Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KIMIA ANALITIK

ARGENTOMETRI

Oleh :

Syarifah Safira Salbila (1507113171)


Wida Sri Wani (1507113775)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA S1


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini berjudul “Argentometri“. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Kimia Analitik. Makalah ini berisi tentang titrasi argentometri .
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu
larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+.
Pemakalah mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata kuliah Kimia
Analitik yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan
makalah ini. Terima kasih.

Pekanbaru, 23 Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 1
BAB II ISI ............................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Argentometri .................................................................................... 2
2.2 Metode-metode dalam Titrasi argentometri ....................................................... 3
2.3 Penentapan Titik Akhir dalam Reaksi Pengendapan ......................................... 8
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Pengendapan ................................. 10
2.5 Standarisasi AgNO3 dengan NaCL ( dengan indikator K2CrO4 ) ..................... 11
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 13
3.2 Saran .................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari
garam yang tidak mudah larut antara titran dan analitnya. Salah satu jenis titrasi
pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara
ion halida ( Cl-, I-, Br- ) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai
argentometri. Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida
dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri
didasarkan pada pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titrant dan
analitnya. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana
ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang
tidak mudah larut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan titrasi argentometri?
2. Apa saja metode-metode yang ada dalam titrasi argentometri?
3. Bagaimanakah penetapan titik akhir dalam reaksi pengendapan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pemgertian titrasi argentometri.
2. Mengetahui metode-metode yang ada dalam titrasi argentometri.
3. Mengetahui penetapan titik akhir dalam reaksi pengendapan.

1
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Argentometri


Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari
garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Salah satu jenis titrasi
pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara
ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai
Argentometri, yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya)
dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Istilah Argentometri
diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri
merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+
(Underwood, 1989).
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam
titrasi argentometri ini adalah ion halida (Cl-, I-, Br-) (Khopkar, 1990).
Tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida saja, tetapi dapat juga
dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion
divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-. Hal dasar yang diperlukan dari
titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali
titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan
titik akhir titrasi yang mudah diamati. Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan
endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang
banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi
dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.

2
Ag(NO3) (aq) + NaCl (aq) → AgCl (s) + NaNO3 (aq)

Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan
bereaksi dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO4-
dimana dengan indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat
kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai
adalah tiosianida dan indikator adsorbsi. Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk
titrasi dengan AgNO3 yaitu:
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang
dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus
yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan
titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan
warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk
titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
/analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
(skogg,1965)

2.2 Metode-metode dalam Titrasi Argentometri


Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai, maka titrasi
argentometri dapat dibedakan menjadi beberapa metode. Metode-metode dalam titrasi
argentometri, antara lain:
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
dalam suasana netral (contoh air, misalnya air sungai, air laut, air sumur, air hasil

3
pengolahan industri sabun, dan sebgainya) dengan larutan baku perak nitrat dengan
penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan
terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan
sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan
perak kromat yang berwarna merah.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi dengan metode Mohr adalah
Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit
alkalis, pH 6,5 – 10. Oleh sebab itu jika pH dibawah 6,5 maka ion kromat akan
terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi di dalam larutan akibatnya
dalam larutan yang bersifat sagat asam konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil
untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan berakibat
pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10 maka endapan
AgOH yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan
menghalangi pengamatan titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam dapat
ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersbut atau
dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan menggunakan padatan
natrium hydrogen karbonat.
Disebabkan kelarutan AgCl dan Ag2CrO4 dipengaruhi oleh suhu maka semua
titrasi dilakukan pada temperature yang sama. Pengadukan/ pengocokan selama
larutan standar ditambahkan sangat dianjurkan disebabkan hal ini dapat
mempermudah pengamatan pencapaian titik akhir titrasi dan perak kromat yang
terbentuk sebelum titik akhir titrasi dicapai dapat dipecah sehingga terlarut
kembali. Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam
adalah dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk
larutan yang alkalis, diasamkan dulu dengan asam asetat kemudian ditambah
sedikit berlebihan CaCO3.
Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau
0,005M yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah
dalam suasana netral atau agak alkalis. Kelebihan indikator yang berwarna

4
kuning akan menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko
indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat
sebagai pengganti endapan AgCl.
Kerugian metode Mohr adalah :
a. Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan mengendap.
b. Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
c. Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan
hasil yang rendah sehingga penggonjongan yang kuat mendekati titik akhir
titrasi diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi.

Titrasi langsung iodide dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan


penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan
hilang pada saat titik akhir dan warna putih-kuning dari endapan perak iodida (AgI)
akan muncul. Reaksi argentometri adalah :
Ag(NO3) + K2CrO4 → Ag2CrO4 + 2KNO3 (coklat kemerahan)
NaCl + AgNO3 → AgCl + NaNO3 (endapan putih)
Baku standar pada titrasi argentometri dengan metode mohr adalah AgNO3.
Baku primernya adalah NaCl dan indikator yang digunakan adalah K2CrO4.

2. Metode Volhard
Pada prinsipnya, penentuan titik akhir ditandai dengan pembentukan senyawa
berwarna yang larut. Perak (Ag) dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam
dengan larutan baku kalium atau ammonium tiosianat (NH4SCN) yang mempunyai
hasil kali kelarutan 7,1 x 10-13 Indikator yang dipakai adalah Fe3+.
Selama titrasi Ag(SCN) terbentuk, sedangkan titik akhir dicapai bila NH4SCN
berlebih bereaksi dengan membentuk larutan berwarna merah gelap yaitu
[Fe(SCN)]2+. Dengan jumlah tiosianat yang menghasilkan warna harus sedikit.
Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode volhard adalah
sebagai berikut:

5
Ag+(aq) + Cl-(aq) → AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + SCN-(aq) → AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN(aq) → Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Pada metode ini menggunakan titrasi balik karena AgNO3 berlebih yang
ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan tersebut dititrasi
balik dengan besi (III) amonium sulfat sebagai indikator. Cara ini kurang akurat
karena endapan yang dihasilkan yaitu AgSCN kurang larut dibanding AgCl.
Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat
atau besi (III) ammonium sulfat sebagai indikator yang akan membentuk warna
merah dari kompleks besi (III)–tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5–1,5 N.
Pada metode ini, saat menentukan kadar klorida harus dalam susana asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis dan diendapkan menjadi Fe(OH)3,
sehingga titik akhirnya tidak dapat ditunjukkan. pH larutan harus berada di bawah
3. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna 0,7-1% sebelum titik ekuivalen. Untuk
mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik akhir, titrasi dikocok
kuat-kuat supaya ion perak yang diadsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat
bereaksi dengan tiosianat.
Titrasi dengan cara ini disebut sebagai titrasi balik atau titrasi kembali. Mol
analit diperoleh dari pegurangan mol perak mula-mula yang ditambahkan dengan
mol larutan standar tiosianat. Karena perbandingan mol dari reaksi adalah 1:1
semua maka semua hasil diatas dapat langsung dikurangi.

Mol analit = mol Ag + total – mol SCN

Aplikasi dari argentometri dengan metode Volhard ini adalah penentuan


konsentrasi ion halide. Kondisi titrasi denga metode Volhard harus dijaga dalam
kondisi asam disebabkan jika laruran analit bersifat basa maka akan terbentuk
endapat Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah basa atau netral maka sebaiknya titrasi
dilakukan dengan metode Mohr atau fajans.

6
3. Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, senyawa yang biasa digunakan
adalah fluoresein dan cosine. Pada titik ekivalen, indikator terabsorpsi oleh
endapan, bukan bereaksi dengan titran. Indikator ini tidak memberikan perubahan
warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Jadi titik akhir dari metode
ini dilihat dari perubahan warna endapan yang terbentuk.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini, endapan harus dijaga tepat
dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak
harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh
terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan
perubahan warna indikator tidak jelas. Ion indikator harus bermuatan berlawanan
dengan ion pengendap. Ion indikator harus tidak terabsorpsi lebih dulu sebelum
titik ekuivalen tercapai.
Contoh pada titrasi ion klorida dengan larutan standart Ag+. Dimana hasil reaksi
dari kedua zat tersebut adalah:

Ag+(aq) + Cl-(aq) → AgCl(s) (endapan putih)

Endapan perak klorida membentuk endapan yang bersifat koloid. Sebelum titik
ekuivalen dicapai maka endapat akan bermuatan negative disebabkan
teradsorbsinya Cl- di seluruh permukaan endapan. Dan terdapat counter ion
bermuatan positif dari Ag+ yang teradsorbsi dengan gaya elektrostatis pada
endapat. Setelah titik ekuivalen dicapai maka tidak terdapat lagi ion Cl - yang
teradsorbsi pada endapan sehingga endapat sekarang bersifat netral.
Kelebihan ion Ag+ yang diberikan untuk mencapai titik akhir titrasi
menyebabkan ion-ion Ag+ ini teradsorbsi pada endapan sehingga endapan
bermuatan positif dan beberapa ion negative teradsorbsi dengan gaya elektrostatis
sebagai counter ion. Indikator adsorbsi merupakan pewarna, seperti
diklorofluorescein yang berada dalam keadaan bermuatan negative dalam larutan
titrasi akan teradsorbsi sebagai counter ion pada permukaan endapan yang

7
bermuatan positif. Dengan terserapnya ini maka warna indikator akan berubah
dimana warna diklorofluorescein menjadi berwarna merah muda.

4. Metode Liebig
Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan
tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat
ditambahkan dengan larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi
pada endapan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika
reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan
menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya
kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik akhir yang jelas
disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati ititk
akhir
Selain menggunakan jenis indikator diatas maka kita juga dapat menggunakan
metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen. Ketajaman titik ekuivalen
tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan
titran. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi
argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah
ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva
titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog
dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah
dengan basa kuat (Khopkar, 1990).

2.3 Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengendapan


1. Pembentukan suatu endapan berwarna
Ini dapat diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan klorida dan
bromide. Pada titrasi suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak
nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai
indikator. Pada titik akhir, ion kromat ini bergabung dengan ion perak untuk

8
membentuk perak kromat merah yang sangat sedikit sekali dapat larut. Titrasi ini
hendaknya dilakukan dalam suasana netral atau sangat sedikit sekali basa, yakni
dalam jangkauan pH 6,59. (Hastuti, dkk, 2001)
2. Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut
Contoh prosedur ini adalah metode volhard untuk titrasi perak dengan adanya
asam nitrat bebas dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat standar.
Indikatornya adalah larutan besi(III) ammonium sulfat. Penambahan larutan
tiosianat menghasilkan mula-mula endapan perak klorida. Kelebihan tiosianat yang
paling sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan coklat kemerahan, disebabkan
oleh terbentuknya suatu ion kompleks.
Ag+ + SCN- → AgSCN
Fe3+ + SCN- → [FeSCN]2+
Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan iodide
dalam larutan asam. Larutan perak nitrat standar berlebih ditambahkan dan
kelebihannya dititrasi balik dengan larutan tiosianat standar. (Bassett, 1994)
Ag+ + Cl- → AgCl
Ag+ + SCN- → AgSCN
3. Penggunaan indikator adsorpsi
Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada titik
ekuivalen, indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses adsorpsi terjadi
suatu perubahan dalam indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna
berbeda, maka dinamakan indikator adsorpsi. Zat-zat yang digunakan adalah zat-
zat warna asam, seperti warna deret flouresein misalnya flouresein an eosin yang
digunakan sebagai garam natriumnya.
Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu larutan perak klorida
dititrasi dengan larutan perak nitrat, perak klorida yang mengendap mengadsorpsi
ion-ion klorida. Ion flouresein akan membentuk suatu kompleks dari perak yang
merah jambu. (Hastuti, dkk, 2001))

9
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan
Keberhasilan proses pengendapan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
diantaranya temperatur, sifat alami pelarut, pengaruh ion lain, pH, hidrolisis,dan
pembentukan kompleks. Pengaruh ini dapat kita jadikan sebagai dasar untuk
memahami titrasi argentometri dan gravimetri.
1. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya
suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang
berada pada larutannya.
1. Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik
seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik
dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut
memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat
yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
3. Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang
mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan
Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan
kita melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat
ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan
terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.
4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi
oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya.
Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+
akan bergabung dengan I- membentuk HI.

10
5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan
konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami
hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya
pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh
AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan karena
terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl (Harjadi, 1993).

2.5 Standarisasi AgNO3 dengan NaCL ( dengan indikator K2CrO4 )


Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4. Larutan NaCl sebagai larutan standar primer dan
AgNO3 sebagai larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar
yang konsentrasinya diperoleh dengan cara menimbang. Contoh larutan standar primer
lainnya antara lain: Arsen Trioksida (As2O3), Asam Benzoat, Natrium Karbonat,
Kalium Hydrogen Phtalat (KHP), Kalium bromate (KBrO3). Sendangkan larutan
standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi
dengan larutan standar primer.
Pada metode ini penambahan indikator akan menjadikan warna larutan menjadi
kuning. Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen. Titik ekuivalen ditandai
dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan munculnya endapan putih
secara permanen. Larutan AgNO3 dibuat dengan melarutkan 4,25 gram AgNO3 dengan
akuades hingga volumenya 250 ml (diencerkan dalam labu ukur 250 ml). Dalam
pembuatan AgNO3, normalitas yang diharapkan adalah 0,1 N. Dipilih indikator
K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral. Kalium kromat hanya bisa digunakan
dalam suasana netral. Jika kalium kromat pada reaksi dengan suasana asam, maka ion
kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi :
2 CrO42- + 2 H+ ↔ Cr2O72- + H2O

11
Sedangkan dalam suasana basa, ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi H2O dengan
reaksi:
2 Ag+ + 2OH- ↓ ↔ H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl. Ag+ dan AgNO3 dengan Cl- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua, maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO42- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna, dari kuning menjadi merah bata.
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl. Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol AgNO3 sama dengan jumlah mol NaCl
(Dian, dkk, 2007).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari
garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Istilah Argentometri diturunkan
dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah
satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi
berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat
pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar garam
perak nitrat (AgNO3).
2. Metode-metode dalam titrasi argentometri, antaralain:
a. Metode Mohr
b. Metode Volhard
c. Metode K. Fajans,
d. dan metode Leibig.
3. Penetapan titik akhir dalam reaksi pengendapan
a. Pembentukan suatu endapan berwarna
b. Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut
c. Penggunaan indikator adsorpsi

3.2 Saran
Dalam melakukan titrasi argentometri haruslah memperhatikan metode apa yang
kita gunakan dalam titrasi argentometri tersebut dan memperhatikan apa titrasi akhir
yang seharusnya terjadi saat melakukan titrasi argentometri.

13
DAFTAR PUSTAKA

A. L. Underwood. 1989. Analisa Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga

Dian, Isnaini, N, dkk. 2007. Laporan Praktikum Kimia Analitik Dasar. Jakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia

Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Surakarta : Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia

Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida : Sounders College

14

Anda mungkin juga menyukai