks pelaksanaan layanan kesehatan, termasuk
peralatan, sumber daya manusia, insentif dan karakter organisasi (38). Dokumen ini
mempertimbangkan faktor-faktor struktural tersebut sebagai landasan proses dan outcome
layanan kesehatan yang bermutu-tinggi. Bab 4 membahas mengenai landasan layanan
kesehatan bermutu-tinggi.

3.3.1Apakah layanan kesehatan efektif?

Layanan yang tidak efektif, yaitu ketika pelaksanaannya tidak sesuai dengan pedoman
berbasis-bukti, mencerminkan kurangnya pengetahuan mengenai pedoman tersebut atau
kurangnya kepatuhan terhadap pedoman. Efektivitas layanan dapat dikaji melalui telaah rekam
medis, wawancara pasien yang akan pulang, pengamatan langsung interaksi petugas dan
pasien, serta simulasi kasus (standardized patients) atauilustrasi kasus (clinical vignette).
Ilustrasi kasus cenderung menggambarkan pengetahuan petugas kesehatan mengenai protokol
berbasis-bukti untuk kasus-kasus medis tertentu, sementara pengukuran lain lebih
menggambarkan kepatuhan terhadap pedoman. Simulasi kasus khususnyamemberikan
gambaran kasus-kasus penyakit yang sering terjadi bagi petugas kesehatan dan dapat
dijadikan pembanding bagi mutu layanan antar penyedia layanan. Metode pengukuran
efektivitas layanan ini juga bebas bias akibat recalldanobservasi (39). Perbedaan prevalensi
penyakit antar negara dan variasi manifestasi klinis dalam pencegahan penyakit dapat menjadi
penghalang perbandingan sistematik efektivitas layanan antar penyedia layanan dan negara.
Meski demikian, terdapat perkembangan bukti yang mengindikasikan bahwa terdapat
kesenjangan antara pemahaman petugas kesehatan dan kepatuhan terhadap pedoman
berbasis bukti di negara-negara berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi. Contohnya, di
Kenya, hanya 16% tenaga kesehatan yang dapat mendiagnosis dengan tepat lima kasus
pasien yang terdapat dalam ilustrasi kasus untuk mengkaji pengetahuan tenaga kesehatan
(Gambar 3.3) (40). Dalam sebuah penelitian pada para dokter di negara eks-Republik
Yugoslavia Makedonia dan Amerika Serikat, persentase rata-rata diagnosis yang tepat untuk
empat ilustrasi kasus adalah 48% dan 67% (41). Terlepas dari metode pengukurannya,
terdapat pula kesenjangan antara pengetahuan petugas kesehatan dan praktik nyatalayanan.
Hal ini terjadi di beberapa negara, termasuk Denmark, India, Kenya, Belanda dan Republik
Persatuan Tanzania (42-45).

Gambar 3.3 Jumlah laporan kasus yang didiagnosis dengan tepat oleh petugas
kesehatan di Kenya (Jumlah total laporan kasus : Lima)
Jumlah Ilustrasi Kasus
(Clinical Vignette)

1 kasus

2 kasus

3 kasus

4 kasus

5 kasus

Sumber : Martin dan Pimhidzai (41).

3.3.2Apakah layanan kesehatan aman?

Cedera pasien adalah kontributor utama ke-14 dalam ancaman penyakit global. Kebanyakan
ancaman ini terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Gambar 3.4) (14).
Penyebab utama cedera ini berbeda-beda kondisi, termasuk kesalahan medis dan diagnosis di
layanan primer, cedera akibat penekanan lama dan kejadian tidak diharapkan dalam perawatan
jangka panjang, sertahospital-acquired infectionsdan salah posisi-pembedahan di rumah sakit
(46-48). Skala kejadian yang tidak aman dalam layanan kesehatan ini cukup bermakna (14).
Selain membutuhkan biaya tambahan untuk mengatasi kejadian tidak diharapkan ini,
dibutuhkan pulabiaya tambahan akibat turunnya produktivitas rumah sakit dan hilangnya
kepercayaan terhadap sistem kesehatan. Sekitar 15% pendapatan rumah sakit di negara-
negara OECD digunakan untuk mengatasi kesalahan-kesalahan ini. Meski demikian,
sebenarnya banyak kejadian tidak diharapkan yang dapat dicegah. Bukti menunjukkan bahwa
satu di antara tiga kejadian tidak diharapkan di negara berpenghasilan rendah dan menengah
terjadi di kondisi yang simpel dan 83%-nya dapat dicegah (49). Biaya akibat kegagalan
keamanan ini juga melebihi biaya pencegahan. Biaya upaya peningkatan keselamatan pasien
di rumah sakit-rumah sakit Medicare di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 28 milyar USD
pada tahun 2010-2015.

Gambar 3.4 Ancaman penyakit akibat kejadian tidak diharapkan, 2015

Negara berpenghasilan tinggi

Negara berpenghasilan rendah

Negara berpenghasilan menengah ke atas

Negara berpenghasilan menengah ke bawah

Catatan : Persentase rata-rata DALYs/negara.


Sumber : Institute of Health Metrics and Evaluation, 2015.

3.3.3 Apakah layanan kesehatan berfokus pada pasien?

Tingkat integrasi secara sistematik tentang kebutuhan dan pilihan pasien ke dalam perawatan
berbeda-beda antara negara berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi. Sistem kesehatan
di negara berpenghasilan tinggi telah memiliki lembaga dan pengukuran tersendiri untuk
mengawasi persepsi dan pengalaman pasien mengenai kondisi medis dan kesehatan umum
mereka. Walaupun pendekatan dan harapan terhadap pelayanan berbasis pasien ini bervariasi
antar negara, sebagian besar pasien di negara-negara OECD memberikan laporan positif
mengenai waktu yang dihabiskan bersama petugas kesehatan, kemudahan memahami
penjelasan, kesempatan untuk bertanya dan terlibat di dalam pelayanan (Gambar 3.5) (50).
Namun, perhatian terhadap rasa hormat, simpati dan fokus pada pasien ini tidak sama di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Contohnya, penelitian yang berkembang
mengenai rasa hormat dalam pelayanan maternitas menunjukkan bahwa wanita mengalami
interaksi yang buruk dengan petugas kesehatan dan tidak dilibatkan dalam pengambilan
keputusan perawatan, serta seringkali tidak mendapat informasi mengenai detail perawatan
(51, 52).

Gambar 3.5 Dokter memberikan penjelasan yang mudah dipahami


(Tahun 2013 atau sekitarnya)

Angka terstandar-umur
per 100 pasien

Catatan : Interval kepercayaan 95% dilambangkan dengan H.


1. Sumber nasional.
2. Data mengacu pada pengalaman pasien dengan dokter biasa.
Sumber : Commonwealth Fund International Health Policy Survey 2013 dan survei nasional lain
3.3.4 Apakah layanan kesehatan tepat waktu?

Waktu tunggu tindakan emergensi dan elektiftelah menjadi salah satu indikator kepuasan
pasien(53-55). Dalam kondisi emergensi, penundaan pelayanan juga dapat mengakibatkan
kematian, yang sebenarnya dapat dicegah (56). Meski demikian, waktu tunggu dapat berbeda-
beda antar fasilitas kesehatan di negara-negara OECD. Contohnya, pada tahun 2015, waktu
tunggu rata-rata untuk tindakan hip replacement di Belanda adalah sekitar 42 hari, 290 hari di
Estonia, dan lebih dari 400 hari Chile dan Polandia. Tren waktu menunjukkan bahwa penurunan
waktu tunggu terjadi di Finlandia dan New Zealand dan tren ini cenderung menetap di tahun-
tahun terakhir, dan relatif stabil sejak 2008 di beberapa negara seperti Denmark, Inggris dan
Irlandia Utara (Gambar 3.6) (2). Tidak banyak penelitian yang membandingkan penundaan
pelayanan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penelitian empiris dari
masing-masing negara mengindikasikan bahwa waktu tunggunya masih relatif panjang.
Contohnya, pada penelitian di unit gawat darurat di Barbados, rata-rata membutuhkan 10 menit
untuk triase, 213 menit untuk mendapatkan hasil laboratorium dan 178 menit untuk bertemu
dengan dokter (57). Selain itu, di unit rawat jalan di Nigeria, 74% pasien menunggu antara 60-
120 menit untuk pendaftaran dan butuh lebih banyak lagi waktu untuk bertemu petugas
kesehatan (58).

Gambar 3.6 Tren rata-rata waktu tunggu untuk tindakan hip replacement

Hari

Sumber : Health at a glance 2017 (2).


3.3.5 Apakah layanan kesehatan adil?

Terdapat kesenjangan mutu layanan kesehatan di berbagai belahan dunia, tetapi hal ini bahkan
terjadi lebih serius lagi pada populasi kurang mampu. Laporan Disparitas Layanan Kesehatan
Nasionaldi Amerika Serikat telah menganalisa mutu layanan kesehatan sejak tahun 2010. Pada
tahun 2015, separuh pengukuran mutu menunjukkan bahwa tidak ada perubahan, atau malah
penurunan, pada populasi di pedesaan (59). Di Kanada, pasien dengan infark miokardial dari
kelompok pribumi lebih sedikit mendapat terapi yang direkomendasikan, termasuk angiografi
jantung dan prosedur revaskularisasi (60). Di Kenya, layanan kesehatan maternal paling rendah
mutunya di daerah miskin, di mana hanya 17% wanita yang memiliki akses ke layanan
persalinan dasar yang adekuat (Gambar 3.7) (61). Di India, masyarakat dengan status
sosioekonomi rendah di komunitas miskin lebih sedikit memanfaatkan layanan kesehatan yang
tersedia (62).

Gambar 3.7 Struktur dan proses mutu layanan maternal di daerah miskin di Kenya

Skor mutu
Mutu infrastruktur Mutu Mutu
layanan maternal layananantenatal layananpersalinan
80%+ kemiskinan
60-80% kemiskinan
40-60% kemiskinan
20-40% kemiskinan
0-20% kemiskinan

Sumber : Sharma et al. (63).

3.3.6Apakah layanan kesehatan terintegrasi?

Dengan berkembangnya penyakit tidak menular dan kronik, banyak orang hidup dengan kondisi
kronik yang kompleks dan multipel yang membutuhkan koordinasi pelayanan pada berbagai
tingkatan dan sepanjang hidupnya. Kesinambungan dan koordinasi layanan dapat memperbaiki
pengalaman perawatan untuk masyarakat yang hidup dengan kondisi tersebut dan
membutuhkan dukungan. Meski demikian, masih ada kesenjangan substansial dalam hal
koordinasi layanan kesehatan, bahkan di negara berpenghasilan tinggi sekalipun. Survei pada
pasien dengan kebutuhan perawatan kompleks di 11 negara berpenghasilan tinggi menemukan
adanya problem koordinasi, seperti : hasil pemeriksaan atau rekam medis tidak tersedia pada
saat kontrol atau order ganda pemeriksaan penunjang, kegagalan tenaga kesehatan untuk
berbagi informasi penting dengan tenaga kesehatan lain, dokter spesialis tidak memiliki
informasi tentang riwayat pengobatan sebelumnya atau dokter keluarga yang tidak mendapat
informasi dari dokter spesialis (63). Sebuah analisis data perawatan primer dan perawatan
sekunder pada populasi dewasa tua (62-82 tahun) dari 200 dokter umum di Inggris
menyebutkan bahwa pasien yang lebih sering mengunjungi satu dokter umum yang sama lebih
jarang mengalami episode admisi ke rumah sakit akibat kondisi sensitif saat rawat jalan.

3.3.7 Apakah layanan kesehatan efisien?

Laporan Kesehatan Dunia 2010 memperkirakan sekitar 20-40% dari seluruh sumber daya
kesehatan telah disia-siakan (65). Penyebab utama inefisiensi layanan kesehatan ini meliputi
penggunaan obat yang tidak tepat, penggabungan sumber daya manusia yang suboptimal,
penggunaan atau penyediaan alat kesehatan yang berlebihan, korupsi dan penyia-nyiaan
infrastruktur. Variasi geografis dalam intensitas prosedur dan perawatan memberikan perkiraan
tidak langsung tentang penggunaan sumber daya yang berlebihan dan dengan demikian
menyebabkan inefisiensi. Contohnya, di India, angka penggunaan antibiotik untuk diare akut di
fasilitas publik adalah 49%, tetapi naik menjadi 69% di fasilitas swasta. Selain itu, terdapat
variasi sembilan kali lebih banyak dalam intervensi koroner per kutan di tingkat internasional
dan lima kali lebih banyak dalam coronary bypass grafting di antara negara-negara OECD (66).
Perbedaan-perbedaan ini tidak dapat dijelaskan oleh variasi ancaman penyakit kardiovaskular.
Layanan kesehatan yang tidak efisien akibat penggunaan yang berlebihan atau penyebab lain
memiliki dampak negatif terhadap outcome kesehatan masyarakat. Angka harapan hidup saat
lahir dapat ditingkatkan sebanyak lebih dari dua tahun di sebagian besar negara OECDjika
pengeluaran penyedia layanan kesehatan bisa distabilkan, dengan syarat seluruh negara
memiliki tingkat efisiensi yang sama dengan penyedia layanan terbaik (67).

3.4 KESIMPULAN

Walaupun terjadi peningkatan substansial akses ke layanan kesehatan dasar pada era MDGs,
masih terdapat mortalitas dan morbiditas tingkat tinggi yang sebenarnya dapat dicegah melalui
upaya peningkatan mutu. Contohnya, masalah yang masih terjadi dalam bidang mortalitas ibu
dan anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah sebagian besar disebabkan oleh
rendahnya mutu layanan kesehatan. SDGs secara eksplisit menginkorporasikan fokus terhadap
mutu layanan kesehatan ke dalam upaya mewujudkan universal health coverage di seluruh
dunia.

Layanan kesehatan yang bermutu-tinggi adalah layanan tepat yang diberikan secara tepat
waktu, dengan memperhatikan pilihan dan kebutuhan pengguna layanan, sambil meminimalisir
cedera dan pemborosan sumber daya. Mutu layanan kesehatan dapat meningkatkan outcome
kesehatan yang diinginkan dan sejalan dengan tujuh karakter terukur : efektif, aman, berfokus
pada pasien, tepat waktu, adil, terintegrasi dan efisien. Tanpa bergantung pada tingkat
penghasilan suatu negara, bila masih ada ruang untuk peningkatan outcome kesehatan, maka
mutu layanan kesehatan juga dapat ditingkatkan.

Upaya untuk memantau tren mutu layanan kesehatan untuk agenda SDGs tidak akan efektif
tanpa adanya konsensus mengenai indikator kunci yang dapat dibandingkan antar negara dan
dikumpulkan secara rutin. Bukti empiris dari proyek pengukuran mutu mengindikasikan bahwa
terdapat kesenjangan global di seluruh area mutu layanan kesehatan. Kesenjangan ini
menyediakan kesempatan untuk upaya peningkatan mutu layanan kesehatan dan kesehatan
masyarakat.
Mutu Menurut Saya
Mr. Bafana Msibi,

Manajer Eksekutif Pemeriksa Kepatuhan, Badan Kepatuhan Standar Kesehatan,

Afrika Selatan

“Dalam setiap sistem kesehatan, perawat adalah tulang punggung sistem,” ujar Bafana
Msibi, Manajer Eksekutif Pemeriksa Kepatuhan di Badan Kepatuhan Standar
Kesehatan Afrika Selatan. “Terutama di negara kami, dan negara-negara lain di Afrika,
layanan kesehatan primer diberikan oleh perawat.”

Sebagai eksekutif layanan kesehatan dengan 15 tahun pengalaman, bekerja untuk


sebuah badan independen yang memiliki misi menjamin mutu layanan dan kepatuhan
terhadap standar kesehatan bagi fasilitas kesehatan umum dan swasta, Bafana Msibi
memiliki posisi yang tepat untuk menilai pentingnya kontribusi perawat terhadap mutu
layanan kesehatan.

Ia mendefiniskan mutu layanan kesehatan secara singkat sebagai “menggunakan


sumber daya yang tersedia untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien.” Msibi
mengetahui bahwa perawatan pasien yang baik membutuhkan pendekatan holistik
yang terkadang melampaui terapi klinis. “Anda dapat melihat gejala pada pasien, dan
ketika anda mencoba memberikan terapi padanya, anda akan menemukan bahwa
gejala tersebut disebabkan oleh stres,” katanya. Karena perawat menghabiskan lebih
banyak waktu dengan pasien daripada klinisi lain, peran mereka menjadi krusial. Selain
itu, mereka terlibat secara langsung dalam implementasi pengukuran preventif yang
mempromosikan keamanan lingkungan medis dalam pekerjaan mereka sehari-hari.

Di Afrika Selatan, seluruh registered nurse harus menjalani program selama satu tahun
di pelayanan publik setelah menyelesaikan pendidikan empat tahun. Dengan bekerja di
bawah supervisi para pengajar profesional yang berpengalaman, mereka akan
berhadapan dengan berbagai isu medis yang luas. Mereka juga akan mendapatkan
pemahaman yang solid tentang komunitas yang mereka layani. Pengetahuan dan
keahlian perawat muda yang didapat selama peiode ini akan mempersiapkan mereka
dalam memenuhi kebutuhan profesinya.
“Ketika saya masih muda, saya bekerja di sebuah klinik di area pedesaan. Jika ada
pasien yang membutuhkan perawatan tingkat lanjut, kami akan merujuk mereka ke
dokter atau memanggil ambulans untuk membawa mereka ke rumah sakit. Ada banyak
klinik di banyak area; dan bila tidak ada, maka terdapat klinik keliling yang bisa
menyediakan kunjungan. Sebagian besar klinik ini dijalankan oleh perawat,” kata Msibi.

Di Afrika Selatan, beberapa perawat memegang jabatan tingkat tinggi sebagai direktur
rumah sakit atau manajer distrik, kata Msibi, tetapi lebih banyak lagi yang dibutuhkan
untuk posisi kepemimpinan. “Profesi perawat perlu menghasilkan pemimpin untuk
sistem kesehatan. Mereka harus dibentuk melalui sistem, mengerti luar dalamnya, dan
harus bisa memahami proses penyusunan kebijakan di dalamnya.”

Bafana Msibi, yang melakukan penelitian di rumah sakit pemerintah saat mengambil
gelar Master di Kesehatan Masyarakat, menginginkan perawat menikmati kesempatan
serupa untuk melakukan penelitian. Ia percaya, dengan memiliki lebih banyak perawat
yang terlibat dalam pembuatan kebijakan sebagai anggota dewan/panitia/badan
penasihat, dapat memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan mutu di masa
depan.

Badan Kepatuhan Standar Kesehatan dimana Msibi bekerja saat ini sedang melakukan
negosiasi Memorandum of Understanding dengan Konsil Keperawatan Afrika Selatan
dan badan representatif profesi medis lain untuk meningkatkan koordinasi antar
layanan kesehatan. Dengan melaksanakan inspeksi gabungan ke rumah sakit-rumah
sakit contohnya, dapat meningkatkan efisiensi dan mendukung standar tinggi
perawatan. “Ketika kami menyusun model dan kerangka kerja untuk meningkatkan
mutu, kami harus memastikan mereka menyertakan semuanya dan memasukkan nilai-
nilai profesi di lini terdepan,” kata Msibi. “ Pada akhirnya, kami semua ingin
memberikan layanan yang bermutu dan jika anda menginginkan mutu, anda harus
memastikan ada kerjasama tim yang baik.”
BAB 4

Menjadikan Mutu Sebagai Landasan Sistem


Kesehatan
4.1 LATAR BELAKANG

Layanan yang bermutu-rendah – walaupun tersedia dengan biaya terjangkau – dapat menjadi
hambatan dalam upaya mewujudkan universal health coverage secara efektif. Hal ini
disebabkan karena masyarakat tidak akan menggunakan layanan yang tidak mereka percaya
dan hanya memberikan sedikit manfaat bagi mereka. Oleh sebab itu, mekanisme untuk
menjamin, mengawasi dan memperbaiki mutu secara berkesinambungan harus dijadikan
landasan dalam sistem layanan kesehatan.

Bab ini mempertimbangkan lima landasan penting bagi setiap sistem layanan kesehatan :
tenaga kesehatan; fasilitas kesehatan; obat-obatan, alat kesehatan dan teknologi lain; sistem
informasi; dan finansial. Ketersediaan sumber daya saja tidak cukup.Diperlukan upaya yang
sadar dan berkelanjutan untuk menjamin bahwa sumber daya ini digunakan dengan efektif,
aman dan disesuaikan secara personal terhadap kebutuhan pasien. Pemerintah, dan juga
sarana, teknik dan aspek ekonomi-politik perubahan, akan dibahas dalam bab selanjutnya.

Sistem layanan yang komprehensif memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan perawatan


yang berkelanjutan seumur hidup, yang terdiri dari promosi kesehatan, pencegahan penyakit,
diagnosis, terapi, manajemen penyakit, rehabilitasi, dukungan emosional dan spiritual dan
perawatan paliatif. Ada tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam proses desain setiap sistem
layanan kesehatan : layanan kesehatan harus dapat menjawab kebutuhan lokal; layanan
kesehatan primer yang mudah diakses dan bermutu-tinggi harus menjadi landasan bagi seluruh
layanan lain; dan pasien serta masyarakat harus dilibatkan dalam penyusunan, pelaksanaan,
pengkajian dan perbaikan bagi setiap dan seluruh layanan (68). Prinsip peningkatan mutu harus
masuk ke dalam seluruh aktivitas, mulai dari level garis terdepan hingga level sistem.
4.2 LANDASAN UNTUK LAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU TINGGI

4.2.1Tenaga kesehatan yang memiliki motivasi dan mendapat dukungan penuh untuk
menyediakan layanan yang bermutu

Dokter, perawat dan tenaga kesehatan profesional lain yang memiliki keahlian merupakan hal
penting dalam memberikan layanan kesehatan bermutu-tinggi bagi pasien, keluarga dan
masyarakat. Dalam estimasi global, saat ini terdapat kekurangan 2.5 juta dokter, 9 juta perawat
dan bidan, dan 6 juta tenaga kesehatan lain. Akibatnya, pelayanan dasar sering tidak tersedia
atau memiliki mutu rendah (69).Hal ini paling berdampak buruk di negara miskin (Gambar
4.1).Bahkan di negara maju, tenaga kesehatan sering terkumpul di kota-kota, dengan
konsekuensi mutu layanan lebih rendah di daerah pedesaan dan terpencil. Bahkan di kota
sekalipun, lokasi-lokasi tertentu – misalnya daerah kumuh –juga terkadang kekurangan tenaga
kesehatan.

Petugas kesehatan masyarakat dapat membantu kekurangan tenaga kesehatan ini.Mereka


adalah individu yang telah dilatih untuk memberikan layanan kesehatan spesifik, atau untuk
melakukan surveilans dan penanganan penyakit menular atau tidak menular.Biasanya mereka
berasal dari masyarakat yang dilayani itu sendiri, sehingga berpotensi untuk meningkatkan
keterlibatan masyarakat.Petugas kesehatan masyarakat dapat mengatasi penghalang budaya
dan bahasa, sambil meningkatkan akses dan memberikan bentuk baru layanan
kesehatan.Bukti-bukti menunjukkan bahwa petugas kesehatan masyarakat dapat memberikan
layanan yang aman dan efektif untuk penyakit-penyakit pada anak, mengurangi penyebaran
penyakit menular maupun tidak menular, memberikan promosi gizi, memberikan layanan
perencanaan keluarga, dengan biaya yang rendah (70).Dalam kondisi sumberdaya yang
terbatas, petugas kesehatan masyarakat dapat membantu menurunkan mortalitas ibu, bayi dan
anak (71). Pengalaman selama lebih dari 50 tahun dengan program ini menunjukkan bahwa
petugas kesehatan masyarakat harus mendapat gaji, dan bukan bersifat sukarela; memiliki
tanggung jawab spesifik yang tidak terlalu luas; mendapat pelatihan dan pendidikan
berkelanjutan serta supervisi terus menerus; terintegrasi dengan tim layanan kesehatan primer;
dan masuk dalam lingkaran umpan balik data (72).
Gambar 4.1 Kepadatan global dan distribusi tenaga medis ahli berdasarkan wilayah WHO,
2005-2016

Kepadatan tenaga medis ahli


Rata-rata global : 52.8

Kepadatan per 10.000 populasi

Kepadatan per 10.000 populasi

Distribusi berdasarkan negara (pada wilayah WHO tertentu)

Rata-rata regional : 12.8

Sumber :Global Health Observatory(34).

Tersedianya tenaga kesehatan tidak serta merta menjamin pelayanan dapat berjalan dengan
baik.Tenaga kesehatan bisa saja hanya menghabiskan waktu sebentar dengan pasien,
kurangmampu membuat diagnosis yang benar, atau memberikan terapi yang tidak tepat
(73).Klinisi di daerah pedesaan di China Selatan menghabiskan rata-rata hanya 1.6 menit untuk
konsultasi dengan pasien dan hanya menanyakan 18% pertanyaan penting.Diagnosis yang
benar-benar tepat hanya ditemukan pada satu dari empat konsultasi (44).

Selain hitungan sederhana mengenai tenaga kesehatan, beberapa hal penting lain meliputi :
 Aksesibilitas, atau seberapa mudah pasien dapat mencari atau menemui tenaga
kesehatan dengan keahlian yang tepat, baik melalui pertemuan langsung atau melalui
hubungan video dan telepon;
 Aseptabilitas, atau apakah pasien merasa ditangani dengan hormat dan dihargai
pandangannya saat pengambilan keputusan mengenai kesehatan mereka;
 Mutu, atau ilmu pengetahuan, keahlian dan sikap tenaga kesehatan terhadap norma-
norma yang berlaku, sebagaimana yang dirasakan oleh pasien;
 Penggabungan keahlian dan kerja sama, atau apakah sekelompok tenaga kesehatan
(dan, pada kondisi tertentu, tenaga awam) dapat bekerja sama menggabungkan ilmu
pengetahuan dan keahliannya untuk menangani pola mortalitas dan morbiditas lokal;
 Dukungan lingkungan, atau kondisi fisik, legal, finansial, organisasi, politik dan budaya
yang mendukung berjalannya layanan kesehatan yang bermutu-tinggi.

Langkah pertama dalam menciptakan tenaga kesehatan yang bermutu-tinggi dengan


perpaduan keahlian yang tepat adalah melalui strategi tenaga kesehatan nasional yang
komprehensif untuk mengatasi kesenjangan jumlah, distribusi dan retensi, baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang.Strategi tenaga kesehatan profesional ini tidak boleh
menghalangi sistem kesehatan lain akibat penarikan staf yang cakap dari sistem kesehatan
daerah asalnya. Kebijakan tenaga kesehatan dapat membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
membuahkan hasil.Solusi yang paling efektif dan berkelanjutan untuk kekurangan tenaga di
daerah pedesaan adalah dengan mendidik siswa yang berasal dari daerah itu sendiri, termasuk
juga membangun tempat pendidikan untuk menjadi klinisi di area terpencil.

Modernisasi kurikulum untuk pelatihan pra-klinis bagi tenaga kesehatan untuk menjamin bahwa
mereka mendapatkan kompetensi medis dan keperawatan dasar merupakan titik awal yang
jelas dan masih menjadi tantangan di beberapa negara (Kotak 4.1) (74). Prioritas lain adalah
pendidikan profesional berkelanjutan untuk menjamin tenaga kesehatan profesional tetap
menjaga dan meningkatkan pengetahuan dan keahlian – yang meliputi berbagai area
kompetensi – selama mereka bekerja. Saat ini semakin banyak sistem kesehatan yang
mensyaratkan pendidikan profesional berkelanjutan – dan bahkan resertifikasi – sebagai suatu
kewajiban. Bahkan walau pendidikan profesional berkelanjutan ini tidak diwajibkan, pembuat
kebijakan dapat bekerja sama dengan perhimpunan profesi untuk menganjurkan hal ini dan
mengevaluasi dampaknya (75). Pada akkhirnya, memasukkan prinsip mutu dan peningkatan
mutu ke dalam pendidikan pra-klinis dan klinis serta kurikulum dan program pelatihan sangat
penting untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang kompeten dan dapat memberikan layanan
kesehatan bermutu-tinggi.

Kotak 4.1Studi kasus :Melatih dan mempertahankan tenaga kesehatan di area terpencil
di Filipina

Terdapat dua sekolah kedokteran di Filipina yang memiliki fokus utama merekrut,
mendidik dan mempekerjakan siswa-siswa dari daerah terpencil di Filipina. Ateneo de
Zamboanga University School of Medicine dan University of the Philippines Manila School
of Health Sciences merupakan bagian dari Training for Health Equity Network (THENet).
Jaringan sekolah kedokteran internasional ini memutuskan bahwa kebutuhan masyarakat
daerah terpencil harus diintegrasikan dengan seluruh fase dan aspek pendidikan
kedokteran, mulai dari lokasi fisik sekolah hingga isu-isu kesehatan yang mendasari
kurikulum.Selain itu, harus ada hubungan erat dengan praktisi di masyarakat untuk
kegiatan belajar mengajar dan bimbingan.

Ateneo de Zamboanga University School of Medicine yang dibuka pada tahun 1994 di
Zamboanga City, berada di ujung barat daya dari kepulauan di ujung selatan Filipina, telah
membawa harapan akan akses kesehatan yang lebih baik untuk 3.2 juta masyarakat di
sekitarnya. Mulanya, sekolah kedokteran terdekat berjarak sekitar 400 kilometer. Pada
saat itu, 80% daerah di 100 kota area tersebut tidak memiliki dokter. Daerah-daerah ini
memiliki angka mortalitas bayi dan penyakit menular yang tinggi. Pada tahun 2011, sebuah
tinjauan dari total 164 lulusan sekolah ini mendapatkan bahwa 85% di antaranya bekerja di
daerah, dengan setengahnya di pedesaan dan area terpencil; dan secara keseluruhan, 90%
lulusannya tetap bekerja di Filipina, dibanding dengan 32% dari lulusan nasional. Antara
tahun 1994 dan 2008, angka mortalitas bayi di Zamboanga turun sekitar 90%, jauh
melebihi penurunan rata-rata nasional sebesar 50%.Sekolah kedokteran ini terus merekrut
siswa-siswa dari daerah dan mengikuti kurikulum yang diintegrasikan secara mendalam
dengan kebutuhan kesehatan masyarakat lokal.

Sumber :World Health Organization(76); Cristobal dan Worley (77).

4.2.2Fasilitas kesehatan yang mudah diakses dan dilengkapi dengan baik

Terdapat variasi mendasar pada ketersediaan dan kesiapan layanan kesehatan.Di dalam dan
luar negeri, kepadatan rumah sakit dan klinik sangat berbeda.Layanan kesehatan primer bisa
saja berjarak berjam-jam dari daerah pedesaan paling miskin. Di sub-Sahara Afrika, alat
kesehatan dasar seperti termometer dan stetoskop hanya tersedia di separuh fasilitas
kesehatan Etiopia, tetapi di Burkina Faso alat-alat tersebut dapat ditemukan di hampir seluruh
fasilitas (Gambar 4.2). Ketersediaan dan kesiapan operasional layanan kesehatan merupakan
kondisi penting untuk menyediakan layanan yang bermutu.Meski demikian, sebagaimana yang
didiskusikan di seluruh dokumen ini, hal tersebut saja tidak cukup untuk menyediakan layanan
yang bermutu.

Gambar 4.2Variasi dalam ketersediaan alat kesehatan dasar di sejumlah fasilitas


kesehatan di sub-Sahara Afrika

Sumber :Primary Health Care Performance Initiative(79).

Mutu layanan kesehatan mula-mula akan dinilai dari ketersediaan kebutuhan dasar, seperti air
bersih, listrik yang andal, sanitasi yang baik dan pembuangan sampah yang aman. Dalam
survei tahun 2014, kurang dari seperempat fasilitas di Nigeria memiliki air bersih, sanitasi dan
listrik yang andal.Bahkan, WHO memperkirakan bahwa 40% fasilitas kesehatan di negara
berpenghasilan rendah dan menengah kekurangan air dan hampir 20% tidak memiliki sanitasi
yang baik.Kebutuhan dasar ini sangat diperlukan dalam memberikan layanan yang
bermutu.Standar minimal harus dipenuhi dan diwajibkan, dan dibutuhkan pula perbaikan
berkelanjutan. Akreditasi, inspeksi dan bentuk pengkajian eksternal lain serta sertifikasi telah
digunakan secara luas untuk mengevaluasi fasilitas kesehatan melalui pembandingan dengan
standar yang eksplisit.Meski demikian, kekuatan dari bukti yang mendukung satu kali
pengkajian eksternal ini masih terbatas (80, 81).Oleh sebab itu, sistem kesehatan kini semakin
bergerak ke arah evaluasi performa penyedia layanan kesehatan yang lebih berkelanjutan dan
formatif, termasuk pengukuran outcome dan pengalaman pasien (15).

4.2.3Obat-obatan, peralatan dan teknologi dengan desain dan penggunaan yang aman

Jaminan akses terhadap obat-obatan, peralatan dan teknologi yang aman dan efektif, termasuk
transfusi darah, merupakan kebutuhan dasar untuk menyelenggarakan layanan kesehatan yang
efektif.Upaya pembatasan produk yang tidak aman atau tidak efektif secara aktif sangat penting
untuk keselamatan pasien.Akses, dan standar pelayanan minimal untuk, obat-obatan dan
teknologi lain telah membaik tetapi masih terdapat kesenjangan dalam perbekalan dasar.
Masalah yang luas dan serius mengenai produk palsu turut mempersulit masalah.

Standar regulasi untuk hal ini sangat bervariasi.Contohnya, di beberapa negara, antibiotik dapat
dibeli tanpa resep, menyebabkan penggunaan yang sebenarnya tidak diperlukan serta
meningkatkan ancaman resistensi antimikroba (82).Bahkan, ketika penggunaan obat-obatan
sudah diatur dengan layak pun masih terjadi kesalahan pada satu dari 10 resep, sebagian
besar adalah salah dosis (83).Berdasarkan sebuah laporan, hanya 30-40% pasien di negara
berkembang yang mendapat terapi obat-obatan sesuai dengan pedoman klinis (84).Peran
pasien dalam penggunaan obat dan alat kesehatan secara aman dan efektif juga sangat
penting.Sistem kesehatan biasanya tidak memberi cukup perhatian dalam pemberian informasi
dan dukungan pada pasien terkait penggunaan obat-obatannya. Poin ketiga dari WHO Global
Patient Safety Challenge –Medication Without Harm – disampaikan saat Global Ministerial
Summit on Patient Safety kedua di Bonn, Jerman pada Maret 2017 dengan tujuan mengurangi
cedera berat terkait obat-obatan yang sebenarnya dapat dihindari sebesar 50% di tingkat global
untuk jangka waktu lima tahun ke depan.

Alat kesehatan membutuhkan perawatan, pelatihan bagi penggunanya, dukungan backup, dan
akhirnya, pemusnahan.Menyumbangkan peralatan – yang penting di beberapa negara
berpenghasilan rendah – menimbulkan beberapa halyang harus diperhatikan.Kecuali jika suku
cadang, bahan habis pakai dan pelatihan bagi pengguna tersedia, perlatan seperti itu bisa saja
tidak dapat dipakai atau tidak aman. Tiga dari 10 negara tidak memiliki regulasi nasional yang
mengatur teknologi medis seperti apa yang dapat digunakan, dan bagaimana cara
penggunaannya (85). Transfusi darah merupakan kasus tersendiri.Banyak negara
berpenghasilan rendah tidak dapat melakukan skrining darah untuk HIV, hepatitis B, hepatitis C
dan sifilis.Dengan demikian, penerima transfusi memiliki risiko yang sebenarnya tidak dapat
diterima untuk tertular infeksi.
Regulasi nasional tentang obat-obatan dan alat kesehatan dapat membantu menjamin produk
yang digunakan bermutu baik, tersedia dalam jumlah yang cukup dan dengan harga terjangkau.
Standarisasi proses pengkajian teknologi kesehatan didiskusikan pada bab selanjutnya. Sistem
undang-undang dengan kekuatan hukum yang mengatur tentang perancangan dan
pengembangan, penjualan, penggunaan dan pembuangan sangat bermanfaat guna menjamin
mutu dan keamanan di area ini.Pedoman dan checklistdapat mendorong ketepatan
penggunaannya di lapangan.Hal ini juga harus didampingi oleh sistem surveilans untuk
mengawasi ketepatan penggunaan, yang dapat mendeteksi kecelakaan serta efek
samping.Pemberian darah secara sukarela tanpa-bayaran dapat meningkatkan persediaan dan
keamanan darah.Keamanan dapat berubah jika seluruh sistem kesehatan mengadopsi metode
ini untuk donor (86). Risiko transfusi dapat dikurangi melalui pengkajian mutu eksternal tentang
proses pengambilan, penyiapan dan pemberian produk darah.

4.2.4Sistem informasi yang secara berkelanjutan mengawasi dan mengarahkan layanan


ke arah yang lebih baik

Pengukuran mutu layanan kesehatan yang akurat dan tepat waktu mengenai pengalaman
pasien dan outcome yang didapatkan masih tetap menjadi tantangan, hal ini menggambarkan
betapa sedikit dana yang digunakan pemerintah untuk sistem informasi kesehatan. Sebagian
besar sistem kesehatan OECD hanya menginvestasikan 2-4% dari total belanja kesehatan
untuk sistem informasi. Akibatnya, data mengenai mutu dan outcome sering tidak bisa
didapatkan sama sekali, atau diambil dengan cara yang tidak dapat dianalisa atau dibandingkan
karena tidak ada standarisasi terminologi. Bahkan setelah datanya terkumpul pun,
penerjemahan data-data ini menjadi informasi yang dapat digunakan untuk kegiatan
peningkatan mutu masih tetap menjadi tantangan besar.

Meski demikian, informasi dengan performa baik sangat bermakna untuk meningkatkan mutu
layanan. Proyek European Health Care Outcomes, Performance and Efficiency (EuroHOPE)
menemukan bahwa angka ketahanan hidup setelah serangan jantung bervariasi hingga dua kali
lipat dalam sebuah sistem kesehatan nasional (88). Agar rumah sakit-rumah sakit dan klinik-
klinik dapat memberikan layanan yang baik dengan level yang sama, dibutuhkan data
perbandingan yang lebih banyak tentang variasi mutu dan outcome, untuk dianalisa dan
disebarkan sebagai best practice dan guna mendukung fasilitas kesehatan dengan performa
buruk. Sebagaimana halnya EuroHOPE, European Collaboration for Healthcare
Optimization(89) dan OECD Health Care Quality Indicators Project(35) juga dapat menjadi
contoh tren penyusunan skema data mutu secara global (Kotak 4.2).

Kotak 4.2 Studi kasus :OECD Health Care Quality Indicators Project

OECD Health Care Quality Indicators Projectdimulai pada tahun 2001 dengan tujuan
mendapatkan perbandingan mutu layanan kesehatan di tingkat international, dan dengan
demikian, mengidentifikasi dan membagikan best practice untuk mengawasi, menjamin dan
meningkatkan mutu. Para pakar dalam proyek ini berasal dari negara-negara OECD maupun
non-OECD, dan juga organisasi internasional seperti WHO, European Commission dan
lembaga-lembaga penelitian.

Sekitar 50 indikator telah dilaporkan (termasuk layanan primer, perawatan di rumah sakit,
layanan kesehatan jiwa, keselamatan pasien dan pengalaman pasien) dari 40 negara.
Indikator mutu layanan kesehatan yang dapat dibandingkan dipublikasikan bersama dengan
data statistik kesehatan OECD lain mengenai pembelanjaan, sumber daya dan utilisasi untuk
menunjang interpretasi.

Bersama dengan pengumpulan data, dilakukan penelitian dan pengembangan berkelanjutan


untuk meningkatkan validitas, utilitas dan komparabilitas indikator mutu layanan kesehatan.
Tujuan lain proyek ini adalah untuk memperkuat infrastruktur informasi nasional untuk
menghasilkan indikator yang lebih kompleks dan reliabel, dengan penambahan jumlah
negara, termasuk negara-negara non-OECD.

Sumber : OECD (35).

Sering terjadi, data ditinggalkanbegitu saja untuk diolah dalam sistem paper-based yang tidak
terorganisasi dengan baik, atau terjebak dalam tempat penyimpanan digital yang tidak
kompatibel satu dengan lain. Penggunaan dan pemanfaatan informasi dengan benar dan tepat
waktu sangatlah penting.Health Data Collaborative, sebuah inisiatif global yang dipimpin oleh
WHO, World Bank dan United States Agency for International Development (USAID), mencoba
menjawab tantangan ini. Dengan cara bekerja sama dengan badan internasional dan negara-
negara individual, Health Data Collaborative mencari cara untuk memadukan cara pengambilan
dan pelaporan data sistem kesehatan secara global, yang bertujuan untuk melacak performa
sistem kesehatan dan kemajuannya dalam mencapai target kesehatan SDGs dengan lebih baik
(90). Begitu pula dengan Primary Health Care Performance Initiative(79) yang bertujuan
membagikan hasil-hasil yang bisa dibandingkan secara internasional mengenai performa
sistem kesehatan primer secara global dan menunjang peningkatan performa melalui
penyebarluasan hasil-hasil dan best practice peningkatan performa.

Informasi dasar tentang seluruh kelahiran dan kematian harus dicatat dengan
cermat.Pencatatan sipil yang efektif merupakan tulang punggung infrastruktur informasi sistem
kesehatan.Data kebutuhan, intervensi dan outcome untuk kelompok-kelompok pasien tertentu
(misalnya pasien dengan HIV, kanker atau penyakit jiwa) dapat diambil dari sini.

Pencatatan sipil merupakan penanda pribadi bagi seseorang.Hal ini bisa menghubungkan data
dari berbagai pihak sepanjang waktu dan dapat digunakan untuk melacak performa layanan
kesehatan.Jika undang-undang perlindungan privasi mencegah keterkaitan data anonimtentang
pengalaman kesehatan seseorang di tempat dan waktu yang berbeda secara, maka tidak ada
jalan untuk mengevaluasi keseluruhan perjalanan perawatan (Kotak 4.3).

Kotak 4.3 Studi kasus :Meningkatkan pencatatan sipil dan statistik vital di Uganda

Hanya satu dari lima di antara 1.5 juta kelahiran per tahun di Uganda yang didaftarkan ke
catatan sipil dan sistem statistik vitalnasional. Para keluarga seringkali harus menempuh
jarak jauh untuk mendaftarkan seseorang, dan ini membutuhkan biaya.Sistem paper-based
sering menyebabkan keterlambatan penerbitan akte kelahiran.Bahkan di antara kelahiran
yang sudah didaftarkan pun, separuhnya tidak mendapat akta kelahiran.

United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan Uganda Telecom melaksanakan Mobile Vital
Records System, yang menghubungkan pengguna telepon genggam dan komputer rumah
sakit ke server pemerintah pusat. Untuk kelahiran di luar fasilitas kesehatan, terdapat
sukarelawan – biasanya kepala desa – untuk mengumpulkan dan mengirim informasi
kelahiran ke pusat data pemerintah melalui layanan gratis dari telepon genggam mereka.
Petugas akan mengkaji informasi tersebut dan jika dianggap terpercaya, maka diterbitkan
akte kelahiran. Sukarelawan komunitas mendapat pemberitahuan melalui pesan
singkat.Penggunaan Mobile Vital Records System telah meningkatkan pencatatan kelahiran
secara substansial, dan hal ini meningkatkan penyebarluasan program ini.Saat ini program ini
juga dilakukan di sekolah-sekolah untuk mencapai anak-anak yang belum terdaftar
sebelumnya.

Sumber : UNICEF (92).


Tata kelola informasi yang efektif masih menjadi kelemahan di banyak sistem
kesehatan.Penggunaan data kesehatan pribadi untuk memantau dan meningkatkan performa
layanan kesehatan sangat penting artinya bagi kepentingan masyarakat, tetapi harus selalu
dilakukan dengan cara-cara yang tetap melindungi privasi.Dibutuhkan regulasi nasional untuk
mekanisme penggunaan data agar kerahasiaan pasien tetap terjaga dan juga komunikasi yang
baik dengan masyarakat tentang penggunaan data dan, di tingkat global, standar untuk
meningkatkan mutu dan komparabilitas data (91).

Perpindahan dari rekam medispaper-based menjadi rekam medis elektronik yang unik dan
dapat digunakan di berbagai seting fasilitas kesehatan akan membantu proses pengawasan
performa layanan kesehatan. Penting juga untuk menyediakan dukungan terhadap klinisi,
manajer dan pembuat-kebijakan dalam menerjemahkan data dan menggunakannya untuk
peningkatan mutu.

Dibutuhkan tindakan khusus untuk meningkatkan keamanan pasien. Mendorong transparansi


ketika terjadi kesalahan, dengan cara membangun budaya “tidak-menyalahkan” dan
pembelajaran, merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dapat dilakukan jika analisa
difokuskan untuk memahami akar masalah dari kejadian tidak diharapkan dengan cara
menelusuri berbagai kemungkinan penyebab dan faktor yang berkontribusi dalam menimbulkan
kesalahan, yang akhirnya menyebabkan cedera berat bagi pasien. Persetujuan terhadap
terminologi internasional yang telah distandarkan juga dapat meningkatkan kemampuan untuk
mengklasifikasi, membandingkan dan mencegah kejadian tidak diharapkan di berbagai sistem
kesehatan.

Pada akhirnya, di tahun 2017, kementerian kesehatan dari berbagai negara OECD setuju
bahwa sistem kesehatan di negara masing-masing dijadikan pembanding (benchmark)
menggunakan rancangan terbaru indikator mutu yang dilaporkan oleh pasien (30). Sistem
informasi kesehatan yang lebih canggih akan melakukan survei pada pasien secara langsung,
untuk memantau dan membandingkan pandangan para pasien mengenai mutu layanan
kesehatan yang diterima dan memantau outcome kesehatan masing-masing pasien (93).
Strategi ini merupakan perkembangan penting yang mendukung perubahan paradigm dari
sistem pengukuran yang berfokus pada penyedia layanan kesehatan ke sistem yang berfokus
pada pasien, dimana pengukuran didasarkan pada pengalaman dan outcome dari perspektif
pasien (94).
4.2.5Mekanisme finansial yang memungkinkan dan mendorong layanan yang bermutu

Tidaklah mengejutkan bahwa cara pengumpulan, penyimpanan dan penggunaan dana untuk
pembiayaan layanan kesehatan, dapat berdampak besar terhadap mutu dan outcome layanan
kesehatan. Pertama, tidak ada bukti mutlak bahwa dana harus dibayar dan dikumpulkan
sebelum seseorang membutuhkanperawatan, melalui skema asuransi wajib (dengan kontribusi
subsidi silang bagi masyarakat yang tidak dapat membayar asuransi). Alternatifnya –
membayar tunai langsung saat membutuhkan perawatan – berarti masyarakat tidak mendapat
perawatan saat dibutuhkan dan akhirnya menjadi lebih sakit, atau dapat tiba-tiba menjadi
sangat miskin (65).

Bagaimana pembiayaan mengalir dari badan asuransi ke penggunanya, untuk membayar atau
membayar kembali (reimburse) perawatan, merupakan hal yang sangat penting. Ada beberapa
kemungkinan mekanisme, seperti fee for service, kapitasi, atau dana blok tahunan (ditransfer ke
rumah sakit atau klinik, berdasarkan perkiraan atau pengeluaran sebelumnya). Masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan, ada yang lebih menghargai aktivitas layanan daripada
outcome, ada pula yang memberi insentif lebih banyak pada tindakan preventif daripada
perawatan reaktif. Tidak ada cara yang paling benar, dan pada praktiknya biasanya diterapkan
gabungan dari berbagai mekanisme tersebut. Yang penting dari perspektif mutu layanan adalah
bahwa gabungan mekanisme tersebut dirancang dengan cerdas, sebisa mungkin sesuai
dengan kebutuhan lokal, dapat mengkoordinasikan insentif untuk perawatan pasien dengan
kebutuhan kompleks, memiliki investasi yang baik dalam layanan primer dan preventif, memberi
penghargaan bagi layanan yang bermutu, dan memberi sanksi bagi layanan yang tidak
memenuhi standar. Oleh sebab itu, sistem kesehatan merupakan mekanisme yang terus
mengalami perkembangan rancangan untuk membiayai rangkaian perjalanan perawatan, dan
terus bereksperimen dengan pembayaran berbasis-mutu.

Salah satu yang sejalan dengan inovasi-inovasi tersebut, sebagaimana yang telah diterapkan di
seting masyarakat berpenghasilan rendah, adalah pay for performance (P4P), atau pembiayaan
berbasis-hasil.Program yang dirancang dengan seksama dan dalam waktu terbatas ini,
membayar penyedia layanan kesehatan untuk melaksanakan suatu intervensi spesifik dengan
prioritas tinggi.Hampir dua pertiga negara-negara OECD minimal memiliki satu skema P4P,
umumnya dalam layanan primer.Kajian sistematik secara tentatif menyebutkan dampak positif
P4P dan program pembiayaan berbasis-hasil terhadap mutu di negara-negara OECD (93).Hasil
pembiayaan berbasis-hasil di seting negara berpenghasilan rendah cukup bervariasi, sejauh ini
memiliki dampak sedang terhadap peningkatan mutu, khususnya untuk kondisi yang tidak
menjadi target.Secara keseluruhan, inovasi pembayaran juga dapat digunakan untuk
mendapatkan keuntungan kolateral yang berkesinambungan – misalnya perbaikan protokol
perawatan, peningkatan kolaborasi antar penyedia layanan, dan perbaikan sistem informasi –
terhadap kebutuhan, aktivitas, outcome, dan biaya layanan kesehatan.

4.3MUTU LAYANAN SEBAGAI DASAR LAYANAN KESEHATAN YANG BERFOKUS PADA


PASIEN

Saat pemerintah berencana untuk mewujudkan universal health coverage, terdapat tiga prinsip
dasar rancangan yang harus dipertimbangkan. Pertama, layanan harus dibangun dengan cara
yang memenuhi kebutuhan kesehatan lokal. Walaupun hal ini sudah jelasm banyak sistem
kesehatan yang fokus pada kesehatan masyarakat.Yang terjadi adalah, jaringan layanan
kesehatan saat ini merupakan produk warisan sejarah, atau hasil dari lobi politik atau dari
pembiayaan donor sementara.Masyarakat lokal bisa menjadi saksi dari rancangan sistem yang
diperuntukkan bagi mereka ini.Banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah
berhadapan dengan ancaman tingginya kejadian penyakit menular, hal ini menunjukkan bahwa
sistem kesehatan negara-negara tersebut perlu memperkuat fungsi kesehatan masyarakat
pada area-area seperti surveilans, laboratorium dan imunisasi rutin.Negara-negara ini juga
mungkin menerima sumbangan dana dalam bentuk hibah program untuk mengendalikan atau
memusnahkan penyakit tertentu. Meski demikian, karena ancaman penyakit tidak menular yang
juga meningkat, dibutuhkan pula layanan kesehatan yang mampu mendukung para pasien
seumur hidup, dengan perawatan proaktif untuk menangani penyakitnya, mencegah komplikasi
dan meningkatkan kualitas hidup (Kotak 4.4).
Kotak 4.4 Studi kasus :tidak terpenuhinya kebutuhan perawatan penyakit kronik

Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, merupakan salah satu faktor risiko paling sering dan
penting bagi kematian dan kelumpuhan dini secara global.Hipertensi yang tidak mendapatkan
terapi dapat menyebabkan penyakit ginjal, penyakit jantung iskemik dan stroke (yang terakhir
adalah dua penyebab utama kematian di seluruh dunia). Hipertensi terjadi pada satu dari tiga
orang dewasa berusia di atas 20 tahun di seluruh dunia, sekarang dengan prevalensi yang
lebih tinggi pada negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada negara
berpenghasilan tinggi (prevalensi dengan usia-terstandar adalah 31.5% dibanding 28.5%). Dari
sekitar 1.5 juta penderita hipertensi, kurang dari setengahnya yang sadar dengan kondisinya;
hanya 36.9% mendapat terapi yang tepat; dan hanya 13.8% yang berhasil mengontrol
tekanan darahnya secara efektif. Kesenjangan signifikan dalam kesadaran dan terapi ini
terjadi sesuai dengan tingkat pendapatan negara : pada negara berpenghasilan tinggi
dibanding negara berpenghasilan rendah dan menengah, angka diagnosis dan terapi dua kali
lipat lebih tinggi dan proporsi pasien dengan tekanan darah terkontrol empat kali lipat lebih
tinggi.

Sumber : Mills et al (96).

Sebuah penelitian terbaru yang melakukananalisis terhadap 22 upaya penguatan layanan


kesehatan primer di 10 negara bagian China serta pada level nasional dan subnasional di 12
negara. Dengan penerapan delapan prinsip sistem layanan kesehatan primer bermutu tinggi
yang terdiri dari :menjadikan layanan kesehatan primer poin pertama untuk segala kebutuhan
layanan kesehatan; menerapkan tim pelayanan multidisiplin; integrasi vertikal; integrasi
horisontal; teknologi informasi dan komunikasi yang andal; clinical pathway yang terpadu dan
sistem rujukan yang berfungsi ganda; standar pengukuran dan umpan balik; dan sertifikasi (95).

Prinsip utama keduaadalah membangun layanan primer bermutu-tinggi(97).Kontak pertama


dengan layanan kesehatan, dan titik masuk regular seseorang ke dalam sistem layanan
kesehatan, harus berkelanjutan dan komprehensif (Kotak 4.5).Tidak ada isu kesehatan fisik
atau mental yang boleh disingkirkan dari fungsi pengawasan dan koordinasi layanan primer.
Jika seorang pasien dan keluarganya tinggal di sebuah masyarakat secara geografis (atau
didefinisikan lain) yang terdaftar secara resmi pada penyedia layanan primer tertentu, maka
dapat disusun profil kesehatan masyarakat serta surveilans kebutuhan dan pelaksanaan
layanan preventif.Pendaftaran ini juga dapat dijadikanrancangan untuk perawatan proaktif
bagipasien dengan kondisi kronis.Layanan primer juga penting untuk ketahanansistem
kesehatan, dan sangat krusialbagi pengawasan penyakit menular atau bahaya lain, dan dalam
pelaksanaan perawatan lini-terdepan kasus wabah.

Kotak 4.5 Studi kasus :layanan primer di Kosta Rika

Di Kosta Rika, sektor layanan primer yang inovatif menjadi landasan kuatbagi sistem
perawatan kesehatan sisanya. Klinik komunitas, atau timperawatan kesehatan dasar
terpadu (equipos básicos de atención integral de salud, EBAIS) adalah unit fungsional dari
layanan primer ini. Setiap EBAIS melayani sekitar 1.000 rumah tangga.Masing-masing
terdiri dari minimal satu dokter, satu perawat dan satu tenaga kesehatan asisten. Personil
lain seperti pekerja sosial, dokter gigi, teknisi laboratorium, apoteker dan ahli gizi, juga
dapat mendukung pelayanan klinik.

Untuk melengkapi EBAIS, baru-baru ini telah dikembangkanpusat perawatan kesehatan


terpadu (centros de atención integral en salud, CAIS).Fasilitas ini menjadi perpanjangan
darilayanan primer, termasuk layanan maternitas, perawatan intermediet/antara (untuk
menghindari perawatan di rumah sakit atau mempercepatpemulangan), operasi kecil,
rehabilitasi, dan klinik khusus (misal untuk manajemen nyeri), dan diagnostik seperti
radiografi.

Kerangka kerja layanan primer yang terperinci mengevaluasi otoritas kesehatan setempat
menggunakan 30 indikator yang meliputi akses, kesinambungan, efektivitas, efisiensi,
kepuasan pasien dan kompetensi organisasi.Untuk setiap indikator, ditetapkan target
nasional dan dasbor hasil lokal dipublikasikan, sehingga para penyedia layanan
kesehatandapat membandingkan kinerja mereka dengan tolok ukur nasional, regional dan
lokal.

Data nasional menunjukkan bahwa 80% presentasi layanan primer dapat diselesaikan di
tingkat tersebut, tanpa perlu dirujuk ke layanan sekunder.Tersedia pedoman rujukan, dan
rumah sakit rujukan dapat mengembalikan jika ada tahapan yang belum diselesaikan di
layanan primer.Dokter rumah sakit juga melatih sejawat yang bekerja di EBAIS untuk
memperkuat manajemen perawatan primer.

Sumber : OECD (21).


Ketiga, keterlibatan pasien, keluarga dan masyarakat perlu dimasukkan ke dalam sistem
kesehatan, dan tidak hanya dijadikan bahan pemikiran. Sebuah tinjauan terhadap uji acak
terkontrol tentang program perawatan terpadu bagikelompok lansia rentan, misalnya,
menunjukkan bahwa manfaat paling besar dirasakan oleh para lansia yang terlibat langsung
dalam perencanaan perawatannya (98, 99).

Jika kelompok-kelompok pasien dapat didorong untuk terlibat dalam aksi kolektif,
masyarakatakan mendapat manfaat besar dari dukungan orang lain dengan masalah
kesehatan yang sama. Program Patients for Patient Safetydari WHO dapat menggambarkan
hal ini dengan baik.Program ini telah memberdayakan jaringan pendukung pasien global yang
bertujuan untuk mendorong kolaborasi antara pasien,keluarga, masyarakat, penyedia layanan
kesehatan dan pembuat kebijakan agar layanan kesehatan menjadi lebih aman melalui sudut
pandang dan pengalaman pasien itu sendiri (100).

Dalam skala yang lebih luas, kolaborasi dengan lembaga non-pemerintah, kelompok komunitas
akar rumput dan organisasi perwakilan pasien juga menawarkan potensi keuntungan
besar.Organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada masalah kesehatan semakin marak
berkembang di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Kotak 4.6).Kelompok-
kelompok ini tidak hanya sekadar menawarkan saran dan dukungan – mereka juga membantu
masyarakat untukmemperjuangkan hak mereka atas layanan yangbermutu tinggi. Sebuah
tinjauan literatur oleh Laverack (101)menggambarkan beberapa caratentang bagaimana
keterlibatan masyarakat dapat memperkuat sistem kesehatan. Termasuk di antaranya adalah
memperkuat jaringan sosial, mengembangkan keterampilan lokal seperti kepemimpinan,
mobilisasi sumber daya, atau hanya cara sederhana dengan bertanya "Kenapa?"
Kotak 4.6 Studi kasus : menggunakan Suara dan Aksi Warga untuk memberdayakan
masyarakat di Uganda

Memberdayakan masyarakat melalui pelatihan dan pendidikan merupakan langkah


penting untuk menghubungkan masyarakat dengan penyedia layanan kesehatan. Model
proyek The Citizen Voice and Action(20), contohnya, memberi kesempatan pada para
warga untuk mempelajari jumlah tenaga kesehatan, vaksin, alat kesehatan dan material
yang harus dimiliki fasilitas kesehatan lokal di sana. Warga lalu bekerja sama dengan
tenaga kesehatan dan pemerintah lokal untuk mengukur kepatuhan fasilitas kesehatan
tersebut dengan standar pemerintah.

Mereka juga menggunakan kartu skor untuk menilai fasilitas kesehatan berdasarkan
kriteria yang disusun oleh mereka sendiri, serta diadakan pertemuan antara masyarakat
sipil, pemerintah dan penyedia layanan dimana seluruh stakeholder dapat meninjau bukti-
bukti dan komitmen terhadap rencana aksi yang sudah ditetapkan untuk meningkatkan
layanan.

Model The Citizen Voice and Actionini telah berhasil diterapkan di Uganda pada tahun 2004
sebagai jawaban atas buruknya layanan kesehatan di level primer. Tujuan utamanya adalah
untuk memperkuat akuntabilitas penyedia layanan terhadap klien warganya dengan
mengenalkan proses, menggunakan organisasi berbasis-masyarajat sebagai fasilitatornya,
dimana masyarakat harus dapat mengelola dan mempertahankannya sendiri. Satu tahun
setelah penerapannya, fasilitas kesehatan di desa tempat perlakuan (dibandingkan dengan
desa pembandingnya) mengalami penurunan rata-rata waktu tunggu sebesar 12 menit dan
penurunan angka ketidakhadiran pasien sebesar 13%.Desa perlakuan juga mengalami
penurunan angka mortalitas di bawah 5 tahun sebesar 33%; peningkatan proses persalinan
dengan didampingi tenaga kesehatan sebesar 58%; dan peningkatan jumlah pasien yang
mencari layanan prenatal sebesar 19%.Kemajuan ini terus dipertahankan sampai empat
tahun setelah proyek ini dimulai.

Sumber : OECD (21).

4.4 VISI : SISTEM KESEHATAN YANG BERKOMITMEN TERHADAP PERAWATAN


BERFOKUS PADA PASIEN

Calon ibu dengan tekanan darah tinggi, atau lansia dengan diabetes, arthritis dan kurang
pendengaran, keduanya membutuhkan cakupan pelayanan yang harus dilaksanakan dengan
efektif – tidak hanya dalam sistem kesehatan formal, tetapi juga di masyarakat dimana mereka
akan kembali hidup dan bekerja. Seorang muda dengan skizofrenia membutuhkan perawatan
yang dikoordinasi dengan seksama untuk mengelola problem kesehatan mentalnya, tetapi
harus pula berhadapan dengan deretan problem kesehatan fisik kronik yang dapat menurunkan
angka harapan hidup sampai 25 tahun pada pasien dengan penyakit kejiwaan berat.
Dibutuhkan sistem kesehatan kompleks yang dapat menyediakan seluruh jalur perawatan
(promosi kesehatan, pencegahan penyakit, diagnosis, terapi, manajemen penyakit, rehabilitasi
dan perawatan paliatif) secara konsisten, efektif, aman dan dengan cara yang dihargai oleh
pasien dan keluarga.

Tata kelola sistem kesehatan yang efektif memilikibeberapa tugas, termasuk mempertahankan
pengawasan strategis atas tujuan dan prioritas; mendapatkan informasi dan analisis yang
diperlukan untuk melacak apakah tujuan dapat dipenuhi; merancang aturan, kebijakan dan
proses untuk mengarahkan sistem ke arah yang diinginkan; serta menciptakan dan memelihara
kolaborasi di dalam dan di luar sistem kesehatan.

Memasukkan hak atas perawatan kesehatan, sesuai dengan kebutuhan, ke dalam undang-
undang nasional adalah langkah berharga untuk membuat kemajuan menuju universal health
coverage.Pengalaman menunjukkan bahwa komitmen de jure sering gagal menerjemahkan,
secara de facto, ke dalam akses untuk perawatan bermutu tinggi.Menyiapkan lembaga nasional
yang bertanggung jawab untuk pemantauan dan peningkatan mutu juga merupakan langkah
penting.Idealnya, lembaga tersebut harus independen dari penyedia asuransi dan penyedia
layanan kesehatan, dengan kekuatan pengaturanuntuk mengumpulkan, menganalisa dan
mempublikasikan data mutu dan outcome.Perannya juga dapat mencakup penyebarluasan
pelajaran dari fasilitas dengan performa tinggi dan mendukung fasilitasdengan performa buruk
untuk mengatasi kesenjangan kinerjanya.

Berfokus pada pasien artinya adalah sistem kesehatan harus dapat menjamin :

 kesinambungan dari pencegahan penyakit hingga paliatif, antar pelayanan (misal


perawatan intensif dan radiologi) dan antar level perawatan (primer ke spesialis),
sepanjang hidup pasien;
 koordinasi antar layanan kesehatan yang berbeda, yang harus dapat memenuhi
kebutuhan khusus pasien dan keluarga;
 komprehensif yang memperlebar portfolio perawatan – dari promosi kesehatan hingga
perawatan paliatif – yang dapat digunakan oleh pasien dan masyarakat.

Sistem kesehatan masih perlu banyak berusaha untuk menyediakan layanan yang berfokus
pada pasien, hal ini disebabkan oleh karena sistem kesehatan masih menitikberatkan kegiatan
pada pengobatan dan terapi penyakit seseorang daripada mencegah penyakit atau
mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan.Sistem kesehatan memprioritaskan layanan
spesialis sebagai investasi dan berkonsentrasi pada sumber daya.Layanan primer dapat
dirancang agar dapat menjadi mediator antara kebutuhan masyarakat dan lingkup persyaratan
di sistem kesehatan.Layanan primer dapat memenuhi peningkatan peran koordinasi tersebut
yang membutuhkan perawatan berfokus pada pasien (Gambar 4.3).Langkah penting untuk
menjaga fokus pada pasien ini tetap berada dalam jalur adalah, dengan menjamin
keseimbangan peran layanan primer dan sekunder, melalui publikasi laporan rutin analisa
kinerja sistem kesehatan secara keseluruhan.

Gambar 4.3Layanan primer sebagai pusat koordinasi

Jejaring dengan komunitas yang dilayani dan dengan mitra luar

Sumber :World Health Organization(102).


Layanan yang berfokus pada pasien adalah titik masuk penting untuk meningkatkan
mutu.Layanan ini melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang perawatan mereka,
dan menanyakan pendapat pasien tentang hasil perawatan mereka; layanan ini
mempertanyakan variasi outcome pasien di berbagai penyedia layanan; layanan ini mendorong
investasi yang lebih besar untukrekam medis elektronik yang bisa digunakan di berbagai seting
pelayanan; layanan inimenjamin transparansi dan pembelajaran ketika ada yang salah; dan
layanan ini memupuk segudang tindakan lain untuk meningkatkan mutulayanan kesehatan.
Sebagai pakar mutulayanan kesehatan global, Donald Berwick pernah berkata : “Fokus pada
pasien bukan hanya satu dimensi dari mutu layanan kesehatan, itu adalah pintu bagi semua
mutu ”(16).

WHO Framework on Integrated, People-centred Health Services, yang diadopsi dengan


dukungan luar biasa oleh negara-negara pesertaWorld Health Assemblypada Mei 2016,
menetapkan visi yang meyakinkan di mana “semua orang memiliki akses yang sama terhadap
layanan kesehatan yang bermutu yang dihasilkan dengan cara yang memenuhi kebutuhan
hidup mereka ”. Kerangka kerja ini menyerukan untuk melakukan koordinasi layanan di seluruh
rangkaian perawatan dan untuk menciptakanlingkungan yang mendukungkeluarga/pengasuh
pasienmenggunakan keterampilan dan sumber daya yang mereka butuhkan.Kerangka kerja ini
juga mengusulkan lima bidang strategis yang saling terkait (Gambar 4.4) mengenai bagaimana
layanan dan sistem kesehatan dapat diorientasikan kembali untuk mencapai visi ini (103).

Gambar 4.4Lima strategi untuk layanan berfokus pada pasien

Memberdayakan dan melibatkan masyarakat

Koordinasi Memperkuat pemerintah


pelayanan dan akuntabilitas

Mengorientasikan kembali model pelayanan


4.5 KESIMPULAN

Mutu dapat dijadikanlandasan sistem layanan kesehatan, tidak peduli seberapa jauh jalan yang
telah ditempuh untuk mewujudkan universal health coverage.Pendekatan yang berfokus pada
mututerhadaptenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, obat-obatan, alat kesehatandan teknologi
lain, sistem informasi, dan finansial sangat penting dalam semua tahap
pengembangan.Membangun landasan sistem kesehatan yang bermutu perlu menjadi prioritas
dalam pemikiran, perencanaan dan penyusunan kebijakan.Tetapi diperlukanlebih banyak
tindakan yang harus segera dilakukan untuk menciptakan sistem kesehatan yang bermutu.
Sistem kesehatan harus mengubahhierarki top-down dalamkerjasama dan kolaborasi
berdasarkan jalur dan jaringan, dengan layanan primer sebagai landasannya dan pasien di
pusatnya. Transformasi hubungan ini harus disertai dengan mekanisme baru untuk
menggenggam pemerintah dan pimpinan sistem kesehatan untuk mempertanggungjawabkan
dan membangun kepercayaan publik.Kotak 4.7 menguraikan tindakan-tindakan utama yang
dapat diambil untuk manjamin bahwa mutudijadikanlandasan sistem layanan kesehatan.

Bab berikutnya menjelaskan dengan lebih rinci mengenai jenis intervensi yang dapat dilakukan
bersama dan diimplementasikan pada level makro, meso dan mikro untuk meningkatkan mutu
layanan kesehatan.
Kotak 4.7 Aksi penting : menjadikan mutu sebagai landasan distem kesehatan

Untuk menjamin bahwa mutu dijadikan landasan sistem layanan kesehatan untuk
mewujudkan universal health coverage, maka pemerintah, pembuat kebijakan, pimpinan
sistem kesehatan, pasien dan klinisi harus bekerja sama untuk :

1. Menjamin tersedianya tenaga kerja bermutu tinggi, dengan cara :


 Menyusun strategi nasional yang bertujuan mengatasi kesenjangan
jumlah, distribusi dan retensi tenaga kesehatan, baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang;
 Melakukan modernisasi kurikulum untuk tenaga kesehatan dan
mengintegrasikan prinsip mutu dan metode peningkatan mutu ke dalam
kurikulum pelatihan;
 Mendorong program pendidikan profesi berkelanjutan dan mengevaluasi
dampaknya
2. Menjamin mutu yang baik bagi seluruh fasilitas kesehatan, dengan cara :
 Memastikan kesiapan dan ketersediaan layanan sebagai sesuatu yang
diperlukan tetapi bukan kondisi yang cukup untuk mutu layanan;
 Mendorong evaluasi formatif dan berkesinambungan untuk fasilitas mutu
layanan;
 Mengumpulkan dan menganalisa lebih banyak data mengenai variasi mutu
dan outcome di berbagai fasilitas, mengubah pemikiran menjadi aksi nyata
untuk menyebarluaskan best practice dan mendukung penyedia dengan
performa buruk.
3. Menjamin penggunaan obat-obatan, alat kesehatan dan teknologi lain secara
aman dan efektif, dengan cara :
 Menyusun kebijakan nasional mengenai obat-obatan dan alat kesehatan
yang berfokus pada penjaminan mutu, kecukupan suplai dan harga yang
terjangkau, yang didukung oleh asesmen teknologi medis terstandar;
 Menyusun pedoman, daftar tilik dan sistem surveilans untuk mendukung
penggunaan teknologi medis secara tepat, dan untuk mengawasi
kesalahan, kecelakaan dan kejadian tidak diharapkan;
 Menggunakan sistem donasi darah secara sukarela dan tanpa bayaran
serta memperkenalkan asesmen mutu eksternal untuk proses
pengumpulan, penyiapan dan pemberian produk darah.
4. Menjamin penggunaan sistem informasi secara efektif, dengan cara :
 Merancang sistem pencatatan kelahiran dan kematian yang reliable dan,
dari sini, membangun sistem nasional untuk penanda unik pasien guna
mendukung pengawasan mutu sepanjang perjalanan perawatan;
 Berpindah dari rekam medis paper-based menuju rekam medis elektronik
yang unik dan dapat digunakan di berbagai seting layanan kesehatan;
5. Menjamin mekanisme finansial yang mendukung peningkatan mutu yang
berkelanjutan, dengan cara :
 Menyusun undang-undang nasional untuk melindungi privasi pasien saat
data kesehatan pribadi digunakan untuk kegiatan penelitian dan
peningkatan mutu;
 Mendukung klinisi, manajer dan pembuat kebijakan dalam mengumpulkan
dan menganalisa data pelayanan untuk peningkatan mutu, dan
menyampaikan pada masyarakat secara efektif mengenai bagaimana data-
data ini digunakan;
 Mendorong transparansi saat terjadi kesalahan, dengan membangun
budaya pembelajaran yang berfokus untuk memahami akar masalah
daripada sekedar menyalahkan orang tertentu;
 Di tingkat global, menyetujui standar untuk meningkatkan mutu dan
komparabilitas data, khususnya standarisasi terminology untuk
mengklasifikasi, menganalisa dan mencegah kejadian tidak diharapkan;
 Memasukkan pengukuran outcome dan pengalaman pasien sebagai
elemen standar dalam asesmen mutu fasilitas kesehatan.
5. Menjamin mekanisme finansial yang mendukung peningkatan mutu yang
berkelanjutan, dengan cara :
 Mengurangi ketergantungan pada pendanaan di luar luar anggaran, dan
berganti menjadi sistem pendanaan yang sudah dibayar dan dikumpulkan
di awal untuk mayoritas finansial sistem kesehatan melalui skema asuransi
wajib, dengan kontribusi subsidi silang bagi masyarakat yang tidak dapat
membayar asuransi;
 Menghubungkan pembiayaan untuk penyedia layanan kesehatan pada
kebutuhan kesehatan lokal, memberi insentif untuk koordinasi perawatan
bagi pasien dengan kebutuhan kompleks dan berinvestasi pada layanan
primer yang memadai;
 Menjajaki secara lengkap potensi skema pembayaran untuk mendapatkan
keuntungan kolateral yang berkesinambungan sepert perbaikan protokol
perawatan, peningkatan kolaborasi antar penyedia layanan, dan perbaikan
sistem informasi terhadap kebutuhan, aktivitas, biaya dan
outcomelayanan kesehatan.
BAB 5

Memahami Hal-Hal yang Dapat Mendongkrak Upaya


Peningkatan Mutu
5.1 LATAR BELAKANG

Mutu adalah konsep yang kompleks dan memiliki berbagai segi.Perjalanan untuk
mewujudkannya membutuhkan perancangan dan penyebaranberbagai kombinasi intervensi
terpisah secara terus menerus. Sangat penting untuk memahami saling ketergantungan ini
dalam merancang sistem kesehatan di masa depan. Contohnya, menyusun standar perawatan
merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu, tetapi, agar standar tersebut dapat dijalankan
secara reliable, dibutuhkan beberapa upaya tambahan seperti pelatihan dan supervisi,
pengawasan terhadap kepatuhan dan umpan balik pada penyedia layanan kesehatan. Proses
penyusunan standar yang tidak dijalankan bersama dengan dukungan-dukungan lain dan
tindakan yang saling ketergantungan tersebut akansangat kecil nilainya (104, 105).

Bab ini mendeskripsikan sejumlah hal yang dapat mendongkrak upaya peningkatan mutu
layanan kesehatan dan mendiskusikan alasan diperlukannya penyusunan kebijakan dan
strategi nasional terkait-mutu.Dibahas pula mengenai sasaran umum pencapaian mutu melalui
bermacam-macam intervensi, pada seluruh level sistem kesehatan – dari kebijakan dan
regulasi level-nasional hingga ketentuan langsung mengenai perawatan pasien individual. Bab
ini juga menjelaskan tentang saling ketergantungan antar berbagai hal tersebut terhadap
perubahan dan perlunya menghindari pendekatan jalur-tunggal. Hal-hal yang dapat
mendongkrak upaya peningkatan mutu harus disesuaikan untuk masing-masing negara karena
keputusan terkait-kesehatan dapat dibuat pada level subnasional dan masyarakat, dan juga
diperlukan kepekaan terhadap faktor kontekstual yang unik.

5.2MENGARAHKANPENINGKATANMUTU MELALUI KEBIJAKAN DAN STRATEGI MUTU


NASIONAL

Penyusunan, pematangan dan eksekusi kebijakan dan strategi mutu nasional merupakan
prioritas yang terus berkembang ketika sebuah negara berupaya secara sistematis untuk
meningkatkan performa sistem kesehatannya.Kebijakan dan strategi mutu nasional yang
dirancang dengan seksama – sembarimenerapkan pendekatan berbasis informasi – merupakan
salah satu pertimbangan yang penting bagi sebuah negara jika negara tersebut berupaya
mencapai peningkatan akses ke layanan kesehatan guna menghasilkan outcome terbaik yang
dapat diraih.

Tetapi mengapa negara perlu fokus dalam mengarahkan mutu melalui upaya nasional?Setiap
negara memiliki budaya, kebutuhan masyarakat dan warisan sejarah tersendiridalam
membentuk sistem kesehatannya.Meski demikian, kebanyakan negara berbagi sejumlah
sasaran dan kesadaran mengenai konteks strategis untuk layanan kesehatan. Terdapat enam
area utama yang memiliki kesamaan :

 Kepercayaan bahwa layanan kesehatan yang bermutu-tinggi, aman dan berfokus pada
pasien merupakan barang publik yang harus dilindungi bagi seluruh warga;
 Penerimaan bahwa peningkatan akses layanan kesehatan tanpa memperhatikan mutu
layanan tidak akan menghasilkanoutcome kesehatan masyarakat yang diharapkan;
 Pengetahuan bahwa strategi peningkatan efisiensi sistem kesehatan harus dilakukan
dengan kondisi finansial yang semakin sempit;
 Kebutuhan untuk menyejajarkan performa layanan kesehatan pemerintah dan swasta di
pasar kesehatan yang terpecah-pecah dan bermacam-macam;
 Kesadaran bahwa mutu layanan kesehatan penting bagi ketahanan dalam konteks
politis keamanan kesehatan nasional dan global;
 Pemahaman bahwa pemerintahan yang baik berarti memenuhi kebutuhan masyarakat
mengenai transparansi standar perawatan, pilihan terapi, performa danoutcome yang
bervariasi.

Negara menghadapi tantangan untuk membentuk atau mematangkan kebijakan dan strategi
terkait-mutu melalui konsensus nasional. Negara juga harus menyadari bahwa mengarahkan
perubahan menuju visi masa depan mencapai performa yang lebih baik akan selalu dibatasi
oleh realita praktis mengenai bagaimana dan di mana layanan kesehatan yang saat ini tersedia.

Kebijakan nasional mengenai mutu layanan kesehatan disusun melalui berbagai struktur
pemerintahan.Di beberapa negara, hal ini dilakukan melalui pembentukan struktur administratif
dan pemerintahan baru atau memperbaruibentuk sesuatu yangdiwajibkan(misal, registrasi dan
perizinan dokter) atau membuat mekanisme regulasi baru (misalnya, inspeksi dan akreditasi).
Hal ini dapat memicu kebutuhan akan dokumen kebijakan mutu nasional secara nyata. Pada
kondisi lain, implementasi kebijakan dan strategi mutu nasional bisa saja hanya menjadi bagian
dari rencana sektor kesehatan rutin tiap lima tahun atau merupakan dokumen internal dari
kementerian kesehatan. Tidak ada jalan tunggal yang mutlak benar untuk melakukan hal ini,
tetapi sebagian besar pendekatan meliputi satu atau lebih dari beberapa proses berikut :

 Kebijakan mutu dan strategi implementasi merupakan bagian dari rencana nasional
sektor kesehatan jangka-panjang yang resmi;
 Dokumen kebijakan mutu disusun sebagai dokumen nasional tersendiri, biasanya
melalui proses yang melibatkan berbagai stakeholder, dengan dipimpin atau didukung
oleh kementerian kesehatan;
 Strategi implementasi mutu nasional – dengan agenda tindakan yang terperinci – yang
juga mencakup bagian mengenai area kebijakan esensial;
 Memberi kesempatan pada peraturan dan undang-undang untuk mendukung kebijakan
dan strategi.

Kotak 5.1 dan 5.2 merupakan studi kasus mengenai implementasi kebijakan dan strategi
mutu nasional sektor kesehatan di Etiopia dan Sudan.
Kotak 5.1 Studi kasus : Etiopia – Strategi Mutu Layanan Kesehatan Nasional 2016-2020

Etiopia berada di urutan kedua negara paling padat penduduk di Afrika, dengan jumlah
populasi sekitar 100 juta.Sejak tahun 1995, sektor kesehatan negara ini mengalami
reformasi signifikan melalui penerapan Health Care Financing Strategy.Health Sector
Transformation Plan telah mengidentifikasi empat agenda prioritas perubahan : menjamin
layanan kesehatan yang bermutu diberikan dengan adil; berfokus pada perubahan level
distrik; memperkuat sistem informasi kesehatan; dan menciptakan tenaga kesehatan yang
simpatik, menghargai dan peduli.

Ethiopian National Health Care Quality Strategy diluncurkan pada Maret 2016.Untuk
melaksanakan strategi tersebut, Direktorat Mutu Layanan Kesehatan telah menyusun
perangkat peningkatan mutu yang dapat digunakan untuk audit klinis layanan kesehatan
dengan prioritas-tinggi di beberapa rumah sakit terpilih. Dilakukan pula pelatihan nasional
mengenai mutu layanan kesehatan dan metode audit bagi para kader terpilih dari seluruh
rumah sakit. Sistem data mutu terbaru memungkinkan integrasi indikator mutu kunci
dengan sistem informasi manajemen kesehatan yang ada (106).

Sejumlah prioritas yang penting bagi implementasi strategi ini meliputi penguatan Komite
Mutu Nasional yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan; mendukung pembentukan unit
mutu di badan kesehatan regional dan fasilitas kesehatan; pembangunan-kapasitas melalui
pelatihan kader dan bimbingan khusus; integrasi mutu dalam kurikulum kesehatan pre-
klinis; meningkatkan mekanisme pengawasan dan evaluasi; serta menciptakan kebutuhan
akan mutu dalam masyarakat, dengan fokus pada pelayanan yang menghargai pasien.
Untuk melaksanakan strategi tersebut, Direktorat Mutu Layanan Kesehatan telah
menyusun perangkat peningkatan mutu yang dapat digunakan untuk audit klinis layanan
kesehatan dengan prioritas-tinggi di beberapa rumah sakit terpilih.
Kotak 5.2 Studi kasus : Sudan – Strategi dan Kebijakan Mutu Layanan Kesehatan Nasional

Sudan memiliki sistem kesehatan desentralisasi, dengan tanggung jawab pembuatan


kebijakan, strategi dan koordinasi nasional kesehatan ada pada pemerintah federal,
tanggung jawab perencanaan dan pelaksanaan di tingkat negara ada pada pemerintah
negara; dan pemerintah lokal fokus pada pelaksanaan layanan kesehatan di lapangan.
Badan administratif utama adalah National Health Sector Coordination Councilyang
multisektoral.

Kesadaran akan mutu layanan di masyarakat dan tenaga kesehatan masih sporadis.
Walaupun ada penelitian tentang mutu tetapi tidak ada mekanisme yang memadai untuk
menyebarkan hasilnya antar lembaga, sehingga pengambilan keputusan tidak selalu
didukung dengan data dan bukti yang relevan.Meski demikian, dilakukan pengukuran
untuk mengoreksi celah tersebut.Sejalan dengan Rencana Strategis Sektor Kesehatan
ketiga, maka disusunlah Kebijakan dan Strategi Mutu Layanan Kesehatan Nasional pada
tahun 2017, untuk diimplementasikansepanjang tahun 2017-2020. Kebijakan ini memiliki
empat area prioritas utama : memperkuat pemerintah dan akuntabilitas; kepatuhan
terhadap standar mutu nasional, mempromosikan pendekatan yang berfokus pada pasien
dan mengurangi cedera yang dapat dihindari pada pasien. Fokus khusus diberikan untuk
tenaga kesehatan melalui pelatihan terakreditasi, jalur karir, norma-norma pegawai,
sumber daya manusia untuk sistem manajemen kesehatan, dan penilaian kinerja serta
sistem audit untuk membantu pembangunan-kapasitas.Membentuk hubungan formal
dengan pasien dan masyarakat juga merupakan prioritas dalam agenda Kebijakan dan
Strategi Mutu Nasional.

Langkah berikutnya meliputi mekanisme koordinasi penguatan Sistem Kesehatan Nasional;


menciptakan skema retensi sumber daya manusia; penguatan sistem informasi
manajemen kesehatan; melembagakan mutu pada seluruh level; meningkatkan
keselamatan pasien dan kontrol infeksi pada level negara; dan penguatan kapasitas
manajemen dan implementasi pada seluruh level.

Yang paling efektif adalah strategi mutu menjadi jembatan antara sistem kesehatan yang saat
ini sudah ada dengan level mutu yang ingin dicapai oleh negara. Hal ini dapat membantu
percepatan pencapaian sasaran dan prioritas kesehatan, menggunakan prinsip manajemen
mutu yang menyertakan proses perencanaan, kontrol dan perbaikan (107). Walaupun bentuk
dan isi kebijakan dan strategi nasional tiap negara akan berbeda-beda, delapan komponen
berikut dapat dijadikan pertimbangan universal :

 Sasaran dan prioritas kesehatan nasional. Hal ini akan membantu


mengarahkanpenggunaan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
paling mendesak. Dengan demikian, agenda mutu juga akan disesuaikan dengan hal
tersebut.
 Definisi mutu. Definisi mutu yang digunakan harus dapat diterima oleh konteks lokal
dalam negara dan harus mendukung pendekatan nasional. Penggunaan bahasa lokal
dan penyebaran pemahaman akan hal ini merupakan hal yang penting.
 Pemetaan dan pemberdayaan stakeholder. Mutu merupakan kumpulan dari
komponen individual dari seluruh sistem kesehatan. Dengan melibatkan stakeholder
utama dalam penyusunan kebijakan dan strategi, didapatkan cakupan yang
komprehensif mengenai faktor-faktor yang berperan dalam mempromosikan layanan
kesehatan bermutu-tinggi yang diharapkan.
 Analisis situasional : status mutu.Status mutu saat ini dalam setiap sistem kesehatan
meliputi : prioritas dan problem yang relevan; program dan kebijakan terkait;
kemampuan dan kapasitas organisasi; kepemimpinan dan pemerintahan; dan sumber
daya-sumber daya terkait. Asesmen tentang status mutu saat ini dapat menggambarkan
kesenjangan utama yang membutuhkan perhatian dan area layanan kesehatan yang
dapat ditingkatkan.
 Metode perbaikan dan intervensi. Pemilihan seksama intervensi yang saling
tergantung untuk dilaksanakan di seluruh level sistem kesehatan dapat meningkatkan
outcome kesehatan. Hal ini menjadi rumit akibat keterbatasan sumber daya, bukti
mengenai dampaknya, kemudahan implementasinya dan aseptabilitasnya
 Struktur pemerintah dan organisasi untuk mutu.Kapasitas pemerintahan,
kepemimpinan dan teknis merupakan faktor-faktor yang penting dalam upaya
peningkatan mutu. Hal tersebut perlu diterangkan dengan jelas. Pada banyak negara,
telah terbentuk sebuah unit dengan level-nasional, biasanya di dalam kementerian
kesehatan, bersama dengan badan mutu nasional lain.
 Sistem informasi dan sistem data manajemen kesehatan. Peningkatan mutu
bergantung pada data kinerja yang jelas dan akurat. Diperlukan sistem informasi untuk
mendukung upaya peningkatan mutu nasional dalam pengukuran, pemberian umpan
balik dan pelaporan.
 Pengukuran mutu. Diperlukan sejumlah indikator mutu untuk menilai apakah upaya-
upaya yang telah dilakukan benar-benar dapat meningkatkan mutu layanan secara
signifikan dalam mencapai outcome kesehatan yang diharapkan; juga untuk
memberikan umpan balik pada penyedia layanan kesehatan dan manajemen fasilitas
kesehatan; untuk mempromosikan transparansi publik; dan dapat menjadi tolak ukur
pembanding untuk mengidentifikasi best practice untuk pembelajaran.

Kotak 5.3 menggambarkan studi kasus mengenai implementasi strategi mutu nasional
Meksiko melalui Kerangka Kerja Manajemen Mutu yang terkoordinasi.

Kotak 5.3 Studi kasus :Meksiko – Strategi Nasional untuk Konsolidasi Mutu di Fasilitas
dan Layanan Kesehatan

Meksiko, dengan sekitar 120 juta penduduknya, memiliki sistem layanan kesehatan
campuran dengan penyedia layanan berasal dari pemerintah dan swasta.Walaupun sudah
mengalami reformasi besar, termasuk menyediakan sistem perlindungan kesehatan gratis
pada tahun 2003, perubahan demografis dan epidemiologis – seperti populasi lansia dan
peningkatan prevalensi penyakit tidak menular – terus memberikan tekanan hebat bagi
sistem layanan kesehatan.

Sebuah strategi peningkatan mutu di seluruh sistem secara komprehensif diluncurkan di


Meksiko pada Januari 2001.Tujuan utamanya adalah untuk mempromosikan mutu layanan
sebagai nilai dasar dalam budaya organisasi layanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta, dan untuk meningkatkan mutu layanan di seluruh sistem layanan kesehatan. Pada
tahun 2012 dibentuk National Strategy for Quality Consolidation in Health Care Facilities
and Services, untuk diimplementasikan melalui Direktorat Umum Mutu dan Pendidikan
Layanan Kesehatan di Kementerian Kesehatan. Strategi ini bertujuan untuk mencapai
peningkatan mutu di area-area berikut : keselamatn pasien, inovasi dan perbaikan yang
berkelanjutan, manajemen risiko, akreditasi fasilitas kesehatan, regulasi kesehatan dan
pendidikan kesehatan.

Implementasi strategi ini didukung oleh Quality Management Frameworkyang


dilaksanakan oleh struktur administratif peningkatan mutu di seluruh level. Kerangka kerja
ini memiliki lima aspek outcome yang diharapkan : kesehatan masyarakat, akses yang
efektif, organisasi yang reliabel dan efektif, pengalaman memuaskan dari masyarakat yang
menggunakan layanan kesehatan, dan biaya yang terjangkau. Dilakukan pula
pemberdayaan masyarakat, dan sistem pengawasan menggunakan indikator.Insentif
meliputi penghargaan mutu nasional, dan insentif finansial bagi jaringan unit yang telah
membentuk proyek peningkatan mutu bersama yang spesifik.

Sumber :Ministry of Health(108), Sarabia-Gonzalez et al. (109), Ruelas et al. (110).


5.3INTERVENSI MUTU

Intervensi mutu dapat memerikan dampak signifikan terhadap sebuah layanan kesehatan
tertentu dan juga terhadap sistem kesehatan dalam skala besar. Pemahaman terhadap jenis-
jenis intervensi yang biasa digunakan, dan pengetahuan akan bukti-bukti terkait penggunaan
dan keefektifannya, dapat memberikan pilihan yang lebih jelas tentang intervensi seperti apa
yang sebaiknya dipilih suatu negara. Sifat tantangan layanan kesehatan di berbagai sistem
kesehatan di seluruh dunia sebenarnya hampir sama, selain konteks kebutuhan kesehatan
masyarakat yang berbeda-beda, finansial dan kapasitas tenaga kesehatan. Walaupun
prioritasnya berbeda-beda – penyakit menular atau tidak menular, perawatan akhir hayat atau
kesehatan ibu dan anak – sasaran mutu yang selalu dicari di mana-mana adalah :

 mengurangi cedera pada pasien


 meningkatkan efektivitas klinis layanan kesehatan
 melibatkan dan memberdayakan pasien, keluarga dan masyarakat
 membangun kapasitas sistemik terhadap upaya peningkatan mutu yang sedang berjalan
 memperkuat pemerintahan dan akuntabilitas

Tetapi dimanakah tindakan yang diperlukan?Menyetujui sejumlah sasaran lebih mudah


daripada mencari strategi untuk mencapainya.Dalam konteks ini, tujuh kategori tindakan telah
dibuat.Tindakan-tindakan ini secara rutin dipertimbangkan oleh stakeholder mutu – penyedia
layanan, manajer, pembuat kebijakan – dalam upaya peningkatan mutu sistem
kesehatan.Tindakan-tindakan ini akan dijabarkan dalam sub bab berikut.

5.3.1 Mengubah praktik klinis di garisdepan

Kesenjangan antara apa yang dipahami sebagai perawatan efektif (“memahami”) dan apa yang
biasa dilakukan oleh penyedia layanan (“melaksanakan”) telah didokumentasikan dengan baik
di seluruh dunia. Menutup kesenjangan antara “memahami dan melaksanakan” ini
membutuhkan perubahan dengan berbagai cara di praktik klinis setiap level sistem kesehatan,
mulai dari pertemuan individual antara pasien dan tenaga kesehatan hingga merancang ulang
cara pelaksanaan suatu layanan kesehatan. Keahlian, pengetahuan dan sikap tenaga
kesehatan merupakan hal yang fundamental.Pengukuran untuk mendukung penyedia layanan
kesehatan dalam mewujudkan perawatan paling efektif meliputi sistem pendukung keputusan
klinis yang berkisar dari protokol tertulis hingga perangkat pendukung elektronik. Mengurangi
cedera pada pasien merupakan tujuan utamanya – Diperkirakan bahwa di antara 100 pasien
yang dirawat di rumah sakit, 7 di negara maju dan 10 di negara berkembang akan mengalami
setidaknya satu health care-associated infection (111). Selain tentang pasien individual dan
penyedia layanan, model-model terbaru perawatan sedang dikembangkan dan diterapkan agar
dapat menghadapi berbagi dimensi mutu. Model-model ini mendefinisikan best practice terbaru
untuk melaksanakan layanan kesehatan secara umum dan juga berkaitan dengan populasi
khusus (misalnya, pasien dengan penyakit kronik, anak-anak atau lansia). Model baru
perawatan sering berbasis pada masyarakat, yang melebihi dinding-dinding rumah sakit dan
mengintegrasikan kontribusi layanan primer, spesialis dan organisasi sosial (104).

5.3.2Menetapkan standar

Penetapan standar, dengan protokol berbasis-bukti, dapat memberikan konsistensi dalam


pelaksanaan perawatan bermutu-tinggi di berbagai sistem kesehatan secara global.Walaupun
sering dipimpin oleh entitas pemerintahan, penetapan standar ini merupakan area peningkatan
mutu dimana seharusnya badan profesional memegang peranan yang lebih besar, baik dengan
bekerja secara independen maupun menjadi mitra pemerintah. Beberapa standar klinis
berfokus pada kelompok populasi khusus, sementara standar lain berfokus pada kondisi
penyakit atau protokol terapi. Sebagai contohnya, standar klinis perawatan global telah disusun
untuk meningkatkan layanan maternal dan neonatal di berbagai fasilitas (112).Pencanangan
kebijakan klinis dan perawatan berbasis standar sering dicapai melalui protokol perawatan
pasien dan clinical pathway. Walaupun standar klinis seringkali merupakan langkah penting
dalam strategi mutu nasional, penetapan standar tanpa pendekatan mutu yang holistik tidak
akanmemberikan hasil dan kemajuan yang diharapkan.

5.3.3Melibatkan dan memberdayakan pasien, keluarga dan masyarakat

Sistem kesehatan perlu dikembangkan lebih jauh dari sekedar program literasi kesehatan untuk
memaksimalkan potensi fokus pada pasien sebagai titik masuk ke perawatan dengan mutu
yang lebih baik.Terdapat bukti-bukti kuat, dalam berbagai konteks negara, bahwa intervensi
yang melibatkan dan memberdayakan pasien, pengasuh dan keluarga dapat menghasilkan
perawatan yang lebih baik, termasuk perilaku yang sehat, pengalaman pasien yang lebih baik,
utilisasi layanan kesehatan yang lebih efektif, pengurangan biaya dan peningkatan
outcome(100). Sebagai contoh, melibatkan kelompok wanita di Nepal dalam identifikasi
masalah utama kesehatan maternal dan neonatal dan strategi perbaikannya telah mengurangi
kematian bayi baru lahir sebesar 30% dan mengurangi mortalitas maternal sebesar 80% (113).
Pemberian informasi, nasihat dan dukungan dapat membantu para pasien mengelola
kesehatannya sendiri, sertabersama-sama menyusunrencana terapi dan pemeliharaan
kesehatannya.Mekanisme pelibatan masyarakat yang sistematik dan berkelanjutan juga dapat
membantu program peningkatan mutu layanan. Tanpanya, akan muncul hambatan besar
dalamhal niat mencari akses kesehatan bahkan saat dibutuhkan sekalipun.

5.3.4Memberikan informasi dan edukasi bagi tenaga kesehatan, manajer dan pembuat
kebijakan

Agar efektif, sistem informasi untuk peningkatan mutu harus dapat memenuhi kebutuhan
tenaga kesehatan, manajer fasilitas kesehatan, pimpinan sistem kesehatan, pembuat kebijakan
dan regulator.Hal ini membutuhkan metode informasi dan edukasi dengan sasaran masing-
masing audiens.Tenaga kesehatan membutuhkan informasi pembanding tentang kinerja
mereka, khususnya dalam hal pembanding best practice. Pimpinan, manajer, pembuat
kebijakan, regulator dan penyandang dana juga membutuhkan informasi pembanding. Format
dan fokusnya akan bervariasi berdasarkan area mutu yang dikaji, apakah itu merupakan
layanan (contohnya, layanan maternal), kondisi penyakit (contohnya, perawatan pasien
diabetes), kelompok dalam masyarakat (contohnya, lansia), atau intervensi (contohnya, uptake
vaksinasi campak). Salah satu komitmen yang dibutuhkan dari pimpinan adalah jaminan untuk
memberikan investasi yang memadai dalam sistem informasi dan pemeliharannya. Meski
demikian, percepatan dalam aksesibilitas dan utilitas informasi tidak harus bergantung pada
solusi teknologi yang canggih; sebagai contohnya, dukungan bagi pengambilan keputusan klinis
dapat berupa format dalam komputer atau yang sederhana seperti kertas dengan kotak-kotak
untuk dicentang mengenai proses dasar perawatan anak yang efektif.

5.3.5Menggunakan program dan metode peningkatan mutu berkelanjutan

Peningkatan mutu bukan merupakan konsep yang statis, tetapi lebih bersifat sistem yang
dinamis dan timbul secara terus menerus. Banyak metode yang telah digunakan untuk
memeriksa dan meningkatkan mutu layanan kesehatan secara berkelanjutan, termasuk
mekanisme tata kelola klinis yang luas; kajian oleh sejawat dan audit klinis; umpan balik
individual; supervisi dan pelatihan; perangkat pendukung pengambilan keputusan klinis
berdasarkan pedoman; dan kolaborasi pembelajaran multidisiplin. Doktrin utama yang
melandasi peningkatan mutu berkelanjutan adalah mekanisme pembelajaran aktif
menggunakan siklus perubahan yang berulang-ulang.Selain itu, menghindari “budaya
menyalahkan dan mempermalukan” pentingagar tidak menimbulkan ketakutan dan penolakan,
yang dibutuhkan adalah keterlibatan yang penuh semangatuntuk bersama-sama
menempuhupaya peningkatan mutu.Tidak ada metode tunggal yang efektif. Intervensi multipel
harus digunakan bersama dengan pemahaman mengenai konteks spesifik. Peran budaya
organisasi merupakan pertimbangan penting dalam menentukan campuran spesifik metode
peningkatan mutu berdasarkan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki.

5.3.6Menerapkan insentif berbasis-kinerja (finansial dan non-finansial)

Insentif dapat berupa finansial, seperti honor, atau non-finansial, seperti pengakuan dan
penghargaan.Pendanaan berbasis kinerja merupakan istilah luas bagi pembayaran tenaga
kesehatan berdasarkan sejumlah indikator kinerja, yang semakin banyak digunakan sebagai
pendongkrak mutu.Model ini meliputi pembelian berdasarkan harga terbaik, sanksi bagi kasus
readmisi, penundaan pembayaran bagi kesalahan medis; dan program performa yang berfokus
pada penguatan layanan primer.Besaran jumlah yang bergantung pada kinerja merupakan
subkomponen dari pembayaran penuh, berdasarkan kisaran modalitas finansial.Bukti-bukti
masih bervariasi mengenai dampak program pembiayaan berbasis kinerja terhadap perubahan
outcome kesehatan dengan sendirinya.Meski demikian, insentif – baik pendekatan finansial dan
non finansial yang makin terkenal – dapat menjadi motivasi penting dan memiliki fungsi yang
berkesinambungan jika digunakan sebagai bagian dari program peningkatan mutu yang kuat.
Pada saat yang bersamaan, perlu diperhatikan untuk menghindari penggunaan insentif secara
tidak tepat atas nama mutu (contohnya, sistem yang memperbolehkan penggunaan sisa obat-
obatan).

5.3.7Undang-undang dan peraturan

Pemerintah menggunakan undang-undang dan peraturan untuk mencapai sasaran kesehatan


nasional. Undang-undang yang dibuat untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan dapat
meliputi berbagai isu secara luas, seperti cakupan dan manfaat; pembentukan badan nasional
baru (atau pemberdayaan badan lama yang sudah ada); reformasi pembiayaan; penerbitan izin
fasilitas kesehatan dan penyedia layanan kesehatan individu; serta pelaporan performa pada
publik. Peraturan melingkupi sejumlah faktor di luar praktik klinis atau manajemen layanan
kesehatan yang mempengaruhi perilaku pelaksanaan atau penggunaan layanan kesehatan
(114).Peraturan biasanya menyasar aktivitas penyedia layanan kesehatan institusional dan
individual; badan asuransi kesehatan; pabrik farmasi dan alat kesehatan; dan konsumen atau
pasien.Berbagai intervensi peraturan kerap gagal memenuhi tujuan yang diharapkan, sebagian
karena pihak yang bertanggungjawab tidak memiliki kapasitas untuk
melaksanakannya.Peraturan mengenai aktivitas sektor swasta juga semakin penting, dan
merupakan porsi besar dalam total seluruh layanan.

Kotak 5.4 merupakan studi kasus penggunaan undang-undang dan peraturan untuk
mendukung pencapaian sasaran mutu layanan kesehatan di Ontario, Kanada.

Kotak 5.4 Studi kasus :Ontario, Kanada – Layanan Prima bagi Seluruh Aksi dan Strategi

Dengan jumlah penduduk yang besar dan populasi yang heterogen sekitar 13.5 juta,
termasuk penduduk asli, maka memberikan layanan bermutu-tinggi secara adil di Ontario
merupakan tantangan besar.Sebagaimana provinsi Kanada yang lain, Ontario memiliki
sistem pembiayaan tunggal untuk kesehatan; sekitar dua pertiga pengeluaran kesehatan
dibiayai oleh publik, sementara sepertiganya dibayar langsung oleh pasien atau asuransi
swasta.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara mutu dan pendanaan masih
lemah di Ontario, dan tujuan utama reformasi sistem kesehatan saat ini adalah untuk
memperbaiki hubungan tersebut.Excellent Care for All Act disahkan menjadi undang-
undang pada tahun 2010, dengan Excellent Care for All Strategy menjadi sarana
implementasinya.Undang-undang memberi mandat pada seluruh komite mutu dalam
organisasi sektor kesehatan, dan mewajibkan survei kepuasan pasien, keluarga dan
pegawai.Selain itu, organisasi layanan kesehatan harus membuat dan mempublikasikan
deklarasi nilai-nilai pasien dan rencana peningkatan mutu.Excellent Care for All Act juga
membuat perpanjangan badan mutu daerah, Health Quality Ontario, dengan mandat
melakukan pengawasan mutu layanan kesehatan dan pelaporan publik, mendukung
peningkatan mutu, dan mempromosikan layanan kesehatan bermutu-tinggi. Di level
organisasi, peraturan mengatur tenatang jaminan dan keselamatan di rumah sakit, balai
pengobatan, laboratorium, dan seting kesehatan lain; dan telah tersedia pula jurusan
hukum kesehatan untuk menjamin seluruh tenaga kesehatan profesional memberikan
pelayanan dengan aman, bertanggungjawab dan sesuai etika.

65% penduduk Ontario memiliki status kesehatan prima atau sangat baik, rata-rata ini
menyamarkan variasi geografi dan populasi yang signifikan; contohnya, kuintil paling
miskin dilaporkan mengalami penyakit kronik multipel dua kali lebih banyak daripada
kuintil paling kaya. Oleh sebab itu, fokus pada kepemimpinan, akuntabilitas dan
penyejajaran insentif dengan tujuan perbaikan akan tetap menjadi landasan bagi strategi
Ontario dalam menggapai sistem kesehatan dengan mutu yang lebih baik.

Sumber : ICES (21), Ministry of Health and Long-term Care (116).


5.4PERTIMBANGAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI MUTU

Tujuh kategori tindakan di atas telah memberikan gambaran besar mengenai kondisi
peningkatan mutu, tetapi dibutuhkan pembahasan yang lebih spesifik mengenai intervensi mutu
yang penting.Memilih intervensi yang “benar” jarang bisa dilakukan.Tidak ada intervensi tunggal
yang dapat memunhi segala kebutuhan.Bahkan intervensi yang tidak kontroversial pun, seperti
protokol cuci tangan, tidak akan efektif bila tidak diimplementasikan dengan mempertimbangkan
budaya organisasi serta perilaku dan motivasi pegawai. Hubungan dengan tujuan nasional –
yang dirancang agar dapat bertahan dalam perubahan politik – dipusatkan untuk ketahanan
jangka-panjang.

Setiap upaya untuk meningkatkan mutu akan membutuhkan pendekatan multimodalitas,


menggunakan kombinasi berbagai intervensi. Beberapa pendekatan, seperti akreditasi fasilitas
kesehatan, mungkin tidak memiliki dampak langsung pada outcome kesehatan tetapi penting
untuk membangun kepercayaan publik dan mempromosikan budaya mutu dalam sistem
layanan kesehatan. Program-program yang hanya berfokus pada perilaku penyedia layanan
akangagal mengenali bahwa ada lingkup kesehatan yang lebih luas dan penting dalam
memfasilitasi atau menghalangi best practice. Contohnya, peresepan antibiotik yang tepat
sering bergantung pada dokter yang perilakunya dipengaruhi oleh pedoman praktik klinis,
umpan balik atas kinerjanya, kajian oleh sejawat, pelatihan dan supervisi, insentif finansial,
ketersediaan antibiotik dengan variasi yang baik dan ekspektasi pasien. Kompleksitas
perubahan pun menjadi sangat nyata.

Intervensi yang digambarkan dalam Tabel 5.1 telah mengidentifikasi ciri-ciri sebagai berikut :
relevan untuk berbagai negara secara global; umum dipertimbangkan sebagai pilihan; memiliki
bukti untuk memandu proses pemilihan dan penggunaannya; dan dapat diimplementasikan
pada berbagai level, mulai dari klinik layanan primer kecil hingga setingkat program nasional.

Konteks dimana intervensi ini diterapkan penting untuk menjaga kredibilitas upaya peningkatan
mutu. Contohnya, penyusunan strategi intervensi mutu multimodalitas untuk fasilitas kesehatan
yang tidak memiliki pasokan air yang memadai bisa memberikan laporannyata dengan
cepatbagi mereka yang sedangmengupayakan mutu – data tentang air, sanitasi dan higiene
dari berbagai fasilitas kesehatan di seluruh dunia memberikan konteks yang jelas bagi tindakan
padastruktur yang dibutuhkan oleh mutu.

Daftar berikut tidaklah lengkap; intervensi-intervensi lain dapat dimasukkan. Daftar intervensi ini
telah dipilih berdasarkan potensi dampaknya terhadap mutu melalui berkurangnya cedera pada
pasien, membaiknya pelaksanaan layanan kesehatan di garis depan, dan pembangunan
kapasitas sistem secara luas untuk peningkatan mutu.Penggambaran intervensi tidak diurutkan
berdasarkan efektivitasnya tetapi mengarah pada beberapa pilihan dan kemungkinan yang
tersedia bagi pimpinan, manajer, praktisi atau pembuat kebijakan sistem kesehatan dalam
mengupayakan layanan yang bermutu.Intervensi-intervensi dijelaskan dengan sesingkat
mungkin, dengan menyoroti isu-isu utama.Meski demikian, tidak ada yang sederhana saat
dilaksanakan.Beberapa intervensi yang dikelompokkan dalam kategori lingkungan sistem
berhubungan dengan tujuh kategori yang telah dijabarkan sebelumnya.

Tabel 5.1Ilustrasi intervensi mutu

Kategori Intervensi
Lingkungan sistem  Registrasi dan perizinandokter dan tenaga kesehatan profesional
lain, dan juga organisasi kesehatan, sering dianggap sebagai
penentu utama dan landasan bagi sistem kesehatan yang baik.
 Evaluasi dan akreditasi eksternal adalah pengakuan publik,
melalui lembaga eksternal (sektor publik, profit atau non-profit), atas
level performa organisasi berdasarkan standar-standar yang telah
ditentukan sebelumnya.
 Tata kelola klinis adalah konsep yang digunakan untuk
meningkatkan manajemen, akuntabilitas dan ketentuan mutu
layanan kesehatan. Termasuk di dalamnya adalah audit klinis;
manajemen risiko klinis, keterlibatan pasien atau pengguna layanan;
pendidikan dan pengembangan profesional; penelitian dan
pengembangan efektivitas klinis; penggunaan sistem informasi; dan
komite tata kelola klinis organisasi.
 Pelaporan publik dan tolak ukur (benchmark)pembanding
adalah strategi yang sering digunakan untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas mengenai isu-isu mutu dan
pembiayaan sistem layanan kesehatan dengan cara menyediakan
data perbandingan performa bagi konsumen, pihak pembayar,
organisasi kesehatan dan penyedia layanan.
 Pembiayaan dan kontrak berbasis kinerja adalah istilah luas bagi
pembayaran tenaga kesehatan berdasarkan sejumlah indikator
kinerja, yang semakin banyak digunakan sebagai pendongkrak
mutu. Besaran jumlah yang bergantung pada kinerja merupakan
subkomponen dari pembayaran penuh, yang bisa ditentukan
berdasarkan kisaran modalitas finansial.
 Pelatihan dan supervisi tenaga kesehatan merupakan salah satu
intervensi yang paling sering digunakan untuk meningkatkan mutu
layanan kesehatan di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah.
 Peraturan tentang obat-obatan untuk memastikan jaminan mutu,
keamanan dan efektivitas obat-obatan, vaksin dan alat kesehatan
sangat penting bagi sistem kesehatan yang berfungsi. Peraturan,
termasuk surveilans pasca-pemasaran, diperlukan untuk
mengeliminasi obat-obatan yang tidak sesuai standar dan obat-
obatan palsu berdasarkan norma-norma dan standar internasional.
Pengurangan  Pemeriksaan standar keamanan minimal fasilitas
cedera kesehatandapat digunakan sebagai mekanisme untuk memastikan
tersedia kapasitas dan sumberdaya dasar yang diperlukan untuk
memelihara lingkungan klinis yang aman.
 Protokol keselamatan, seperti cara cuci tangan, digunakan untuk
menghadapi risiko-risiko yang sebenarnya dapat dihindari, yang
dapat membahayakan keselamatan pasien serta menyebabkan
penderitaan dan cedera.
 Daftar tilik (checklist)keselamatan, seperti WHO Surgical Safety
Checklist dan Trauma Care Checklist, memiliki dampak positif
dalam mengurangi komplikasi klinis dan mortalitas.
 Pelaporan kejadian tidak diharapkan mendokumentasikan insiden
medis yang tidak diinginkan pada pasien akibat layanan kesehatan
tertentu atau selama perawatan pasien di lingkungan medis, dan
harus dikaitkan dengan sistem pembelajaran.

Perbaikan layanan  Perangkatan pendukung pengambilan keputusan klinis


klinis memberikan pengetahuan dan informasi spesifik pasien (baik dalam
bentuk otomatis maupun paper-based) pada saat yang tepat untuk
meningkatkan pelaksanaan layanan kesehatan di garis depan.
 Clinical pathway, standar dan protokol klinis digunakan sebagai
panduan untuk pelayanan berbasis-bukti yang telah diterapkan
secara internasional selama bertahun-tahun. Clinical pathway
semakin banyak digunakan untuk meningkatkan pelayanan dengan
volume tinggi dalam berbagai kondisi.
 Audit klinis dan umpan balik merupakan strategi untuk
meningkatkan perawatan pasien melalui pemeriksaan kepatuhan
terhadap standar yangeksplisit dan pedoman disertai pemberian
umpan balik yang dapat diterapkan dalam praktik klinis .
 Kajian terhadap morbiditas dan mortalitas menjadi mekanisme
pembelajaran kolaboratif dan proses penelaahan yang transparan
bagi para klinisi untuk memeriksa praktik yang telah mereka lakukan
dan untuk mengidentifikasi area-area perbaikan, seperti outcome
pasien dan kejadian tidak diharapkan, tanpa takut akan disalahkan.
 Siklus perbaikan berbasis tim yang kolaboratif adalah metode
resmi bagi rumah sakit atau klinik untuk bekerja sama melakukan
perbaikan di area-area yang menjadi fokus selama periode waktu
tertentu dengan mekanisme pembelajaran yang dapat dibagikan.
Pelibatan dan  Pelibatan dan pemberdayaan masyarakat secara formalmerujuk
pemberdayaan pada kontribusi aktif dan penuh kesadaran dari anggota masyarakat
pasien, keluarga terhadap kesehatan populasi masyarakat dan performa sistem
dan masyarakat layanan kesehatan, dan dapat berfungsi sebagai mekanisme
akuntabilitas tambahan.
 Literasi kesehatan adalah kapasitas untuk memperoleh dan
memahami informasi kesehatan dasar untuk mengambil keputusan
tentang kesehatan sebagai bagian dari pasien, keluarga dan
masyarakat yang lebih luas secara konsisten, dan berhubungan erat
dengan mutu perawatan.
 Pengambilan keputusan bersama sering digunakan untuk
menyesuaikan perawatan agar lebih bisa memenuhi kebutuhan dan
pilihan pasien, dengan tujuan meningkatkan keterlibatan pasien dan
meminimalisir perawatan di masa depan yang tidak dibutuhkan.
 Dukungan kelompok sejawat dankelompok pasien ahli(expert
patient group) menghubungkan orang-orang dengan kondisi klinis
yang sama dengan tujuan berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Hal ini dapat memberikan dukungan emosional, sosial dan praktikal
untuk meningkatkan perawatan klinis.
 Pengalaman pasien selama perawatan telah mendapat perhatian
bermakna sebagai landasan untuk merancang perbaikan perawatan
klinis. Pengukuran berdasarkan laporan pasien juga penting bagi
mereka sendiri; pasien yang memiliki pengalaman baik akan lebih
terlibat dengan perawatannya, yang dapat memberikan outcome
lebih baik.
 Perangkat manajemen-diri pasien adalah teknologi dan teknik
yang digunakan oleh pasien dan keluarga untuk mengelola isu
kesehatan di luar fasilitas medis resmi dan semakin banyak
dianggap sebagai sarana perbaikan perawatan klinis.

5.5KESIMPULAN

Meningkatkan performa sistem kesehatan membutuhkan pilihan-pilihan dan pertimbangan


selama pengumuman kebijakan, pemilihan prioritas sasaran mutu nasional, pelibatan
stakeholder utama dan pemilihanintervensi terkait-mutu. Infrastruktur, konteks, budaya dan
tradisi layanan kesehatan di tingkat lokal maupun negara merupakan hal penting dalam
menentukan pendongkrak apa yang akan digunakan.

Strategi mutu nasional yang sukses memiliki berbagai aspek dan menggunakan banyak
intervensi dalam pelaksanaannya (Tabel 5.2), mulai dari menjadikan pasien sebagai pusat
proses perawatan, hingga mendukung tenaga kesehatan dalam menyusun standar dan bekerja
secara efektif dalam tim. Pimpinan, manajer dan pembuat kebijakan memainkan peran penting
dalam mendukung dan menciptakan lingkungan dimana seting standar, insentif berbasis
kinerja, peraturan dan intervensi lain dapat berkembang.

Tabel 5.2Intervensi terkait-mutu : melibatkan pemeran utama

Kategori Intervensi
Pemerintah  Perumusan prioritas dan sasaran mutu nasional
 Penyediaan infrastuktur mutu dasar, seperti teknologi informasi dan
utilitas
 Perbaikan regulasi
 Pelaporan data untuk transparansi dan motivasi
 Inspeksi dan perizinan penyedia layanan kesehatan
Fasilitas kesehatan  Tata kelola klinis
 Penyusunan protokol perawatan dan clinical pathway
 Penyediaan dukungan bagi pengambilan keputusan klinis
 Penggunaan protokol keselamatan
 Mekanisme pembelajaran antar-organisasi
Penyedia layanan  Standar klinis dan alur perawatan pasien
klinis  Pengawasan kepatuhan terhadap standar perawatan
 Kajian oleh sejawat dan audit klinis
 Pengambilan keputusan bersama
Pasien dan  Pelibatan pasien, keluarga dan masyarakat
masyarakat  Edukasi dan manajemen-diri bagi pasien
 Partisipasi dalam pengelolaan
 Umpan balik pasien mengenai pengalaman selama perawatan

Salah satu masalah terbesar dalam peningkatan mutu layanan kesehatan adalah rasa enggan
untuk mengetahui keberadaan masalah (117-119). Masalah lain adalah kesulitan dalam
memilih intervensi yang efektif dan melaksanakannya dengan baik. Pentingnya kepemimpinan
adalah sejenis mantra dalam area peningkatan mutu layanan kesehatan, tetapi tanpanya tidak
ada cara untuk membangkitkan kepercayaan bahwa dapat dilakukan perbaikan untuk
mempercepat tindakan secara kolektif. Salah satu kunci keberhasilan lain adalah bukti bahwa
intervensi ini dapat diterapkan. Maka disinilah peran mutlak pengumpulan data dan pemberian
umpan balik.Meski demikian, tim lokal bisa saja kekurangan pengalaman dalam mengumpulkan
dan menerjemahkan data. Mereka dapat berkutat dengan sistem pengumpulan data yang tidak
dirancang baik untuk mengawasi mutu (120).Pengukuran yang berat dan berlebihan dapat
dianggap sebagai penyia-nyiaan waktu, selain itu indikator yang tidak dipilih dengan baik dapat
mencetuskan pemberian insentif secara sesat dan asal-asalan.maka, penting untuk melakukan
pengawasan dengan benar dari awal, dan ini berarti integrasi sistem pengukuran ke dalam
proses perbaikan dan memastikan hal tersebut memiliki sumberdaya yang memadai (121, 122).

Merumuskan kebijakan dan strategi mutu nasional adalah sebuah prioritas jika peningkatan
mutu merupakan bagian integral dari cara operasional sistem layanan kesehatan. Upaya-upaya
yang diarahkan secara nasional membutuhkan penyusunan dan implementasi pendekatan
mutu yang berbeda-beda, yang menggunakan berbagai pendongkrak untuk menjamin
perubahan positif bagi para penduduk di seluruh dunia.

Kotak 5.5 merangkum tindakan-tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk memastikan hal-hal
yang dapat mendongkrak upaya peningkatan mutu digunakan dengan baik.
Kotak 5.5 Tindakanpenting : memahami hal-hal yang dapat mendongkrak upaya
peningkatan mutu

Untuk menjamin bahwa mutu dijadikan landasan sistem layanan kesehatandalam


mewujudkan universal health coverage, maka pemerintah, pembuat kebijakan, pimpinan
sistem kesehatan, pasien dan klinisi harus bekerja sama untuk :

1. Menyusun, mematangkan dan melaksanakan kebijakan dan strategi mutu nasional,


dengan cara :
 mengadopsi definisi mutu yang dapat diterapkan dalam konteks lokal;
 melakukan analisis situasional mengenai status mutu saat ini;
 melibatkan para stakeholder utama dalam penyusunannya;
 mengidentifikasi (atau membuat) struktur organisasi yang memiliki kapasitas
pengelolaan, kepemimpinan dan teknis dalam mutu;
 memastikan bahwa mutu terintegrasi dengan fungsi kementerian kesehatan.
2. Mengadopsi dan mempromosikan sasaran mutu universal, dengan cara :
 menentukan target yang realistis dan dapat diukur untuk mengurangi cedera dan
meningkatkan pelayanan;
 bekerja sama dengan lembaga profesional untuk menentukan area perbaikan klinis
yang efektif;
 melibatkan dan memberdayakan pasien, keluarga dan masyarakat
 membangun kapasitas sistemik untuk upaya peningkatan mutu yang sedang
berjalan;
 menciptakan dan menerapkan sistem pembelajaran untuk perbaikan
berkelanjutan.
3. Merancang strategi mutu yang meliputi berbagai intervensi mutu, dengan cara :
 memeriksa intervensi-intervensi peningkatan mutu berbasis bukti dengan seksama
dalam kaitannya dengan lingkungan sistem, pengurangan cedera, perbaikan
layanan klinis serta pelibatan dan pemberdayaan pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Mengawasi dan melaporkan hasil mutu layanan untuk upaya perbaikan yang
berkelanjutan
Mutu Menurut Saya
Dr M. R. Rajagopal,

Spesialis perawatan paliatif,

Trivandrum, India

Rumah sakit saat ini belum memiliki tempat untuk meninggal. Secara kultural dan klinis
mereka tidak cocok untuk menyediakan perawatan akhir hayat, kata Dr m. R.
Rajagopal, “bapak” perawatan paliatif India.

Konsultan anestesi ini telah menghabiskan 20 tahun karirnya untuk memberikan


perawatan akhir hayat di negara bagian Kerala yang kecil dan subur, di barat daya
India.Saat ini, dengan 3% populasi India, Kerala memiliki dua pertiga bagian dari
perawatan paliatif negara tersebut.

Minatnya terbentuk saat ia bekerja sebagai ahli anestesi di Calicut Medical College di
utara Kerala pada awal 1990-an. Ia dengan cepat menyadari bahwa mengelola nyeri
dan mendukung pasien akhir hayat tidak dapat dilakukan sendiri oleh staf medis.
Kebutuhannya terlalu besar. Hal tersebut akan bergantung pada pengendalian
komitmen para relawan.

‘Nyeri hanyalah bagian yang terlihat dari gunung es penderitaan.Apa yang terabaikan
adalah bagian di bawah permukaannya – perasaan tidak punya harapan dan putus
asa, kekhawatiran tentang anak, tentang uang. Itulah perawatan paliatif.”

Gerakan tersebut terus berkembang dan saat ini ia memperkirakan terdapat sekitar
300 kelompok relawan di negara bagian (tidak ada data resmi), yang menyediakan
perawatan bagi pasien di rumah mereka sendiri, dan mengidentifikasi kebutuhan
pasien serta membantu mengatasi keterbatasan sumber daya medis dengan hal-hal
terbaik yang bisa mereka lakukan. “Model Kerala” saat ini mendapat perhatian dari
seluruh dunia.

Setelah pindah ke Trivandrum di selatan, pada tahun 2006 ia mendirikan Pallium India,
yang mendukung 11 kelompok relawan dan lima tim medis mobile yang memberikan
perawatan paliatif di area tersebut, dan juga melaksanakan kampanye untuk
meningkatkan perawatan paliatif di seluruh India. Walaupun saat ini sudah berumur 69
tahun, ia masih tetap mengunjungi pasien di rumah dan mengajar sejawat yang lebih
muda tentang cara pendekatan terhadap pasien.

“Jika saya memakai dasi, mengikat diri saya dengan otot yang kaku, dan hanya bicara
tentang nyeri, saya tidak akan menemukan banyak hal.Dengan pendekatan berbeda
yang lebih lembut, dan meletakkan tangan di lengan pasien, maka mereka akan
membicarakan masalah yang lebih dalam.”

Ia juga mengingatkan akan pentingnya bahasa. “Anda bisa mengakibatkan cedera


dengan dosis obat yang salah –begitu pula dengan kata-kata yang salah.”

Ketika diagnosis dan terapi semakin bergantung pada teknologi, maka akan ada
sesuatu yang hilang, katanya. Pertumbuhan industri kesehatan komersial, yang
didorong oleh keuntungan, telah meningkatkan perasaan terisolasi.Hasilnya adalah
penyakit menjadi lebih penting daripada pasien itu sendiri.Kebanyakan dokter percaya
bahwa tugasnya adalah memperpanjang kehidupan, daripada mempermudah
kematian.Penyembuhan menjadi lebih penting daripada perawatan.

“Pasien sedikit tampak asing di antara mesin-mesin.Sistem kesehatan sepertinya lupa


bahwa kesehatan tidak hanya berarti hilangnya penyakit tetapi juga hadirnya
kesejahteraan fisik, mental dan sosial.”

Ia berpendapat bahwa setiap rumah sakit harus mengintegrasikan perawatan paliatif


dengan pekerjaan yang berfokus pada penyakitnya. Kebanyakan orang, jika diberi
pilihan dan perawatan yang tepat, akan memilih untuk meninggal di rumah, dengan
dikelilingi orang-orang yang mereka sayangi. Tetapi beberapa akan merasa lebih aman
di lingkungan rumah sakit, dengan dokter yang mereka kenal ada di dekatnya. Hal itu
merupakan pilihan pribadi, katanya.

Akses terhadap anti nyeri juga penting untuk pemilihan tersebut tetapi morfin tidak
mudah didapatkan. Perkiraan menyebutkan bahwa India menggunakan 320 kilogram
morfin dalam satu tahun, hanya 1% dari jumlah yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan.

Bukan biaya yang membatasi akses tersebut, tetapi undang-undang. Morfin telah
sangat dibatasi di India sejak tahun 1985 karena ketakutan akan penyalahgunaan obat.
Akibatnya, dua generasi dokter menjadi tidak terbiasa menggunakan morfin, dan
menyebabkan jutaan pasien dengan kondisi terminal mengalami kematian penuh rasa
sakit yang sebetulnya tidak diperlukan.

Di sini, Kerala telah merintis jalan.Sejak 1995, pusat perawatan paliatif di Kerala telah
diizinkan memberikan morfin per oral. Institusi Dr Raj sekarang menjadi WHO
Collaborating Centre Training and Policy on Access to Pain Relief dan menjadi tuan
rumah bagi berbagai tamu internasional.

“Layanan kesehatan harus membentuk kemitraan antara dokter, pasien dan


keluarga.Dokter tidak boleh bekerja sendiri tetapi bersama-sama dengan perawat dan
konselor, relawan dari masyarakat dan pekerja sosial.Tugas saya adalah membangun
hubungan dengan pasien saya dan keluarganya dan merawat mereka sebagai seorang
manusia.Hidup tidak hanya tentang eksistensi – ada yang lebih penting dari itu.”
BAB 6

Seruan tindakan untuk mutu


5.1 PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, MUTU DAN PERJALANAN KE DEPAN

SDGs terkait-kesehatan tidak


dapatdicapaimelaluiketergantunganpadapencapaianakanpenyakittertentuataureformasifinansial
saja. Hal tersebutmembutuhkankomitmenkuatuntukmenciptakanlayanankesehatan yang
bermututinggidanberfokuspadapasien.Upayauntukmewujudkanuniversal health coverage, yang
berlandaskanlayananbermututinggidanaman, bersamadenganseluruhhal yang
pentinguntukmempertahankannya, merupakankeharusan yang
dihadapiparapembuatkebijakansaatini.

Kebanyakanupayapeningkatanmutu di masalaludidasarkanpadametodeberbasisproyek.Hal
tersebuthanyasedikitmenjanjikanpeningkatandankeberlanjutan.Dibutuhkanlebihbanyakfokuspad
apembentukanlayanankesehatanbermututinggi di
seluruhaspekperawatan.Menawarkanlayanankesehatanbermututinggijugaberartimenghubungka
nreformasifinansialdenganorientasiulang model yang
sudahdijalankanselamainiuntukmencapaimutupelayanan.Padaakhirnya,
denganmembangunlandasan yang kuat, sistemkesehatan yang
menawarkanperbaikanmutuberkelanjutanharusmenggunakankebijakandanstrategimutunasional
untukmenciptakanlingkungandimanaparapendukunglokal, regional
dannasionaldapatmemperluasdanmengembangkancara-cara yang
dapatdilakukanuntukmeningkatkanpelayanan.Dalamlingkungansepertiitu,
pemerintahdanpenyedialayanankesehatanakanmembuatpilihan yang tepatsecaralokal,
yaituintervensipeningkatanmutuyang memilikidampakpaling
besardalammeningkatkanlingkungansistem, mengurangicedera,
memperbaikilayananklinissertamelibatkandanmemberdayakanpasien, keluargadanmasyarakat.

Untukmemajukanupayapeningkatanmutu, universal health coveragedanpendekatan yang


berfokuspadapasiendalamkompleksitassistemkesehatandibutuhkansuatupemikiranakansistem
– yaitupemahaman yang
seksamadankomprehensifmengenaidinamikasistemkesehatanuntukmembuatsistemkesehatanm
enjadilebihbaik. Melaluipenguraiankompleksitassistemkesehatan,
pemikiranakansisteminidapatmembantupengawalanimplementasidanevaluasiintervensi-
intervensi yang dibutuhkanuntukmendukungpencapaiansasarankesehatan – denganadil,
efektifdanberkelanjutan.

5.2 SERUAN TINDAKAN

Dokumenini, berdasarkanperspektiftigainstitusi global yang pedulipadakesehatan – OECD,


World Bankdan WHO –mengusulkanjalanbagiseluruhpembuatkebijakan yang
sedangmencaricarauntukmencapaisasaranakseskelayanankesehatan yang
bermututinggidanberfokuspadapasien.Dalambabiniterdapatsejumlahtindakantingkattinggi yang
disarankanbagiseluruhpihak yang perlubekerjasamadengansegeradalammewujudkan SDGs
gunamenciptakanlayanankesehatan yang lebihbaikdanaman (Kotak 6.1).

Karena tidak ada pemeran tunggal yang dapat melakukan seluruh perubahan ini sendirian,
makapendekatanterintegrasidimanapemeran yang berbeda-
bedasalingbekerjasamauntukmelakukanperannyaakanlebihdapatmenunjukkanefeknyatadarimut
ulayanankesehatan di seluruhdunia.

Kotak 6.1 Aksitingkat-tinggibagipihak-pihakpentingdalammutulayanankesehatan

Seluruhpemerintahharus :

 memilikikebijkandanstrategimutunasional;
 menunjukkanakuntabilitasdalammemberikanlayananbermututinggi yang aman;
 memastikanbahwareformasi yang bertujuanuntukmewujudkanuniversal health
coveragemenjadikanmutusebagailandasansistemlayanankesehatan;
 memastikanbahwasistemkesehatanmemilikiinfrastrukturinformasidanteknologiinfor
masi yang dapatmendukungpengukurandanpelaporanmutupelayanan;
 menutupkesenjanganantarakinerjanyatadan target kinerjadalammutu;
 memperkuatkemitraanantarapenyedialayanankesehatandanpenggunalayanankeseha
tanuntukmewujudkanmutulayanankesehatan;
 membentukdanmempertahankansatuankerjaprofesionalkesehatanyang
memilikikapasitasdankapabilitasuntukmemenuhipermintaandankebutuhanmasyaraka
takanlayanankesehatan yang bermutu-tinggi;
 melakukanpembayaran, pendanaandanpemberianupahberdasarkanprinsipmutu;
 membiayaipenelitiantentangpeningkatanmutu.
Seluruhsistemkesehatanharus :

 mengimplementasikanintervensiberbasis-bukti yang menunjukkanperbaikan;


 melakukanperbandingandengansistem lain yangserupa
yangmemilikiperformaterbaik;
 memastikanpasiendenganpenyakitkronikdapatmeminimalisirdampakpenyakitterha
dapkualitashidup;
 mempromosikansistembudayadanpraktikuntukmengurangicederapadapasien;
 membangunketahananuntukpencegahan,
deteksidanresponterhadapancamankeamanankesehatanmelaluiperhatian yang
difokuskanpadamutu;
 menyediakaninfrastrukturpembelajaran;
 menyediakandukunganteknisdanmanajemenpengetahuanuntukperbaikan.

Seluruhmasyarakatdanpasienharus :

 terlibataktifdalamperawatanuntukmengoptimalkan status kesehatan;


 memainkanperanutamadalamdesain model
barulayanankesehatanuntukmemenuhikebutuhanmasyarakatlokal;
 mendapatinformasimengenaihakuntukmendapatkanakseskeperawatan yang
sesuaidenganstandarmutu modern;
 mendapatdukungan, informasidankemampuanuntukmengelolakesehatanjangka-
panjang.

Seluruhtenagakesehatanharus :

 berpartisipasidalampengukurandanperbaikanmutubersamadenganparapasien;
 menganutfilosofipraktiskerjasamatim;
 menjadikanpasiensebagaimitradalammemberikanpelayanan;
 berkomitmenterhadapdirisendiriuntukmenyediakandanmenggunakan data
untukmenunjukkanefektivitasdankeamananpelayanan.
Lampiran – Intervensi perbaikan
Lampiran ini mendefinisikanserta memberikan beberapa informasi dan penelitian lebih lanjut
mengenai pemilihan intervensi perbaikan.

1. Perizinan penyedia layanan kesehatan merupakan penentu utama dalam sistem


kesehatan yang bekerja dengan baik. Meski demikian, proyek yang sedang berjalan
untuk meneliti perbedaan kinerja antara praktisi yang memiliki izin dan tidak memiliki izin
menyebutkan bahwa perizinan saja tidak cukup untuk menjamin mutu pelayanan.
Sebagai contohnya, penelitian dari Bank Dunia pada sebuah area pedesaan di India –
dimana jumlah penyedia layanan kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi 15 kali lebih
banyak daripada penyedia layanan yang memiliki gelar dokter – menemukan bahwa
pendidikan formal bukanlah jaminan mutu yang baik. Penelitian ini hanya menemukan
perbedaan minor antara dokter yang terlatih dan tidak terlatih dalam kaitannya dengan
checklist keselamatan dan tidak ada perbedaan dalam probabillitas penyedia layanan
dalam membuat diagnosis atau memberikan terapi yang benar (1). Temuan ini
menyebutkan bahwa dokter yang mendapat pendidikan formal mungkin saja tahu apa
yang harus dilakukan secara klinis tetapi membutuhkan intervensi lebih lanjut untuk
menjamin kepatuhannya terhadap standar perawatan dengan mutu yang lebih tinggi (2).
Pengawasan sistematik mengenai mutu dan pemberian umpan balik individual untuk
penyedia layanan, serta edukasi pasien mengenai kompetensi penyedia layanan
kesehatan, juga merupakan metode untuk meningkatkan mutu layanan (3).
2. Akreditasi adalah pengakuan publik, melalui lembaga eksternal, atas level performa
organisasi berdasarkan standar-standar yang telah ditentukan sebelumnya (4).
Akreditasi dapat dilakukan oleh lembaga sektor publik, lembaga profit maupun non-
profit. Secara historis, metriks yang digunakan untuk menilai akreditasi bersifat struktural
dan berorientasi pada hasil, seperti misalnya ketersediaan peralatanmedis yang
memadai, rasio kepegawaian dan kepatuhan terhadap standar-standar terprogram.
Telah dilakukan penelitian minimal mengenai hubungan antara akreditasi dan outcome
klinis. Dalam sebuah penelitian di Mesir, rata-rata angka kepuasan pasien di beberapa
fasilitas kesehatan swasta yang telah terakreditasi lebih tinggi secara signifikan di lima
area : kebersihan, ruang tunggu, waktu tunggu, pegawai dan kepuasan secara
keseluruhan (5). Paling tidak,secara teori, akreditasi memberikan beberapa manfaat,
seperti meningkatnya kepercayaan dan keyakinan publik, perilaku pengendalian diri
dalam institusi kesehatan, serta menjadi dasar bagi pemberian insentif dan sanksi dalam
pengaturan kinerja. Pemeliharaan program akreditasi yang efektif mungkin merupakan
suatu tantangan tersendiri, karena beberapa alasan berikut : membutuhkan sumberdaya
tambahan untuk mengatasi kekurangan dalam hal struktural dan performa guna
persiapan akreditasi, membutuhkan adaptasi terus menerus untuk menjamin standar
tetap sesuai dengan bukti-bukti, dan membutuhkan pembiayaan berkelanjutan untuk
akreditasi nasional atau internasional (6, 7). Dalam beberapa kondisi, kadang
dibutuhkan bimbingan teknis khusus sebelum implementasi program akreditasi (6).
3. Tata kelola klinis meliputi promosi sistematis untuk kegiatan-kegiatan seperti audit
klinis; manajemen risiko klinis; keterlibatan pasien atau pengguna layanan; pendidikan
dan pengembangan profesional; penelitian dan pengembangan efektivitas klinis;
penggunaan sistem informasi; dan komite tata kelola klinis organisasi (8). Tata kelola
klinis merupakan konsep yang digunakan untuk meningkatkan manajemen, akuntabilitas
dan ketentuan mutu layanan kesehatan. National Health Service di Inggris telah menjadi
pionir dalam implementasi kegiatan-kegiatan tata kelola klinis dalam skala besar (9).
Walaupun literatur mengenai negara berpenghasilan rendah dan menengah masih
terbatas, terdapat sebuah studi kasus dari Indonesia yang menunjukkan tentang
penggunaan tata kelola klinis untuk meningkatkan kesehatan maternal dan neonatal di
22 rumah sakit (10). Mekanisme yang paling dapat diterima untuk mendorong tata kelola
klinis adalah mekanisme yang mengakui kepemimpinan profesional dan dianggap
relevan secara lokal serta dapat direfleksikan untuk praktik profesional pribadi (11).
4. Pelaporan publik adalah strategi yang sering digunakan untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas mengenai isu-isu mutu dan pembiayaan sistem layanan
kesehatan dengan cara menyediakan data perbandingan performa bagi konsumen,
pihak pembayar, organisasi kesehatan dan penyedia layanan. Hal tersebut meliputi
sejumlah pendekatan berskala luas, seperti kartu pelaporan performa rumah sakit,
harga dan biaya yang komparatif di masyarakat, dan perbandingan (benchmark)
indikator klinis bagi penyedia layanan kesehatan. Pelaporan publik telah
diimplementasikan di beberapa negara berpenghasilan tinggi, seperti Kanada, Inggris
dan Amerika Serikat, dimana bukti-bukti menunjukkan bahwa hal tersebut dapat
mengkatalisis upaya perbaikan. Terdapat pula beberapa publikasi dari negara
berpenghasilan rendah, tetapi beberapa kasus dapat menggambarkan dampak
potensialnya. Di Afganistan, Kementerian Kesehatan Masyarakat membuat dan merilis
kartu skor berimbang (12), menggunakan data survei rumah tangga dan survei tahunan
rumah sakit, yang menunjukkan perbaikan skor nasional secara progresif antara tahun
2004 dan 2008 pada enam area, yaitu kepuasan pasien dan masyarakat, kapasitas
penyediaan layanan, mutu layanan secara keseluruhan, dan reduksi biaya bagi
pengguna (13).
5. Pembiayaan berbasis kinerja adalah istilah luas untuk pembayaran bagi penyedia
layanan kesehatan berdasarkan indikator kinerja. Besaran jumlah yang bergantung
pada kinerja seringkali merupakan subkomponen dari pembayaran penuh, yang bisa
ditentukan berdasarkan fee for service, kapitasi atau penghitungan lain. Pembayaran
dapat dialokasikan pada level individual maupun lebel kelompok (contohnya rumah
sakit, departemen atau tim perawatan). Bukti menunjukkan keberhasilannya bermacam-
macam, tergantung pada faktor-faktor seperti pembelian substansial dari stakeholder,
kapabilitas organisasi dan kompetensi skema finansial atau peyandang dana (14-17).
Sebuah percobaan lapangan di Rwanda menyebutkan bahwa pembiayaan berbasis
kinerja dapat diaplikasikan (dengan pilihan lebih banyak pada pembiayaan berbasis
input) di sub-Sahara Afrika (15). Penelitian tersebut menunjukkan perbaikan di sejumlah
indikator akses dan pengetahuan, misalnya penurunan biaya di luar anggaran sebesar
62%, peningkatan persalinan oleh tenaga terlatih sebesar 144% dan peningkatan
pengetahuan tentang risiko penularan HIV melalui orang yang memiliki tindikan sebesar
23%, tetapi tidak ditemukan dampak pada outcome klinis (15). Hasil serupa terjadi pada
proyek percontohan di Nigeria yang menemukan peningkatan dalam kunjungan
antenatal dan persalinan oleh tenaga terlatih (17).
6. Pelatihan dan supervisi bagi tenaga kesehatan merupakan salah satu intervensi
peningkatan mutu yang paling umum digunakan di negara berpenghasilan remdah dan
menengah. Walaupun ada banyak investasi besar dar para donor, evaluasi mengenai
efek jangka panjang keduanya masih jarang ditemukan. Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa pelatihan dan supervisi kurang bermakna dalam meningkatkan mutu pelayanan
ibu hamil atau anak sakit di sub-Sahara Afrika (18). Penelitian lain dari Benin
menunjukkan bahwa para pekerja yang mendapat pelatihan manajemen terpadu untuk
anak sakit ditambah dukungan khususmemberikan hasil yang lebih baik dari kelompok
yang mendapat pelatihan dan dukungan biasa, dan kedua kelompok memiliki performa
lebih baik dari kelompok yang tidak mendapat pelatihan (19). Dalam proyek terkait di
Benin untuk memperkuat supervisi bagi tenaga kesehatan, setelah keberhasilan di awal,
banyak halangan yang timbul pada berbagai level sistem kesehatan yang menyebabkan
goncangan dalam proses supervisi, termasuk buruknya koordinasi, kurangnya keahlian
manajemen, manajemen tim yang tidak efektif, kurangnya motivasi, desentralisasi,
penolakan dari tenaga kesehatan, kurangnya prioritas terhadap program spesifik terkait
supervisi, beban kerja supervisi, kegiatan-kegiatan non-supervisi, implementasi yang
tidak lengkap mengenai intervensi proyek, sertakurangnya kepemimpinan dan
supervisor yang efektif (20). Penelitian ini menyimpulkan bahwa dukungan dari pimpinan
sangatlah penting, dan bahwa para donor dan politikus perlu menjadikan supervisi
ebagai prioritas(20).
7. Peraturan tentang obat-obatan dapat meningkatkan mutu obat-obatan, baik dalam hal
produksi maupun ketersediaan. Negara-negara anggota WHO melaporkan kasus obat
palsu sebesar 5%-15%, tetapi mungkin angka tersebut lebih rendah dari kejadian
sebenarnya. Secara global, kapasitas peraturan tentang obat-obatan masih terbatas;
WHO memperkirakan bahwa 30% negara-negara di dunia belum memiliki peraturan
tentang obat-obatan atau entitas regulator yang belum berfungsi dengan baik (21).
Sebuah penelitian di Uganda yang melakukan kajian terhadap efektivitas pedoman
terapi standar nasional tentang peresepan obat yang rasional menemukan perbaikan
signifikan dalam pengobatan secara umum, dan juga pada kasus malaria dan diare (22).
Karena peraturan tentang obat-obatan dapat mempengaruhi aspek finansial dan
sumberdaya manusia secara intensif, maka mungkin timbul tantangan untuk
memastikan bahwa peraturan ini ditaati. Hal ini khususnya menjadi masalah di negara
miskin (21). Terdapat pendapat bahwa negara dengan sumberdaya terbatas harus
menggunakan penilaian dari otoritas utama yang mengendalikan obat-obatan, seperti
yang ada di Amerika Serikat dan Eropa, dalam mengkaji obat-obatan tertentu (23).
Tetapi hal ini tidak menyelesaikan masalah tentang pemaksaan kekuasaan, dan
pedoman dari negara maju mungkin tidak sesuai dengan permasalahan yang dianggap
penting di negara lain. Strategi peresepan terbaik yang telah terbukti sukses diterapkan
di negara industri dan negara berkembang meliputi pedoman terapi standar, daftar obat
esensial, komite farmasi dan terapi, pelatihan profesional dan pendidikan internal
dengan target khusus (24).
8. Inspeksi standar keamanan minimal fasilitas kesehatan dapat digunakan sebagai
mekanisme untuk memastikan tersedia kapasitas dan sumberdaya dasar yang
diperlukan untuk memelihara lingkungan klinis yang aman. Walaupun hanya sedikit
literaturformal yang ditemukan tentang inspeksi standar keamanan minimal fasilitas
kesehatan di rumah sakit atau level senter kesehatan(25), faktor inspeksi yang diketahui
dapat meningkatkan praktik keselamatan meliputi konsistensi terhadap standar,
persetujuan atas standar oleh kementerian kesehatan, dan supervisi yang memadai
untuk mengomunikasikan standar dan membantu praktisi untuk menerapkannya dalam
praktik sehari-hari (26). Minimal, inspeksi standar dapat mengidentifikasi elemen
struktural yang penting bagi mutu : sumber air bersih, daya yang reliabel dan kapasitas
backup, cakupan tenaga kesehatan ahli yang cukup, tanggungjawab manajemen yang
jelas, rekam medis yang lengkap dan akuntabilitas.
9. Protokol keselamatan, seperti cara cuci tangan, digunakan untuk menghadapi risiko-
risiko yang sebenarnya dapat dihindari, yang dapat membahayakan keselamatan pasien
serta menyebabkan penderitaan dan cedera (27). Health care-associated infections
adalah kejadian tidak diharapkan yang paling sering ditemui di layanan kesehatan di
seluruh dunia (28), yang paling umum terjadi adalah infeksi di luka operasi, aliran darah,
saluran kencing dan saluran nafas bawah (29). Namun, cuci tangan adalah masalah di
seluruh dunia, dengan angka kepatuhan rata-ratanya kurang dari 40% (30). Penelitian
mengenai cuci tangan memiliki dampak terhadap angka cuci tangan sebesar 10%-50%
(31, 32). Dua puluh penelitian yang dilakukan dirumah sakit, yang dipublikasikan
sepanjang 1977 hingga 2008, menunjukkan hubungan antara peningkatan angka cuci
tangan dan penurunan infeksi (33). Selain itu, program-program terkait cuci tangan
dianggap efektif dari segi biaya : sebuah penelitian di Vietnam memperkirakan bahwa
untuk setiap health care-associated infections yang dapat dihindari, rumah sakit telah
menghemat 1000 USD (32). Dibutuhkan perubahan perilaku yang membutuhkan
pendekatan dari berbagai segi dengan fokus pada perubahan sistem, dukungan
administratif, motivasi, ketersediaan cairan pembersih tangan berbasis alkohol yang
aman, pasokan air dan sabun yang cukup, pelatihan dan pendidikan intensif untuk para
petugas fasilitas kesehatan, dan pengingat di tempat kerja (30, 34, 35). Kepatuhan
adalahmasalah mendasar yang tergantung pada banyak faktor struktural, termasuk
posisi profesional(dokter, perawat, fisioterapis), departemen atau jenisperawatan yang
diberikan, rasio pegawai, dan ketersediaanalat pelindung diri yang relevan sepertisarung
tangan(33). Selain itu, program juga harus memiliki konteks sensitif (misalnya, cairan
cuci tangan berbasis alkohol digunakan dimana air bersih tidak tersedia dalam jumlah
cukup) (31, 35).
10. Daftar tilik (checklist)keselamatan, seperti Surgical Safety Checklist, memiliki dampak
positif dalam mengurangi komplikasi klinis dan mortalitas. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan di delapan rumah sakit dengan seting berbeda (pendapatan tinggi dan
pendapatan rendah), rata-rata angka komplikasi pasca operasi turun sebesar 36% dan
begitu pula dengan penurunan angka kematian, seiring dengan peningkatan kepatuhan
terhadap enam proses keselamatan dasar yang tercakup dalam checklist (36). Selain
itu, jika komplikasi mayor dapat dicegah dalam tahun pertama penerapan checklist,
rumah sakit akan mendapatkan kembali investasinya (37). Meski demikian, bukti-bukti
menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaanchecklistmembutuhkan pelatihan bagi
staf klinis, sumberdaya material, dan integrasi ke dalam upaya kelembagaan dan
konteks klinisyang lebih luas(38-40). Faktor-faktor ini terbukti relevan, khususnya bagi
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (38). Penerapanchecklist yang
buruk di seting negara berpenghasilan rendah tidak hanya menyebabkan kegagalan
dalam mengurangi risiko keselamatan pasien, tetapi juga menimbulkan risiko baru
sepertisikap yang asal-asalan, sikap menarik diri dan perilaku lain yang dapat
membahayakan perawatan pasien (38). Implementasi Surgical Safety Checklist lebih
mungkin dioptimalkan dalam program keselamatan pasien yang memiliki berbagai
aspek dan telah berjalan dengan mapan (38).
11. Pelaporan Kejadian Tidak Diharapkanmendokumentasikan insiden medis yang tidak
diinginkan pada pasien akibat layanan kesehatan tertentu atau selama perawatan
pasien (41). Pelaporan Kejadian Tidak Diharapkan merupakan strategi untuk
membangkitkan kesadaran, meningkatkan transparansi dan mendorong akuntabilitas
bagi pelayanan yang tidak aman. Kejadian Tidak Diharapkan akibat pelayanan medis
merepresentasikan sumber utama morbiditas dan mortalitas secara global. Sebuah
penelitian tentang ancaman global pelayanan medis yang tidak aman memperkirakan
bahwa terdapat sekitar 421 juta episode rawat inap di seluruh dunia tiap tahun, dengan
angka Kejadian Tidak Diharapkan sebesar 42.7 juta, mengakibatkan kejadian disability-
adjusted life-years (DALYs) sebesar23 juta per tahun(42). Kurang lebih dua pertiga dari
seluruh kasus Kejadian Tidak Diharapkan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Pelayanan medis yang tidak aman dapat menyebabkan pasien, khususnya
di negara berpenghasilan rendah, meninggalkan sistem perawatan kesehatan formal,
dan itu artinyapelayanan medis yang tidak aman menjadi penghalang signifikan
bagiakses kesehatan orang-orang miskin di dunia. Konsumsi sumberdaya akibat
perawatan yanglama dan perawatan tambahan, sertakehilangan upah dan produktivitas,
adalah konsekuensi lebih lanjut dari pelayanan medis yang tidak aman.
12. Perangkatan pendukung pengambilan keputusan klinis atau clinical decision
support (CDS) memberikan pengetahuan dan informasi spesifik mengenai pasienpada
saat yang tepat untuk meningkatkan pelaksanaan layanan kesehatan di garis depan.
CDS mencakup berbagai perangkat untuk meningkatkan pengambilan keputusan,
sepertipedoman klinis, order untuk kondisi khusus, pengingat dan peringatan pada
komputer,template dokumentasi, dan pendukung diagnostik. CDS dapat diotomatiskan
(masuk dalam rekam medis elektronik atau perangkat seluler) atau berbentuk paper-
based. Meskipun CDS elektronikmemiliki banyak keunggulan, hal tersebut
membutuhkan bantuan teknis yang berkelanjutan dan mungkin harus berhadapan
dengan tantangan infrastruktur yang buruk, seperti keterbatasanakses Internet
ataucadangan tenaga yang tidak dapat diandalkan (43). Sejumlah penelitian telah
memeriksa kelayakan implementasi CDS di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah, tetapi hanya didapatkan sedikitbukti mengenai dampaknya terhadap
kesehatan sejauh ini (43, 44). Penelitian juga mencatat perlunya menyeimbangkan
CDSyang digunakan untuk membakukan proses pelayanandemi mendapatkanmutu
yang lebih baik dengan otonomi dokteruntuk membuat keputusan berdasarkan konteks,
keahlian klinis, dan kebutuhan unikpasien (43–45).
13. Clinical pathway, standar dan protokol klinis digunakan sebagai panduan untuk
pelayanan berbasis-bukti yang telah diterapkan secara internasional sejak tahun 1980an
(46). Di negara berpenghasilan tinggi, clinical pathwaytelah digunakan untuk
meningkatkan pelayanan dengan berbagai kondisi, termasuk infark miokard akut dan
stroke. Sebagai contohnya, sebuah penelitian dari Australias menunjukkan bahwa
setelah penerapan program clinical pathway yang menggunakan checklist dan
pengingat, terjadi peningkatan jumlah pasien infark miokard akut yang mendapat terapi
beta blocker dalam 24 jam pertama perawatan sebesar 48% (47). Penelitian lain di
Amerika Serikat yang memasukkan protokol klinis ”best of care” ke dalam alur kerja
dokter melalui entri order penyedia layanan kesehatan menunjukkan bahwa perangkat
pendukung keputusan klinis secara signifikan telah menaikkan jumlah pasien infark
miokard akut yang mendapat aspirin (48). Clinical pathway dan protokol juga digunakan
di negara berpenghasilan rendah dan menengah, dimana pedoman nasional
dipublikasikan secara periodik dan menjadi sumber referensi penting bagi klinisi dan
petugas kesehatan masyarakat, khususnya untuk program-program yang berfokus pada
penyakit vertikal seperti tuberkulosis dan HIV/AIDS (49, 50).
14. Audit klinis dan umpan balik merupakan strategi untuk meningkatkan perawatan
pasien melalui pemeriksaan kepatuhan terhadap standar yang eksplisit dan pedoman
disertai pemberian umpan balik yang dapat diterapkan.Audit klinis dan umpan balik
umum diterapkandi seluruh dunia untuk mendorong penerapan pedomanpraktik klinis,
dimana audit klinis dan umpan balik digunakan untuk mengidentifikasi variasi yang tidak
dibenarkan dan untukmeningkatkan kepatuhan terhadap pedoman. Audit di tingkat
individu dan rumah sakit adalah bagian pentingdari Catalonian Cancer Strategy
(Spanyol) untuk mempromosikan pemerataan(51).Bahkan di pedesaan, yang memiliki
sumber daya terbatas, misalnya di Republik Persatuan Tanzania, audit klinistelah
dikaitkan dengan penurunan angka kematian dan morbiditas maternal(52). Penelitiandi
negara-negara berpenghasilan tinggi menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan dengan
performa tinggi cenderungmemberikan umpan balik secara tepat waktu, individual dan
tidak menyalahkanuntuk para penyedialayanan daripadafasilitas kesehatan dengan
performa rendah (53).Kebanyakan penelitian tidak mengukur sejauh manaaudit klinis
dan umpan balik mempengaruhi kepatuhan terhadap standar secara konkrit, tetapi
mereka menyorotifrekuensi kesalahan medis dan memberikan penjelasan deskriptif
tentang mutupelayanandalam kondisi tersebut, membantu klinisi mengidentifikasi dan
mengatasi area yang memerlukan perbaikan.Tantanganbagikeberhasilan implementasi
termasuk ketersediaan sumberdaya, dukungan penyedia layanan dan pimpinandalam
proses, konsistensi untuk memahami dan menerapkan pedoman, keakuratan informasi
dalam rekam medis, danefektivitas mekanisme umpan balik yang berkelanjutan (51, 54).
15. Kajian terhadap morbiditas dan mortalitas menjadi mekanisme pembelajaran
kolaboratif dan proses penelaahan yang transparan bagi para klinisi untuk memeriksa
praktik yang telah mereka lakukan dan untuk mengidentifikasi area-area perbaikan,
seperti outcome pasien dan Kejadian Tidak Diharapkan, tanpa takut akan disalahkan
(55).Dengan demikian, kajian inimendorong untuk aktif mengenali kesalahan atau
kekeliruan, dan memberikan peluang untuk belajarserta untuk mengidentifikasi proses
yang membutuhkan perbaikan. Kajian terhadap morbiditas dan mortalitastelah terbukti
meningkatkankolaborasi dan komunikasi, membantu pembelajaran berbasis tim, dan
menghasilkan perubahandalam pencatatan dan tata kelola yang relevan dengan
keselamatan pasien (55 –57).Secara historis, kajian terhadap morbiditas dan mortalitas
telah populer dalam konteks sumberdaya yang lebih tinggi, tetapi muncul berbagai
penelitian yang menunjukkan potensinyabagi negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Sebuah proyek deskriptif dari Nepal menyebutkanbahwa kajian inidapat
diterapkan dalam konteks pedesaan dengan sumber daya terbatas(56). Beberapa
penelitian lintas konteks geografi dan ekonomi menunjukkan pentingnya partisipasi
administratif senior,keterlibatan staf klinis dan non-klinis, identifikasi tujuan dengan jelas,
pemilihankasus berdasarkan potensinya dalam peningkatan mutu dan tindak lanjut
terkoordinasi untukupaya perbaikan sebagai faktor kunci keberhasilan (55-57).
16. Siklus perbaikan berbasis tim yang kolaboratif adalah metode resmi dimanaberbagai
tim di rumah sakit atau klinik bekerja sama melakukan perbaikan di area-area yang
menjadi fokus selama periode waktu tertentu.Beberapa ciri umumkolaborasi adalah
berbagi ide untuk perbaikan, pengujian upaya perbaikan secara berulang-ulang, dan
pembelajaran mutualantarorganisasi kesehatan. Penelitiandi negara berpenghasilan
tinggi, seperti National Surgical InfectionPrevention Collaborativeatau kolaborasi untuk
menurunkan tingkat persalinan caesar, menunjukkan bahwa kolaborasi bisa sangat
efektif, mengurangi tingkat infeksi dari 27% menjadi1,7% dan menurunkan tingkat
operasi caesar sebesar 30% dalam hitungan bulan (58-60).Sebagai contoh, Aliansi
Ethiopian Hospital Alliancefor Qualityadalah kolaborasi nasional yang disponsori oleh
Kementerian KesehatanFederasi Ethiopia. Kolaborasi ini meliputi 68 rumah sakit,
dimana 44 di antaranya menunjukkan peningkatan 10% dalam 10 poin indikator
kepuasan pasien mulai dari awal hingga akhir periode penelitian (61).USAID telah
membiayai 54 kolaborasi di 14 negara berpenghasilan rendah dan menengah
selamaperiode 1998–2008. Sebuah meta-analisis dari 27 kolaborasiini di 12 negara
berpenghasilanrendah dan menengahmenunjukkan bahwa performa tingkat tinggi dapat
dipertahankan hingga rata-rata13 bulan dan waktu rata-rata untuk mencapai 80%
performa tersebut adalah adalah 9,2 bulan, sedangkanwaktu rata-rata untuk mencapai
90% performa adalah 14,4 bulan (62).
17. Pelibatan dan pemberdayaan masyarakat secara formalmerujuk pada kontribusi aktif
dan penuh kesadaran dari anggota masyarakat terhadap kesehatan populasi
masyarakat dan performa sistem layanan kesehatan.Keterlibatan masyarakatdalam
kesehatan memiliki banyak bentuk dan pendekatan, termasuk penerapan perilakuuntuk
mencegah dan mengobati penyakit; partisipasi efektif dalam upaya pengendalian
penyakit;kontribusi dalam perancangan, pelaksanaan dan pemantauan program-
program kesehatan; serta penyediaan sumberdaya kesehatan. Partisipasi dan masukan
untuk sistem kesehatan bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti analisis
kebutuhan, pengaturan prioritas tingkat tinggi ataupartisipasi dalam dewan
pemerintahan.Banyak contoh kasus dapat ditemukan; misalnya,di Eritrea dan Senegal,
penguatan partisipasi masyarakat dalam pengendalian malaria dapatmengurangi kasus
malaria berat (63), dan analisis awal wabah Ebolamenunjukkan bahwa upaya partisipasi
masyarakat dengan lebih formal memiliki dampak signifikanterhadap identifikasi dan
penelusuran kasus sertameningkatkan kepercayaan terhadapunit perawatan Ebola
lokal(64).Reformasi sistem kesehatan telah semakin mengenali kontribusi penting
masyarakat; di Kenya, kelayakan perencanaan sektor kesehatan tahunan diuji di tingkat
distrik, di mana partisipasi masyarakat mempengaruhi pengaturan prioritas dantarget.
Tantangan bagiformalisasi keterlibatan masyarakat di antaranya adalah
pembangunankapasitas untuk memberdayakan masyarakat, menyediakan alat dan
produk untuk mendukung keterlibatanmasyarakat, serta tindak lanjut dan pengawasan
yang tepat oleh para profesional kesehatan.
18. Literasi kesehatan adalah kapasitas untuk memperoleh dan memahami informasi
kesehatan dasar untuk mengambil keputusan tentang kesehatan sebagai bagian dari
pasien, keluarga dan masyarakat yang lebih luas (65).Literasi kesehatan yang buruk
merupakan tantangan bagimutu layanan kesehatan;misalnya, pasien dengan literasi
rendah mungkin mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi medis,berinteraksi
dengan sistem layanan kesehatan, dan membaca atau mematuhi resep obat(65). Selain
itu, pasien dengan pengetahuan spesifik-penyakit yang rendahdilaporkan memiliki
kualitas hidup dan outcome kesehatan yang lebih rendah pula(65).Penelitian
menunjukkan bahwa intervensi pendidikan berpengaruhterhadap peningkatan
pengetahuandan keinganan mencari perawatan klinis. Misalnya, intervensi di Malawi
dapatmeningkatkan pengetahuan tentang literasi kesehatan mental secara
signifikan(66), dan penelitian di India menemukan hubungan positif antara program
literasi kesehatan dantingkat vaksinasi anak (67).Namun, keuntungan literasi akan
berkurang seiring berjalannya waktu, sehingga tindak lanjutpemrograman adalah
kuncinya. Penelitian menyarankanuntuk melibatkantokoh berpengaruh, seperti guru,
untukmemperluas cakupan program dan menjaminefek jangka-panjang (66, 67).
Pertimbangan lainmeliputi integrasi kurikulum literasi kesehatan ke sekolah yang
membutuhkan, umumnyamelalui pendidikan kesehatan seksual (68).
19. Pengambilan keputusan bersama antara penyedia layanan dan pasien sering
dilakukan untuk menyesuaikan perawatan agar lebih bisa memenuhi kebutuhan dan
pilihan pasien, dengan tujuan mencapai outcome yang lebih baik.Ada banyak bukti
bahwa pasien menginginkan informasi lebih banyakdanketerlibatan yang lebih besar
(69), tetapi hanya sedikit penelitian yang mengevaluasi dampaknya terhadap outcome
klinis, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Komunikasi antar
penyedia layanan yang tidak memadai dapat menyebabkankegagalan pelayanan
(70).Bagaimanapun, terdapat hambatan untuk aktivasipasiendi berbagai seting sektor
kesehatan masyarakat, seperti misalnya di klinik, yangsering terlalu ramai dan
kewalahan menerima pasien(71).Satu penelitian tentang kepatuhan terhadap terapi
antiretroviraldan pengambilan keputusan bersama atau "aktivasi pasien" menemukan
bahwa setelah diagnosis,pasien sebenarnya lebih memilih keputusan yang dibuat oleh
penyedia layanan, tetapi setelah mereka lebih nyamandengandiagnosis HIV mereka,
mereka akan lebih terbuka terhadap pendekatan pengambilan keputusan bersamauntuk
pengobatan HIV (71). Tidak ada bukti mengenai dampak negatif pengambilan
keputusan bersama terhadap perawatan klinis, meskipun mungkin ada keterbatasan
mengenai apa saja yang dapat dibahasdalam satu kunjungan klinis, serta faktor-faktor
seperti konsep lokal penyakit atau rasa tidak percaya yang telah turun temurun terhadap
obat-obatan “Barat”, yang dapat memotivasi pasien untuk lebih memilihobat-obatan
tradisional (70).
20. Dukungan kelompok sejawat dankelompok pasien ahli(expert patient group)
menghubungkan orang-orang dengan kondisi klinis yang sama dengan tujuan berbagi
pengetahuan dan pengalaman. Hal ini dapat melengkapi dan meningkatkan layanan
kesehatan lain melalui dukungan emosional, sosial dan praktikal yang dibutuhkan untuk
mengelola masalah kesehatan pasien dan untuk tetap sehat selama mungkin.Banyak
literatur yang mendukung efektivitas dukungan kelompok sejawat dan kelompok
pasienahli pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam memberikan wawasan tentang
apa yang layak dan dapat dicapai sebagaistrategi untuk meningkatkan kualitas
perawatan. Tinjauan sistematis mengenai dampak kelompokpendukung bagi orang
dengan HIV menunjukkan bahwa keberadaan dukungan kelompoksejawatberhubungan
denganmenurunnyamortalitas dan morbiditas, meningkatnya retensi perawatan dan
meningkatkan kualitashidup (72). Kunjungan kelompok cukup
menjanjikanuntukmenyediakanjaringan pendukung bagi pasien individu guna
memaksimalkan kepatuhan, meningkatkan retensi pasien, memberikan pendidikan bagi
pasien, mengawasi efek samping, dan mendapatkan keuntungan terapeutik (73).Di
sebuah kelompok pendukung di Afrika Selatan, para anggotanya secara signifikan
berada dalam keadaanviral load tidak terdeteksilebih banyak dan memiliki jumlah CD4
lebih dari 200 sel / mL pada 12 bulan dibandingkan dengan mereka yang tidak masuk
dalam kelompok pendukung(72). Mengingat beratnya tantangan keterbatasan sumber
daya manusia di seluruh dunia, khususnya kekurangan tenagakesehatan terlatih,
kelompok pendukungdapat memainkan peran yang lebih besar dalam meningkatkan
efektivitas model perawatan (72).
21. Pengalaman dan umpan balik pasien selama perawatanyang digunakan sebagai
strategi untuk lebih memahami dan meningkatkan mutu layanan kesehatan telah
meningkat secara dramatis, terutama di negara berpenghasilan tinggi.Dalam konteks ini,
semakin banyak bukti yang menyebutkanbahwa pengalaman yang dilaporkan
sendirioleh pasien berhubungan dengan pengukuran mutu klinis lain yang lebih objektif,
(74). Pelaporan oleh pasiendikaitkan dengan pengalaman pasien yang lebih baik,
kepatuhan terhadap pengobatan,keterlibatan lebih besar dalam perawatan, dan
outcome yang lebih baik (75, 76).Beberapa penelitian di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah menunjukkan bahwa pasien dapat menilai beberapa aspek
perawatan merekadengan pasti. Misalnya, sebuah penelitian yang dilakukan di Republik
Persatuan Tanzaniamenemukan bahwa pasien secara proaktif mencari perawatan
berdasarkan kebutuhan klinis mereka, dengan menilai jenis dan tingkat keparahan
gejala, dan juga berdasarkan nilai-nilai yang dirasakan dari perawatan sebelumnya
(77).Bukti yang didapatkan dari audit layanan primer di India menemukan bahwa
pasienmemiliki gagasan yang baik tentang apa yang mereka inginkan dan butuhkan dari
dokter dan bersedia membayaruntuk hal tersebut(78). Beberapa kritik menyoroti bahwa
penentu utama pengalaman pasiendapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti daya
tarik lingkungan atau keramahanstaf; tetapi, telah terbukti bahwa pasien dapat
membedakankenyamanan dangkaldari keterlibatan yang lebih berarti.
22. Perangkat manajemen-diri pasien adalah teknologi dan teknik yang digunakan oleh
pasien dan keluarga untuk mengelola isu kesehatan di luar fasilitas medis
resmi.Perangkat inisemakin dipelajari sebagai alat untuk meningkatkan mutu dalam
konteks pertumbuhanpemberdayaan pasien di seluruh dunia. Dengan meningkatnya
prevalensi penyakit kronissecara global, maka manajemen-diri bagi penderita diabetes
menjadi contoh yang baik mengenai hal ini. Pasien diabetesyang mengikutiprogram
pelatihan manajemen-diri menunjukkan penurunan kadar hemoglobin
terglikosilasisecara signifikan; di Uganda, outcome pasien meliputipenurunan
persentase HbA1c dan tekanan darah diastolik, dan di Honduras, laporanperawatan diri
menunjukkan perbaikan pada lebih dari 50% pasien dalam halkadargula darah, diet dan
kepatuhan pengobatan (79).Sebuah analisis ekonomi mengenai intervensidiabetes
menemukan bahwa pelatihan manajemen-diri diabetes dapat mengurangi biaya
medisjangka pendek di negara berkembang (80). Karena saat ini ponsel sudah tersedia
dengan luas, intervensi mHealth untuk manajemen-diri dapat menjadi alat yang efektif
dari segi biaya (79).Tantangan untuk penerapannya secara luas meliputi akses
geografis dan finansialke program manajemen-diri, sumber daya manusia yang terlatih
di tingkat pusat danperifer, serta akses ke pendidikan (81).
23. Tinjauan teknologi kesehatan atau health technology assessment (HTA)dilakukan
untuk mengetahui bagaimana teknologi perawatan kesehatan dapat membantu menjaga
dan meningkatkan kesehatan. HTA digunakan untuk menginformasikan kebijakan dan
pengambilan keputusan klinisterkait dengan pengenalan dan difusi teknologi kesehatan
denganspektrum luas(82, 83). Untuk menilai apakah HTA dapat mempengaruhi mutu
dilakukan dengan mencarikebijakan yang telah dilaksanakan dalam jangka panjang dan
menunjukkankeberhasilan.HTA memiliki banyak penerapan yang berbeda, seperti
pembuatan kebijakan untuk vaksinasi influenzaanak-anak, menginformasikan
pengembangan skema reimbursementdiSwedia (yang mengakibatkan penurunan biaya
tahunan), mempengaruhi karakteristikpaket manfaat kesehatan di Thailand atau Chili
(84-86), atau mendefinisikan peran spesifikteknik operasi laparoskopi di Kazakhstan
(87).Diperlukan kohesi antar dan di antara para stakeholderuntuk keberhasilan
implementasi HTA dengan partisipasidari tenaga kesehatanprofesional, kelompok
advokasi pasien, dan industri, sepertiperusahaan teknologi medis atau perusahaan
farmasi (88). Transparansi dalam analisis, biaya, danoutcome (data pasien dalam
kehidupan nyata) adalah kunci untuk kesuksesan penilaian HTA (83). Karenaakses
yang tepat dan tepat waktu untuk produk, prosedur dan obat-obatan dapat
mempengaruhi outcome pasien, maka HTA merupakan mekanisme penting untuk
meningkatkanmutu perawatan, baik untuk individu maupunmasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai