Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)

DENGAN ULKUS

A. DEFINISI

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan

tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik

akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan

primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan

metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).

Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut

insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkusadalah

kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit

tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala

klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab

utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi

memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus

Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah

2005).

Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas

akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes,

(Andyagreeni, 2010).
Kaki Diabetes

B. KLASIFIKASI TIPE DM

Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis

of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

1. Klasifikasi Klinis

a. Diabetes Melitus

1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan

DMTTI dengan obesitas)

b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

c. Diabetes Kehamilan (GDM)

2. Klasifikasi risiko statistik

a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa


C. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu

presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan

genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte

Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen

tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon

abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap

jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil

penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun

yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak

tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI

ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya

tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi

intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien

dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat

disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran

sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan

system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang

cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang

beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes

Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non

Insulin Dependent Diabetes Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen

bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi

terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan

proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik

3. Diabetes dengan Ulkus

a. Faktor endogen:

1) Neuropati:

Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri,

panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan

dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler

2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.

3) Iskemia

Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah

besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila

terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

Adanya hormone aterogenik

Merokok

Hiperlipidemia

Manifestasi kaki diabetes iskemia:

Kaki dingin

Nyeri nocturnal

Tidak terabanya denyut nadi

Adanya pemucatan ekstrimitas inferior

Kulit mengkilap

Hilangnya rambut dari jari kaki

Penebalan kuku

Gangrene kecil atau luas.

b. Faktor eksogen

1) Trauma

2) Infeksi
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi Pankreas

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5

cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang

pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik

hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan

yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang

merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpadengan

bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi

perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari

lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.

b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama

membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhansmanusia

mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :

1) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor

hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

2) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.

3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat

pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).


Anatomi Pankreas

2. Fisiologi

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis

dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar

melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar

glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen

hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari
vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar

cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar

terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan

glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan

glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan

fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar

menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan

dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari

keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :

a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.

Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara

membantu glukosa darah masuk kedalam sel.

1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.

2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.

3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.

4). Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu

mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat

pengaruh insulin.
Diabetes Melitus (DM)

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :

1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel

beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat

produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari

makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan

menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam

darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring

keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang

berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan

cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan

rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak

yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan

dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan

hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.

Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila

jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan

tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau

aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan

kematian.

2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi

insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus

pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa

yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat

mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina

atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).


Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah

di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu

gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada

pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari

kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan

tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek

terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik

terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris

perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan

jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya

ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka

abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi

didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai

konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke

jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).


Pathway Diabetes Melitus (DM)

Pathway DIABETES MELITUS (DM)


F. MANIFESTASI KLINIS

1. Diabetes Tipe I

a. hiperglikemia berpuasa

b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

c. keletihan dan kelemahan

d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada

perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2. Diabetes Tipe II

a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka

pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur

c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

3. Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah

akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri

dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan

secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri)

b. Paleness (kepucatan)

c. Paresthesia (kesemutan)

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

DIABETES MELITUS (DM)

Klasifikasi :

Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:

Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan

bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang


Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

DIABETES MELITUS (DM)

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.

a. Hipoglikemia.

b. Ketoasidosis diabetic (DKA)

c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).

2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular

perifer dan vaskular selebral.


b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal

(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik

komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.

c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang

masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

d. Ulkus/gangren

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1) Grade 0 : tidak ada luka

2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III : terjadi abses

5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai


3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg
Yg terjadi Komplikasi
terkena

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek menyebabkan

menyumbat arteri berukuran besar penyembuhan luka yg jelek &

atau sedang di jantung, otak, bisa menyebabkan penyakit

tungkai & penis. jantung, stroke, gangren kaki &

Dinding pembuluh darah kecil tangan, impoten & infeksi

mengalami kerusakan sehingga

pembuluh tidak dapat mentransfer


oksigen secara normal &

mengalami kebocoran

Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh Gangguan penglihatan & pada

darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan

Ginjal  Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk

ginjal Gagal ginjal

 Protein bocor ke dalam air

kemih

 Darah tidak disaring secara

normal

Saraf Kerusakan saraf karena glukosa Kelemahan tungkai yg

tidak dimetabolisir secara normal terjadi secara tiba-tiba atau

& karena aliran darah berkurang secara perlahan

Berkurangnya rasa,

kesemutan & nyeri di tangan &

kaki

Kerusakan saraf menahun

Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg naik-turun

mengendalikan tekanan darah & Kesulitan menelan &

saluran pencernaan perubahan fungsi pencernaan

disertai serangan diare

Kulit Berkurangnya aliran darah ke Luka, infeksi dalam (ulkus


kulit & hilangnya rasa yg diabetikum)

menyebabkan cedera berulang Penyembuhan luka yg jelek

Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama

infeksi saluran kemih & kulit

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma

10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode

tanpa deproteinisasi

2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka

sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan

naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.

3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi

menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi

4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL,

Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

I. PENATALAKSANAAN

1. Medis

a. Obat

1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

a) Mekanisme kerja sulfanilurea

kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

kerja OAD tingkat reseptor


b) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat

meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik

(1) Menghambat absorpsi karbohidrat

(2) Menghambat glukoneogenesis di hati

(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

b. Insulin

1) Indikasi penggunaan insulin

a) DM tipe I

b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

c) DM kehamilan

d) DM dan gangguan faal hati yang berat

e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

f) DM dan TBC paru akut

g) DM dan koma lain pada DM

h) DM operasi

2) Insulin diperlukan pada keadaan :

a) Penurunan berat badan yang cepat.

b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

c) Ketoasidosis diabetik.

d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.


2. Keperawatan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan

antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkusdengan larutan

klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 :

500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang

dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk

kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi

pada Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,

sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada

beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur

makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi

dan menurunkan kadar lemak.

Prinsip diet DM, adalah:

1) Jumlah sesuai kebutuhan

2) Jadwal diet ketat

3) Jenis: boleh dimakan/tidak

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.

(1) Diit DM I : 1100 kalori

(2) Diit DM II : 1300 kalori

(3) Diit DM III : 1500 kalori

(4) Diit DM IV : 1700 kalori


(5) Diit DM V : 1900 kalori

(6) Diit DM VI : 2100 kalori

(7) Diit DM VII : 2300 kalori

(8) Diit DM VIII: 2500 kalori

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes

komplikasi.

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,

penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=

berat badan normal) dengan rumus:

BB (Kg)

BBR = ------------------X 100 %

TB (cm) – 100

1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %

2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %

3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %

4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %

- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %

- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %

- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %

- Morbid : BBR > 200 %


Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang

bekerja biasa adalah:

1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari

2) Normal : BB X 30 kalori sehari

3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari

4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar

glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada

penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar

glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam

melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi

dari diabetes itu sendiri.

Pendidikan kesehatan perawatan kaki

1. Hiegene kaki:

Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok

Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih
Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong

Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit

Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit

Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam

air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.

2. Alas kaki yang tepat

3. Mencegah trauma kaki

4. Berhenti merokok

5. Segera bertindak jika ada masalah

f. Kontrol nutrisi dan metabolic

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya

anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu

memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada

penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi

protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan

fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses

atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan

hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah

yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing

meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua

pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai

harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan

bakteri masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau

pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

DIABETES MELITUS (DM)

SOP PERAWATAN LUKA DM

A. TAHAP PRE INTERAKSI

1. Cek catatan medis dan perawatan

2. Kaji kebutuhan klien untuk manajemen nyeri farmakologi (analgetik) atau nonfarmakologi

saat akan dilakukan perawatan luka.

3. Cuci tangan
4. Siapkan alat-alat:

a. Satu set perawatan luka steril/ bak steril:

- Sarung tangan steril 1 pasang

- Pinset anatomis 2 buah

- Pinset chirurgis 1 buah

- Gunting jaringan 1 buah

- Kassa steril

- Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9% sesuai order dokter)

b. Alat non steril:

- Sarung tangan bersih

- Kapas alkohol

- Korentang

- Perlak atau pengalas

- Bengkok

- Kom berisi Lysol 1%

- Gunting verban/ plester

- Verban

- Plester

- Schort

- Masker

- Obat sesuai program medis

- Tempat sampah

B. TAHAP ORIENTASI
1. Siapkan dan dekatkan alat-alat dekat pasien

2. Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri

3. Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan

4. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.

C. TAHAP KERJA

1. Cuci tangan

2. Jaga privasi klien

3. Gunakan schort, masker

4. Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi

5. Tempatkan tempat sampah dekat dengan kita

6. Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan luka

7. Pasang perlak dan pengalas di bawah pada bagian luka yang akan dirawat

8. Taruh bengkok dekat dengan luka

9. Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas yang diolesi

alcohol dan tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan dengan

menggunakan pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka maka basahi dengan dengan

NS secukupnya.

10. Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.

11. Buang balutan kotor pada bengkok

12. Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)

13. Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung tangan bersih.

14. Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan sesuai order.

15. Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis
16. Pegang pinset chirurgis pada tangan dominan dan anatomis pada tangan non dominan untuk

memegang kassa yang telah dibasahi dengan normal salin 0,9%.

17. Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah sirkuler (dalam ke

luar) atau (atas ke bawah) dengan ganti kassa pada tiap area.keluarkan pus dengan menekan

area luka secara perlahan, pada jaringan nekrosis dapat dilakukan debridement.

18. Keringakan luka dengan kassa kering

19. Beri obat pada area luka sesuai dengan order

20. Tutup luka dengan kassa kering sesuai dengan kebutuhan

21. Balut luka dengan verban

22. Pasang plester untuk fiksasi balutan

23. Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat

24. Lepaskan sarung tangan

25. Cuci tangan

D. TAHAP TERMINASI

1. Evaluasi perasaan klien

2. Simpulkan hasil kegiatan

3. Berikan reinforcement positif

4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

5. Akhiri kegiatan

E. TAHAP DOKUMENTASI

1. Hari, tanggal, nama pasien, tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.
Kaki Diabetik/ Diabetes

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai

dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat

keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang

perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :

1. Aktivitas dan istirahat :


Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,

tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma

2. Sirkulasi

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,

luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.

3. Eliminasi

Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.

4. Nutrisi

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

5. Neurosensori

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,

koma dan bingung.

6. Nyeri

Pembengkakan perut, meringis.

7. Respirasi

Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.

8. Keamanan

Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.

9. Seksualitas

Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada

pria.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.

3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,

imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,

penurunan kekuatan otot

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber

informasi.

6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

7. PK: Hipo / Hiperglikemi

8. PK : Infeksi

DIABETES MELITUS (DM)


C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :

injuri fisik keperawatan,tingkat 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

kenyamanan klien meningkat, dan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.

dibuktikan dengan level nyeri: 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

klien dapat melaporkan nyeri pada3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

petugas, frekuensi nyeri, ekspresi nyeri klien sebelumnya.

wajah, dan menyatakan4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu

kenyamanan fisik dan psikologis, ruangan, pencahayaan, kebisingan.

TD 120/80 mmHg, N: 60-1005. Kurangi ontro presipitasi nyeri.

x/mnt, RR: 16-20x/mnt 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

Control nyeri dibuktikan dengan7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk

klien melaporkan gejala nyeri dan mengetasi nyeri..

control nyeri. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.


9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian

analgetik tidak berhasil.

11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.

1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

2. Cek riwayat alergi..

3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi

nutrisi kurang dari keperawatan, klien1. kaji pola makan klien

menunjukan status nutrisi2. Kaji adanya alergi makanan.


kebutuhan tubuh bd
ketidakmampuan adekuatdibuktikan dengan BB3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

tubuh mengabsorbsi stabil tidak terjadi mal nutrisi,4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan

tingkat energi adekuat, masukan kebutuhan klien.


zat-zat gizi
nutrisi adekuat 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
berhubungan dengan
6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk
faktor biologis.
mencegah konstipasi.

7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh

klien.

Monitor Nutrisi

1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

3. Monitor lingkungan selama makan.

4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu

klien makan.

5. Monitor adanya mual muntah.

6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan


misalnya perdarahan, bengkak dsb.

7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Wound care

jaringan bd faktor keperawatan, Wound healing 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan

perubahan meningkat klasifikasi pengaruh ulcers


mekanik:
dengan criteria: 2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar
sirkulasi, imobilitas
Luka mengecil dalam ukuran dan 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri
dan penurunan
peningkatan granulasi jaringan 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
sensabilitas
5. Lakukan nekrotomi K/P
(neuropati)
6. Lakukan tampon yang sesuai

7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan

8. Lakukan pembalutan

9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka

10. Amati setiap perubahan pada balutan

11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka


12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4.. Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Asuhan Terapi Exercise : Pergerakan sendi

fisik bd tidak nyaman keperawatan, dapat teridentifikasi


1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami

intoleransi Mobility level 2. Kolaborasi dengan fisioterapi


nyeri,
Joint movement: aktif. 3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
aktifitas, penurunan
Self care:ADLs 4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
kekuatan otot
Dengan criteria hasil: 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan

1. Aktivitas fisik meningkat 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.

2. ROM normal Exercise promotion

3. Melaporkan perasaan peningkatan


1. Bantu identifikasi program latihan yang sesuai

kekuatan kemampuan dalam


2. Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat

bergerak Exercise terapi ambulasi

4. Klien bisa melakukan aktivitas 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi

5. Kebersihan diri klien terpenuhi


2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi

walaupun dibantu oleh perawat atau


3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu
keluarga

Self care assistance:

Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.

1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan

kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien

2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat merawat

secara mandiri

3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola

eliminasinya.

4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari

5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai

kemampuan

6. Promosi aktivitas sesuai usia


5. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process

tentang penyakit dan asuhankeperawatan, pengetahuan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

perawatan nya klien meningkat. 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab

Knowledge : Illness Care dg yang mungkin

kriteria : 3. Sediakan informasi tentang kondisi klien

1 Tahu Diitnya 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi

2 Proses penyakit tentang perkembangan klien

3 Konservasi energi 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien

4 Kontrol infeksi 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk

5 Pengobatan mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses

6 Aktivitas yang dianjurkan penyakit

7 Prosedur pengobatan 7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

8 Regimen/aturan pengobatan 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

9 Sumber-sumber kesehatan 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif

10 Manajemen penyakit pilihan

10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi


11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada

petugas kesehatan

14. kolaborasi dg tim yang lain.

6. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri

keperawatan, klien mampu1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

Perawatan diri 2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan
Self care :Activity Daly Living makan

(ADL) dengan indicator : 3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

Pasien dapat melakukan aktivitas4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

sehari-hari (makan, berpakaian,5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai

kebersihan, toileting, ambulasi) kemampuannya

Kebersihan diri pasien terpenuhi 6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan

perawatan diri sehari hari.

7. PK: Hipo / Setelah dilakukan asuhan Managemen Hipoglikemia:

Hiperglikemi keperawatan, diharapkan perawat


1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi

akan menangani dan


2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl,

meminimalkan episode hipo / kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak

hiperglikemia sadar , bingung, ngantuk.

3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit

sampai kadar gula darah > 69 mg/dl


4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol

5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia

1. Monitor GDR sesuai indikasi

2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300

mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul,

anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,

polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4

menurun.

3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi

4. Berikan insulin sesuai order

5. Pertahankan akses IV

6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan

7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap

atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi

9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton

pada urine

10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu

pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium

11. Anjurkan banyak minum

Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder

keperawatan, perawat akan 2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

menangani / mengurangi 3. Batasi pengunjung bila perlu.

komplikasi defesiensi imun 4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan

sesudahnya.

5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.


9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi

11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan

12. Berikan antibiotik sesuai program.

13. Monitor hitung granulosit dan WBC.

14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.

15. Dorong istirahat yang cukup.

16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from
URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai