DENGAN ULKUS
A. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkusadalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes,
(Andyagreeni, 2010).
Kaki Diabetes
B. KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
a. Faktor endogen:
1) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri,
panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan
dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah
Merokok
Hiperlipidemia
Kaki dingin
Nyeri nocturnal
Kulit mengkilap
Penebalan kuku
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Pankreas
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari
a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama
1) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor
2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis
dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar
melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar
glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen
hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari
vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar
cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar
terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan
fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar
menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan
dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara
pengaruh insulin.
Diabetes Melitus (DM)
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan
dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina
di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu
gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya
ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
2. Diabetes Tipe II
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah
akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
Klasifikasi :
Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
2. Komplikasi kronik
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik
d. Ulkus/gangren
Organ/jaringan yg
Yg terjadi Komplikasi
terkena
mengalami kebocoran
kemih
normal
Berkurangnya rasa,
kaki
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma
10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode
tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka
sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan
naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL,
Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)
I. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Obat
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
b. Insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
h) DM operasi
c) Ketoasidosis diabetik.
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 :
500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang
dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk
kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi
pada Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=
BB (Kg)
TB (cm) – 100
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam
1. Hiegene kaki:
Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok
Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih
Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam
air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
4. Berhenti merokok
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya
memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada
penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi
protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan
fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses
atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing
meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua
pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai
harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau
2. Kaji kebutuhan klien untuk manajemen nyeri farmakologi (analgetik) atau nonfarmakologi
3. Cuci tangan
4. Siapkan alat-alat:
- Kassa steril
- Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9% sesuai order dokter)
- Kapas alkohol
- Korentang
- Bengkok
- Verban
- Plester
- Schort
- Masker
- Tempat sampah
B. TAHAP ORIENTASI
1. Siapkan dan dekatkan alat-alat dekat pasien
C. TAHAP KERJA
1. Cuci tangan
6. Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan luka
7. Pasang perlak dan pengalas di bawah pada bagian luka yang akan dirawat
9. Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas yang diolesi
alcohol dan tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan dengan
menggunakan pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka maka basahi dengan dengan
NS secukupnya.
10. Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.
12. Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)
13. Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung tangan bersih.
14. Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan sesuai order.
15. Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis
16. Pegang pinset chirurgis pada tangan dominan dan anatomis pada tangan non dominan untuk
17. Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah sirkuler (dalam ke
luar) atau (atas ke bawah) dengan ganti kassa pada tiap area.keluarkan pus dengan menekan
area luka secara perlahan, pada jaringan nekrosis dapat dilakukan debridement.
23. Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat
D. TAHAP TERMINASI
5. Akhiri kegiatan
E. TAHAP DOKUMENTASI
1. Hari, tanggal, nama pasien, tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.
Kaki Diabetik/ Diabetes
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai
dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3. Eliminasi
4. Nutrisi
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
6. Nyeri
7. Respirasi
8. Keamanan
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada
pria.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
informasi.
8. PK : Infeksi
injuri fisik keperawatan,tingkat 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien meningkat, dan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
klien dapat melaporkan nyeri pada3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
wajah, dan menyatakan4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu
x/mnt, RR: 16-20x/mnt 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
Control nyeri dibuktikan dengan7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk
Administrasi analgetik :.
tubuh mengabsorbsi stabil tidak terjadi mal nutrisi,4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan
klien.
Monitor Nutrisi
klien makan.
jaringan bd faktor keperawatan, Wound healing 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan
8. Lakukan pembalutan
4.. Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Asuhan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
1. Aktivitas fisik meningkat 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.
4. Klien bisa melakukan aktivitas 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi
secara mandiri
eliminasinya.
sehari-hari
kemampuan
tentang penyakit dan asuhankeperawatan, pengetahuan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
perawatan nya klien meningkat. 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab
1 Tahu Diitnya 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi
4 Kontrol infeksi 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
5 Pengobatan mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses
9 Sumber-sumber kesehatan 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
Perawatan diri 2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan
Self care :Activity Daly Living makan
(ADL) dengan indicator : 3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
sehari-hari (makan, berpakaian,5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
Kebersihan diri pasien terpenuhi 6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
meminimalkan episode hipo / kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit
Managemen Hiperglikemia
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300
menurun.
5. Pertahankan akses IV
atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton
pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder
komplikasi defesiensi imun 4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi
14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from
URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga