Anda di halaman 1dari 20

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Low back pain adalah perasaan nyeri di daerah lumba sakral dan

sakroiliakal, nyeri pinggang bawah ini bisa menjalar ke tungkai sampai kaki.

Low back pain terjadi di lumbal bagian bawah, lumbal sacral atau daerah

sakroiliaka, biasanya dihubungkan dengan proses degenerasi dan ketegangan

muskulo (Arya, 2014). Herniasi nukleus pulposus (HNP) merupakan

penyebab utama nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang

(kambuh), mungkin sebagai dampak trauma atau perubahan degeneratif yang

berhubungan dengan proses penuaan (Black, Joyce M; Hawks, Jane

Hokanson;, 2014) ).

Low back pain adalah nyeri akut atau kronik pada lumbal yang

biasanya disebabkan oleh trauma atau terdesaknya para vertebral otot,

herniasi dan regenerasi dari nukleus pulposus, osteoartritis dari lumbal sakral

pada tulang belakang (Brunner & Suddarth, 2008).

B. Klasifikasi

Low back pain sering terjadi karena adanya gangguan pada

muskuloskeletal. Berdasarkan perjalanan kliniknya Low back pain terbagi

menjadi dua jenis, yaitu (Brunner & Suddarth, 2008):

1. Acute low back pain

Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dengan rentang

waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu.

Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Nyeri pinggang akut dapat

disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh,


rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat

merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligament dan tendon. Pada

kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal

masih dapat sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri

pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.

2. Chronic low back pain

Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3

bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini

biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang

lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,

reumatoidartritis, proses degenerasi diskus invertebralis tumor.

C. Etiologi

Pada dasarnya timbulnya rasa sakit adalah karena terjadinya tekanan

pada susunan saraf tepi daerah pinggang (saraf terjepit). Jepitan saraf ini

dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya, gangguan

pada sarafnya sendiri, kelainan tulang belakang maupun kelainan di tempat

lain, misalnya infeksi atau batu ginjal dan lain-lain (Black, Joyce M; Hawks,

Jane Hokanson;, 2014).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara

lain menurut Potter & Perry (2006):

1. Kelainan Kongenital

Kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa

tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat

lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai

skoliosis ringan. Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang

melekat menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri.


Terdapat lubang di tulang vertebra di bagian bawah karena tidak

melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal spina bifida. Penyakit spina

bifida dapat menyebabkan gejala berat seperti club foot, rudimentair foot,

kelayuan pada kaki, dan sebagainya. Namun jika lubang kecil, tidak akan

menimbulkan keluhan.

2. Trauma dan Gangguan Mekanis

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama low

back pain. Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot

atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri

pinggang bawah yang akut. Gerakan bagian punggung belakang yang

kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada

otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga

menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan

sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang

berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan

yang lebih lanjut. Menurut Manek and Macgregor (2005) pada low back

pain yang dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:

a. Perubahan pada sendi sacro-iliaka

Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah

rasa nyeri pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat

bertambah saat batuk dan saat posisi supine. Pada pemerikasaan,

lassague symptom positif dan pergerakan kaki pada hip joint terbatas.

b. Perubahan pada sendi lumba sacral

Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal

V dan sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia.


Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra

lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.

3. Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan

jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut

tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga

disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis

penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan jaringan

antara lain:

a. Osteoartritis

b. Penyakit Fibrositis

c. Penyakit Infeksi

4. Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan

berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat

menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu

valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya. Beberapa pekerjaan

yang mengharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat

mengakibatkan terjadinya LBP. Kehamilan dan obesitas merupakan salah

satu faktor yang menyebabkan terjadinya low back painakibat pengaruh

gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang

akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.

5. Tumor (Neoplasma)

Tumor vertebra dan medulla spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor

jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang

sering dijumpai pada tumor vertebra ialah adanya nyeri yang menetap.
Sifat nyeri lebih hebat daripada tumor jinak. Contoh tumor tulang jinak

ialah osteoma osteoid, yang menyebabkan nyeri pinggang terutama waktu

malam hari. Tumor ini biasanya sebesar biji kacang, dapat dijumpai di

pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma adalah contoh tumor benigna

di kanalis spinal yang dapat menyebabkan low back pain. Meningioma

adalah tumor intradural dan ekstradural yang jinak, namun bila ia tumbuh

membesar dapat mengakibatkan gejala yang besar seperti kelumpuhan.

6. Gangguan metabolik

Osteoporosis akibat gangguan metabolik yang merupakan

penyebab banyak keluhan nyeri pada pinggang dapat disebabkan oleh

kekurangan protein atau gangguan hormonal (menopause, penyakit

cushing). Sering oleh karena trauma ringan timbul fraktur kompresi atau

seluruh panjang kolum vertebra berkurang karena kolaps korpus vertebra.

Penderita menjadi bongkok dan pendek dengan nyeri difus di daerah

pinggang.

7. Psikis

Banyak gangguan psikis yang dapat memberikan gejala low back

pain, misalnya di kuduk atau di pinggang. Rasa nyeri ini dapat pula

kemudian menambah meningkatnya keadaan ansietas dan diikuti oleh

meningkatnya tegang otot dan rasa nyeri. Kelainan hysteria, kadang-

kadang juga menpunyai gejala nyeri pinggang bawah.

D. Patofisiologi

Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus

menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri

disebut sebagai sistem nosiseptif. Sensitifitas dari komponen sistem nosiseptif

dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan berbeda diantara individu. Tidak
semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas

nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak

terasa bagi orang lain.

Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang

berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak,

dimana stimulus tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri

merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang

sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke

pembuluh darah lokal. Sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat.

Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan

mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral

dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis

paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar.

Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri

meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin

dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri

dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor

terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam

konsentrasi yang kuat dalam sistem saraf pusat.

Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses

sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem

assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor

nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena

adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri.

Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis

dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak
unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh

kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi

punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi

lain tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sumsum

tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan

vertikal pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu

menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting

ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan

struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan

peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri

punggung.

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia

bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago

dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat

dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri

punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress

paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau

kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika

keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar

sepanjang saraf tersebut (Price & Wilson, 2006).

E. Manifestasi Klinik

1. Perubahan dalam gaya berjalan: Berjalan terasa kaku, tidak bisa memutar

punggung, dan terlihat seperti pincang.

2. Persyarafan: Ketika dites dengan cahaya dan sentuhan dengan

peniti,pasien merasakan sensasi pada kedua anggota badan,tetapi

mengalami sensasi yang lebih kuat pada daerah yang tidak dirangsang.
3. Nyeri. Letak atau lokasi nyeri yang dirasakan ialah

a. Nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari dua bulan.

b. Nyeri saat berjalan dengan menggunakan tumit.

c. Nyeri otot dalam.

d. Nyeri menyebar kebagian bawah belakang kaki.

e. Nyeri panas pada paha bagian belakang atau betis.

f. Nyeri pada pertengahan bokong.

g. Nyeri berat pada kaki semakin meningkat.

F. Pemeriksaan penunjang

Menurut Arya (2014) pemeriksaan penunjang terbagi beberapa antara lain:

1. Pemeriksaan fisik :

a. Observasi : amati cara berjalan penderita pada waktu masuk ruang

periksa, juga cara duduk yang disukainya. Bila pincang, diseret,

kaku (merupakan indikasi untuk pemeriksaan neurologis). Amati

juga apakah perilaku penderita konsisten dengan keluhan nyerinya

(kemungkinan kelebihan psikiatrik).

b. Inspeksi : untuk kolumna vertebralis (thoroko-lumbal dan

lumbopsakral) berikut deformitasnya, serta gerakan tulang

belakang, seperti fleksi kedepan, ekstensi kebelakang, fleksi

kelateral kanan dan kiri.

c. Palpasi : apakah terdapat nyeri tekan pada tulang belakang atau

pada otot-otot disamping tulang belakang? Apakah tekanan dari

diantara dua prosessus spinosus menimbulkan rasa nyeri (spurling

sign)

d. Perkusi : perhatikan apakah timbul nyeri jika processus spinosus

diketuk.
2. Pemeriksaan neurology pada tungkai:

a. Sensibilitas (dermatome), motorik (kekuatan), tonus otot, reflek,

tropik.

b. Test provokasi (sensorik)

 Laseque  Adakah gangguan

 Kernig miksi dan defekasi

 Bragard dan sicard  Adakah tanda-

 Patrick (lesi tanda lesi upper

coxae) motor neuron

 Kontra Patrik (UMN) dan lower

(Lesi Sakroiliakal) motor neuron

(LMN)

3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Fungsi lumbal : Mengetahui warna cairan serebrospinal (jernih air,

kekuningan/xantokram, keruh), adanya kesan sumbatan/hambatan

aliran cairan serebrospinal secara total atau parsial, jumlah sel,

kadar protein, NaCl dan glukosa.

b. Foto rontgen : Mengidentifikasi adanya fraktur korpus vertebra,

arkus atau prosesus spinosus, juga adanya dislokasi vertebra,

spionfilolistesis, bamboo spine destruksi vertebra, HNP.

c. Electroneuromiografi : Melihat adanya fibrilasi, serta dapat

pula dihitung kecepatan hantar saraf dan letensi distal.

d. Sken tomografi : Dapat melihat gambar vetebra dan jaringan

disekitarnya termasuk diskus intervertebralisi.


G. Penatalaksanaan

1. Tirah baring :Tempat tidur dengan alat yang keras dan rata untuk

mengendorkan otot yang spasme, sehingga terjadi relaksasi otot

maksimal. Dibawah lutut diganjal batal untuk mengurangi hiperlordosis

lumbal, lama tirah baring tidak lebih dari 1 minggu.

2. Farmakoterapi : Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri

berat), injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid)

3. Fisioterapi :Dalam bentuk terapi panas, stimulasi listrik perifer, traksi

pinggul, terapi latihan dan ortesa (kovset).

4. Psikoterapi :Diberikan pada penderita yang pada pemeriksaan didapat

peranan psikopatologi dalam timbulnya persepsi nyeri, pemberian

psikoterapi dapat digabungkan dengan relaksasi, hyprosis maupun

biofeedback training.

5. Akupuntur :Kemungkinan bekerja dengan cara pembentukan zat

neurohumoral sebagai neurotras mitter dan bekerja sebagai activator serat

intibitor desenden yang kemudian menutup gerbang nyeri.

6. Terapi operatic :Dikerjakan apabila tindakan konservatif tidak

memberikan hasil yang nyata, atau kasus fraktur yang langsung

mengakibatkan defisit neurologik, ataupun adanya gangguan spinger.

H. Komplikasi

Skoliosis merupakan salah satu komplikasi yang paling sering ditemukan

pada penderita nyeri punggung bawah (low back pain). Hal ini terjadi karena

klien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa

memperdulikan posisi tubuh.


BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Data fokus yang perlu dikaji:

1. Riwayat Kesehatan.

a. Riwayat Penyakit.

1) Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan

pengkajian).

2) Riwayat Penyakit Sekarang.

 Deskripsi gejala dan lamanya.

 Dampak gejala terhadap aktifitas harian.

 Respon terhadap pengobatan sebelumnya.

 Riwayat trauma.

3) Riwayat Penyakit Sebelumnya.

 Immunosupression (supresi imun).

 Penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas (kanker).

 Nyeri yang menetap merupakan pertimbangan untuk kanker

atau infeksi.

 Nyeri yang memberat pada saat berbaring (tumor

intraspinal atau infeksi) atau pengurangan nyeri (Hernia

Nukleus Pulposus / HNP).

 Nyeri yang paling berat di pagi hari (spondiloartropati

seronegatif : ankylosing spondylitis, artritis psoriatik,

spondiloartropati reaktif, sindroma fibrinomialgia).


 Nyeri pada saat duduk (HNP, kelainan farset sendi, stenosis

kanal, kelainan otot paraspinal, kelainan sendi sakroiliaka,

spondilosis / spondilolisis / spondilolistesis, NBP-spesifik).

 Adanya demam (Infeksi).

 Gangguan normal (dismenore, pasca-menopause /

andropause).

 Keluhan viseral (referred pain).

 Gangguan miksi.

 Kelemahan motorik ektremitas bawah (kemungkinan lesi

kauda ekwina).

 Lokasi dan penjalaran nyeri.

2. Pemeriksaan Fisik.

a. Keadaan Umum.

1) Sistem Persyarafan (Pemeriksaan neurologik):

 Pemeriksaan motorik.

 Pemeriksaan sensorik.

 Sitting knee extension (iritasi lesi iskiadikus).

 Pemeriksaan sistem otonom.

 Tanda Patrick ( lesi coxae) dan Kontra Patrick ( lesi

sakroiliaka).

2) Sistem Pernapasan.

Nilai frekuensi napas, kualitas, suara dan jalan napas.

3) Sistem Kardiovaskuler.

Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas dan frekuensi.

4) Sistem Gastrointestinal.
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan, minum, peristaltik

dan eliminasi.

5) Sistem Integumen.

Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien.

6) Sistem Reproduksi.

Untuk pasien wanita.

7) Sistem Perkemihan.

Nilai frekuensi BAK, warna, bau, volume.

b. Sistem persepsi dan sensori.

(Pemeriksaan panca indera : penglihatan, pendengaran,

penciuman, pengecap, perasa).

3. Pola fungsi kesehatan.

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.

b. Pola aktivitas dan latihan.

Cara berjalan : pincang, diseret, kaku (merupakan indikasi untuk

pemeriksaan neurologis.

c. Pola nutrisi dan metabolisme.

d. Pola tidur dan istirahat.

Pasien LBP sering mengalami gangguan pola tidur di karenakan

menahan nyeri yang hebat.

e. Pola kognitif dan perseptual.

Perilaku penderita : apakah konsisten dengan keluhan nyerinya

(kemungkinan kelainan psikiatrik).

f. Persepsi diri/konsep diri.

g. Pola toleransi dan koping stress.


Nyeri yangn timbul hampir pada semua pergerakan daerah

lumbal sehingga penderita berjalan sangat hati-hati untuk

mengurangi rasa sakit tersebut (kemungkinan infeksi, inflamasi,

tumor atau fraktur).

h. Pola seksual reproduksi.

i. Pola hubungan dan peran.

j. Pola nilai dan keyakinan.

B. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut/ kronik berhubungan dengan agens pencedera fisik

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

muskuloskeletal

3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan musculoskeletal


C. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Rasional

1. Nyeri akut/ kronik Nyeri hilang/berkurang 1. Identifikasi karakteristik, durasi, 1. Menentukan intervensi yang sesuai

berhubungan dengan frekuensi, kualitas dan intensitas dengan gejala

agens pencedera fisik nyeri 2. Membantu pengkajian secara

2. Identifikasi respon nyeri secara non objektif

verbal 3. Membantu mengurangi rasa nyeri

3. Berikan teknik non farmakologis tanpa ketergantungan farmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri (mis. 4. Membantu klien agar dapat

Hypnosis, terapi music, terapi pijat, mengontrol rasa nyeri secara

aromaterapi, teknik imajinasi mandiri

terbimbing, kompres hangat/dingin,) 5. Analgetik dapat mengurangi rasa

4. Ajarkan teknik nonfarmakologis nyeri

untuk mengurangi rasa nyeri

5. Kolaborasi pemberian analgetik


2. Gangguan mobilitas Gangguan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Menentukan intevensi yang efektik

fisik berhubungan berkurang keluhan fisik lainnya. 2. Mengetahui aktivitas fisik yang

dengan gangguan 2. Identifikasi pengetahuan dan sering dilakukan pada masa lalu

muskuloskeletal pengalaman aktivitas fisik 3. Menghindari keadaan atau kejadian

sebelumnya yang tidak diinginkan

3. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan 4. Melatih kekuatan aktivitas otot

alat bantu agar tidak menjadi kaku

4. Ajarkan ambulasi sederhana yang 5. Latihan aktivitas fisik yang

harus dilakukan (mis. Berjalan dari melalmpuai kemampuan akan

tempat tidur ke kursi roda, berjalan menimbulkan masalah yang baru.


dari tempat tidur ke kamar mandi,

berjalan sesuai toleransi.

5. Ajarkan teknik latihan sesuai

kemampuan

3. Ansietas berhubungan Ansietas berkurang/hilang 1. Identifikasi saat ansietas berubah 1. Mengetahui perubahan tingkat

dengan krisis 2. Monitor tanda-tanda ansietas kecemasan


situasional 3. Temani pasien untuk mengurangi 2. Mengetahui tanda-tanda ansietas

kecemasan 3. Memiliki teman bicara akan

4. Pahami situasi yang membuat mengurangi dan mengalihkan

ansietas perhatian terhadap ansietas

5. Dengarkan dengan penuh perhatian 4. Mengidentifikasi penyebab

6. Anjurkan mengungkapkan perasaan terjadinya ansietas

dan persepsi 5. Menunjukkan perhatian akan

7. Kolaborasi pemberian obat mengurangi ansietas

antiansietas, jika pelu. 6. Memberikan kesempatan kepada

klien untuk mengungkapkan


perasaan akan menghilangkan rasa

tertekan dan kecemasan

7. Mengurangi ansietas

4. Defisit perawatan diri Perawatan diri meningkat 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas 1. Menentukan jenis perawatan diri

berhubungan dengan perawatan diri sesuai usia yang sesuai dengan usia

gangguan 2. Identifikasi kebutuhan alat bantu 2. Memenuhi kebutuhan alat bantu


musculoskeletal kebersihan diri, berpakaian, berhias, kebersihan jika tidak ada

dan makan 3. Membantu memenuhi keperluan

3. Sediakan keperluan pribadi pribadi klien

(mis.parfum, sikat gigi dan sabun 4. Membantu menyediakan alat

mandi) kebersihan diri jika mampu

4. Fasilitasi kemandirian, bantu jika melakukan perawatan diri mandiri.

tidak mampu melakukan perawatan Bantu menyediakan dan

diri membersihkan diri klien jika tidak

5. Jadwalkan rutinitas perawatan diri mampu secara mandiri

6. Anjurkan melakukan perawatan diri 5. Agar bisa dilakukan sesuai dengan


secara konsisten sesuai kemampuan jadwal yang telah ditentukan

6. Memaksakan klien untuk

melakukan yang melebihi

kemampuan akan menimbulkan

masalah baru
WOC

Perubahan postur tubuh (trauma


primer/sekunder)
Usia lansia

Kontraksi punggung Obesitas


Berkurangnya Air diskus

Terdesaknya otot paravertebrata


Fibrikartilago padat dan tak Kelebihan beban lumbal sakral
teratur
Tulang belakang menyerap goncangan
ventrikal Pembentukan kurva lumbal abnormal
Stress mekanis diskus lumbal
bawah
Terjadi perubahan struktur dengan diskus Rusaknya pembungkus saraf
susunan atas fibri fertilago dan matriks
Perubahan degenerasi berat gelatinus
Hiperalgesia sekunder pada neuron di sekitar
lesi pada resio lumbal sakral
Hernia nucleus purposus

Penekanan akar saraf

Nyeri punggung (low back pain)

NYERI
Kelemahan otot Perubahan sensasi dan penurunan kerja reflek

ANSIETAS
HAMBATAN Jarang bergerak
MOBILITAS FISIK
DEFISIT
Kelemahan fisik umum PERAWATAN DIRI
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M; Hawks, Jane Hokanson;. (2014). (P. s. medika, Ed.) Elsevier.

Brunner & Suddarth, 2. (2008). EGC.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2013). Nursing


Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier
Mosby.

Hanggara, P. A. (2013). Refarat Vertigo. Jurnal Kedokteran .

Heather, H. T. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: EGC.

Israr, Y. A. (2008). Vertigo. Journal of Medicine .

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC) : Measurement of Health Outcomes .
United States of America: Elsevier Mosby .

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : konsep klinis & proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Sagung Seto.

Wahyudi, K. T. (2012). Vertigo. Medical Departement , 738-741.

Anda mungkin juga menyukai